Anda di halaman 1dari 24

PRAKTIKUM II

PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU


TRANSPIRASI

NAMA : ANDI ALFHITO ARDIANSYAH


NIM : H041201025
KELOMPOK : IV (EMPAT)
ASISTEN : FAISAL
HARI/TANGGAL : KAMIS/28 OKTOBER 2021

LABORATORIUM BOTANI
DEPERTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Daun biasanya memiliki luas permukaan yang luas dan rasio permukaan

terhadap volume yang tinggi. Area permukaan yang luas meningkatkan penyerapan

cahaya untuk fotosintesis. Rasio permukaan terhadap volume yang tinggi

membantu menyerap CO2 selama proses fotosintesis serta pelepasan O2 sebagai

produk sampingan fotosintesis (Campbell dkk., 2012).

Walaupun area permukaan yang luas dan rasio permukaan terhadap volume

yang tinggi meningkatkan laju fotosintesis, hal tersebut juga meningkatkan

kehilangan air pada stomata dengan demikian kebutuhan tumbuhan terhadap air

yang sangat banyak merupakan konsekuensi negatif dari kebutuhan sistem tunas

untuk melaksanakan pertukaran gas dalam jumlah yang cukup untuk fotosintesis.

Proses pembukaan dan penutupan stomata dapat membantu menyeimbangkan

kebutuhan tumbuhan untuk menyimpan air dengan kebutuhannya untuk melakukan

fotosintesis (Campbell dkk., 2012).

Dengan mempelajari fisiologi tumbuhan akan memudahkan dalam

memahami bagaimana peran faktor eksternal bagi tumbuhan dan mengapa

tumbuhan membutuhkan banyak air (Lakitan, 2015). Berdasarkan penjelasan di

atas maka dilakukanlah percobaan mengenai pengaruh faktor lingkungan terhadap

laju transpirasi untuk mempermudah memahami mekanisme transpirasi tumbuhan.


1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada praktikum ini adalah bagaimana pengaruh faktor

lingkungan terhadap laju transpirasi?

1.3 Tujuan Praktikum

Tujuan pada praktikum ini adalah untuk melihat bagaimana pengaruh faktor

lingkungan terhadap laju transpirasi.

1.4 Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis pukul 14.00-17.00 WITA

bertempat di Laboratorium Biologi Dasar, Departemen Biologi, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Transpirasi

Transpirasi merupakan peristiwa hilangnya uap air dari permukaan tanaman

karena adanya evaporasi pada sel-sel hidup. Peristiwa ini dapat terjadi pada semua

bagian tanaman tetapi paling banyak terjadi di daun karena pada kebanyakan

tumbuhan daunlah yang memiliki permukaan terbesar. Hampir seluruh uap air

keluar melalui pori-pori stomata, kutikula hanya melepaskan sejumlah kecil uap air

karena kutikula umumnya sangat tidak permeabel terhadap air. Transpirasi oleh

tanaman dibagi dengan produksi berat kering selama pertumbuhan disebut rasio

transpirasi (Johannes dkk., 2014).

Transpirasi merupakan proses pergerakan air dalam tubuh tanaman dan

hilang menjadi uap air ke atmosfer. Proses transpirasi dimulai dari absorbsi air

tanah oleh akar tanaman yang kemudian ditransport melalui batang menuju daun

dan dilepaskan (transpired) sebagai uap air ke atmosfer. Laju transpirasi oleh

faktor karakter vegetasi, karakter tanah, lingkungan serta pola budidaya tanaman.

Laju transpirasi memiliki relasi dengan jenis tanaman dan populasi tanaman.

Perbedaan jenis tanaman berpengaruh terhadap laju transpirasinya. Tiap

vegetasi memiliki struktur akar dan tajuk yang berbeda-berbeda. Struktur tajuk,

fisiologi tanaman, indeks luas daun dan konduktansi stomata sangat berpengaruh

terhadap laju transpirasi (Prijono, 2016).

2.1.1 Transpirasi Stomata

Daun merupkan organ tanaman yang paling peka terhadap pencemaran atau

polusi. Daun dengan stomatanya sebagai pintu gerbang gas dan uap air antara
tumbuhan dengan lingkungan. Banyaknya gas yang masuk ke dalam tubuh

tumbuhan sangat dipengaruhi oleh luas stomata (Waryanti, 2015). Daun merupakan

organ utama pada tubuh tumbuhan. Pada umumnya berbentuk pipih bilateral,

berwarna hijau dan merupakan tempat utama terjadinya fotosintesis. Berkaitan

dengan itu, daun memiliki struktur mulut daun yang berguna untuk pertukaran gas

O2, CO2 dan uap air dari daun ke alam sekitar dan sebaliknya (Papuangan, 2014).

Distribusi stomata sangat berhubungan dengan kecepatan dan intensitas

transpirasi pada bagian daun yaitu misalnya letak daun yang satu sama lain dengan

jarak tertentu. Dalam batas tertentu, maka semakin banyak porinya semakin cepat

terjadinya proses penguapan atau transpirasi. Jika lubang-lubang itu terlalu

berdekatan, maka penguapan dari lubang yang satu akan menghambat penguapan

lubang didekatnya (Papuangan, 2014).

Volume air tanah yang mampu diserap oleh tanaman sangat tergantung pada

pola perakaran, semakin tinggi penetrasi akar pada tanah maka akan semakin

banyak air yang mampu diserap oleh tanaman sehingga volume air yang mengalami

transpirasi juga semakin tinggi. Perbedaan struktur kanopi dapat dilihat dari

perbedaan struktur batang serta daun yaitu luas daun tanaman dimana semakin

tinggi indeks luas daun tanaman maka semakin tinggi laju transpirasi tanaman.

Perbedaan akumulasi kehilangan air dan laju transpirasi tiap tanaman disebabkan

oleh karakter tanaman dan stomata yang meliputi luas daun serta kepadatan dan

lebar stomata. Kedua hal ini merupakan faktor internal tumbuhan yang dapat

memengaruhi laju transpirasi pada tanaman. Transpirasi dikontrol oleh kebiasaan

atau aktivitas membuka dan menutupnya stomata dimana perilaku stomata

bervariasi menurut jenis tanaman (Prijono, 2016).


2.1.2 Transpirasi Lentikuler

Lentikuler atau lentisel adalah daerah pada kulit kayu yang berisi sel-sel

yang tersusun lepas yang dikenal sebagai alat komplementer, uap air yang hilang

melalui jaringan ini sebesar 0,1% dari total transpirasi yang terjadi. Berdasarkan

banyaknya air yang diuapkan, transpirasi melalui lentisel ini paling sedikit

menguapkan air jika dibandingkan dengan transpirasi yang terjadi melalui stomata

dan kutikula (Ratnawati, 2012).

2.1.2 Transpirasi Kutikula

Transpirasi merupakan suatu peristiwa hilangnya air dari permukaan sel-sel

hidup. Pada tumbuhan transpirasi terbagi menjadi tiga yaitu transpirasi stomata,

transpirasi lentisel dan transpirasi kutikula. Transpirasi kutikula merupakan

penguapan air yang terjadi secara langsung melalui kutikula epidermis. Kutikula

daun secara relatif tidak tembus air dan pada sebagian besar jenis tumbuhan,

transpirasi kutikula hanya sebesar 10% atau kurang dari jumlah air yang hilang

melalui daun. Oleh karena itu, sebagian besar air yang hilang terjadi melalui

stomata (Ratnawati, 2012).

2.2 Evaporasi

Dalam daur hidrologi, air presipitasi akan mengalami infiltrasi sebagai air

tanah, intersepsi dan sebagian lainnya hilang melalui limpasan permukaan.

Sebagian air presipitasi yang mengalami intersepsi oleh kanopi akan dievaporasi ke

atmosfer dan sebagian lainnya akan masuk ke dalam tanah melalui proses infiltrasi

menjadi air tanah. Proses kehilangan air tanah akan terjadi dari bagian perakaran

melalui proses transpirasi dan proses evaporasi akan terjadi melalui permukaan

tanah pada lahan kosong. Kadar lengas tanah merupakan karakter tanah yang yang
diduga berpengaruh terhadap laju evaporasi. Pada saat tanah mulai mengering maka

laju evaporasi akan berkurang sebagai fungsi dari lengas tanah (Prijono, 2016).

Terlepas dari perbedaan mendasar antara evaporasi dengan transpirasi

adalah asumsi yang diadopsi secara mengejutkan bahwa skala transpirasi berbeda

dengan "permintaan evaporasi atmosfer" atau penguapan potensial. Baru-baru ini

analisis sensitivitas formulasi potensial penguapan yang berbeda terhadap

perubahan iklim menemukan perbedaan besar dalam sensitivitas iklim tergantung

pada proses yang disertakan dalam formulasi. Disimpulkan bahwa formulasi ini

yang mewakili pertimbangan fisik yang paling lengkap proses berkontribusi

terhadap evaporasi paling kuat dan handal untuk karakterisasi dampak perubahan

iklim pada proses penguapan (Schymanski, 2015)

Penguapan potensial adalah ukuran untuk permintaan air atmosfer yaitu

berapa banyak air yang bisa diuapkan dari basah permukaan dibawah kondisi

atmosfer yang diberikan. Konsep dari penguapan potensial biasanya digunakan di

tangkapan dan studi keseimbangan air untuk memperkirakan evapotranspirasi

aktual. Jalur hidrologi penting air dari tangkapan di samping drainase dan aliran air.

Oleh karena itu, sensitivitas evaporasi potensial terhadap perubahan kondisi

lingkungan (Schymanski, 2015).

Serupa dengan evapotranspirasi aktual dalam hidrologi, fluks panas laten

biasanya terjadi dan diperkirakan dalam model sirkulasi global (GCM) terhadap

beberapa faktor reduksi yang mewakili keterbatasan pasokan air ke permukaan.

Namun, pada penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa sebesar 60% hingga 90%

laten panas fluks di daratan dan setengah dari semua energi matahari yang diserap

oleh daratan terestrial dapat dikaitkan dengan transpirasi (Schymanski, 2015).


2.3 Gutasi

Tekanan akar terkadang menyebabkan lebih banyak air yang memasuki

dedaunan daripada yang ditranspirasikan sehingga terjadi gutasi yaitu pengeluaran

titik-titik air yang dapat dilihat pada pagi hari di ujung atau tepi daun beberapa

tumbuhan. Cairan gutasi tidak boleh dikelirukan dengan embun yang merupakan

kelembapan atmosfer yang terkondensasi. Pada kebanyakan tumbuhan, tekanan

akar bukan merupakan mekanisme minor yang menyebabkan gerakan naik getah

xilem yang biasanya mendorong air hanya beberapa meter ke atas. Tekanan-

tekanan positif yang dihasilkan terlalu lemah untuk melawan gravitasi. Bahkan

kebanyakan tumbuhan tidak menghasilkan tekanan akar. Bahkan pada tumbuhan-

tumbuhan yang memperlihatkan gutasi, tekanan akar tidak dapat mengimbangi

transpirasi setelah matahari terbit (Campbell dkk., 2012).

2.4 Mekanisme Transpirasi

Masuknya larutan ke dalam sel-sel endodermis merupakan contoh proses

osmosis. Air yang ada ditanah masuk karena adanya perbedaan konsentrasi air dan

akan masuk melalui akar dan akan melewati epidermis kemudian korteks lalu

menuju endodermis kemudian perisikel dan xilem. Xilem yang merupakan

pengangkut air akan membawa air keseluruh bagian tumbuhan khususnya daun

hingga bahkan ke dalam sel-sel tumbuhan itu sendiri dan akan dipakai untuk

fotosintesis dan aktivitas biokimia tumbuhan (Harahap, 2012).

Jaringan xilem terdiri dari jaringan mati, saluran berongga yang memanjang

seperti trakeid atau pembuluh darah yang berhubungan dengan floem atau jaringan

parenkim. Xilem adalah komponen utama dari kontinum atmosfer tanaman tanah

(SPAC). Bertanggang jawab untuk memindahkan air ke seluruh tubuh tanaman dari
ketersediaan air tinggi (akar) ke daerah ketersediaan air rendah (daun). Air pada

xilem kemudian akan berdifusi menuju jaringan mesofil yang sudah dalam bentuk

uap air. Tumbuhan hanya menggunakan 3% air untuk menjalankan aktivitas

metabolismenya sisanya akan dikeluarkan ketika cahaya matahari menyinari daun

kemudian stomata membuka dan uap air akan keluar bersamaan dengan masuknya

CO2 ke dalam daun (Pittermann, 2016).

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Laju Transpirasi

Transpirasi yang besar akan memaksa tumbuhan untuk melakukan

penyerapan dalam jumlah yang besar pula. Faktor-faktor yang memengaruhi

kecepatan transpirasi adalah sebagai berikut (Dwiati, 2012):

1. Faktor Dalam

Faktor dalam atau faktor internal yang mempengaruhi tingkat laju

transpirasi meliputi :

a. Jumlah stomata tiap satuan luas daun bergantung kepada jenis tumbuhan dan

faktor lingkungan pada saat daun itu berkembang. Pada tanaman yang yang

hidup di daerah tropis akan memiliki jumlah stomata yang lebih banyak

dibandingakan dengan tanaman yang hidup di daerah savana yang memiliki

suhu udara rata-rata yang cukup tinggi.

b. Struktur anatomi daun Alat tambahan yang berupa trikoma dapat mencegah

penguapan. Selain itu, penguapan dapat dikurangi dengan terbentuknya lapisan

kutikula pada permukaan daun yang cukup tebal serta letak stomata yang

tersembunyi.

c. Potensial osmosis daun Sel daun mempunyai potensial osmosis yang tinggi

sehingga air tidak mudah menguap.


2. Faktor Luar atau Lingkungan

Faktor luar atau faktor lingkungan yang mempengaruhi laju transpirasi

meliputi:

a. Apabila kelembaban udara rendah maka selisih potensial air antara rongga

substomater dan udara sekitar menjadi besar. Akibatnya, akan terjadi

penguapan dengan cepat dan difusi uap air ke udara berlangsung makin cepat.

b. Kenaikan temperatur (suhu) akan mempercepat transpirasi karena evaporasi

dari permukaan mesofil meningkat.

c. Tingkat kecepatan angin dapat memindahkan uap air dari permukaan daun

sehingga kelembaban menurun yang kemudian menyebabkan laju transpirasi

pada tanaman meningkat.

d. Jumlah air yang terdapat di lingkungan juga mempengaruhi laju transpirasi

apabila jumlah air terbatas maka transpirasi akan berkurang hal ini dilakukan

tanaman sebagai mekanisme adaptasi dalam mencegah hilangnya air yang

berlebih dalam tubuh tanaman dalam keadaan cekaman atau kekeringan

sehingga tanaman tidak mengalami dehidrasi.


BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah erlenmeyer 500 ml,

sumbat tabung, pipet berskala 2 ml dan 5 ml, stopwatch, kipas angin, kantong

plastik, dan kamera handphone.

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tanaman Gandarusa

Justicia gendarussa dan methylen blue

3.2 Tahapan Kerja

Tahapan kerja praktikum ini yaitu:

1. Dibuat rangkaian alat.

2. Dicatat kedudukan permukaan air pada pipet tetes setelah 3 menit pada pipet

sampai 5 kali pencatatan.

3. Dipasang kipas angin mengarah pada tanaman praktikum.

4. Dicatat kedudukan air seperti pada tahapan kerja nomor 2.

5. Ditutupi tanaman praktikum dengan menggunakan kantong plastik dan diikat

kantongnya pada pangkal batang tanaman.

6. Dicatat kedudukan air seperti pada tahapan kerja nomor 2.

7. Diletakkan tanaman praktikum pada tempat yang terdapat cahaya matahari

8. Dicatat kedudukan air seperti pada tahapan kerja nomor 2.

9. Diletakkan tanaman praktikum pada suhu ruangan

10. Dicatat kedudukan air seperti pada tahapan kerja nomor 2.

11. Dibuat tabel dan grafik berdasarkan data yang diperoleh.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Rangkaian Alat

a. Perlakuan 1 (Suhu ruangan)

Gambar 1. Rangkaian alat tanaman Gandarusa Justicia gendarussa Burm. f.


dengan perlakuan control (Dokumentasi Pribadi).
Keterangan: 1). (Pipet Skala), 2). (Gandarusa Justicia gendarussa Burm),
3). (Sumbat Tabung), 4). (Botol kaca), 5). (Methylen Blue).

b. Perlakuan 2 (Cahaya Matahari)


1

5
Gambar 2. Rangkaian alat tanaman Gandarusa Justicia gendarussa Burm. f.
dengan perlakuan cahaya matahari (Dokumentasi Pribadi).

Keterangan: 1). (Pipet Skala), 2). (Gandarusa Justicia gendarussa Burm),


3). (Sumbat Tabung), 4). (Botol kaca), 5). (Methylen Blue).

c. Perlakuan 3 (Kelembapan)
1

Gambar 3. Rangkaian alat tanaman Gandarusa Justicia gendarussa Burm. f.


dengan perlakuan kelembaban (Dokumentasi Pribadi).

Keterangan: 1). (Pipet Skala), 2). (Gandarusa Justicia gendarussa Burm),


3). (Sumbat Tabung), 4). (Botol kaca), 5). (Methylen Blue).

d. Perlakuan 4 (Angin)
1

Gambar 4. Rangkaian alat tanaman Gandarusa Justicia gendarussa Burm. f.


dengan perlakuan angin (Dokumentasi Pribadi)

Keterangan:1)..(Pipet Skala), 2). (Gandarusa Justicia gendarussa Burm),


3). (Sumbat Tabung), 4). (Botol kaca), 5). (Methylen Blue).
4.2 Tabel Pengamatan

Tabel 1. Tabel Hasil Pengamatan


Perlakuan
Interval Waktu
Suhu Cahaya
Angin Kelembapan
Ruangan Matahari
0-3 0,05 0,05 0 0,00
3-6 0,07 0,07 0 0,01
6-9 0,09 0,09 0 0,03
9-13 0,11 0,12 0 0,05
13-15 0,13 0,14 0 0,07

4.3 Grafik Pengamatan

0,16

0,14

0,12

0,1

0,08

0,06

0,04

0,02

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16

Angin Suhu Ruangan Cahaya Matahari Kelembapan

4.4 Pembahasan

Pada Praktikum ini untuk menguji laju transpirasi digunakan tumbuhan

gandarusa Justicia gendarussa Burm. Tanaman gandarusa direndamkan dalam

larutan methylen blue dan dipasangkan pipet pengukur. Tanaman gandarusa

tersebut diberi beberapa perlakuan yaitu diletakkan di bawah cahaya matahari,


ditempatkan di depan kipas angin, di tutup dengan kantong plastik dan diletakkan

di tempat di suhu ruangan atau dengan kata lain yang diberi perlakuan kontrol.

Pada perlakuan pertama, tumbuhan gandarusa yang direndam dalam larutan

pewarna methylen blue ditempatkan di depan kipas angin dan dicatat perubahan

kadar air setiap 3 menit sebanyak 5 kali. Pada 0-3 menit, kadar larutan berkurang

sebesar 0,05 mL, sedangkan pada menit ke 3-6 kadar larutan pada pipet

menunjukkan air berkurang sebesar 0,07 mL dan pada menit ke 6-9 larutan

berkurang sebesar 0,09 mL. Pada menit ke 9-13 udara berkurang sebanyak 0,11 dan

pada menit 13-15 air berkurang sebanyak 0,13 mL. Dapat kita lihat air berkurang

setiap 3 menit yang menunjukkan tumbuhan gandarusa itu memperbaiki proses

transpirasi pada pemeliharaan ini. Hasil yang diperoleh selaras dengan yang ditulis

oleh (Dwiati, 2012) yang menyatakan bahwa sirkulasi angin merupakan salah satu

faktor eksternal yang mempengaruhi proses transpirasi.

Pada perlakuan kedua yaitu perlakuan kontrol atau suhu ruangan dicatat

perubahan air pada pipet setiap 3 menit sebanyak 5 kali pengukuran. Pada 3 menit

pertama terjadi perubahan ditemukan bacaan pipet skala adalah 0,05 mL, kemudian

pada 3-6 menit berikutnya ditemukan bacaan pipet skala berubah menjadi 0,07 mL.

Pada 6-9 menit berikutnya didapati bacaan pipet sakala adalah 0,09 mL begitu juga

dengan kadar air pada menit ke 9-13 menunjukkan bacaan 0,12 mL. Pada menit ke

13-15, bacaan kadar larutan pada pipet skala berubah menjadi 0,14 mL.

Peningkatan kehilangan larutan pada pipet ukur menunjukkan bahwa tanaman

tersebut kehilangan air melalui proses transpirasi. Laju transpirasi semakin

meningkat seiring bertambahnya waktu. Hal ini selaras dengan pendapat yang

pendapat (Campbell dkk., 2012) yang menyatakan bahwa tumbuhan kehilangan air

pada proses transpirasi yang berlangsung pada siang hari.


Pada perlakuan cahaya matahari, rangkaian alat diletakkan dibawah paparan

cahaya matahari langsung dan dicatat perubahan kadar larutan pada pipet ukur.

Ditemukan pada 3 menit pertama larutan pada pipet skala tidak mengalami

perubahan, pada 3 menit ke-dua masih belum terjadi perubahan begitupun pada

interval waktu 6-9 menit dan 13-15 menit larutan pada pipet skala tidak menunjuk

perubahan tetap pada angka 0 mL. Tidak terjadinya perubahan pada perlakuan

cahaya matahari disebabkan karena kondisi cuaca yang saat itu mendung, gerimis

dan suhu lingkungan yang dingin sehingga tidak memungkinkan tanaman untuk

melakukan transpirasi secara efektif. Hal ini sejalan dengan pendapat yang

dikemukakan oleh (Dwiati, 2012) yang menyatakan bahwa suhu udara yang rendah

dapat mengurangi laju transpirasi.

Pada perlakuan ke-empat, tanaman gandarusa yang telah direndamkan

dalam larutan pewarna methylen blue di bungkus dengan kantong plastik yang

bewarna hitam untuk mengukur pengaruh kelembapan terhadap proses transpirasi

tanaman gandarusa. Setiap 3 menit dicatat perubahan kadar larutan pada pipet skala

sebanyak 5 kali. Didapati pada 3 menit pertama tidak terjadi pergerakan larutan

pada pipet skala, pada menit ke 3-6 larutan berkurang sebesar 0,01 mL dan pada

menit ke 6-9 air berkurang sebanyak 0,03 mL. Kadar air pada menit ke 9-13 yaitu

0,05 mL dan pada menit ke 13-15, air berkurang sebanyak 0,07 mL. Ini

menunjukkan bahwa tanaman gandarusa mengalami transpirasi. Menurut

penyataan yang ditulis oleh (Campbell dkk., 2012) apabila udara di luar daun lebih

kering daripada udara di dalam daun maka uap air akan berdifusi menuruni gradient

potensial air dan keluar dari daun melalui stomata. Tumbuhan gandarusa yang

mengalami proses transpirasi pada perlakuan ini menunjukkan bahwa udara yang
terdapat di dalam kantong plastik itu kering sehingga tumbuhan gandarusa

mengeluarkan uap air dari permukaan daun.

Jadi, dari hasil yang telah diperoleh dari faktor lingkungan juga berpengaruh

pada laju transpirasi. Faktor yang paling mempengaruhi laju transpirasi adalah

faktor angin yang dilihat dari grafik yang semakin lama proses transpirasinya akan

semakin meningkat. Sementara yang pengaruhnya paling kecil yaitu pada

perlakuan cahaya matahri dikarenakan kondisi cuaca yang mendung dan tidak

memungkinkan tanaman mendapat cahaya matahari yang cukup untuk melakukan

transpirasi secara efektif.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan yang dilakukan yaitu

pengaruh faktor lingkungan berhubungan erat dengan laju transpirasi. Berdasarkan

hasil pengamatan yang telah diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh

faktor lingkungan berhubungan erat dengan laju transpirasi.

Faktor lingkungan yang pertama mempengaruhi proses transpirasi pada

pengamatan yang telah dilakukan adalah faktor angin. Semakin tinggi kecepatan

angin maka laju transpirasi akan meningkat, kemudian faktor selanjutnya yang

paling mempengaruhi laju transpirasi adalah suhu ruangan dimana semakin tinggi

suhu ruangan maka laju transpirasi akan meningkat, kemudian kelembapan udara

dimana semakin lembab udara disekitar ruangan maka laju transpirasi rendah

karena kelembapan udara menyebabkan laju transpirasi terhambat.

Terakhir adalah faktor cahaya matahari pada perlakuan dengan cahaya

matahari kondisi cuaca ketika pengamatan sedang mendung dan gerimis sehingga

menyebabkan tanaman sulit untuk melakukan transpirasi secara efektif akibatnya

tidak terjadi perubahan pada bacaan pipet skala yang menunjukkan tidak adanya

transpirasi yang signifikan.

Faktor lingkungan yang paling mempengaruhi proses transpirasi seharusnya

adalah pengaruh cahaya matahari dimana semakin lama penyinaran yang terjadi

maka proses transpirasi juga akan semakin cepat hal ini dikarenakan cahaya

matahari menyebabkan stomata terbuka.


5.2 Saran

Sebaiknya perlakuan yang diberikan bisa ditambahkan seperti dalam

keadaan gelap sehingga bisa menambahkan pengetahuan bagaimana keadaan

kedudukan air pada saat di tempat gelap.


DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N. A. Reece, J. B. Urry, L. A. Kain, M. L. Wasserman, S. A. Minorsky,


P. V. Jackson, R. B. 2008. Biologi. Erlangga, Jakarta.

Dwiati, M. 2012. Hubungan Tumbuhan dengan Lingkungan. Universitas Gadjah


Mada, DIY Yogyakarta.

Harahap, F. 2012. Fisiologi Tumbuhan. Unimed Press: Medan.

Johannes, E. 2014. Pedoman Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Universitas


Hasanuddin, Makassar.

Lakitan, B. 2015. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Rajagrafindo Persada.


Jakarta.

Papuangan, N. Nurhasanah, N. Djurumudi, M. 2014. Jumlah dan Distribusi Stomata


pada Tanaman Penghijauan di Kota Ternate. Jurnal Stomata Bioedukasi
3(1): 287-288.

Pittermann, J. Wilson, J. P. dan Brodribb, T. J. 2016. Water Transport, The Role in


Plant Diversification of. International Journal of Evolutionary Biology,
6(4):358-366.

Prijono, S. Laksmana, M. T. S. 2016. Studi Laju Transpirasi Peltophorum


dassyrachis dan Gliricidia sepium pada Sistem Budidaya Tanaman Pagar
dan Pengaruhnya Terhadap Konduktivitas Hidrolik Tidak Jenuh. Jurnal
Pertanian, 7(1): 15-17.

Schymanski. S. J. dan Atau, D. 2015. Wind Effectss on Leaf Transpiration


Challenge the Concept of “potential evaporation”. International
Association of Hydrological Sciences, 3(2): 99-100.

Waryanti. Sugoro. I., Dasumiati., 2015. Angsana Pterocarpus indicus sebagai


Bioindikator untuk Polusi di Sekitar Terminal Lebak Bulus. Jurnal Biologi,
8(1): 46.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai