Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA

KEGIATAN 8

GEN YANG TERANGKAI SEX

Disusun Oleh:

Siti Rochmah 4411415042

Dian Wijayanti 4411415043

Khoirul Muhtar 4411415044

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2017
KEGIATAN 8

GEN YANG TERANGKAI SEX

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengenal sifat genetik manusia yang ditentukan oleh gen yang terangkai pada
kromosom sex.
2. Mengetahui perbedaan jumlah penderita buta warna berdasarkan jenis kelamin.

B. LANDASAN TEORI
Rangkai kelamin dalam bahasa inggris disebut sex-linkage ialah gen yang
terletak pada kromosom kelamin. Dengan begitu karakter yang ditimbulkan gen ini
diturunkan bersama dengan karakter kelamin (Yatim, 2003). Pewarisan gen pada
kromosom seks berbeda dengan pewarisan gen pada autosom. Menurut John et al.
(1998) bahwa laki-laki berasal dari telur yang haploid dan perempuan berasal dari
telur yang diploid. Jenis kelamin ditentukan oleh gen kromosom setelah pembuahan.
Laki-laki mempunyai kromosom seks heterogamet yaitu kromosom seks XY dan
perempuan mempunyai kromosom seks homogamet yaitu kromosom seks XX.
Laki-laki menerima satu kromosom seks X dari ibu dan mendapat kromosom seks Y
dari ayah. Gen-gen yang terdapat dalam kromosom baik kromosom X maupun Y
disebut gen terangkai seks.
Salah satu gangguan yang terjadi pada mata adalah buta warna. Buta warna
adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat membedakan warna tertentu
yang bisa dibedakan oleh orang dengan mata normal. Seseorang yang menderita
buta warna dapat disebabkan oleh kelainan sejak lahir atau akibat penggunaan obat-
obatan yang berlebihan. Buta warna umumnya diderita oleh laki-laki, sedangkan
wanita hanyalah sebagai gen pembawa/resesif (Agusta, 2012).
Buta warna adalah suatu istilah yang di pergunakan untuk menggambarkan
adanya kelainan presepsi penglihatan warna. Kelaian ini di akibatkan oleh tidak
adanya sekelompok sel kerucut penerima warna pada retina. Orang yang mengalami
buta warna tidak atau kurang mampu membedakan dua warna yang berbeda. Buta
warna ini dapat di temukan dengan uji ishihara. Pada uji ishihara di pergunakan
serangkaian gambar berwarna. Gambar-gambar berwarna itu di rancang sedemikian
rupa sehingga secara tepat dan cepat serta dapat memberikan penilaian terhadap
kelainan persepsi warna (Taiyeb, 2016).
Buta warna merupakan salah satu masalah pada mata seseorang yang tidak dapat
mengenali warna yang dilihat. Dalam hal ini penentuan tingkat buta warna akan
dibahas dalam tiga tingkatan buta warna yaitu monochromacy, dichromacy dan
anomolus trichomacy. Adapun monochromacy adalah keadaan mata manusia hanya
memiliki satu sel pigmen cones atau tidak berfungsinya semua sel pigmen,
dichromacy keadaan mata manusia yang disebabkan karena salah satu dari tiga
selcone tidak ada atau tidak berfungsi sel cone dan anomalus tricrhomacy yang
merupakan keadaan mata manusia yang disebabkan karena faktor keturunan. Namun
hal ini sangat jarang terjadi, penderita anomalus tricrhomacy mempunyai semua sel
cone yang lengkap namun terjadinya sensitivitas terhadap salah satu warna dari tiga
sel reseptor (Taufik, 2013).
Sekitar 5 % populasi manusia menderita buta warna. Buta warna merupakan
gangguan herediter yang lazim di derita pria daripada wanita. Buta warna bervariasi
antara buta satu warna tertentu (buta warna parsial) sampai buta warna total.
Terjadinya buta warna ini di sebabkan oleh tidak adanya atau ada tetapi sedikit sel
kerucut warna merah dan hijau. Bila tidak ada sel kerucut merah, maka warna merah
akan nampak hijau. Bila sel kerucut hijau tidak ada, maka benda hiaju akan nampak
merah. Bila ketiga macam sel kerucut (warna merah, hijau dan biru) tidak ada, maka
semua benda akan nampak hitam dan seseorang akan menderita buta warna total
(Basoeki, 2003).
Salah satu metode yang menjadi standar dokter spesialis mata untuk melakukan
tes buta warna adalah metode Ishihara. Metode Ishihara menggunakan buku yang
berisikan lembaran pseudoisochromatic (plate) yang didalamnya terdapat titik-titik
dengan berbagai warna dan ukuran. Titik-titik berwarna tersebut disusun sehingga
membentuk lingkaran yang di dalamnya terdapat titik-titik dengan pola membentuk
angka maupun garis berkelok. Plate pada buku akan mengalami perubahan warna
menjadi pudar atau kusam seiring lamanya penggunaan. Tingkat kepudaran atau
kekusaman warna akan mengubah keaslian plate untuk alat uji sehingga akan
mempengaruhi keakuratan hasil tes (Viyata, 2014).
Tes Ishihara adalah sebuah metode pengetesan buta warna yang
dikembangkan leh Dr. Shinobu Ishihara. Tes ini pertama kali dipublikasikan pada
tahun 1917 di Jepang. Sejak saat itu, tes ini terus digunakan di seluruh dunia, sampai
sekarang. es buta warna Ishihara terdiri dari lembaran yang didalamnya terdapat
titik-titik dengan berbagai warna dan ukuran. Titik berwarna tersebut disusun
sehingga embentuk lingkaran. Warna titik itu dibuat sedemikian rupa sehingga
orang buta warna tidak akan melihat perbedaan warna seperti yang dilihat orang
normal. Tes berikutnya adalah tes Farnsworth Munsell. Tes ini berfungsi sebagai tes
lanjutan dari tes Ishihara yang hanya dapat menentukan kelainan partial atau
tidaknya. sedangkan tes Farnsworth Munsell, bisa melakukan skrining kelemahan
warna tertentu, seperti kelemahan terhadap warna merah (protan), kelemahan
terhadap warna hijau (deutan), dan kelemahan terhadap warna biru (tritan) (Agusta,
2012).
Kedua tes Ishihara dan Farnsworth Munsell ini mempunyai kelemahan yaitu
berupa media tes. Media yang digunakan adalah lembaran kertas bagi Ishihara dan
koin-koin warna dari kertas bagi tes Farnsworth Munsell. Media tes ini sendiri
hanya dapat dilakukan pada ruangan bercahaya putih dengan intensitas penerangan
yang cukup, sehingga melakukan tes buta warna ini tidak bisa di sembarang
tempat/ruangan dengan bercahaya redup dan menggunakan cahaya kemerahan atau
lampu pijar. Hal ini merupakan salah satu dari kelemahan tes konvensional, karena
jika penerangan ruangan tidak sesuai dengan ketentuan standar, maka warna pada
media tes pun akan berubah. Media lembaran kertas bagi tes Ishihara pun
mempunyai kelemahan berupa pemudaran warna, mudah robek, dan bisa saja salah
satu dari lembaran tes terselip ataupun hilang. Sedangkan media koin-koin warna
pada tes Farnsworth Munsell sendiri, memiliki kelemahan berupa pemudaran warna,
mudah robek, dan bentuk koin yang sangat kecil, sehingga bisa hilang atau
tercecer (Agusta, 2012).
C. METODE
1. ALAT DAN BAHAN
Alat :
a. Alat tulis : pensil
b. Buku Ishihara
Bahan :
a. Mahasiswa Biologi Rombel 2

2. CARA KERJA

Menentukan anggota kelompok yang akan di uji

Meminta anggota kelompok yang ditunjuk untuk membaca angka yang


terdapat pada setiap lembar buku Ishihara

Mencatat setiap hasil pembacaan angka pada tabel pengamatan yang telah
tersedia

Melakukan pada anggota kelompok yang lain secara bergantian

Berdasarkan kunci yang terdapat pada buku Ishihara, menentukan fenotip dan
kemungkinan genotip dari masing-masing anggota kelompok

Menghimpun data kelompok menjadi data kelas, membedakan berdasarkan


jenis kelamin

Mengambil kesimpulan dari kegiatan tersebut


D. HASIL PENGAMATAN

E. PEMBAHASAN (tambahi.. okayy)


Pada laki-laki maupun perempuan terdapat kromosom X, namun laki-laki hanya
memiliki satu kromosom X dan permepuan memiliki dua kromosom X. Sehingga
bila kromosom X pada laki-laki mengalami mutasi dapat mengakibatkan terjadinya
kelainan genetis yaitu buta warna. Sedangkan pada perempuan memiliki dua
kromosom X sehingga apabila salah satu kromosom mengalami mutasi, kromosom
X dengan alel yang dominan dapat menutupi alel resesif. Hal diatas menyebabkan
penderita buta warna parsial lebih banyak dialami oleh laki-laki (Wicaksana B.A.,
2011).
Beberapa lapis dibelakang permukaan retina terdapat kombinasi sel-sel batang
dan kerucut yang sangat berperan dalam fungsi penglihatan mata. Sel kerucut (cone)
bersifat fotopik serta berperan di siang hari yang peka terhadap warna, sedangkan
sel batang (rod) adalah skotopik, yang peka terhadap cahaya, dan menjadi parameter
kepekaan retina terhadap adaptasi gelap-terang (Pinel, 2009).
Buta warna adalah suatu kondisi ketika sel-sel retina tidak mampu merespon
warna dengan semestinya. Sel-sel kerucut didalam retina mata mengalami
perlemahan atau kerusakan. Dalam Kalat (2010), buta warna dideskripsikan sebagai
defisiensi penglihatan berwarna, sebuah gangguan proses persepsi perbedaan warna.
Penyebab buta warna adalah kondisi yang diturunkan secara genetik. Menurut
Ganong (2003) dalam Kalat (2010), buta warna merupakan penyakit keturunan yang
terekspresi pada pria, tetapi tidak pada wanita. Wanita secara genetis
sebagai carrier. Istilah buta warna atau color blindsebetulnya salah pengertian dan
menyesatkan, karena seorang penderita buta warna tidak buta terhadap seluruh
warna. Akan lebih tepat bila disebut gejala defisiensi daya melihat warna tertentu
saja atau color vision difiency. Orang yang mengalami buta warna tidak hanya
melihat warna hitam putih saja, tetapi yang terjadi adalah kelemahan atau penurunan
pada penglihatan warna-warna tertentu misalnya kelemahan pada warna merah,
hijau, kuning, dan biru. Buta warna permanen biasanya terjadi karena faktor
keturunan. Sedangkan orang yang tidak mengalami buta warna dapat mengalami
buta warna apabila terjadi faktor-faktor tertentu seperti kecelakaan. Dalam Kalat
(2010) disebutkan bahwa pada kasus buta warna yang paling umum, individu
mengalami kesulitan untuk membedakan warna merah dan hijau. Sekitar 8% pria
adalah penderita buta warna merah hijau, sementara penderita wanita hanya 1%.
Tipe buta warna ada 3 (Widyastuti, M. et all, 2004), yaitu:
1. Monokromat atau buta warna total (monochomacy)
Sering dianggap sebagai buta warna oleh orang umum. Kondisi ini
ditandai dengan retina mata mengalami kerusakan total dalam merespon
warna. Hanya warna hitam dan putih yang mampu diterima retina.
2. Dikromat atau buta warna parsial (dichromacy)
Yaitu keadaan ketika satu dari tiga sel kerucut tidak ada. Ada tiga
klasifikasi turunan, yakni:
a) Protanopia, sel kerucut warna merah tidak ada sehingga tingkat
kecerahan warna merah atau perpaduannya kurang.
b) Deuteranopia, retina tidak memiliki sel kerucut yang peka terhadap
warna hijau.
c) Tritanopia, sel kerucut warna biru tidak ditemukan
3. Anomaly trikromat (anomalous trichromacy)
Yaitu mata mengalami perubahan tingkat sensitifitas warna dari satu atau
lebih sel kerucut pada retina. Jenis buta warna inilah yang sering dialami
oleh orang-orang. Ada tiga klasifikasi turunan pada trikromasi, yaitu:
a. Protonomali, lemah mengenal warna merah.
b. Deuteromali, warna hijau sulit dikenal.
c. Trinomali, warna biru sulit dikenal.

F. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Agusta, sofiar. 2012. Instrumen Pengujian Buta Warna Otomatis. Jurnal Ilmiah Elite
Elektro Vol 3 No 1.
Basoeki, S. 2003. Common Textbook Fisiologi Manusia. Malang: JICA
Kalat, J. W. 2010. Biopsikologi Edisi 9 (Diterjemahkan oleh Dhamar Pramudito).
Jakarta: Salemba Humanika.

Pinel, J. P. T. 2009. Biopsikologi Edisi Ketujuh (diterjemahkan oleh Helly P Soetjipto


dan Sri M Soetjipto). Yogyakarta: Pustaka Pelopor.

Taiyeb, M. 2016. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA
UNM

Taufik. 2013. Penentuan Tingkat Buta Warna Berbasis His dengan banyak Warna pada
Citra Ishihara. Jurnal Vol 4 No 1.

Viyata, randy. 2014. Aplikasi Tes Buta Warna dengan Metode Ishihara pada
Smartphone Android. Jurnal Pseudocode Vol 1 No 1.

Wicaksana, B. A. 2011. Implementasi Sistem Bantuan Penderita Buta


Warna:Pendeteksian Warna dan Tampilan Informasi Warna dengan Platform.net
dan Emgucv Library. Depok: Fakultas Tenik UI

Widyastuti, M., Suyanto, Yulianto, F. 2004. Tes Buta Warna Berbasis


Komputer. Jurnal Teknik Informatika

Yatim, W. 2003. Genetika Cetak Ulang Edisi Ke 5. Bandung: Tarsito

.
JAWABAN PERTANYAAN

1. Jika wanita normal tetapi ayahnya buta warna menikah dengan laki-laki normal,
bagaimana keturunan yang mungkin lahir?
Jawab:
2. Berikan masing-masing satu contoh sifat yang terpaut pada kromosom X dan Y
Jawab:
3. Bagaimanakah pola pewarisan sifat untuk gen-gen yang terpaut pada kromosom
Y?
Jawab:
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai