Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA

TOPIK 2. RANGKAI KELAMIN

Disusun Oleh :

NAMA : Aufary Naurah A.

NIM : 205090107111007

ASISTEN PJ : Muhammad Faiz

LABORATORIUM BIOLOGI DASAR


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Aufary Naurah Aluzia
NIM : 205090107111007
Jurusan : Biologi
Topik :2

Dengan ini menyatakan bahwa :


1. Laporan praktikum ini adalah benar-benar karya saya sendiri
dan bukan hasil plagiat dari karya orang lain. Karya-karya
yang tercantum dalam daftar pustaka semata-mata
digunakan sebagai acuan/referensi.
2. Apabila pada kemudian hari diketahui bahwa isi Laporan
praktikum saya merupakan hasil plagiat, maka saya bersedia
menanggung akibat hukum dari keadaan tersebut.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.

Malang, 15 September 2021


Yang menyatakan,

(Aufary Naurah Aluzia)


NIM. 205090107111007
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Dasar Teori
1.1.1 Definisi dan Contoh dari Rangkai Kelamin (sex
linkage)
Definisi dari kromosom adalah suatu untai panjang
DNA yang di dalamnya terdapat banyak sekali gen dari tetua,
yang nantinya akan diwariskan dan terekspresi kepada anak
keturunannya. Semua gen yang terletak pada satu kromosom
yang sama disebut dengan linked genes. Selain itu, terdapat pula
gen-gen yang terletak pada kromosom kelamin, gen ini akan
disebut dengan gen rangkai kelamin atau sex-linked genes,
sedangkan pewarisan sifat dari gen ini disebut dengan peristiwa
rangkai kelamin atau sex linkage (Piliang et al., 2021).
Terdapat dua macam gen rangkai kelamin, yaitu
rangkai kelamin X atau X-trait genes dan rangkai kelamin Y
atau Y-trait genes. Pada rangkai kelamin X, genotip dari F1 dan
F2 tergantung dari sifat resesif apa yang diwariskan dari tetua-
nya. Misal, ketika tetua betina homozigot memiliki sifat resesif
pada rangkai kelamin X-nya, maka dia akan mewariskan sifat
tersebut kepada keturunannya yang berjenis kelamin laki-laki
(Fowler et al., 2017). Fenomena ini dapat terjadi karena pada
dasarnya perempuan memiliki dua buah kromosom X.
Sehingga, jika satu kromosom X-nya berfungsi dengan baik,
namun kromosom X lain tidak berfungsi dengan baik serta
membawa sifat resesif. Maka, gen yang terekspresikan ialah
gen yang dibawa oleh kromosom X yang fungsional tersebut,
sedangkan sifat resesif pada kromosom X lain tidak akan
muncul. Tetapi perempuan ini nantinya akan menjadi carrier
atau membawa sifat resesif ini. Berbeda dengan laki-laki,
karena laki-laki hanya memiliki satu kromosom X, dari
kromosom XY, maka ketika ia menerima sifat resesif terpaut
kromosom X dari ibunya, maka gen resesif tersebut tetap akan
terekspresikan (Skwarecki, 2018).
Contoh dari sifat terpaut kromosom X atau sex linkage
ini pada manusia yaitu penyakit haemofilia, buta warna, serta
distrofi otot. (Skwarecki, 2018).

1.1.2 Definisi dan Contoh dari Uji Buta Warna


Manusia normal pada dasarnya mampu melihat serta
membedakan warna merah, hijau, serta biru, serta gradasi dari
ketiga warna tersebut. Namun, jika ada seseorang yang tidak
mampu membedakan satu hingga 3 warna tersebut, beserta
gradasinya maka orang tersebut dapat dikatakan sebagai
penderita buta warna. Disabilitas buta warna ini termasuk ke
dalam sifat terpaut kromosom X. Disabilitas ini lebih banyak
disandang oleh laki-laki dibandingkan perempuan (Burggraaff
et al., 2021). Hal ini disebabkan karena jumlah kromosom X
pada wanita lebih banyak dibandingkan pada laki-laki.
Sehingga laki-laki lebih berpotensi mengidap buta warna
dibanding wanita, sebaliknya, wanita berpotensi menjadi
carrier. Wanita carrier buta warna tetap dapat membedakan
warna, namun wanita ini tetap dapat menurunkan sifat buta
warnanya kepada keturunannya nanti (Octaviano & Umbari,
2017).
Untuk mendeteksi adanya kelainan buta warna pada diri
kita, terdapat salah satu metode yang telah umum digunakan,
yaitu metode Ishihara. Metode ini menggunakan cara yaitu
pemberian suatu tabel warna khusus yang berupa lembaran
pseudoisokromatik. Tabel ini tersusun dari titik-titik warna
dengan kepadatan warna yang berbeda-beda. tabel warna ini
dapat terlihat jelas dengan mata yang normal, namun penderita
buta warna akan kesulitan mengidentifikasi perbedaan warna
pada tabel itu (Octaviano & Umbari, 2017).
(Octaviano & Umbari, 2017)
Gambar 1 Contoh tabel Ishihara

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum Genetika dengan topik “Rangkai
Kelamin ini adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari rangkai kelamin dengan uji butawarna
2. Mempelajari cara pengujian butawarna secara individu

1.3 Manfaat
Manfaat dari praktikum Genetika dengan topik
“Rangkai Kelamin” ini yaitu praktikan dapat mengetahui definisi
dari gen yang terpaut kromosom, serta contoh-contohnya. Selain
itu, praktikan dapat mengetahui penyebab dari buta warna serta
metode untuk mengetahui ada tidaknya kelainan buta warna ini
melalui metode Ishihara serta mengaplikasikannya.
BAB II

METODE

2.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Genetika dengan topik “Rangkai Kelamin” ini
dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 17 September 2021
pukul 15:00 WIB. Praktikum ini bertempat dan dilaksanakan di
rumah masing-masing praktikan.

2.2 Cara Kerja


Langkah pertama yaitu tiap praktikan diuji dengan
menggunakan tes online dengan standar nasional. Kemudian
hasil uji tersebut dicatat. Selanjutnya persentase kesalahan
pembacaan disebutkan dan dicatat. Selanjutnya dari hasil
tersebut, genotip orangtua tiap praktikan diprediksi. Hasil
analisa kemudian dibahas secara individu dan populasi kelas
dalam laporan.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisa Prosedur
Terdapat beberapa langkah dari percobaan ini. Langkah
pertama yaitu pengisian kuesioner uji buta warna menggunakan
uji Ishihara online (berstandar internasional), tujuannya yaitu
untuk mengetahui apakah praktikan terindikasi buta warna atau
tidak. Lalu jumlah kesalahan dan nomor pertanyaan yang salah
dicatat, untuk dianalisis agar diketahuinya genotip dari
praktikan. Selanjuttnya yaitu genotip dan fenotip praktikan
diprediksi, untuk menentukan genotipe dan fenotipe praktikan.
Selanjutnya yaitu penentuan dari genotipe dan fenotipe
praktika, untuk menentukan genotipe dan fenotipe dari orang
tua praktikan. Langkah selanjutnya yaitu prediksi genotipe dan
fenotipe populasi kelas, untuk menentukan genotipe dan
fenotipe populasi kelas. Langkah terakhir yaitu perhitungan
frekuensi genotipe dan fenotipe populasi kelas berdasarkan
hukum Hardy-Weinberg, untuk mengetahui persentase
frekuensi genotipe dan fenotipe populasi di dalam kelas.
3.2 Analisa Hasil
3.2.1 Individu
Berdasarkan uji buta warna online yang telah
dilakukan, praktikan telah mendapatkan hasil serta berapa
kesalahan yang didapatkan. Jumlah kesalahan yang didapatkan
oleh praktikan yaitu satu nomor, yaitu terdapat pada nomor 4.
Kesalahan ini dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor,
misalnya yaitu gambar yang kurang terlihat jelas, ataupun
pilihan jawaban yang rancu. Oleh karena itu, jumlah benar yang
didapatkan oleh praktikan yaitu 37 nomor dari 38 nomor.
Dari hasil benar ini, praktikan dapat menentukan
persentase kesalahan dan apakah praktikan buta warna ataukah
normal. Jika dilihat dari jumlah kesalahan dan persentase
kesalahan dari uji buta warna yang telah dilakukan, yaitu satu
nomor (2,,,%), maka praktikan dapat terindikasi memiliki
penglihatan normal, dan tidak ada indikasi praktikan
mengalami buta warna.
Selanjutnya, dari hasil ini dapat diprediksi genotip dan
fenotipe dari praktikan dan orang tua praktikan. Praktikan
sendiri memiliki genotip XX (perempuan normal). Setelah itu,
karena praktikan memiliki saudara laki-laki, yang juga tidak ada
tanda-tanda atau indikasi adanya buta wara, maka dapat
diprediksi genotip dan fenotip dari ibu praktikan, yaitu ibu
praktikan memiliki genotip XX (perempuan normal), serta
prediksi genotip dan fenotip dari ayah praktikan yaitu XY (laki-
laki normal).

3.2.2 Populasi Kelas


Selanjutnya yaitu perhitungan frekuensi buta warna dari
populasi kelas dan genotipe serta fenotipe yang dominan di
dalam populasi kelas menggunakan hukum Hardy-Weinberg.
Langkah pertama yaitu penentuan jumlah populasi kelas
berdasarkan alelnya. Didapatkan hasil yaitu terdapat 44 anak
dengan homozigot dominan (XX atau XY), lalu 2 anak dengan
heterozigot dominan (XcbX), serta 0 anak dengan heterozigot
resesif (XcbXcb atau XcbY). Setelah itu penghitungan frekuensi
menurut rumus dari hukum Hardy-Weinberg.
(Elrod & Stansfield, 2013
Gambar2. Rumus Hardy-\Weinberg

Berdasarkan rumus di atas, persamaan p 2 menyatakan


frekuensi alel homozigot dominan, q2 menyatakan frekuensi
alel homozigot resesif, serta 2pq menyatakan frekuensi alel
heterozigot. Dari persamaan ini, maka kita dapat menghitung
frekuensi populasi kelas, dengan penghitungan sebagai berikut:
44
𝑝2 = 46 = 0,96
𝑝 = 0,98
Sehingga, didapatkan frekuensi homozigot dominan
atau normal (XX atau XY) yaitu sebesar 0,98 atau 98% anak.
𝑝+𝑞 = 1
𝑞 = 1 − 0,98
𝑞 = 0,02
𝒒𝟐 = 𝟎, 𝟎𝟎𝟎𝟒

Oleh karena q2 menyatakan frekuensi alel heterozigot,


maka dapat disimpulkan dalam populasi kelas didapatkan
sebesar 0,0004 atau 0,04% anak dengan genotip XcbXcb.
Dari kedua hasil di atas, maka kita dapat menghitung
frekuensi alel heterozigot resesif, yaitu sebagai berikut
𝑝2 + 2𝑝𝑞 + 𝑞2 = 1
0,96 + 2𝑝𝑞 + 0,0004 = 1
2𝑝𝑞 = 1 − 0,96 − 0,0004
𝟐𝒑𝒒 = 𝟎, 𝟎𝟑𝟗𝟔
Didapatkan hasil sebesar 0,04 alel heterozigot resesif
atau XcbXcb atau XcbY, dengan fenotipe buta warna.

3.3 Contoh Rangkai Kelamin Selain Buta Warna


Selain buta warna, terdapat beberapa contoh rangkai
kelamin selain buta warna, yaitu anondontina dan distrofi otot.
Anodontia adalah sebuah kelainan di mana pada suatu individu
tidak tumbuh gigi akibat tidak adanya benih gigi. Terdapat
beberapa macam dari anodontia, yaitu partial anodontia
(oligodontia), anodontia total, serta pseudoanodontia.
Oligodontia adalah tidak dadanya satu atau lebih gigi pada suatu
individu, sedangkan pseudoanodontia adalah hilangnya suatu
gigi akibat perawatan gigi impaksi atau ekstraksi (Chaitra et al.,
2010).
Selain anodontia, terdapat pula penyakit distrofi otot.
Distrofi otot adalah kelainan menurun yang menyebabkan
hilangnya massa otot atau lemahnya kemampuan otot pada
suatu individu. Distrofi otot ini diakibatkan tidak adanya
glikoprotein pada sel-sel otot. Walaupun kelainan ini terpau
kromoosm X, penderitanya mayoritas adalah laki-laki.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Terdapat beberapa macam gen pada manusia, salah
satunya adalah gen terpaut kromosom. Gen terpaut kromosom
adalah gen-gen yang terletak pada kromosom yang sama.
Terdapat beberapa macam dari gen terpau kromosom, yaitu gen
terpau kromosom X dan gen terpaut kromosom Y. Namun, yang
paling sering dijumpai adalah gen terpau kromosom X. Contoh
dari gen-gen terpaut kromosom X adalah buta warna, hemofilia,
anodontia, dan distrofi otot. Pada populasi kelas Biologi C,
didapatkan frekuensi fenotip normal sebesar 98%, fenotip buta
warna carrier sebesar 0,004%, dan fenotip buta warna sebesar
0,4%.

5.2 Saran
Praktikan diharapkan mengikuti semua prosedur
praktikum dengan baik agar tujuan praktikum dapat tercapai
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Burggraaff, O., Panchagnula, S., & Snik, F. 2021. Citizen science


with colour blindness: A case study on the Forel-Ule scale.
Plos one. 16(4): e0249755.

Chaitra, T. R. (2010). ANODONTIA OF PERMANENT TEETH--


A CASE REPORT. Pakistan Oral & Dental Journal.
30(1).

Fowler, S., Roush, R. & Wise, J. 2017. Concepts of Biology.


OpenStax. Texas.

Octaviano, A., & Umbari, A. 2017. Penerapan Metode Ishihara


untuk Mendeteksi Buta Warna Sejak Dini Berbasis
Android. Jurnal Informatika Universitas Pamulang. 2(1):
42-50.

Piliang, F. M., Purba, S. T. & Rahayu, A. R. 2021. GENETIKA.


Penerbit Qiara Media. Pasuruan.

Skwarecki, B. 2018. Genetics 101. Adams Media. Massachussets.


LAMPIRAN

LPS

1. Prosentase kesalahan: 2% pada gambar nomor: #4


2. Genotip praktikan: XX
3. Kemungkinan genotip parental dari praktikan:
P XX >< XY
F XX, XX, XY, XY

4. Populasi kelas: (tanpa ditentukan jenis kelamin).


Dikumpulkan oleh Asisten dan
dishare ke mahasiswa

No Homozigot Heterozigot Homozigot


Dominan Reresif
1 44 2 --

5. Isilah tabel berikut dengan benar berdasarkan


populasi kelas
Individu Homozig Heterozig Homozig
ot ot ot Resesif
Dominan
Perempua 35 2 --
n
Laki-laki 8 -- --

Uji frekunesi genotipe :


44
• 𝑝2 = 46 = 0,96
𝑝 = 0,96
• 𝑝+𝑞 = 1
𝑞 = 1 − 0,98
• 𝑝2 + 2𝑝𝑞 + 𝑞2 = 1
0,96 + 2𝑝𝑞 + 0,0004 = 1
2𝑝𝑞 = 1 − 0,96 − 0,0004
𝟐𝒑𝒒 = 𝟎, 𝟎𝟑𝟗𝟔

Uji frekuensi Fenotipe :


Pada uji frekuensi buta warna pada populasi kelas
Biologi C. Didapatkan frekuensi P2 sebesar 95 %, di
mana p2 menggambarkan frekuensi alel homozigot
dominan (XX atau XY), sehingga dapat disimpulkan
pada populasi kelas Biologi-C, sebanyak 95% individu
memiliki fenotip mata normal atau tidak memiliki buta
warna.
Selanjutnya didapatkan frekuensu q2 sebesar 0%.
Di mana frekuensi ini menggambarkan alel homozigot
resesif (XcbXcb atau XcbY) atau pada kasus ini
menggambarkan frekuensi penderita warna. Sehingga
pada populasi kelas Biologi-C, didapatkan 0% atau tidak
ada sama sekali penderita buta warna.
Terakhir, dari nilai frekuensi p2 dan q2 di atas, kita
bisa mendapatkan nilai frekuensi dari 2pq, yaitu sebesar
5%. Di mana frekuensi ini menggambarkan alel
heterozigot (XXcb) atau dalam kasus ini yaitu perempuan
carrier buta warna. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pada populasi kelas Biologi-C terdapat sebesar 5%
wanita carrier buta warna.

Tabel Perlakuan, Fungsi Hasil


No Perlakuan Fungsi Hasil
1 Dilakukan uji buta Untuk mendapatkan Sampel dari uji
warna oleh sampel dari uji frekuensi populasi telah
praktikan frekuensi populasi. didapatkan
menggunakan tes
buta warna online
dengan standar
internasional.
2 Hasil uji buta Untuk mengetahui Praktikan telah
warna yang apakah praktikan mengathui letak
meliputi menderita buta warna kesalahan serta dapat
persentase total, parsial, ataukah mulai memprediksi
kesalahan dan memiliki mata genotip dari dirinya
nomor letak normal
kesalahan dicatat
3 Genotip dan
Untuk mengetahui Praktikan telah
fenotip tiap
kemungkinan memprediksi genotip
praktikan genotip dari tiap dari dirinya
ditentukan praktikan
4 Genotip orang tua Untuk mengetahui Praktikan telah
tiap praktikansilsilah atau riwayat mendapatkan serta
diprediksikan genotip dari keluarga mengetahui
praktikan, apakah kemungkinan riwayat
ada yang menderita buta warna dari keluarga
buta warna semuanya praktikan
normal, ataukah ada
yang menjadi carrier
5 Genotip dari Untuk mengetahui Frekuensi individu
populasi kelas berapa frekuensi penderita buta warna
ditentukan dan individu dari atau memiliki mata
frekuensinya populasi kelas yang normal telah dihitung
dihitung menderita buta warna dan didapatkan
serta yang memiliki hasilnya.
mata normal
ABSTRAK JURNAL

(Chaitra et al., 2010)

(Octaviano & Umbari, 2017)


(Burgraaff et al., 2021)

HALAMAN YANG DISITASI

(Piliang et al., 2021)

(Fowler et al., 2017)


(Skwarecki, 2018)

(Burggraff et al., 2021)

(Octaviano & Umbari, 2017)


(Chaitra et al., 2010)

Anda mungkin juga menyukai