Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

ANATOMI FISIOLOGI HEWAN

INDERA PENGECAP DAN PEMBAU

oleh

AGUSTIN WILUJENG
185090101111013
Kelompok 7

Asisten PJ: Ratih Ayu Pramifta

LABORATORIUM BIOLOGI DASAR


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK
Panca indera yang berperan sebagai reseptor dapat dibagi
menjadi empat macam menurut tipe energi stimulus yang
ditransduksinya. Beberapa indera sangat berkaitan satu sama lain, seperti
indera pengecap dan indera pembau yang berhubungan. Indera pengecap
merupakan salah satu indera dengan cara komunikasinya dengan otak
menggunakan kode rasa tertentu dari bahan luar yang masuk dalam
mulut. Indera pembau merupakan salah satu indera dengan cara
mengodekan bau-bau untuk berkomunikasi dengan otak. Dalam hal ini
organ yang mewakili indera pembau yakni hidung. Hidung dapat
meneriama bau sangat cepat juga sangat lambat. Praktikum ini bertujuan
untuk mengetahui lokasi reseptor, mengetahui waktu sensasi, dan
kepekaan dari reseptor indera pembau dan pengecap. Metode
pelaksanaan dari praktikum ini dibagi untuk mencari lokasi reseptor
pengecap, menghitung waktu sensasi dari indera pengecap, mengetahui
kepekaan reseptor pembau, serta mengetahui hubungan antara indera
pengecap dan pembau. Hasil dari percobaan ini yaitu dapat diketahuinya
lokasi reseptor pengecap rasa masin pada ujung lidah, rasa masam dan
asin bervariasi pada tepi depan dan belakang, serta rasa pahit pada
pangkal lidah. Waktu sensasinya bervariasi dengan sangat berhubungan
dengan indera pembau. Kepekaan indera pembau setiap probandus sangat
bervariasi. Troubleshooting dari praktikum ini yakni probandus uji
cenderung kurang serius, sehingga disarankan lebih fokus pada prosedur
kerja yang diberikan oleh asisten.
Kata kunci: Indera Pembau, Indera Pengecap, reseptor, sensasi,
kepekaan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tubuh sebagian hewan khususnya keluarga mamalia terdiri
dari panca indera guna mendapat informasi keadaan diluar tubuh untuk
berkomunikasi dengan otak. Panca indera yang berperan sebagai reseptor
dapat dibagi menjadi empat macam menurut tipe energi stimulus yang
ditransduksinya (Wu dkk, 2017). Pembagiannya meliputi, kemoreseptor
yang merupakan reseptor stimulus berupa zat-zat kimia dalam darah
maupun daerah setempat. Kedua yakni fotoreseptor meliputi sel-sel
kerucut dan sel-sel batang pada retina mata. Ketiga yakni peka terhadap
kondisi panas dan dinginnya tubuh yang dirasakan oleh kulit. Keempat
yakni mekanoreseptor yang distimulasi oleh adanya perubahan bentuk
mekanik dari reseptor membran sel (Fox, 2008).
Beberapa indera sangat berkaitan satu sama lain, seperti indera
pengecap dan indera pembau yang berhubungan. Indera pengecap
merupakan salah satu indera dengan cara komunikasinya dengan otak
menggunakan kode rasa tertentu dari bahan luar yang masuk dalam
mulut. Sensasi rasa tersebut dapat muncul berbagai jenis hingga ratusan
jenis rasa telah diidentifikasi telah diingat otak. Tentunya dari kombinasi
rasa tersebut merupakan gabungan dari tiga rasa dasar yakni manis, asam,
dan pahit. Masing-masing rasa diduga dapat dirasakan pada bagian
tertentu pada organ pengecap yakni lidah. Pada lidah sendiri merupakan
otot yang paling kuat ditubuh dan memiliki reseptor rasa berfungsi
memberikan kode pola perbedaan rasa pada otak (Kato dan Shimizu,
2012).
Indera pembau merupakan salah satu indera dengan cara
mengodekan bau-bau untuk berkomunikasi dengan otak. Dalam hal ini
organ yang mewakili indera pembau yakni hidung. Hidung dapat
meneriama bau sangat cepat juga sangat lambat. Jenis bau sampai saat ini
dikelompokkan pada dua jenis yakni bau wangi dan bau busuk. Adaptasi
terhadap bau-bauan mula-mula snagat cepat dalam 2-3 detik kemudian
berjalan sangat lambat. Keistimewaan manusia dalam penciuman yakni
dapat mencium bau secara konkrit walaupun hanya sedikit kadarnya di
udara. Hubungan indera pembau dengan pengecap sangat akurat dan
dapat saling bertukar informasi dari apa-apa yang masuk dalam tubuh
suatu organisme (Irianto, 2012).
1.2 Rumusan Masalah
Praktikum anatomi dan fisiologi hewan dengan topik “Indera
Pengecap dan pembau” memiliki rumusan masalah, yakni:
1. Bagaimana struktur anatomi dan fisiologi reseptor pengecap pada
manusia?
2. Bagaimana variasi waktu sensasi reseptor pengecap pada manusia?
3. Bagaimana kepekaan reseptor pembau pada probandus yang
berbeda pada manusia?
1.3 Tujuan Praktikum
Praktikum anatomi dan fisiologi hewan dengan topik “Indera
Pengecap dan Pembau” dilaksanakan dengan tujuan tertentu, yakni :
1. Mengetahui lokasi reseptor pengecap pada manusia.
2. Mengetahui variasi waktu sensasi reseptor pengecap pada manusia.
3. Mengetahui kepekaan reseptor pembau pada probandus yang
berbeda pada manusia.
1.1 Manfaat Praktikum
Praktikum anatomi dan fisiologi hewan dengan topik “Indera
Pengecap dan Pembau” dilaksanakan untuk mencapai manfaat bagi
praktikan yakni dapat mengetahui konseptual indera pengecap dan
pembau dengan hubungannya yang berkaitan satu sama lain, mekanisme
yang terjadi di lidah dan hidung sehingga dapat mendeteksi rasa dan bau,
serta dapat memahami tingkat diferensiasi kepekaan kedua indera
tersebut, sehingga dari data yang diperoleh hasil praktikum dapat
dijadikan sebagai bahan ajar (buku), penerbitan jurnal, maupun sebagai
acuan penelitian dimasa depan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktur Reseptor Indera Pengecap dan Pembau
Indera pengecap dan indera pembau di tubuh manusia diwakili
oleh kerja organ lidah dan hidung. Keduanya berlokasi strategis yakni
pada bagian oral (atas/depan) tubuh serta saling berhubungan guna
menerima informasi sesuatu yang masuk dalam tubuh dan mengirimkan
sinyal ke otak. Lidah sendiri berlokasi pada dasar mulut, dan pada
akarnya terdapat urat syaraf masuk dan keluar. Lidah bersentuhan
langsung dengan gigi pada bagian ujung dan pinggiran, serta terdapat
struktur ligamen halus (frenulum linguae) di bagian poteriornya yang
mengaitkan bagian tersebut pada dasar mulut dan bagian anteriornya
bebas (Irianto, 2012).
Lidah merupakan otot paling kuat dalam tubuh manusia. Ujung
lidah terlihat runcing saat dijulurkan keluar mulut, sedang terlihat
membulat saat tenang di dasar mulut. Lidah sehat berwarna merah jambu
karena pada saat tersebut lidah aktif memroduksi lender sehingga
selaputnya akan selalu lembab. Lidah manusia dapat mendeteksi hingga
ratusan rasa yang berkombinasi dari rasa dasar manis, asam, dan asin
(Irianto, 2012).
Indera pengecap sangat berhubungan dengan indera pembau
yang secara umum diklasifikasikan sebagai indera visceral karena sangat
terkait dengan fungsi pencernaan. Lokasi yang berdekatan membuat lidah
dan hidung memiliki keterkaitan, selain itu saluran terusan dari kedua
organ tersebut bersebelahan. Anatomi keduanya tentu berbeda. Hidung
berbentuk seperti segitiga dengan dua lubang bagian anterior yang
berfungsi sebagai saluran udara masuk. Indera penciuman merupakan
reseptor jarak jauh tanpa adanya penyambung thalamus pada jalur
penciumannya serta tak terdapat proyeksi neokorteks untuk penciuman.
Perbedaannya pada lidah yang jalur pengecapannya berjalan melewati
batang otak thalamus dan berproyeksi ke girus postsentralis bersama
dengan jalur untuk sensibilitas sentuh dan tekan dari mulut (Irianto,
2012).
(Irianto, 2012)
Gambar 1. Anantomi Lidah pada Manusia
2.2 Jenis-jenis Papilla
Menurut Bhandari dkk (2015), jenis jenis papilla dibagi menjadi
tiga jenis dan memiliki kepekaan sendiri yang terletak di permukaan atas
lidah yakni:
1. Papilla sirkumvalata, merupakan papilla yang terbesar di bagian
lidah manusia dan masing-masing dikelilingi semacam lekukan
seperti parit. Terdapat delapan dari dua belas jenis dari ini yang
terletak pada bagian dasar lidah.
2. Papilla fungiformis, merupakan jenis papilla yang berbentuk
seperti jamur. Papilla ini menyebar pada permukaan ujung dan sisi
lidah.
3. Papilla filiformis, merupakan jenis papilla yang berjumlah paling
banyak dan menyebar pada seluruh permukaan lidah.

(Ligaj dan Kikut, 2015)


Gambar 2. Jenis-jenis papilla pada lidah manusia
Menurut Ligaj dan Kikut (2015) lidah memegang peran penting
sebagai indera pengecap yang menstimulus rasa lewat lidah dengan
bantuan kemosensorik dari makanan. Epitelium dorsal lidah atau yang
disebut papilla dapat dikategorikan menjadi dua yakni papilla mekanik
dan papilla sirkumvalata. Papilla mekanik sendiri dapat dikategorikan
lagi menjadi papilla fungiformis dan papilla filiformis. Papilla
fungiformis berbentuk seperti jamur dan menyebar pada permukaan
ujung dan sisi lidah. Pada papilla fungiformis terdiri dari perasa dengan
serat sensor dari lingual nerve. Papilla filiformis merupakan papilla yang
selalu menghasilkan mukosa dan tersebar pada bagian atas atau apex.
Jenis lainnya yakni papilla sirkumvalata bertempat di akar lidah. Papilla
ini berukuran relative besar dibandingkan papilla lainnya. Terdapat 8
hingga 15 papilla sirkumvalata pada lidah manusia (Ligaj dan Kikut,
2015)
2.3 Mekanisme Pengecapan dan Pembau
Menurut Irianto (2012), lidah dapat menerima rasa dari bantuan
sel rasa (taste cell) yang terdapat pada kuncup rasa (taste bud) yang
mendeteksi rasa manis, asam, dan pahit. Baru baru ini ilmuwan
menemukan sinyal di lidah yang dapat mendeteksi rasa enak pada daerah
kuncup. Kuncup ini berbentuk mnyerupai bawang dengan 50-100 sel rasa
yang masing-masing memiliki mikrovili dan pori rasa (taste pore).
Mekanisme pengecapan dapat terjadi akibat kemosensorik. Rasa
asam bukan dirangsang dari anion terkait namun dari ion H+. Konsentrasi
H+ berbanding lurus dengan rasa asam yang dihasilkan, tetapi asam
mineral dengan konsetrasi H+ sama dapat dikalahkan dengan rasa asam
organik. Hal ini disebabkan asam organik lebih cepat menembus sel
dibanding asam mineral. Rasa asin dapat dirangsang oleh adanya unsur
Na+ yang terkandung. Bahan organik penghasil rasa asin diantaranya
yaitu garam. Rasa manis dapat dihasilkan dari bahan bahan organik
seperti glukosa, sukrosa, maltose, laktosa serta bahan lain seperti
polisakarida, gliserol, dan sebagainya. Rasa pahit dapat berasal dari bahan
kina sulfat yang dikarenakan terkandung kation. Adapun rasa umami
(lezat) ditimbulkan dari bahan glutamate, asam amino yang banyak
terkandung di ikan dan daging. Zat-zat kimia yang dihasilkan tersebut
akan menstimulan kode sensorik kepada otak untuk menerjemahkan
setiap kode rasa yang dapat dimengerti (Ligaj dan Kikut, 2015).
Menurut Fox (2008), reseptor pembau dipegang oleh organ
hidung yang didalamnya terdapat epitel olfaktori berfungsi sebagai
pendeteksi sensasi bau. Apparatus olfaktori terdiri atas sel-sel saraf
bipolar, sel-sel batang, dan sel-sel tiang. Setiap sel saraf bipolar memiliki
dendrit yang terdiri dari protein reseptor olfaktori pada silianya.
Fungsinya yakni untuk mengikat dan menangkap molekul bau yang
berupa uap.

(Ligaj dan Kikut, 2015)


Gambar 3. Skema representative TASRs manusia dari
stimulus rasa manis, umami dan pahit
2.4 Hubungan antara Indera Pengecap dan Pembau
Menurut Irianto (2012), indera pengecap dan pembau dapat
bekerjasama sehingga memengaruhi nafsu makan seseorang. Hal ini
disebabkan lokasi kedua indera tersebut berdekatan dan saluran
terusannya juga bersebelahan. Disamping dapat memengaruhi nafsu
makan seseorang juga memengaruhi produksi kelenjar air liur. Bila aroma
makanan itu sedap serta rasanya lezat, maka produksi air liur meningkat.
Sebaliknya jika indera pembau mencium bau busuk, maka nafsu makan
turun, tetapi prosuksi air liur meningkat untuk ditelan.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum anatomi dan fisiologi hewan dengan topik “Indera
Pengecap dan Pembau” dilaksanakan pada hari Selasa. Pada tanggal 11
September 2019. Lokasi praktikum yakni pada Laboratorium Biologi
Dasar Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Brawijaya, Malang.
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dibagi menjadi alat uji reseptor
pengecap dan alat uji reseptor pembau. Alat dan bahan uji reseptor
pengecap meliputi larutan 1 (gula pasir), larutan 2 (garam dapur), larutan
3 (pil kina), larutan 4 (bubuk cabai), larutan 5 (asam sitrat), cotton bud,
kertas tisu, penutup mata, stopwatch, dan air mineral. Alat uji reseptor
pembau meliputi spuit/syringe 3 mL, kapas, minyak tawon, minyak gas,
minyak wangi/parfum, minyak cengkih, dan kertas tisu.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Reseptor Pengecap
Pengujian indera pengecap berlokasi pada lidah (rongga mulut
probandus). Tahap pertama rongga mulut probandus dibersihkan
dengan berkumur dengan air tawar dan lidah dikeringkan menggunakan
kertas tisu. Mata probandus ditutup, agar larutan yang akan dicobakan
tidak dapat diketahui. Cotton bud dicelupkan pada salah satu larutan
kemudian sentuhkan ke lidah probandus bagian ujung, tepi depan, tepi
samping (kanan-kiri), tengah dan pangkal. Rasa yang timbul dan daerah
lidah yang paling peka terhadap larutan tersebut dicatat. Langkah
tersebut diulangi dengan digunakan masing-masing larutan yang
berbeda. Setiap pergantian larutan, praktikan diharuskan berkumur
lebih dulu.
Rongga mulut dibersihkan dengan berkumur air mineral.
Penentuan waktu sensasi pada lidah dengan cara permukaan lidah
dikeringkan dengan kertas tisu dan lidah dipertahankan diluar mulut.
Sedikit larutan gula pada lokasi diletakkan pada lokasi yang sudah
diketahui sensitif terhadap larutan gula dan dihitung waktu yang
diperlukan untuk merasakan larutan gula dengan stopwatch. Lalu
dikumur-kumur menggunakan air tawar, setelah 3 menit kemudian
ulangi kegiatan uji rasa dan menggunakan larutan asam sitrat, garam
dapur, pil kina, dna bubuk cabai.
3.3.2 Reseptor Pembau
Mata probandus ditutup (probandus tidak boleh flu/pilek). Salah
satu minyak diambil dengan jarum suntik, kemudian jarum suntik
dilepas pada ujung syringe dan syringe diletakkan dalam posisi lubang
jarum diatas. Lubang jarum yang terbuka didekatkan dengann satu
lubang hidung, sedangkan satu lubang hidung ditutup dengan kapas.
Posisi syringe dibalikkan sehingga parfum dihirup hidung melalui
pangkal spuit. Antara langkah 3 dan langkah 4 ditanyakan mana yang
lebih tercium baunya. Langkah tersebut diulangi dengan bahan serta
pada lubang hidung lainnya.
Syringe dipegang dan didekatkan pada lubang hidung terbuka
dengan jarak 1,5 cm didepan hidung. Kemudian probandus diminta
menghirup dan menghembuskan lewat mulut. Langkah tersebut
diulangi hingga tak terbau lagi. Olfactory Fatigue Times (waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai ketidakpekaan pembau) dilakukan 3 kali
dan dihitung reratanya. Olfactory Recovery Times (waktu yang
dibutuhkan untuk kesembuhan pembau) dilakukan 3 kali dan dihitung
reratanya. Ulangi seluruh uji coba tersebut dengan tipe probandus lain
dan hasil diabandingkan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Prosedur
4.1.1 Lokasi Reseptor Pengecap
