Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN

PERKEMBANGAN TUMBUHAN

PERCOBAAN I

PENGARUH CAHAYA MATAHARI TERHADAP


AKTIVITAS HORMON AUKSIN

ANDI FAKHIRAH FEBRIANI PUTRITA

H041201045

LABORATORIUM BOTANI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Cahaya matahari merupakan salah satu faktor yang berperan penting

dalam laju fotosintesis. Cahaya matahari berasal dari cahaya putih yang dapat

diuraikan menjadi komponen-komponen warna karena panjang gelombang cahaya

yang berbeda untuk setiap warna yang berbeda. Komponen-komponen warna

tesebut adalah merah, jingga, kuning, hijau, biru, dan ungu (Suyatman, 2020).

Cahaya matahari merupakan petunjuk utama untuk mengetahui bahwa

benih telah menembus tanah. Cahaya matahari sangat mempengaruhi aktivitas

hormon auksin yang berperan dalam pemanjangan dan penambahan tinggi

tanaman. Kandungan kadar hormon auksin pada biji yang sedang berkecambah

berbeda-beda disetiap tempatnya sehingga proses pemanjangannya pun akan

berbeda-beda disetiap tempatnya dengan penambahan berbagai macam hormon

atau zat pengatur tumbuh, maka akan menunjukkan perbedaan panjang pada

jaringan, baik pada koleoptil yang dimana maupun akar primer (Lasamadi, 2016).

Peran auksin yang sangat berdampak pada perkembangan tanaman adalah

mendorong perpanjangan sel, pembelahan sel, diferensiasi jaringan xilem dan

floem, pembentukkan akar, pembungaan pada Bromeliaceae, pembentukan buah

partenokarpi, pembentukkan bunga betina pada pada tanaman diocious, dominansi

apikal, respons tropisme, serta menghambat pengguran daun, bunga, dan buah

(Sugihsantosa, 2019). Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan percobaan

Pengaruh Cahaya Matahari Terhadap Aktivitas Hormon untuk mengetahui secara

pasti pengaruh cahaya terhadap hormon auksin.


I.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada praktikum ini adalah bagaimana pengaruh cahaya

terhadap aktivitas hormon auksin?

I.3 Tujuan Praktikum

Tujuan pada praktikum ini adalah untuk melihat bagaimana pengaruh

cahaya terhadap aktivitas hormon auksin.

I.3 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 26 oktober 2021,

pukul 14.00-17.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Botani, Departemen

Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Hasanuddin, Makassar.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan merupakan peningkatan dalam beberapa kuantitas dari

waktu ke waktu. Kuantitasnya bisa bersifat fisik (misalnya, pertumbuhan tinggi

tanaman), abstrak (misalnya sistem menjadi Lebih kompleks, organisme menjadi

lebih matang). Pertumbuhan juga dapat merujuk pada perubahan kuantitatif yang

menyertai perkembangan. Pertumbuhan tanaman bisa didefinisikan sebagai

peningkatan volume yang tidak dapat diubah dari suatu organisme Pertumbuhan

tanaman dapat dilihat pada jaringan meristem di mana mitosis pada jaringan itu

cepat menyediakan sel-sel baru, sel-sel baru tersebut kemudian berdiferensiasi

menyediakan jaringan tanaman baru. Mitosis yang terjadi pada batang tanaman

dalam jaringan meristem apikal menghasilkan sel-sel yang memungkinkan batang

tumbuh lebih dan secara berkala sel tersebut menimbulkan daun. Titik batang

yang menimbulkan daun ini disebut juga dengan node (Ongunyale dkk, 2016).

Perkembangan merupakan istilah umum, mengacu pada jumlah dari semua

perubahan pada sel, jaringan, organ atau organisme menuju kedewasaan.

Perkembangan dapat didefinsikan sebagai suatu perubahan teratur dan

berkembang atau menuju keadaan yang lebih tinggi atau lebih teratur, dapat pula

diartikan sebagai suatu seri perubahan pada organisme yang terjadi selama daur

hidupnya yang meliputi pertumbuhan dan diferensiasi (Handoko dkk., 2020).

Perkembangan yang terjadi pada tanaman adalah proses berkelanjutan

yang dimulai dengan embriogenesis dan pembentukan tubuh tanaman yang utama

(akar embrionik dan tunas embrio) dan melanjutkan germinasi dengan produksi

rutin organ baru (akar, daun, cabang, dan bunga. Sel-sel baru terus menerus
diproduksi dalam zona khusus, yang disebut meristem, yang mengandung sel

induk pembaruan diri (SCs) yang sangat berperan dalam perkembangan tumbuhan

Perkembangan suatu tanaman bergantung pada koordinasi sel tertentu seperti pada

proses pembelahan sel, ekspansi sel, dan diferensiasi sel. Keseimbangan antara

ketiga proses sel ini menentukan perkembangan tanaman yang optimal, adapun

perisitiwa perkembangan yang pada tumbuhan adalah perkecambahan,

pembungaan dan penuaan (David, 2017).

Menurut (Handoko dkk., 2020) fase pertumbuhan dan perkembangan

terbagi atas 3 yaitu:

1. Perkecambahan merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan dari

embrio yang mengalami perubahan dimana plumula tumbuh dan

berkembang menjadi batang dan radikula tumbuh menjadi akar.

Berdasarkan letak kotiledon saat berkecambah ada dua tipe

perkecambahan yaitu, perkecambahan hipogeal dan perkecambahan

epigeal

2. Pertumbuhan primer merupakan pertumbuhan yang sangat dasar yang

terjadi pada tumbuhan. Pertumbuhan primer terjadi karena sel-sel pada

jaringan meristem melakukan pembelahan secara terus-menerus. Jaringan

meristem terdapat pada ujung akar dan ujung batang. Karena itu,

pertumbuhan primer mempengaruhi ukuran akar dan batang pada

tumbuhan. Pertumbuhan primer diantaranya adalah pembentukan lapisan

epidermis, korteks, xilem primer, floem primer juga empulur.

Pertumbuhan primer menghasilkan apa yang disebut tubuh primer

tumbuhan (primary plant body) yang terdiri dari tiga sistem jaringan,

jaringan dermal, jaringan pembuluh (vaskular) dan jaringan dasar. Herba


dan bagian termuda suatu tumbuhan berkayu menunjukan bagian primer

tumbuhan. Meskipun meristem apikal bertanggung jawab terhadap

pembesaran akar dan tunas, terdapat perbedaan penting dalam

pertumbuhan primer kedua jenis organ ini.

3. Pertumbuhan sekunder disebabkan oleh aktivitas jaringan meristem

sekunder seperti pada jaringan kambium pada batang tumbuhan dikotil

dan gymnospermae. Semakin tua umur tumbuhan, batang tumbuhan

dikotil akan semakin besar. Hal ini disebabkan adanya proses

pertumbuhan sekunder. Pertumbuhan sekunder ini tidak terjadi pada

tumbuhan monokotil. Bagian yang paling berperan dalam pertumbuhan

sekunder ini adalah cambium. Sel-sel jaringan kambium senantiasa

membelah yaitu ke arah dalam membentuk xilem atau kayu sedangkan

pembelahan ke luar membentuk floem atau kulit kayu yang menyebabkan

diameter batang dan akar bertambah besar. Kambium pada posisi seperti

ini dinamakan kambium intravaskuler. Sel-sel parenkim yang terdapat di

antara pembuluh, lama kelamaan berubah menjadi kambium. Kambium ini

dinamakan kambium intervaskuler. Kedua macam kambium tersebut lama

kelamaan akan bersambungan.

II.2 Cahaya Matahari

Cahaya matahari merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

produktivitas tanaman karena tidak semua tanaman memerlukan intesitas cahaya

yang sama dalam proses fotosintesis. Fotosintesis adalah reaksi penting bagi

tumbuhan yang berfungsi mengkonversi energi (cahaya) matahari menjadi energi

kimia yang disimpan dalam senyawa organik. Efisiensi penyerapan cahaya oleh
daun dapat menghasilkan perubahan morfologi dan fisiologi yang berbeda, karena

laju fotosintesis yang berlansung juga berbeda (Yustiningsih, 2019).

Tanaman tidak dapat melakukan pertumbuhan dan perkembangan

hidupnya secara maksimal tanpa bantuan cahaya matahari. Hal ini dikarenakan

sinar matahari menjadi salah satu bahan yang digunakan untuk fotosintesis yang

terjadi pada daun tanaman, fotosintesis tersebut nantinya akan menghasilkan

energi bagi tumbuhan. Studi juga membuktikan bahwa tanaman yang tumbuh di

bawah sinar matahari penuh akan menghasilkan lebih banyak biomassa dan daun

serta memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan tanaman yang

tumbuh di tempat teduh (Sharma dkk., 2017).

II.3 Hormon Tumbuhan

Selain cahaya matahari, hormon dan zat pengatur tumbuhan juga sangat

berpengaruh dalam pertumbuhan, perkembangan dan pergerakan tanaman.

Menurut (Nambara dkk., 2021) hormon tumbuhan (Fitohormon) merupakan

molekul atau senyawa yang ada atau disintetiskan pada tumbuhan. Hormon pada

tumbuhan berfungsi dalam mengatur beragam proses dalam pertumbuhan dan

perkembangan tanaman dan dalam respons aklimatisasi terhadap tekanan abiotik

dan biotik. Mereka juga berfungsi sebagai alat komunikasi antara tanaman, serta

antara tanaman dan organisme lain di sekitarnya, seperti mikroba dan serangga.

Auksin, sitokinin (CK), giberelin (GA), asam absisat (ABA), etilen, jasmonat,

asam salisilat (SA), brassinosteroid, hormon peptida, dan strigolakton (SL)

merupakan hormon tumbuhan yang berfungsi dalam biosintesis, katabolisme,

transportasi, persepsi, dan pensinyalan. Biasanya, hormon tumbuhan melakukan

kinerjanya dengan bekerja sama satu sama lain atau dengan molekul sinyal lain

secara sinergis, antagonis, atau aditif.


Zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakan senyawa yang diberikan ke

tanaman sebagai suplemen tambahan untuk meningkatkan proses pembelahan sel

agar lebih aktif lagi. Pemberian zat pengatur tumbuh dalam jumlah kecil dapat

menstimulir pertumbuhan tanaman, namun pemberian ZPT dalam jumlah banyak

justru dapat menghambat pertumbuhan. Kandungan zat pengatur tumbuh

hormonik memiliki keunggulan lebih yaitu mengandung paling banyak jenis

hormon organik yang diformulasikan hanya dalam bahan alami yang dibutuhkan

oleh semua jenis tanaman sehingga tidak membahayakan (aman) dan sangat

berguna untuk proses pertumbuhan tanaman, membantu petumbuhan akar dan

meningkatkan keawetan hasil panen (Mutryarny dkk., 2018)

Menurut (Asbur, 2017) respon tanaman terhadap ransangan eksternal

seperti cahaya, sentuhan gravitasi dan air, serta sinyal perkembangan endogen

ditentukan oleh jam biologis tanaman yang sering melibatkan gerakan. Pergerakan

yang terjadi pada tanaman dapat diartikan sebagai respon terhadap stimulus arah

(sebuah gerakan tropik) atau stimulus yang menyebar (gerakan nastik), contoh

umum dari pergerakan tanaman yang dihasilkan dari stimulus arah adalah

gravitropis dan fototropisme.

Fototropis merupakan gerakan yang dilakukan tanaman untuk

mengarahkan pertumbuhannya ke sumber cahaya (fototropisme positif) dan

menjauhi sumber cahaya (fototropisme negatif), dalam penelitian Darwin di tahun

1880 ia mengatakan bahwa terdapat zat misterius yang ditransduksi di ujung

tanaman di mana tempat cahaya berasal, ke bagian bawah tumbuhan di mana tak

ada respon cahaya, ia mengamati perubahan bentuk pertumbuhan yang terjadi

pada tumbuhan tersebut. Tahun 1920-an, seorang ilmuwan yang berasal dari

Netherlands bernama Fritz Went membuat terobosan signifikan, ia mengamati


gerakan fototropisme pada Oat Avena sativa pada koleoptil, mengisolasi dan

mengindentifikasi zat misterius yang ditemukan oleh Darwin sebagai hormon

tanaman Auksin (Liscum dkk, 2018).

Istilah auksin berasal dari kata Yunani ‘auxein’ yang berarti ‘tumbuh’.

Hormon tanaman auksin merupakan pengatur pusat pertumbuhan dan

perkembangan tanaman yang terletak pada ujung organ tanaman dan hampir

terlibat dalam setiap aspek atau proses yang ada pada tumbuhan, hal ini

dikarenakan auksin memegang peranan penting dalam pembelahan sel dan

ekspansi sel, pada tumbuhan mereka menggunakan sejumlah mekanisme seluler

untuk mengatur tingkat dan respons terhadap hormon auksin. Auksin aktif yang

dominan ada pada tumbuhan adalah asam indole-3-asetat (IAA) yang bergerak

dalam tumbuhan (Frick dkk., 2018). Indole-3-asetat diidentifikasikan sebagai

auksin yang aktif di dalam tumbuhan (endogenous) yang diproduksi dalam

jaringan meristematik yang aktif contohnya tunas (Arimarsetiowati dkk., 2012).

Menurut (Handoko dkk., 2020) golongan auksin yang lebih sering

digunakan adalah 2,4-Dichlorophenoxyacetid acid (2,4-D), IAA, Naphtalena

acetid acid (NAA), Indole butyric acid (IBA). Auksin yang paling efektif untuk

rnenginduksi pernbelahan sel dan pernbentukan kalus adalah 2,4-D dengan

konsentrasi antara 0,2-2 mg/1 untuk sebagian jaringan tanarnan. NAA dan 2,4 D

lebih stabil dibandingkan dengan IAA, yaitu tidak rnudah terurai oleh berbagai

enzirn-enzirn yang dikeluarkan oleh sel atau karena pernanasan pada saat proses

sterilisasi. Adapun pengaruh fisiologis dari hormon auksin pada pertumbuhan dan

perkembangan tumbuhan, antara lain:

1. pembesaran/pemanjangan sel,

2. penghambatan mata tunas samping,

3. absisi (pengguguran daun),

4. pertumbuhan akar.
BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu polybag

berukuran sedang 6 buah, tanah gembur, bibit Jagung Zea mays (minimal 20 biji),

air selotip, kardus, dan kertas label.

III.2 Prosedur Percobaan

Adapun prosedur kerja pada percobaan ini :

1. Disiapkan 6 buah polybag kemudian diisi dengan tanah gembur.

2. Ditanam bibit Jagung Zea mays sebanyak 1 biji ke masing-masing

polybag, kemudian disiram dengan air secukupnya.

3. Diletakkan 3 polybag di tempat yang terkena sinar matahari.

4. Diletakkan 3 polybag yang lain ke dalam kardus.

5. Ditutup kardus yang berisi polybag dengan selotip.

6. Diamati perkembangan tanaman 5 hari sekali, selama 15 hari.

7. Diamati warna dan jumlah daun, serta tinggi tanaman jagung.

8. Dicatat hasil pengamatan dalam tabel pengamatan.


DAFTAR PUSTAKA

Arimarstiowati, R. dan Ardiyani, F. 2012. Pengaruh Penambahan Auksin


Terhadap Pertunasan dan Perakaran Kopi Arabika Perbanyakan Stomatik
Embriogenesis. Pelita Perkebunan. 28(2): 82-90.

Asbur, Y. 2017. Peran Fotoreseptor pada Tropisme Tanaman Sebagai Respon


Terhadap Cahaya. Agriland. 6(2): 92-100.

David, K. 2017. Cell Division and Cell Diferentiation. Encyclopedia of Applied


Plant Sciences.1(1): 149-154.

Frick, E. M. dan Strader, L. C. 2018. Roles for IBA-derived Auxin in Plant


Development. Journal of Experimental Botany. 69(2): 169-177.

Handoko, A. dan Rizki, A. M. 2020. Buku Ajar Fisiologi Tumbuhan. Universitas


Islam Negeri Raden Intan: Lampung

Lasamadi, R. D. 2016. Pertumbuhan dan Perkembangan Rumput Gajah Dwarf


(Pennisetum purpureum Cv. Mott) yang Diberi Pupuk Organik Hasil
Fermentasi Em4. Zootek, 32 (5): 158-171.

Liscum, E., dkk. 2018. Phototropism: Growing Towards an Understanding of


Plant Movement. The Plant Cell. 26(1): 38-55.

Mutryarny, E. dan Lidar, S. 2018. Respon Tanaman Pakcoy Brassica rapa L


Akibat Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Hormonik. Jurnal Ilmiah
Pertanian: 14(2): 29-34.

Nambara, E. dan Wees, S. C. M. 2021. Plant Hormone Fuctions and Interactions


in Biological System. The Plant Journal. 105(2): 287-289.

Ogunyale O. G., dkk. 2016. A Review of Plant Growth Substances: Their Forms,
Structures, Synthesis and Functions. Journal of Advanced Laboratory
Research in Biology. 5(4): 152-168.

Sharma, P. dan Gill, P. S. 2017. Effect of Reflected Sunlight on Plant Growth.


Journal of Applied Agricultural Research. 12(3): 321-324.

Sugihsantosa, 2019. Pedoman Teknologi Benih. PT Raja Grafindo Persada:


Jakarta.

Suyatman. 2020. Menyelidiki Energi Fotosintesis Pada Tumbuhan. INKUIRI:


Jurnal Pendidikan IPA: 9(2): 134-440.

Yustianingsih, M. 2019. Intesitas Cahaya dan Efisiensi Fotosintesis pada


Tanaman Naungan dan Tanaman Terpapar Cahaya Lansung. Bioedu. 4(2):
43-48.
LAMPIRAN

I. Bagan Kerja

6 Buah Polybag

Diisi dengan tanah gembur.

Ditanam bibit Jagung Zea mays L sebanyak 1 biji ke masing-masing


polybag.

Disiram dengan air secukupnya.

Diletakkan 3 polybag di tempat yang terkena sinar matahari.

Diletakkan 3 polybag yang lain di dalam kardus.

Ditutup kardus yang berisi polybag dengan selotip.

Diamati perkembangan tanaman 5 hari sekali, selama 15 hari.

Diamati warna dan jumlah daun, serta tinggi tanaman.

Dicatat hasil pengamatan dalam tabel pengamatan.

Hasil

Anda mungkin juga menyukai