KEGIATAN 8
Disusun Oleh:
JURUSAN BIOLOGI
2017
KEGIATAN 8
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengenal sifat genetik manusia yang ditentukan oleh gen yang terangkai pada
kromosom sex.
2. Mengetahui perbedaan jumlah penderita buta warna berdasarkan jenis kelamin.
B. LANDASAN TEORI
Rangkai kelamin dalam bahasa inggris disebut sex-linkage ialah gen yang
terletak pada kromosom kelamin. Dengan begitu karakter yang ditimbulkan gen ini
diturunkan bersama dengan karakter kelamin (Yatim, 2003). Pewarisan gen pada
kromosom seks berbeda dengan pewarisan gen pada autosom. Menurut John et al.
(1998) bahwa laki-laki berasal dari telur yang haploid dan perempuan berasal dari
telur yang diploid. Jenis kelamin ditentukan oleh gen kromosom setelah pembuahan.
Laki-laki mempunyai kromosom seks heterogamet yaitu kromosom seks XY dan
perempuan mempunyai kromosom seks homogamet yaitu kromosom seks XX.
Laki-laki menerima satu kromosom seks X dari ibu dan mendapat kromosom seks Y
dari ayah. Gen-gen yang terdapat dalam kromosom baik kromosom X maupun Y
disebut gen terangkai seks.
Salah satu gangguan yang terjadi pada mata adalah buta warna. Buta warna
adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat membedakan warna tertentu
yang bisa dibedakan oleh orang dengan mata normal. Seseorang yang menderita
buta warna dapat disebabkan oleh kelainan sejak lahir atau akibat penggunaan obat-
obatan yang berlebihan. Buta warna umumnya diderita oleh laki-laki, sedangkan
wanita hanyalah sebagai gen pembawa/resesif (Agusta, 2012).
Buta warna adalah suatu istilah yang di pergunakan untuk menggambarkan
adanya kelainan presepsi penglihatan warna. Kelaian ini di akibatkan oleh tidak
adanya sekelompok sel kerucut penerima warna pada retina. Orang yang mengalami
buta warna tidak atau kurang mampu membedakan dua warna yang berbeda. Buta
warna ini dapat di temukan dengan uji ishihara. Pada uji ishihara di pergunakan
serangkaian gambar berwarna. Gambar-gambar berwarna itu di rancang sedemikian
rupa sehingga secara tepat dan cepat serta dapat memberikan penilaian terhadap
kelainan persepsi warna (Taiyeb, 2016).
Buta warna merupakan salah satu masalah pada mata seseorang yang tidak dapat
mengenali warna yang dilihat. Dalam hal ini penentuan tingkat buta warna akan
dibahas dalam tiga tingkatan buta warna yaitu monochromacy, dichromacy dan
anomolus trichomacy. Adapun monochromacy adalah keadaan mata manusia hanya
memiliki satu sel pigmen cones atau tidak berfungsinya semua sel pigmen,
dichromacy keadaan mata manusia yang disebabkan karena salah satu dari tiga
selcone tidak ada atau tidak berfungsi sel cone dan anomalus tricrhomacy yang
merupakan keadaan mata manusia yang disebabkan karena faktor keturunan. Namun
hal ini sangat jarang terjadi, penderita anomalus tricrhomacy mempunyai semua sel
cone yang lengkap namun terjadinya sensitivitas terhadap salah satu warna dari tiga
sel reseptor (Taufik, 2013).
Sekitar 5 % populasi manusia menderita buta warna. Buta warna merupakan
gangguan herediter yang lazim di derita pria daripada wanita. Buta warna bervariasi
antara buta satu warna tertentu (buta warna parsial) sampai buta warna total.
Terjadinya buta warna ini di sebabkan oleh tidak adanya atau ada tetapi sedikit sel
kerucut warna merah dan hijau. Bila tidak ada sel kerucut merah, maka warna merah
akan nampak hijau. Bila sel kerucut hijau tidak ada, maka benda hiaju akan nampak
merah. Bila ketiga macam sel kerucut (warna merah, hijau dan biru) tidak ada, maka
semua benda akan nampak hitam dan seseorang akan menderita buta warna total
(Basoeki, 2003).
Salah satu metode yang menjadi standar dokter spesialis mata untuk melakukan
tes buta warna adalah metode Ishihara. Metode Ishihara menggunakan buku yang
berisikan lembaran pseudoisochromatic (plate) yang didalamnya terdapat titik-titik
dengan berbagai warna dan ukuran. Titik-titik berwarna tersebut disusun sehingga
membentuk lingkaran yang di dalamnya terdapat titik-titik dengan pola membentuk
angka maupun garis berkelok. Plate pada buku akan mengalami perubahan warna
menjadi pudar atau kusam seiring lamanya penggunaan. Tingkat kepudaran atau
kekusaman warna akan mengubah keaslian plate untuk alat uji sehingga akan
mempengaruhi keakuratan hasil tes (Viyata, 2014).
Tes Ishihara adalah sebuah metode pengetesan buta warna yang
dikembangkan leh Dr. Shinobu Ishihara. Tes ini pertama kali dipublikasikan pada
tahun 1917 di Jepang. Sejak saat itu, tes ini terus digunakan di seluruh dunia, sampai
sekarang. es buta warna Ishihara terdiri dari lembaran yang didalamnya terdapat
titik-titik dengan berbagai warna dan ukuran. Titik berwarna tersebut disusun
sehingga embentuk lingkaran. Warna titik itu dibuat sedemikian rupa sehingga
orang buta warna tidak akan melihat perbedaan warna seperti yang dilihat orang
normal. Tes berikutnya adalah tes Farnsworth Munsell. Tes ini berfungsi sebagai tes
lanjutan dari tes Ishihara yang hanya dapat menentukan kelainan partial atau
tidaknya. sedangkan tes Farnsworth Munsell, bisa melakukan skrining kelemahan
warna tertentu, seperti kelemahan terhadap warna merah (protan), kelemahan
terhadap warna hijau (deutan), dan kelemahan terhadap warna biru (tritan) (Agusta,
2012).
Kedua tes Ishihara dan Farnsworth Munsell ini mempunyai kelemahan yaitu
berupa media tes. Media yang digunakan adalah lembaran kertas bagi Ishihara dan
koin-koin warna dari kertas bagi tes Farnsworth Munsell. Media tes ini sendiri
hanya dapat dilakukan pada ruangan bercahaya putih dengan intensitas penerangan
yang cukup, sehingga melakukan tes buta warna ini tidak bisa di sembarang
tempat/ruangan dengan bercahaya redup dan menggunakan cahaya kemerahan atau
lampu pijar. Hal ini merupakan salah satu dari kelemahan tes konvensional, karena
jika penerangan ruangan tidak sesuai dengan ketentuan standar, maka warna pada
media tes pun akan berubah. Media lembaran kertas bagi tes Ishihara pun
mempunyai kelemahan berupa pemudaran warna, mudah robek, dan bisa saja salah
satu dari lembaran tes terselip ataupun hilang. Sedangkan media koin-koin warna
pada tes Farnsworth Munsell sendiri, memiliki kelemahan berupa pemudaran warna,
mudah robek, dan bentuk koin yang sangat kecil, sehingga bisa hilang atau
tercecer (Agusta, 2012).
C. METODE
1. ALAT DAN BAHAN
Alat :
a. Alat tulis : pensil
b. Buku Ishihara
Bahan :
a. Mahasiswa Biologi Rombel 2
2. CARA KERJA
Mencatat setiap hasil pembacaan angka pada tabel pengamatan yang telah
tersedia
Berdasarkan kunci yang terdapat pada buku Ishihara, menentukan fenotip dan
kemungkinan genotip dari masing-masing anggota kelompok
F. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, sofiar. 2012. Instrumen Pengujian Buta Warna Otomatis. Jurnal Ilmiah Elite
Elektro Vol 3 No 1.
Basoeki, S. 2003. Common Textbook Fisiologi Manusia. Malang: JICA
Kalat, J. W. 2010. Biopsikologi Edisi 9 (Diterjemahkan oleh Dhamar Pramudito).
Jakarta: Salemba Humanika.
Taiyeb, M. 2016. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA
UNM
Taufik. 2013. Penentuan Tingkat Buta Warna Berbasis His dengan banyak Warna pada
Citra Ishihara. Jurnal Vol 4 No 1.
Viyata, randy. 2014. Aplikasi Tes Buta Warna dengan Metode Ishihara pada
Smartphone Android. Jurnal Pseudocode Vol 1 No 1.
.
JAWABAN PERTANYAAN
1. Jika wanita normal tetapi ayahnya buta warna menikah dengan laki-laki normal,
bagaimana keturunan yang mungkin lahir?
Jawab:
2. Berikan masing-masing satu contoh sifat yang terpaut pada kromosom X dan Y
Jawab:
3. Bagaimanakah pola pewarisan sifat untuk gen-gen yang terpaut pada kromosom
Y?
Jawab:
DOKUMENTASI