Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

GENETIKA

GENETIC ANALYSIS OF FLOWER COLOUR IN SNAPDRAGON

Oleh

Aufaa Luthfi B
185090100111052
Kelompok 6

Asisten PJ: Jihan Shavira Ainnayah

LABORATORIUM BIOLOGI DASAR


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Dasar Teori


1.1.1 Pengertian dan Contoh Epistasis
Gen dapat menutupi ekspresi gen lain sama seperti alel dominan sepenuhnya menutupi
ekspresi lawan resesifnya. Gen yang menutupi efek fenotipe dari gen lain disebut gen
epistatis. Gen juga dapat saling bertentangan, dengan satu gen memodifikasi ekspresi yang
lain. Pada epistasis, interaksi antara gen bersifat antagonis, sehingga satu gen menutupi
ekspresi gen lainnya.Epistasis dibagi menjadi epistasis dominan, epistasis resesif, epistasis
resesif rangkap, epistasis dominan rangkap dan epistasis dominan-resesif. Epistasis dominan
adalah dominan penuh dari dua pasangan gen mempengaruhi sifat yang sama, tetapi alel
dominan pada satu lokus menghasilkan fenotipe tertentu tidak tergantung dari gen pada lokus
lainnya, dominan atau resesif. Jadi, gen tersebut epistasis terhadap lainnya atau menutupi efek
gen lainnya. Contoh peristiwa epistasis dominan adalah pada warna buah labu, dimana warna
labu memiliki alel K dan k. K dominan terhadap k dan akan menghasilkan warna kuning.
Sedangkan, alel k homozogot akan menghasilkan warna hijau. Kerja gen tersebut dipengaruhi
oleh gen lain, yaitu gen yang memiliki alel P dan p. Alel P akan menutupi alel K dan k
sehingga menghasilkan labu berwarna putih (tidak berwarna). Warna labu kuning dan hijau
dapat muncul jika gen epistasisnya tersebut dalam keadaan homozigot resesif. Persilangan
antara heterozigot putih untuk kedua gen akan menghasilkan keturunan dengan rasio fenotipik
12 putih: 3 kuning: 1 hijau (Wang dkk., 2011).
Peristiwa epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain
yang bukan alelnya. Contoh peristiwa epistasis resesif dapat dilihat pada pigmentasi rambut
mencit (Mus musculus). Terdapat dua pasang gen nonalelik yang mengatur warna rambut
pada mencit, yaitu gen A menyebabkan rambut berwarna kelabu, gen a menyebabkan bulu
berwarna hitam. Warna kelabu agouti (AA), dominan untuk bulu berwarna hitam (aa).
Namun, gen terpisah (C) diperlukan untuk produksi pigmen (menyebabkan warna rambut
tikus krem). Tikus dengan alel c resesif di lokus ini tidak dapat menghasilkan pigmen (albino)
terlepas dari alel yang ada di lokus A. Oleh karena itu, genotipe AAcc, Aacc, dan aacc
semuanya menghasilkan fenotipe albino yang sama. Sementara kombinasi dominan
menyebabkan warna hitam. Persilangan antara heterozigot untuk kedua gen (AaCc x AaCc)
akan menghasilkan keturunan dengan rasio fenotipik 9 agouti: 3 hitam: 4 albino. Dalam hal
ini, gen C bersifat epistatis terhadap gen A. Epistasis resesif rangkap (komplementer) adalah
interaksi beberapa gen yang melengkapi. Jika salah satu gen resesif, munculnya sifat akan
terhalangi. Misalnya, alel resesif homozigot (aa) menutupi ekspresi alel dominan di lokus lain.
Adanya alel dominan (A dan B) dari tiap gen diperlukan untuk memunculkan pigmen. Rasio
fenotipenya yaitu 9:7. Epistasis dominan rangkap (polimeri) merupakan interaksi komulatif
gen menggunakan simbol gen yang sama. Kedua gen bersama-sama dan fenotipenya adalah
gabungan dari kedua sifat gen dominan tersebut. Misalnya, pada persilangan antara tanam
berbiji segitiga dengan tanaman berbiji membulat menghasilkan semua tanaman berbiji
segitiga. Rasio fenotipenya adalah 15:1. Epistasis dominan - resesif terjadi apabila gen
dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya,
sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I. Suatu
gen menghambat ekspresi fenotipe yang disebabkan oleh gen mutan (gen suspensor) yang
bukan alelnya. Epistasis dominan-resesif terjadi pada persilangan lalat buah (Drossophila
melanogaster). Gen P menentukan warna mata merah, gen p menentukan warna mata ungu,
gen S merupakan gen non-suspensor, dan s merupakan gen suspensor (Degefa, 2017).

(Degefa, 2017).
Gambar. 1 Contoh Epistasis (A) Epistasis dominan pada warna labu. (B) Epistasis resesif
pada pigmentasi rambut tikus

(Vega dan Bret, 2019).


Gambar. 2 Contoh Epistasis Resesif Rangkap

(Srivastava dan Madhusmita, 2019).


Gambar. 3 Contoh Epistasis Dominan Rangkap
1.1.2 Pengertian dan Contoh Hipostasis
Peristiwa sepasang gen yang ditutupi atau dikalahkan oleh ekspresi gen lain yang
bukan sealel disebut hipostasis. Hipostasis dan epistasis Keduanya bekerja menghasilkan
fenotip yang berbeda, tetapi fenotip dari salah satu gen yang dominan dapat menutupi
penampakan dari fenotip yang dihasilkan oleh gen dominan yang lain apabila kedua gen hadir
bersama. Gen yang hipostasis tersebut akan kalah sehingga ekspresinya akan tertutupi oleh
gen dominan. Contoh peristiwa hipostasis adalah pembentukan warna sekam gandum. Ada
tiga warna kulit gandum yang hitam, kuning, dan putih. Alel dominan H menentukan warna
sekam gandum hitam dan dominan untuk h. Alel dominan K menentukan warna sekam
Kuning dan dominan untuk k. Alel H adalah epistasis untuk alel K, atau alel K adalah
hipostasis untuk alel H. Berarti, ketika alel H muncul bersamaan dengan alel K, warna
kulitnya hitam. Sekam kuning terbentuk jika penampilan alel K tidak bersamaan dengan alel
H, sedangkan kulit putih terbentuk jika semua alel resesif. Misalnya, persilangan antara
gandum yang memiliki kulit hitam dengan tanaman gandum yang memiliki kulit kuning.
Hasil persilangan tersebut menghasilkan F1 yang semuanya berkulit hitam. Ketika tanaman
keturunan F1 saling disilangkan, ternyata perbandingan keturunan F2 yang diperoleh adalah
12 hitam : 3 kuning : 1 putih. Hal ini menunjukkan bahwa, gen kuning (K) hipostasis terhadap
hitam (Wang dkk., 2011).

(Miglani, 2010).
Gambar. 4

1.1.3 Analisis Genetik Warna Bunga Snapdragon


Dominansi tidak sempurna terjadi pada warna bunga snapdragon (Antirrhinum),
dimana alel untuk warna bunga merah tidak dominan terhadap alel untuk warna bunga putih
seperti pada kacang polong. Alel warna merah sebenarnya menunjukkan sesuatu yang disebut
dominansi tidak sepurna, sehingga pengaruhnya diubah dengan adanya sifat alternatif. Alel
dominan tidak dapat menutupi alel resesif sepenuhnya dan menyebabkan individu heterozigot
memiliki sifat setengah dominan dan setengah resesif. Bunga snapdragon berwarna merah
disilangkan dengan bunga snapdragon berwarna putih menghasilkan keturunan bunga
berwarna merah muda (F1). Hasil persilangan generasi F1 ini (sesama bunga merah muda)
menghasilkan rasio keturunan 1/4 merah : 1/2 merah muda : 1/4 putih (Dashek dan Marcia,
2016).
(Dashek dan Marcia, 2016).
Gambar. 5 Persilangan bunga snapdragon

1.1.4 Uji Silang (Testcross)


Testcross merupakan metode yang ditemukan oleh Mendel untuk mengetahui apakah
suatu organisme dengan fenotipe dominan (seperti tanaman kacang polong biji kuning) adalah
heterozigot atau homozigot. Testcross adalah persilangan anatara individu hasil hibrida (F1)
dengan salah satu induknya yang homozigot resesif. Tujuan uji silang ini adalah untuk
menentukan genotipe keturunan hasil persilangan dan untuk mengetahui apakah suatu genotip
F1 bersifat homozigot (galur murni) atau heterozigot. Perkawinan testcross menghasilkan
keturunan dengan perbandingan 1 : 1. Apablia hasil testcross menunjukkan perbandingan
fenotip keturunan yang memisah adalah 1 : 1, maka individu yang diuji bergenotipe
heterozigot (bukan galur murni. Sebaliknya, apabila fenotip hasil testcross 100% berfenotipe
sama, berarti individu yang diuji bergenotip homozigot (galur murni). Contoh lainnya dalam
menentukan genotipe tikus Agouti induk. Agouti (A) mengacu pada pigmentasi kelabu
Agouti adalah fenotip dominan, dan dalam contoh ini, memiliki genotipe AA atau Aa. Warna
bulu putih adalah fenotip resesif, dengan genotipe aa. Jika tikus dengan bulu putih dihasilkan
dari silang orang tua, maka kedua orang tua harus membawa alel resesif, dan orang tua yang
tidak diketahui harus memiliki genotipe Aa (Russel dkk., 2012).

(Bassett, 2010).
Gambar. 6 Testcross

1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini antara lain:
1. Mengetahui prinsip epistasis
2. Mengetahui cara membuat uji silang (testcross) untuk mengidentifikasi genotipe induk dan
menentukan keterkaitannya
BAB II
METODE
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum dengan materi “Genetic Analysis of Flower Colour in Snapdragon”
dilakukan pada hari Selasa, 14 April 2020 pukul 15.00–17.30. Praktikum ini dilakukan di
Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Brawijaya, Malang.

2.2 Cara Kerja


Cara kerja praktikum ini adalah diawali dengan dibuat tabel genotipe dan fenotipe
bunga snapdragon dengan cara genotipe bunga snapdragon yang didapat diidentifikasi dan
ditulis pada kolom genotipe, sedangkan fenotipe yang terlihat pada bunga snapdragon ditulis
pada kolom fenotipe. Kemudian, dilakuan testcross antara dua warna bunga, yaitu F1 kuning
dengan coklat dan F1 ivory dengan pink. Selanjutnya, ditentukan genotipe parental dan F1
beserta genotipenya. Terakhir, kombinasi gen yang dihasilkan ditulis pada tabel pengamatan
untuk selanjutnya dianalisis data yang diperoleh tersebut.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisis Hasil
Genus Antirrhinum (umumnya dikenal sebagai snapdragons) mengandung lebih dari
dua puluh lima spesies yang dikenal. Genus telah dibagi menjadi tiga subbagian morfologis:
Antirrhinum, Streptosepalum dan Kickxiella. Salah satu karakteristik utama yang
membedakan ketiga subbagian adalah warna bunga. Antirrhinum memiliki bunga berwarna
merah muda gelap atau kuning, spesies Kickxiella berwarna putih atau merah muda pucat dan
spesies Streptosepalum memiliki bunga kuning atau merah muda pucat. Pada snapdragon
terjadi interaksi alel dominan tidak sempurna, dimana alel dominan tidak dapat menutupi alel
resesif sepenuhnya (epistasis hipostasis). Akibatnya, individu yang heterozigot memiliki sifat
yang setengah dominan dan setengah resesif (intermediet) (Geissman dkk., 2009).
Pigmen yang berperan dalam warna bunga snapdragon adalah antosianin dan
flavonoid. Flavanoid merupakan metabolit sekunder yang larut dalam air, umumnya memiliki
struktur backbone C6-C3-C6 dan tersebar luas pada kingdom plantae. Pola warna bunga
merupakan sifat yang berkontribusi pada isolasi dan spasiasi reproduksi. Warna bunga
snapdragon antara lain, albino, ivory, krem, kuning, merah muda, jingga, hingga magenta
yang dipengaruhi oleh gen-gen berikut, diantaranya Nivea (Niv), Incolorata (Inc), Enosinea
(Eos), dan sulf. Kecuali, pada albino yang merupakan efek dari genotipe homozigot resesif
sulf sulf atau karena mutan resesif niv, sehingga ketiga alel tidak terekspresi jika semua alel
sulf adalah resesif. Gen niv mengandung alel niv+ dan niv, dimana alel Niv+ dominan
terhadap alel Niv dan menyebabkan pigmen memproduksi warna kuning sehingga dihasilkan
bunga warna kuning. Studi baru menunjukkan bahwa, glukosida chalcone berfungsi sebagai
perkusor auron yang bertanggung jawab untuk menghasilkan warna bunga kuning pada
Snapdragon (Antirrhinum majus). Alel niv bersifat resesif sehingga tidak menghasilkan warna
pada bunga Snapdragon (albino atau putih). Alel sulf+ dominan terhadap alel sulf. Tumbuhan
dengan genotipe sulf+- akan memiliki warna bunga selain putih. Sedangkan, tumbuhan
bergenotipe sulf sulf akan menghasilkan warna bunga putih. Gen inc terdiri dari alel inc+ dan
inc. Gen eos terdiri dari alel eos+ dan eos. Alel inc+ bersifat dominan terhadap alel inc dan
alel eos+ bersifat dominan terhadap alel eos. Interaksi diantara gen inc dan eos akan
mempengaruhi biosintesis pigmen senyawa flavonoid. Warna ungu pada bunga snapdragon
dihasilakn dari genotipe inc+-, eos+-. Fenotipe bunga coklat mengandung genotipe inc inc.
Sifat alel ini mengikuti prinsip epistasis hipostasis, dimana gen inc bersifat epistasis terhadap
gen eos, atau gen eos bersifat hipostasis terhadap gen inc. Sintesis pigmen warna bunga ini
melibatkan enzim-enzim dari gen niv, inc, eos dan sulf. Fungsi enzim adalah untuk sintesis
pigmen warna bunga. Wild type alel dari gen sulf menekan pembentukan auron pada bunga
Snapdragon. Gen inc mengontrol aktivitas flavananon 3-hidroksilase yang mengkatalis
hidrolsilasi flavanon menjadi dihidroflavanol. Gen eos menyangkut hidroksilasi flavonoid
dalam posisi 3 yang dikatalis oleh enzim flavonoid 3-hidroksilase (Ono dkk., 2016).
Epistasis resesif ganda terjadi apabila gen tertentu dalam keadaan tertentu, misalnya A
akan menutupi kspresi gen lainnya misalnya B, sebaliknya gen B dalam keadaan resesif
menutupi ekspresi gen A sheingga fenotipe yang tereskpresi adalah yang tidak mengandung
alel resesif. Contohnya, pada bunga Snapdragon, gen A dalam keadaan dominan mengontrol
warna merah dan gen B dalam keadaan dominan juga menghasilkan warna merah, sedangkan
jika dalam keadaan reesif baik gen A maupun gen B tidak menghasilkan warna. Rasio
fenotipe nya adalah 9:7. Mendel melakukan persilangan antara Snapdragon berbunga merah
dan putih. Semua tanaman keturunan F1 memiliki bunga berwarna merah muda. Hal ini
menunjukkan bahwa kedua sifat induk mempengaruhi keturunan. Ketika tanaman F1
dibiarkan menyerbuk sendiri, maka didapatkan tanaman F2 yang memisah dengan
perbandingan 1/4 merah : 1/2 merah muda : 1/4 putih. Berdasarkan perbandingan tersebut
dapat diketahui bahwa bunga berwarna merah dan putih merupakan homozigot, sedangkan
bunga berwarna merah muda merupakan heterozigot. Jika tanaman F2 homozigot berbunga
merah (MM) dibiarkan menyerbuk sendiri, maka keturunannya akan selalu berwarna merah.
Hal ini juga berlaku pada tanaman F2 homozigot berbunga putih pada keturunannya. Individu
homozot yang selalu menghasilkan keturunan tetap dinamakan galur murni. Ketika tanaman
F2 heterozigot berbunga merah muda dibiarkan menyerbuk sendiri, maka akan selalu
menghasilkan keturunan dengan perbandingan 1:2:1 (Almeida, 2012).

(Ono dkk., 2016).


Gambar 7. Jalur biosintesis warna bunga snapdragon

(Arumingtyas, 2016).
Gambar 8. Jalur biosintesis ntosianin yang memerlukan dua produk fungsiolnal dua gen yang
mengontrolnya

(Arumingtyas, 2016).
Gambar 9. Pola keanekaragaman warna pada bunga snapdragon

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai analisis genetik warna bunga snapdragon, dapat
disimpulkan bahwa, Epistasis adalah gen yang dominan yang menutupi ekspresi gen gen lain
yang bukan sealel. Hipostasis adalah gen yang tertutupi oleh gen dominan tersebut. Pada
snapdragon terjadi interaksi alel dominan tidak sempurna, dimana alel dominan tidak dapat
menutupi alel resesif sepenuhnya (epistasis hipostasis). Akibatnya, individu yang heterozigot
memiliki sifat yang setengah dominan dan setengah resesif (intermediet). Karakteristik
dominansi tidak sempurna diantaranya, efek salah satu dari dua alel lebih mencolok. Ini
menghasilkan campuran dari ekspresi dua alel. Efek dalam hibrida adalah intermediate dari
ekspresi kedua alel. Pigmen yang berperan dalam warna bunga snapdragon adalah antosianin
dan flavonoid. Warna bunga snapdragon antara lain, albino, ivory, krem, kuning, merah
muda, jingga, hingga magenta yang dipengaruhi oleh gen-gen berikut, diantaranya Nivea
(Niv), Incolorata (Inc), Enosinea (Eos), dan sulf. Gen niv menghasilkan warna bunga kuning.
Gen sulf sulf menghasilkan fenotipe bunga putih. Gen sulf+- menghasilkan fenotipe bunga
selain putih. Fenotipe bunga coklat dihasilkan dari gen inc inc. Enzim terlibat da;am sintesis
pigmen warna bunga. Testcross adalah persilangan anatara individu hasil hibrida (F1) dengan
salah satu induknya yang homozigot resesif.

4.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk memperbaiki praktikum selanjutnya adalah,
diharapkan praktikan dapat membaca lebih banyak jurnal mengenai pola warna bunga
snapdragon berdasarkan analisis genetik untuk menambah wawasan sekaligus
memaksimalkan hasil laporan.

DAFTAR PUSTAKA

Almeida, J dan Robbins, T. Genetic interactions underlying flower color patterns in


Antirrhinum majus. 2012. Trends Genet. 3(1): 175-180
Arumingtyas. E. 2016. Genetika Mendel: Prinsip Dasar Pemahaman Ilmu Genetika.
Universitas Brawijaya Press, Malang
Bassett, M. 2010. A Test Cross Protocol for Determining the Seedcoat Genotype at the C
Locus in Common Bean. Journal of HortScience. 35(2): 286-289
Dashek, W dan Marcia, H. 2016. Plant Biology. Science Publishers. USA
Degefa, I. 2017. Genetics for Concept. American Academic Press. USA
Geissman, T., Eugene, C., Johnson, B. 2009. The Chemistry of Flower Pigmentation in
Antirrhinum mujus. Color Genotypes. I. The Flavonoid Components of the
Homozygous P, M, Y Color Types. Archives of Biochemistry and Biophysics. 49(2):
368-388
Miglani, G. 2010. Developmental Genetics. I.K International Pvt. USA
Ono, E., Masako, F., Noriko, N., Yuko, F dan Keiko, Y. 2016. Yellow flowers generated by
expression of the aurone biosynthetic pathway. Transgenic Plant J. 13(2): 259–266.
Russel, P., Paul, E dan Beverly, M. 2012. Biology: The Dynamic Science. Cengage Learning.
USA
Srivastava, A dan Madhusmita, D. 2019. Inheritance of fruit attributes in chilli pepper. Indian
Journal of Holiculture. 76(1): 86-93
Vega, L dan Bret, W. 2019. Fundamentals of Genetics. Scientific e-Resources. UK
Wang, Y., Behera, T dan Chittaranjan, K. 2011. Genetics, Genomics and Breeding of
Cucurbits. Cengage Learning. USA

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai