Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

GENETIKA

PERCOBAAN VIII

DERMATOGLIFI

NAMA : DHEA SAGITA

NIM : H041201016

HARI/ TANGGAL : SABTU / 23 APRIL

2021 KELOMPOK : I (SATU)

ASISTEN : DIAN RAMADHANI

LABORATORIUM GENETIKA
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Identitas merupakan aset karakteristik fisik, fungsional atau psikis, normal

atau patologis yang mendefinisikan suatu individu. Adanya identitas membuat

sesuatu menjadi dapat didefinisikan dan dapat dikenali. Terdapat berbagai metode

yang dapat mengidentifikasikan seseorang, salah satunya adalah dengan

identifikasi sidik jari (Narayana dkk., 2016).

Dermatoglifi adalah ilmu yang mempelajari tentang sidik. Sidik jari

seseorang tidak dapat berubah dan unik untuk setiap individu. Sidik jari akan

menjadi tidak dapat dikenali apabila terjadi pembusukan pada korban tenggelam

ataupun korban kebakaran, sehingga diperlukan penanda primer lainnya berupa

bentuk gigi geligi. Sidik jari dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor

lingkungan. Proses pembentukan dermatoglifi diperkirakan dipengaruhi oleh

faktor genetik secara heterogen sehingga mempengaruhi perbedaan morfologi

(Mundijo, 2017).

Penelitian yang telah dilakukan berhubungan dengan kaitan sidik jari

dengan berbagai penyakit genetik terus mengalami perkembangan hingga saat ini.

Sudah hampir 150 tahun yang lalu, dermatoglifi digunakan sebagai alat untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan Biologi, kesehatan,

genetika dan evolusi. Selain itu, dermatoglifi juga digunakan secara luas sebagai

alat identifikasi seseorang (Wati dkk., 2015).

Berdasarkan penjabaran di atas, maka dilakukanlah sebuah praktikum

untuk mengetahui pola pada sidik jari.


I.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui penurunan multifactor

pada sidik jari.

I.3 Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 23 April 2021 pada

pukul 14.00-16.30 WITA melalui media Zoom Meeting dan bertempat di domisili

masing-masing praktikan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Sejarah Dermatoglifi

Dermatoglifi menggambarkan gundukan dan cekungan yang terukir pada

permukaan kulit untuk membungkus telapak tangan dan juga telapak kaki. Pada

abad ke-20, permulaan tahun 1926 istilah dermatoglifi pertama kali diperkenalkan

dan dilaporkan oleh Harold Cummins, tentang penyimpanan dermatoglifi ujung

jari dan telapak tangan pada sindrom down. Hal ini diikuti oleh peneliti yang lain,

yang juga menghubungkan dengan berbagai penyakit terutama yang berkaitan

dengan kelainan kromosom (Sari dkk., 2014).

Pada tahun 1880 Fauld (seorang ahli anatomi manusia) menyatakan bahwa

pola yang ada dibagian bawah jari tangan, akan menjadi hal yang penting dalam

mengidentifikasi dan menyelidiki tindak kejahatan. Sejak itu, pola sidik jari

banyak digunakan dalam dunia kepolisian. Pola sidik jari terbentuk sebelum lahir

dan terjadi ketika masih di dalam rahim. Untuk setiap manusia identitas

(dermatoglifi) yang terbentuk di bawah lapisan kulit atau dermal papilae, pola

dasarnya tidak berubah, selama lapisan papilae masih berada dikulit dan sidik jari

akan selalu ada. Dermatoglifi merupakan suatu manifestasi genetik yang dapat

dikendalikan oleh sebuah polygenik, dimana pola dasarnya tidak akan berubah

selama hayatnya. Perubahan hanya terjadi pada suatu ukuran sulur, yang

berlangsung sejalan dengan adanya perkembangan tangan dan kaki. Variasi pola

dermatoglifi satu spesies berbeda dengan spesies lain dan menunjukkan kekhasan

pada setiap daripada spesies tersebut (Siburian dkk., 2011).


Dermatoglifi yang berasal dari bahasa Yunani, derma (kulit) dan glyph

(ukuran), adalah suatu ilmu pengetahuan yang berdasar teori epidermal atau ridge

skill (garis-garis) pada permukaan kulit, jari-jari, telapak tangan, hingga kaki.

Ilmu pengetahuan tersebut sudah dikembangkan dan sudah melalui penelitian

sejak lebih dari 300 tahun yang lalu. Dermatoglifi ini tidak akan pernah berubah

sejak lahir sampai mati. Pola dermatoglifi pada setiap orang tidak ada yang sama,

sehingga tanda-tanda yang terdapat pada ujung jari ini dapat dipakai sebagai alat

identifikasi (Sari dkk., 2014).

Dermatoglifi adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari garis-garis kulit

yang ditemukan pada jari tangan dan kaki pada manusia dan mamalia lainnya.

Sidik jari merupakan objek yang menarik untuk diselidiki dan telah digunakan

baik untuk diselidiki dan telah digunakan untuk keperluan identifikasi, hubungan

keturunan, maupun membantu diagnosis Bidang kedokteran dermatoglifi juga

digunakan sebagai alat bantu skrening suatu diagnosis penyakit. Tahun 1892

Galton mengklasifikasi tipe pola sulur ujung jari tangan menjadi 3 tipe pola yaitu:

1) tipe Arch (A) 2) tipe Loop Ulnar (LU) dan tipe Loop Radial (LR) 3) tipe Whorl

(W) dikenal dengan vortex atau pola pusar. Perkembangan sulur pada waktu

kehamilan dibedakan atas dua tahap, yaitu tahap pembentukan sulur primer dan

tahap pembentukan sulur skunder (Jaya dkk., 2014).

Tahap pembentukan sulur primer terjadi sekitar minggu ke-10 sampai

minggu ke-17 setelah fertilisasi, sedangkan tahap pembentukan sulur skunder

terjadi pada minggu ke 18 sampai minggu ke-25. Jumlah rigi dari sidik jari

seseorang akan tetap pada waktu kira-kira minggu ke dua belas setelah konsepsi

da tidak akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Suryo, 2011).


II.2 Pola Sidik Jari (Fingerprint Pattern)

Dermatoglifi diturunkan secara poligenik yaitu pola itu akan tetap

selamanya, tidak dipengaruhi oleh umur, pertumbuhan dan perubahan

lingkungan. Pola sidik jari telah dikelompokkan oleh Galton, secara garis besar

menjadi tiga pola, yaitu tipe arch, tipe loop dan tipe whorl. Tipe arch berupa garis

yang melengkung ke arah distal dan pada pola ini tidak terdapat triradius. Pola

loop memiliki lengkung seperti kait dengan satu triradius, dan pola whorl

berbentuk pusaran dan memiliki dua triradius (Wati dkk., 2015).

Gambar 2.1 Pola Sidik Jari (kanan ke kiri Arch, Loop, Whorl) (Eboh, 2013)

Perhitungan banyaknya rigi dilakukan mulai dari triradius sampai ke pusat

dari pola sidik jari. Klasifikasi dari bentuk sidik jari tersebut di muka didasarkan

atas banyaknya triradius, yaitu titik-titik dari mana rigi-rigi menuju ke tiga arah

dengan sudut kira-kira 120 derajat. Bentuk sidik jari yang paling sederhana ialah

lengkung (arch), yang tidak mempunyai triradius, sehingga tidak dapat dilakukan

perhitungan rigi. Dua buah triradius terdapat pada bentuk lingkaran. Sedangkan

bentuk sosok (loop) memiliki sebuah triradius. Jika bagian yang terbuka dari

bentuk sosok menuju ke arah ujung jari, maka bentuk sosok dinamakan sosok

radial. Tetapi jika bagian yang terbuka itu menuju ke pangkal jari, maka bentuk

sosok disebut sosok ulnar (Suryo, 2011).


Pengklasifikasian sidik jari menggunakan klasifikasian eksklusif, dibagi

menjadi beberapa kelas berdasarkan ciri makro (Leksono, 2011).

1. Plain Arch adalah bentuk pokok sidik jari dimana garis-garis datang dari sisi

lukisan yang satu mengalir ke arah sisi yang lain, dengan sedikit

bergelombang naik di tengah.

2. Tented arch (Tiang Busur) adalah bentuk pokok sidik jari yang memiliki

garis tegak atau sudut atau dua atau tiga ketentuan sangkutan.

3. Ulnar loop adalah garisnya memasuki pokok lukisan dari sisi yang searah

dengan kelingking, melengkung ditengah pokok lukisan dan kembali atau

cenderung kembali ke arah sisi semula.

4. Radial loop adalah garisnya memasuki pokok lukisan dari sisi yang searah

dengan jempol, melengkung di tengah pokok lukisan dan kembali atau

cenderung kembali ke arah sisi semula.

5. Plain Whorl (Lingkaran) adalah bentuk pokok sidik jari, mempunyai dua

delta dan sedikitnya satu garis melingkar di dalam pola area, berjalan di

depan kedua delta.

6. Double loop (Sangkutan Kembar) adalah mempunyai dua delta dan dua garis

melingkar di dalam pola area, berjalan didepan kedua delta.

II.3 Variasi Pola Sidik Jari Manusia

Pola sidik jari merupakan salah satu variasi biologis yang berbeda dari satu

kelompok ras dengan kelompok yang lain, antara perempuan dan laki-laki bahkan

pada kembar identik. Perbedaan inilah yang menyebabkan sidik jari digunakan

sebagai bahan untuk menyelidiki kejahatan, identifikasi seseorang, bahkan

penyakit akibat kelainan genetik pada seseorang. Distribusi dermatoglifi berbeda


pada jenis kelamin maupun ras. Pria memiliki lebih banyak pola whorl daripada

wanita, sedangkan wanita memiliki pola arch yang lebih sederhana dari pria.

Meskipun masing-masing individu menunjukkan perbedaan pola sidik jari, namun

memiliki keteraturan yang dapat diidentifikasi dengan mudah karena frekuensi

rata-rata tiap pola dan karakteristik lain menunjukkan variasi yang jelas diantara

populasi. Variasi sidik jari pada populasi manusia digunakan untuk mengetahui

dan membandingkan kelainan pasien dengan kelompok normal berdasarkan jenis

kelamin dan perbedaan suku bangsa (Purbasari dan Angga, 2017).

Frekuensi dari berbagai pola sidik jari sangat bervariasi dari satu jari

dengan jari lainnya. Kira-kira 5% dari bentuk sidik jari pada ujung jari adalah tipe

lengkung. Bentuk sosok kira-kira 65-70% dan kira-kira 25-30% adalah tipe

lingkaran. Untuk mendapatkan jumlah perhitungan rigi, maka rigi dari semua jari-

jari dijumlahkan. Pada perempuan, rata-rata jumlah rigi adalah 127, sedangkan

pada laki-laki adalah 144 (Suryo, 2011).

Pada kedua jari tangan dapat memiliki > 1 pola sidik jari, yaitu Ulnar Loop,

Radial Loop, Whorl, Arch, Tented Arch, dan Double Loop. Pola dasar sidik jari

manusia semuanya berpola Ulna Loop namun adanya tujuh gen lain yang turut

berperan, sehingga timbul variasi pola sidik jari. Hasil penelitian ini hampir sama

dengan hasil penelitian Sintaningtyas bahwa orang normal memiliki pola sidik jari

yang paling tinggi adalah ulnar loop (54,7%), kemudian whorl (20,7%), arch

(13,7%), dan yang paling rendah radial loop (11%) (Mundijo, 2017).

Suku bangsa adalah suatu kelompok masyarakat yang terikat kesatuan

budaya, bahasa, dan tempat tinggal. Setiap suku bangsa memiliki bahasa, tradisi,

dan kebudayaan yang berbeda. Bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang

majemuk atau heterogen, mempunyai beraneka ragam suku bangsa, budaya,


agama, dan adat istiadat. Ciri biologi yang tampak berbeda pada berbagai suku

bangsa antara lain dari segi fisik, warna kulit, jenis rambut serta bahasa yang

digunakan. Penelitian variasi pola sidik jari dengan ruang lingkup sempit yaitu

suku Jawa dan Papua telah dilakukan di Surabaya (Hidayati, 2015) dan

menyatakan bahwa pada suku Jawa didominasi oleh pola loop sebesar 52,1%,

pola whorl 41,6%, dan pola arch 6,3%, sedangkan pada sampel Papua didominasi

oleh pola whorl sebesar 51,6%, pola loop 46,9%, dan pola arch 1,6% (Purbasari

dan Angga, 2017).

Pola sidik jari suku Jawa, Dayak, China, Flores, dan Timor memiliki

persentase kemunculan tertinggi pada pola loop, kemudian whorl dan terendah

pola arch. Pada suku Nias dan Minang memiliki persentase kemunculan tertinggi

pada pola whorl, diikuti loop dan arch, sedangkan pada suku Mentawai memiliki

persentase kemunculan pola loop dan whorl yang sama. Jumlah sulur pada sidik

jari tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah suku Nias (189), Minang

(126), Timor (125), Dayak (115), Mentawai (114), Jawa (112), China (101), dan

Flores (8). Jika dipisahkan berdasarkan jenis kelamin, individu laki-laki suku

Timor, Jawa, dan Flores memiliki jumlah sulur lebih banyak dibandingkan jumlah

sulur pada individu perempuan (Purbasari dan Angga, 2017).

II.4 Hubungan Sidik Jari dengan Kelainan

Deaton melaporkan bahwa pola sidik jari tangan, telapak tangan dan

telapak kaki memiliki hubungan erat dengan berbagai macam penyakit keturunan

atau cacat karena kelainan kromosom, misalnyapada penderita down sindrom.

Lebih dari separuh jumlah anak-anak yang menderita down sindrom mempunyai

garis pada telapaktangan seperti kepunyaan kera dan banyak mempunyai sidik jari

bentuk whorl dan loop (Suryo, 2011).


Autisme adalah gangguan perkembangan saraf yang kompleks yang

ditandai oleh gangguan signifikan pada fungsi sosial dan perilaku sosial.

Diketahui bahwa dua regio pada kromosom 2 dan 7 mengandung gen yang

terlibat di dalam autisme, selain itu juga ditemukan pada kromosom 16 dan 17.

Selain Autisme, anomali kongenital yang disebabkan oleh faktor genetik lainnya

adalah Sindrom Down yang merupakan suatu kondisi keterbelakangan fisik dan

mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom

akibat ekstra kromosom 21 sebagai hasil dari gagalnya pemisahan saat

pembentukan gamet (Suciandari dkk., 2018).

Gen yang berperan pada hipertensi adalah gen NPPA dan NPPB.

Kedua gen ini berada pada peredaran darah, yang mana kedua gen ini

membuat tubuh kelebihan sodium/garam. Pada akhirnya volume darah

ditubuh meningkat dan terjadilah peningkatan tekanan darah atau hipertensi

(Jaya dkk., 2014).

Di Indonesia penderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) cenderung

meningkat, bahkan sudah menempati posisi keempat di dunia. Diabetes mellitus

adalah penyakit poligenik yang pemunculannya baru akan terlihat apabila gen

penyebab diabetes yang diperoleh dari kedua orang tuanya telah melewati ambang

kritis. Insulin merupakan suatu polipeptida, sehingga disebut juga protein.

Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar terserang

penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM.

Penyakit DM menjadi salah satu penyebab utama kematian di Indonesia.

Dermatoglifi dapat dimanfaatkan untuk membantu pendeteksian penyakit yang


ditimbulkan oleh kelainan genetik, termasuk untuk pendeteksian secara dini

terhadap penyakit Diabetes Mellitus (Siburian dkk., 2011).

Kelainan selanjutnya adalah bibir sumbing. Hal ini disebabkan oleh

poligen. Di Amerika Serikat terdapat seorang di antara 750 sampai 1000 kelahiran

yang memiliki kelainan ini. Ini berarti bahwa setiap tahun ada kira-kira 6000

sampai 7000 anak yang lahir dengan memiliki kelainan ini (Suryo, 2011).

Balgir (2006) mempelajari dermatoglifi karakteristik dari 69 kasus bibir

sumbing dengan atau tanpa langit-langit mulut sumbing dan dua puluh delapan

terisolasi kasus langit-langit mulut sumbing. Mereka dievaluasi untuk jari pola,

pola digital, pola interdigital, jenis C-line dan D-line. Itu menunjukkan variasi

dalam pasien dan kontrol. Sudut atd yang lebih lebar (selengkapnya dari 30

derajat) dan asimetri dermatoglifi dicatat dalam kelompok pasien. Ada juga

peningkatan yang signifikan pada loop ulnar, lengkung pola di antara pasien

langit-langit mulut sumbing (Ramani dkk., 2011).


BAB III

METODE PERCOBAAN

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Alat yang digunakan dalam percobaan dermatoglifi adalah tinta stempel,

bantalan stempel, kertas putih (A4), pensil, gunting, kalkulator, lem kertas, loop,

dan penggaris.

III.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah jari masing-masing

individu (dalam hal ini asisten) yang mengikuti praktikum.

III.2 Cara Kerja

Cara kerja dari percobaan ini adalah:

1. Jari-jari tangan terlebih dahulu dari debu atau kotoran dengan alcohol atau air.

2. Pada bantalan stempel diberi tinta yang tipis dan merata.

3. Tekan dengan perlahan ibu jari pada bantalan tersebut dan selanjutnya

tekankan kembali jari yang telah diberi tinta tersebut pada kertas

putih sehingga terbentuk cap jari.

4. Sidik jarinya ditentukan polanya dan dihitung jumlah rigi-riginya

dengan menggunakan loop.

5. Lakukanlah hal yang sama untuk semua jari baik pada tangan kanan

maupun tangan kiri.

6. Catat semua data dari semua kelompok dan hitung presentase masing-

masing pola dan nilai rata-rata jumlah rigi.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

VI.1 Hasil

Tabel IV.1 Tabel Data Sidik Jari Asisten

Nama Arch Loop Whorl Sulur ATD

Dian Ramadhani 0 0 10 133 37o

Paula Natasha 3 5 2 65 39o

Ferdinando 0 6 4 190 43o

Keyza Tangketasik 0 7 3 129 45o

Jesika Bangkaran 2 8 0 130 55o

Anugrah Prima 0 4 6 152 34o

5 30 25 799

Tabel IV.2 Chi Square pada Sidik Jari

Arch Loop Whorl

5/60 x 100 % 30/60 x 100 % 25/60 x 100 %


o
= 8,33 % = 50 % = 41,67 %

e 5% 75 % 20 %

d 3,33 % -25 % 21,67 %

d2/e 0,02 0,08 0,23

X2 0,33
IV.2 Pembahasan

Dalam percobaan ini, diamati pola sidik jari asisten. Berdasarkan hal ini

diperoleh terdapat dua asisten yang memiliki pola sidik jari arch yaitu Paula

Natasha dengan jumlah 3 dan Jesika Bangkaran dengan jumlah 2. Jadi total

keseluruhannya sebanyak 5. Kemudian terdapat lima asisten yang yang memiliki

pola sidik jari loop yaitu Paula Natasha dengan jumlah 5, Ferdinando dengan

jumlah 6, Keyza Tangketasik dengan jumlah 7, Jesika Bangkaran dengan jumlah

8, dan Anugrah Prima dengan jumlah 4. Jadi, total keseluruhannya yaitu 30.

Untuk pola sidik jari whorl pun terdapat lima asisten yang memilikinya yaitu Dian

Ramadhani dengan jumlah 10, Paula Natasha dengan jumlah 2, Ferdinando

dengan jumlah 4, Keyza Tangketasik dengan jumlah 3, dan Anugrah Prima

dengan jumlah 6. Jadi, total keseluruhan adalah 25.

Berdasarkan teori rata-rata jumlah sulur pada umumnya sebesar 127 pada

perempuan dan 144 pada laki-laki (Leksono, 2011). Pada percobaan yang

dilakukan diketahui pada asisten perempuan diketahui bahwa asisten Dian

Ramadhani, Keysa Tangketasik, dan Jesika Bangkaran memiliki jumlah sulur

masing-masing sebanyak 133, 129, dan 130 yang lebih besar dari rata-rata total

hitung sulur perempuan sebesar 127, sedangkan asisten Paula Natasha memiliki

jumlah sulur sebanyak 65 yang berarti berada di bawah rata-rata total hitung sulur

perempuan sebesar 127. Pada asisten laki-laki yaitu Ferdinando dan Anugrah

Prima masing-masing memiliki jumlah sulur sebanyak 190 dan 159 yang artinya

lebih besar dari rata-rata total hitung sulur laki-laki yaitu 144.

Hasil percobaan tentang sudut ATD diperoleh nilai ATD masing-masing

untuk Dian Ramadhani sebesar 37o, Paula Natasha sebesar 39o, Ferdinando

sebesar 43o, Keysa Tangketasik 45o, Jesika Bangkaran sebesar 55o, dan Anugrah
Prima sebesar 34o. Berdasarkan teori yang ada rata-rata sudut ATD berkisar antara

35o-50o (Leksono, 2011). Dari teori tersebut diketahui bahwa semua asisten berada

dalam angka kisaran rata-rata sudut ATD.

Menurut teori, frekuensi pola sidik jari arch diperoleh 5% tetapi pada

percobaan diperoleh 8,33% sehingga terdapat deviasi sebesar 3,33%. Pola sidik

jari loop seharusnya memperoleh frekuensi sebesar 75% namun dalam percobaan

hanya diperoleh 50% sehingga terdapat deviasi -25% dan untuk pola sidik jari

whorl menurut teori mendapatkan sebesar 20% namun pada hasil percobaan

memperoleh 41,67% sehingga terdapat deviasi sebesar 21,67%. Berdasarkan nilai

ekspektasi, observasi dan deviasi maka diperoleh nilai chi square untuk arch 0,02,

loop 0,08, dan whorl 0,23. Pada arch mempunyai nilai kisaran 0,01 dan loop

mempunyai nilai kisaran antara 0,025-0,050 sedangkan pada whorl nilai

kisarannya berada diantara 0,5-0,75 dengan masing-masing nilai derajat

kebebasan sebesar 2.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat 6 asisten yang sidik jarinya diamati sehingga diperoleh total 60

pasang jari diperoleh. Tipe pola sidik jari yang banyak dimiliki oleh asisten

adalah pola sidik jari loop dan whorl. Sedangkan yang paling sedikit adalah

pola sidik jari arch.

2. Jumlah sulur rata-rata sidik jari asisten yang diamati memiliki jumlah sulur

yang lebih besar dari rata-rata total hitung sulur perempuan dan laki-laki

kecuali asisten Paula Natasha yang menyimpang dengan angka teori yaitu

jumlah sulur hanya 65. Angka ini berada di bawah rata-rata total hitung sulur

perempuan yaitu sebesar 127.

3. Perhitungan sudut ATD diketahui bahwa sudut ATD semua asisten sesuai

dengan teori angka kisaran rata-rata yaitu antara 35o-50o.

V.2 Saran

V.2.1 Saran untuk Laboratorium

Laboratorium memiliki sarana dan prasaran yang baik sehingga dapat

mendukung kegiatan praktikum. Meskipun demikian, agar praktikum yang akan

dilaksanakan ke depannya lebih baik lagi, disarankan agar alat-alat yang ada di

laboratorium diperbanyak lagi sehingga bisa semakin banyak dalam menampung

praktikan. Selain itu, peralatan yang mengalami kerusakan sebaiknya diperbaiki

atau diganti.
V.2.2 Saran untuk Asisten

Tetap mempertahan kedisiplinan sebagai asisten pendamping untuk setiap

praktikan dan tetap jadi instruktur yang senantiasa berbagi ilmu sehingga dapat

menjadi jalan pengetahuan baru bagi para praktikan.

V.2.3 Saran untuk Praktikum

Praktikum kali ini dilaksanakan melalui media oline atau biasa yang

disebut sebagai daring. Dengan demikian alangkah baiknya dalam pemaparan

materi dan penjelasan mengenai keberlangsungan praktikum dapat berjalan

dengan baik dan lancar terutama masalah yang mungkin timbul karena jaringan.
DAFTAR PUSTAKA

Jaya, H., Triwani, Herman, Y., Joko, M., dan Lukman. 2014. Hubungan Pola
Dermatoglifi dengan Hipertensi Essensial. Jurnal Keperawatan
Soedirman. 9(2): 126-133.
Leksono, R., Soesanto, O., dan Muliadi. 2011. Rancang Bangun Aplikasi
Pengenalan Pola Sidik Jari. Jurnal Ilmu Komputer. 2(1): 74-83.
Mundijo, T. 2017. Gambaran Pola Sidik Jari dan Sudut Axial Triradius Digital
(ATD) pada Anak Sekolah Dasar Negeri 144, Talang Betutu, Palembang,
Sumatera Selatan. Jurnal Syifa’ Medika. 7(2): 99-103.

Narayana, B.L., Rangaiah, Y.K.C., dan Khalid, M.A. 2016. Study of Fingerprint
Patterns in Relation to Gender and Blood Group. Journal of Evolution of
Medical and Dental Sciences. 5(14): 630-633.

Purbasari, K., dan Angga, R.S. 2017. Variasi Pola Sidik Jari Mahasiswa Berbagai
Suku Bangsa Di Universitas Katolik Widya Mandala Madiun. Prosiding
Seminar Nasional Simbiosis II. 2(3): 410-421.

Ramani, P. 2011. Conventional Dermatoglyphics-Revived Concept: A Review.


International Journal of Pharma and Bio Science. 2(3): 446-458.
Sari, W.N., Meliya, W., dan Megahati, R.R.P. 2014. Dermatoglifi Ujung Jari dan
Telapak Tangan Penderita Tunanetra di Panti Sosial Bina Netra Tuah
(PSBN) Sakato Padang. Jurnal Dermatoglifi. 2(1): 1-7.

Siburian, J., Evita, A., dan Hayati, S.F. 2011. Analisis Pola Sidik Jari Tangan dan
Jumlah Sulur Serta Besar Sudut ATD Penderita Diabetes Melitus di
Rumah Sakit Umum Daerah Jambi. Jurnal Biospesies. 2(2): 12-17.

Suciandari, A. R., Mundijo, T., dan Purwoko, M. 2018. Dermatoglifi pada


Autisme dan Sindrom Down di Palembang. Jurnal Ilmiah Kedokteran
dan Kesehatan. 1(5): 30-35.

Suryo. 2011. Genetika Manusia. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.

Wati, M., Megahati, R.R.P., dan Sari, W.N. 2015. Pola Khas yang Ditemukan
pada Sidik Jari dan Telapak Tangan pada Anak-Anak Tuna Netra di
Kota Padang. Jurnal Bioconcetta. 1(2): 59-66.
Lampiran Referensi

Anda mungkin juga menyukai