Prosedur pelaksanaan percobaan diawali dengan ditentukannya
lokasi reseptor pengecap dengan mata probandus ditutup kain. Hal ini
dilakukan supaya bahan yang akan diujikan kepada probandus tidak
dapat diketahui. Langkah selanjutnya yaitu dicelupkannya cotton bud
pada bahan uji percobaan. Hal ini bertujuan pada saat pengolesan bahan
uji pada lidah probandus dapat lebih praktis. Setelah itu, setiap bahan
uji dirasakan oleh probandus tanpa dikecap, dan diulangi pada
probandus yang sama, namun berbeda bahan uji percobaan. Lalu,
seluruh langkah diulangi pada probandus yang berbeda. Pengulangan
tersebut memiliki tujuan agar memiliki data bervariasi, akurat serta
objektif.
4.1.2 Menghitung Waktu Sensasi
Prosedur pelaksanaan percobaan diawali dengan ditutupnya mata
probandus dengan selembar kain. Hal ini bertujuan agar tidak
diketahuinya bahan uji yang akan dujikan kepada probandus. Langkah
selanjutnya yakni probandus diberikan bahan yang diujikan dengan
cotton bud pada lokasi reseptor yang telah diketahui sebelumnya. Hal
ini bertujuan untuk lebih mudah dirasakan oleh indera pengecap
probandus dari bahan uji tersebut. Kemudian saat pengujian dilakukan
waktu sensasi yang dirasakan oleh probandus dihitung menggunakan
stopwatch. Pengukuran dengan stopwatch bertujuan untuk didapatkan
hasil waktu yang akurat hingga angka dibelakang koma. Kemudian
langkah-langkah sebelumnya diulangi dengan bahan uji percobaan
yang berbeda. Hal ini memiliki maksud untuk dapat didapatkan waktu
sensasi lainnya dengan bahan uji lainnya. Setelah itu, langkah pada
probandus awal juga diulangi pada probandus lainnya supaya data
bervariasi, akurat serta objektif.
4.1.3 Kepekaan Reseptor Pembau
Prosedur pelaksanaan percobaan diawali dengan ditutupnya mata
probandus dengan selembar kain. Hal ini bertujuan supaya probandus
tidak mengetahui bahan yang akan diujikan saat percobaan. Langkah
selanjutnya bahan uji yang berupa minyak kayu putih didekatkan ke
indera pembau probandus dengan dilanjutkan minyak wangi. Hal ini
dilakukan dengan tujuan bau dari bahan uji dapat dicium oleh
probandus sampai bau tersebut tidak lagi tercium indera pembau
probandus. Lalu, waktu yang dibutuhkan oleh probandus untuk sampai
tidak lagi dapat mendeteksi bau dari bahan uji dihitung menggunakan
stopwatch. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan nilai OFT (Olfactory
Fatigue Time). Setelah itu, minyak didekatkan kembali pada hidung
probandus sehabis baunya tak lagi tercium. Waktu saat bau minyak
dicium dihitung lagi. Hal ini memiliki tujuan untuk diketahui ORT
(Olfatory Recovery Time). Langkah-langkah tersebut diulangi pada
probandus berbeda supaya data yang didapat bervariasi, akurat serta
objektif.
4.1.4 Hubungan Indera Pembau dan Pengecap
Prosedur pelaksanaan percobaan diawali dengan ditutupnya mata
probandus ditutup dengan kain. Hal ini bertujuan supaya probandus
tidak mengetahui bahan yang akan diujikan. Selanjutnya bahan
makanan yang berupa buah-buahan didekatkan pada hidung probandus
yang tertutup, lalu ditanyakan apakah dapat merasakan baunya. Hal ini
bertujuan untuk diketahuinya kemampuan indera pembau untuk menciu
bau saat hidung tertutup. Selanjutnya dengan hidung terbuka buah
didekatkan dan ditanyakan apakah dapat mencium baunya serta
probandus diminta menjulurkan lidahnya untuk diletakkan buah dan
diminta merasakan sensasi rasanya. Hal ini bertujuan agar dapat
diketahui kemapuan reseptor pengecap dalam merasakan sensasi.
Prosedur tersebut diulangi pada probandus berbeda supaya data yang
didapat bervariasi, akurat serta objektif.
4.2 Analisis Hasil
4.2.1 Lokasi Reseptor Pengecap
Pada uji coba lokasi reseptor pengecap memiliki hasil data yang
beragam dari setiap probandus. Variasi probandus yang diuji yakni pria
suka pedas, pria flu, pria normal, pria perokok aktif, wanita suka pedas,
wanita flu, wanita normal. Dari percobaan tersebut menghasilkan data
yang tertera pada tabel 1.
Tabel 1. Lokasi Reseptor Pengecap pada Beberapa Probandus

Letak reseptor pengecap


Probandus
Ujung Tepi depan Tepi belakang Pangkal
♀ Suka pedas Manis Asam, Pedas Asin Pahit
Pedas, Asin Asam Pahit
Flu
Manis
Manis Asin Asam Pahit
Normal
Perokok Pedas, Pedas Asin Pahit,
pasif Manis Asam
Pedas, Asin, Pedas Pedas Pahit,
Suka pedas
Manis Pedas
Manis, Asam Pedas Pedas,
Flu
♂ Asin Pahit
Pedas, Pedas Asin, Pedas Pedas,
Normal Manis Asam,
Pahit
Dapat dilihat dari data tabel diatas bahwa probandus pria suka
pedas, normal, flu maupun peroko aktif dapat merasakan sensasi rasa
manis pada bagian ujung dari lidah. Hal ini juga terjadi pada probandus
wanita normal, suka pedas, dan flu rata-rata letak reseptor sensasi manis
berada pada ujung lidah. Hasil tersebut sesuai literature yang
menyatakan letak reseptor manis terdapat di bagian ujung lidah (Patton
dan Gray, 2016).
Pada pria normal dan flu letak sensasi rasa masam terdapat di tepi
belakang, sedangkan probandus pria suka pedas dan wanita flu berada
di tepi depan lidah dan probandus wanita normal merasakannya pada
pangkal lidah. Menurut literature rasa masam dapat dirasakan lidah
bagian tepi depan atau tepi belakang, serta dapat terjadi kebalikan
lokasi dengan rasa asin, sehingga perbedaan letak reseptor tersebut
masih wajar (Patton dan Gray, 2016).
Seluruh probandus merasakan sensasi rasa pahit pada lidah
bagian pangkal. Pada beberapa probandus pria dan wanita dapat
merasakan peda yang muncul akibat adanya papilla filiform yang
bersifat mekanis. Hal ini sesuai literature yang menyatakan bahwa letak
reseptor rasa pahit pada lidah bagian pangkal (Patton dan Gray, 2016).
4.2.2 Menghitung Waktu Sensasi
Pada uji coba menghitung waktu sensasi didapatkan data yang
beragam dari beberapa probandus pria maupun wanita. Variasi
probandus meliputi, pria suka pedas, pria flu, pria normal, pria perokok
pasif, wanita normal, wanita suka pedas, dan wanita flu. Dari percobaan
tersebut menghasilkan data pada tabel 2.
Tabel 2. Data Waktu Sensasi
Manis Asin Pahit Asam Pedas
Proban
L L
dus LB LK LK LB LK LB LK LB
K B
Suka
4, 3, 3, 1, 1, 0, 3,0 1, 7, 4,
Pe
33 00 09 63 03 74 0 68 04 08
das
4, 1, 35, 3, 7, 3, 16, 8, 33, 2,
♀ Flu
67 56 33 05 80 96 48 15 03 34
Nor 3, 1, 11, 2, 2, 1, 1, 1, 3, 1,
mal 33 58 10 75 63 48 81 71 26 76
Pero 2,
19, 2, 34, 11,
kok 4 2,6 9,4 2,1 4,6 4,1
6 3 3 1
pasif
Suka 4,
2, 2, 1, 28, 1, 4, 0, 26, 6,
Pe 31
25 13 39 8 00 96 77 23 08
das
♂ 1, 1, 9, 6, 9, 2, 7, 2, 18, 9,
Flu
81 49 37 04 22 37 65 63 39 47
25
Nor 32, 14, 2, 3, 3, 18, 13, 10, 12,
,0
mal 5 48 00 00 00 07 0 00 00
Dapat dilihat dari tabel diatas diketahui bahwa terdapat banyak
variasi waktu sensasi oleh masing-masing probandus. Pria normal
memiliki waktu sensasi rasa manis paling lama diandingkan dengan
probandus pria lainnya. Pada probandus wanita yang memiliki waktu
sensasi paling lama diperoleh oleh wanita flu. Jika dibandingkan
dengan literatur, sensasi manis dapat dirasakan oleh lidah dengan waktu
paling cepat dibandingkan dengan rasa lainnya (Pearce, 2009).
Waktu sensasi rasa asin paling lama diperoleh pada probandus
pria perokok, sedangkan pada probandus wanita diperoleh wanita flu.
Sensasi rasa masam dengan waktu yang paling lama dirasakan oleh
probandus pria normal, sedangkan pada probandus wanita pada wanita
flu. Jika diabndingkan dengan literatur, dikarenakan lokasi reseptor
rasa asin dan masam terdapat di tepi depan dan belakang maka waktu
sensasinya terbilang sedang (Pearce, 2009).
Waktu sensasi rasa pahit paling lama diperoleh pada probandus
pria suka pedas, sedangkan pada probandus wanita diperoleh wanita
flu. Waktu sensasi rasa pedas paling lama diperoleh pada probandus
pria suka pedas, sedangkan pada probandus wanita diperoleh wanita
flu. Jika diabandingkan dengan literatur, dikarenakan lokasi reseptor
rasa pahit (dan pedas) terdapat di bagian pangkal lidah sehingga waktu
sensasi terbilang lama (Pearce, 2009).
4.2.3 Kepekaan Reseptor Pembau
Pada uji coba kepekaan reseptor pembau memiliki hasil data yang
bervariasi dari masing-masing probandus, baik probandus pria dan
wanita. Variasi probandus yang diuji cobakan meliputi, pria normal,
pria suka pedas, pria flu, pria perokok aktif, wanita normal, wanita suka
pedas, dan wanita flu. Data yang dihasilkan berupa data nilai OFT dan
ORT tercatat seperti pada tabel 3.
Tabel 3. Nilai OFT dan ORT
Uji
Probandus OFT (s) ORT (s)
Kepekaan
M. wangi 16,3 16,6
Suka
pedas M. kayu 21,3 13
putih
M. wangi 21,61 46,70
♀ Flu M. kayu 39,81 26,91
putih
M. wangi 99 59
Normal M. kayu 75 37
putih
M. wangi 66 48,6
Perokok
aktif M. kayu 32,6 72,6
putih

M. wangi 36 9,6
Suka
pedas M. kayu 37 10,6
putih
M. wangi 57 33
Flu M. kayu 39 67
putih
M. wangi 97,7 110
Normal M. kayu 129 56,7
putih
Dapat dilihat dari tabel diatas diketahui bahwa data nilai OFT
sangat bervariasi dari masing-masing probandus bernilai 32 sampai 129
detik. Nilai OFT tertinggi didapat oleh probandus pria normal. Kisaran
nilai OFT dari probandus wanita yakni 16 sampai 75 detik dengan nilai
OFT tertinggi didapat oleh probandus wanita normal. Menurut Pearce
(2009), nilai OFT wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria
disebabkan sel reseptor indra pembau lebih banyak dimiliki oleh wanita
daripada pria.
Kisaran nilai ORT probandus pria didapatkan dengan nilai 9-73
detik, serta nilai tertinggi ORT pada probandus pria perokok. Kisaran
nilai ORT wanita didapatkan dengan nilai 13-59 detik, serta nilai ORT
tertinggi pada probandus wanita normal. Menurut Pearce (2009), nilai
ORT pada pria lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang
merupakan kebalikan dari nilai OFT.
4.2.4 Hubungan Indera Pembau dan Pengecap
Pada uji coba hubungan indera pembau dna pengecap memiliki
hasil data yang bervariasi dari masing-masing probandus. Variasi
probandus yang diuji cobakan meliputi, pria normal, pria suka pedas,
pria flu, pria perokok aktif, wanita normal, wanita suka pedas, wanita
flu. Data yang dihasilkan dari percobaan ini tercantum dalam tabel 4.
Tabel 4. Hubungan Indera Pengecap dan Pembau
Bahan Membau Mengecap
Probandus
makanan HT HB HT HB
Apel X V V V
Suka
pedas Naga X V V V
(Cewek) Mangga X X X X
Apel X V V X
Flu
Mangga X X X X
Naga X X X X
Mangga X V X V

Normal Apel X X X X
Naga X X X X
Apel X X X X
Perokok Mangga X X X X
pasif
Naga X X X X
Apel X X X X
Suka
pedas Mangga X V X V
(Cowok) Naga X X X X
Apel X X X X

Flu Mangga X X X X
Naga X X X X
Mangga X X X X

Normal Apel X V X X
Naga X X X X
Dapat dilihat dari tabel diatas dapat diketahui bahwa indera
pengecap dan indera pembau memiliki hubungan dalam proses
merasakan sensasi makanan. Hal ini menunjukkan pada seluruh
probandus menunjukkan reaksi yang tak dapat mengenali bau makanan
saat hidung tertutup serta tak dapat merasakan sensasi rasa makanan
saat hidung tertutup. Saat hidung terbuka mayoritas probandus dapat
mencium bau makanan serta dapat merasakan sensasi rasa makanan
yang diuji cobakan. Menurut Pearce (2009), proses merasakan bahan
makanan oleh lidah sangat erat kaitannya dengan hidung dan saling
berhubungan, sehingga prosesnya diharuskan keduanya tidak terhalang
apapun agar berkerja optimal.
4.2.5 Mekanisme OFT dan ORT
OFT (Olfactory Fatigue Times) merupakan waktu untuk
mencapai batas kepekaan dalam mencium bau oleh manusia. Dengan
kata lain berupa waktu yang dibutuhkan masing-masing manusia untuk
mencium bau hingga tak tercium lagi oleh hidungnya. Mekanisme kerja
OFT yakni berupa rangsangan bau kepada hidung ke reseptornya yang
berada pada kemudian reseptor dari hidung akan menerima dan
mengelola untuk diterjemahkan ke otak. Hasil dari OFT dapat ditinjau
pada saat reseptor di hidung mulai mencapai batas kepekaannya akibat
kelelahan membau suatu sensasi benda secara terus-menerus. ORT
(Olfactory Recovery Times) memiliki proses kerja dimulai dari
reseptor-reseptor pada hidung bekerja dari titik awal/lemah untuk
membau suatu sensasi benda hingga kembali kepada kemampuan
normal reseptor dalam menerima dan mengolah rangsangan bau
(Pearce, 2009).
4.2.6 Perbedaan Kepekaan Indera Pembau dan Pengecap pada
Setiap Probandus
Pada uji coba perbedaan kepekaan indera pembau dan pengecap
pada setiap probandus menunjukkan bahwa terdapat hubungan erat
antara indera pembau dan pengecap. Kerjasama antara indera pengecap
dan indera pembau dapat diketahui dalam proses merasakan makanan
berupa rasa, tekstur, maupun aroma. Kedua indera tersebut tidak dapat
dipisahkan dalam prosesnya. Apabila salah satu indera mengalami
gangguan, maka proses hubungan antara keduanya ikut terganggu.
Oleh karena itu, terdapat perbedaan kepekaan masing-masing
dikarenakan faktor keleluasaan dari kedua indera itu untuk bekerja.
Kepekaan indera pembau dapat dihubungkan dengan faktor udara dan
kelembaban, dan kepekaan indera pengecap dapat dihunungkan dengan
faktor tekstur dan sifat bahan uji coba. Apabila salah satu indera
mengalmai gangguan sehingga secara otomatis dapat menurunkan
tingkat kepekaan dari indera itu sendiri (Thibodeau dan Kevin, 2012).
4.2.7 Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Kepekaan Indera
Pembau dan Pengecap
Menurut Thibodeau dan Kevin (2012), bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi kepekaan indera pengecap diantaranya yakni usia,
keadaaan dari reseptor pengecap, kemudian jenis makanan dan
minuman yang diuji cobakan kepada reseptor. Pada indera pembau
memiliki faktor kepekaan diantaranya yakni suhu lingkungan, serta
kondisi kesehatan dari reseptor pembau itu sendiri. Jenis makanan dan
minuman juga dapat memengaruhi kepekaan indera pembau meskipun
tidak secara langsung.
4.2.8 Kelainan Penyakit pada Indera Pembau dan Pengecap
Setiap bagian dari tubuh organisme pasti memiliki gangguan baik
dari dalam maupun luar organisme. Pada indera pembau dan pengecap
khususnya juga memiliki berbagai macam gangguan umum. Gangguan
tersebut diantaranya yakni penyakit yang sering diderita oleh mayoritas
manusia yakni sariawan. Sariawan merupakan gejala penyakit saat
tubuh kekurangan vitamin C, namun juga dapat disebabkan oleh luar
organisme misalkan virus dan kecelakaan mulut. Pada indera pembau
penyakit yang sering dialami oleh manusia yakni flu. Flu sendiri
merupakan penyakit umum dengan gejala tersumbatnya saluran hidung
dan seringkali disertai dengan munculnya cairan kental (ingus) akibat
berlebihannya produksi mukosa (Patton Gary, 2016).
4.2.9 Trubleshooting
Troubleshooting dari percobaan indera pembau dan indera
pengecap ini adalah saat berjalannya praktikum probandus tidak
mengikuti prosedur dan terkesan ngawur saat ditanya oleh asisten
dikarenakan kali pertama melakukan praktikum, namun hal ini tak
mengganggu percobaan secara langsung.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari uji coba yang dilakukan pada indera pembau
dan pengecap terhadap masing-masing probandus didapatkan hasil
bahwa lokasi reseptor rasa manis terdapat pada ujung lidah, rasa asin dan
asam bervariasi antara tepi depan dan tepi belakang lidah, rasa pahit
terdapat di pangkal lidah. Mungkin terdapat rasa tambahan yakni rasa
pedas dan enak yang mayoritas dapat dirasakan pada bagian tengah lidah.
Waktu sensasi pada masing-masing probandus cenderung bervariasi
sesuai kondisi probandus yang memengaruhi kepekaan dari reseptor
indera pembau dan pengecap. Dalam hal ini indera pembau dan indera
pengecap memiliki hubungan erat untuk merasakan makanan baik dalam
hal rasa, tekstur dan bahannya.

5.2 Saran
Praktikum telah berjalan dengan baik dan lancar.akan tetapi lebih
baik lagi jika para praktikan lebih tertib dalam hal mengantri bagian
sholat, sehingga tidak terjadi kesenjangan jumlah praktikan di dalam dan
di luar laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA

Bhandari. R., Riddiough. G., Lokan. J., Weinberg. L., Efthymiou. M.,
Nikfarjam. M. 2015. Somatostatinoma of the Minor Papilla
Treated by Local Excision in a Patient with Neurofibromatosis
Type 1. JOP.J Pancreas (Online). Vol: 16. Page: 81-84
Fox, S.I. 2008. Human Physiology Tenth Edition. McGraw-Hill. New
York
Irianto, K. 2012. Anatomi dan Fisiologi. Alfabeta. Bandung
Kato, Hiroto., Shimizu, Taiga. 2012. Tongue: Anatomy, Kinematics,
and Diseases. Nova Sciences Publishers. Tokyo
Ligaj. D. Kikut., Lorych. J. T. 2015. HOW TASTE WORKS: CELLS,
RECEPTORS AND GUSTATORY PERCEPTION. Cellular &
Molecular Biology Letters. Vol: 1. Page: 1-18
Patton, K.T. dan Gary, A.T.2016.Anatomy & Physiology 9th Edition.
Elsevier : New York
Pearce ,E.C.2009.Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia
Pustaka Utama.Jakarta.
Thibodeau, G.A. dan Kevin, T.P.2012. Structure & Function of the
Body. Elsevier : New York.
Wu. C., Du, Ya-Wen., Huang, L., Galeczki, Y. B. S., Wiener, A. D.,
Naim, M., Niv. M. Y., Wang, Ping. 2017. Biomimetic Sensors
for the Senses: Towards Better Understanding of Taste and Odor
Sensation. MDPI Journal. Vol: 17. Page: 1-20
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai