Anda di halaman 1dari 10

PEMBUATAN DAN EVALUASI SEDIAAN APUS VAGINA MENCIT

Oleh:
Nama
NIM
Rombongan
Kelompok
Asisten

: Afifah Sulistiyaningrum
: B1A015025
: III
:5
: Anastasia Sintanora Elizabeth

LAPORAN PRAKTIKUM PERKEMBANGAN HEWAN

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2016

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Makhluk hidup memiliki ciri-ciri, salah satunya berkembangbiak (reproduksi).


Reproduksi merupakan suatu proses menghasilkan individu baru. Organisme
bereproduksi dengan dua cara yaitu reproduksi seksual dan aseksual. Reproduksi
seksual umumnya melakukan proses fertilisasi. Aktivitas seksual tersebut selalu
dinamis, kadang tinggi dan kadang juga rendah. Siklus estrus merupakan salah satu
penyebab perubahan aktivitas seksual tersebut (Yatim, 1982).
Apus vagina (vaginal smear) adalah metode yang digunakan untuk
mengidentifikasi fase seksual pada mamalia rodentia. Metode ini juga digunakan
untuk menentukan tipe-tipe sel dari masing-masing fase. Satu siklus estrus terdapat
beberapa fase yaitu proestrus, estrus, metestrus, anestrus dan diestrus. Tipe sel yang
dapat ditemukan adalah sel ephitel dan leukosit (Bekyurek et al., 2002).
Preparat berupa mencit (Mus musculus) yang digunakan dalam praktikum apus
vagina ini merupakan mencit yang telah masak kelamin dan tidak sedang hamil yang
memiliki umur cukup rendah sekitar 8 minggu, mudah dalam pengambilan sampel
apusan, serta mudah didapat. Selain itu, mencit ini termasuk ke dalam kelas mamalia
yang memiliki tubuh relatif kecil namun telah memliki organ-organ reproduksi yang
cukup lengkap. Siklus estrus yang dialami oleh hewan mencit tersebut juga dalam
waktu yang tidak terlalu lama sehingga mudah untuk dilakukan pengamatan. Mencit
mengalami masa siklus estrus secara berulang disepanjang hidupnya, itulah alasan
mengapa digunakannya mencit dalam praktikum vaginal smear ini (Martini, 2000).
Vaginal smear atau apus vagina merupakan perubahan-perubahan histologis
vagina yang terjadi pada semua mamalia betina selama siklus estrus. Teknik preparat
apus vagina ini sangat bermanfaat bagi spesies yang memiliki siklus estrus pendek
seperti mencit dan tikus, hal ini disebabkan oleh histologis vagina dapat
menunjukkan kejadian-kejadian pada ovarium dengan tepat. Spesies dengan siklus
yang lebih panjang akan mengalami keterlembatan satu hingga beberapa hari dari
perubahan ovarium sehingga preparat apus vagina kurang dapat dipercaya untuk
digunakan sebagai indikator kejadian di dalam ovarium (Nalbandov, 1990).
Pembuatan apus mukosa vagina dilakukan untuk mengamati tipe sel dari
masing-masing fase dalam siklus estrus. Metode ini digunakan pada mamalia seperti

mencit dan juga pada manusia. Pada manusia dikenal dengan metode pap smear,
metode ini sangat bermanfaat untuk mengetahui apakah kondisi vagina jauh dari
bakteri atau tidak ketika dilakukan pengambilan lendir yang terdapat pada daerah
vagina untuk diperiksa sel-sel yang terkandung di dalamnya dengan menggunakan
bantuan mikroskop (Partodiharjo, 1980).
B. Tujuan
Tujuan praktikum pembuatan dan evaluasi sediaan apus vagina mencit adalah
untuk dapat melakukan prosedur pembuatan preparat apus vagina, mengidentifikasi
tipe-tipe sel dalam preparat tersebut dan menemukan fase estrus pada hewan uji.

II. MATERI DAN METODE

A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum pembuatan dan evaluasi sediaan apus
vagina mencit adalah cotton bud, object glass, cover glass, mikroskop dan tissue.
Bahan-bahan yang diperlukan dalam praktikum pembuatan dan evaluasi sediaan
apus vagina mencit adalah mencit betina yang sudah matang kelamin dan tidak
sedang hamil, larutan NaCL 0,9%, larutan alkohol 70%, pewarna methylen blue 1%,
dan akuades.
B. Metode
Metode yang dilakukan dalam praktikum ini adalah:
1. Mencit betina yang akan diperiksa dipegang dengan tangan kanan dengan cara
menelentangkannya di atas telapak tangan sementara tengkuk dijepit oleh ibu
jari dan telunjuk. Ekor dijepit diantara telapak tangan dan jari kelingking.
2. Ujung cotton bud dibasahi dengan larutan NaCl 0,9% kemudian secara perlahan
dimasukkan ke dalam vagina mencit sedalam 5 mm dan diputar searah secara
perlahan-lahan dua hingga tiga kali.
3. Gelas objek diibersihkan dengan alkohol 70% dan dikering udarakan. Ujung
cotton bud yang sudah dioleskan pada vagina tersebut dioleskan memanjang dua
atau tiga baris olesan dengan arah yang sama pada gelas objek.
4. Olesan vagina tersebut diolesi dengan larutan methylen blue 1% sambil sesekali
dimiringkan agar pewarna merata pada permukaan ulasan dan diitunggu selama
5 menit. Pewarna yang berlebihan dibersihkan dengan membilas gelas objek
menggunakan akuades atau air mengalir kemudian ditutup dengan gelas
penutup.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil

(A)

(B)

Keterangan:
Gambar (A) : Mikroskopis Siklus Estrus Fase Estrus Perbesaran 100x
Gambar (B) : Skematis Siklus Estrus Fase Estrus
Keterangan Gambar :
1. Epitel terkornifikasi

B. Pembahasan
Hasil pengamatan dari praktikum vaginal smear ini didapatkan bahwa pada
preparat apus vagina terlihat sedang mengalami fase estrus. Fase ini ditandai dengan

ditemukannya banyak sel epitel yang telah terkornifikasi dan tidak ditemukannya
leukosit pada preparat yang diamati. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh
Jafarey & Jaffri (2016) bahwa fase estrus ditandai dengan kehadiran sel-sel epitel
yang telah terkornifikasi yang sifatnya mendominasi dan fase ini dianggap sebagai
periode kopulasi. Selama fase estrus sekresi kelenjar meningkat, epitel vagina
menjadi hypermic dan ovulasi terjadi. Fase siklus reproduksi ini dipengaruhi oleh
estrogen.
Hasil apusan vagina mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, ketika
memasukkan cotton bud ke dalam vagina mencit, pengolesan cotton bud pada object
glass dan pada saat pembersihan object glass untuk mengurangi pewarnaan yang
berlebih dari pewarnaan methylen blue. Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi
sediaan apusan vagina yang dihasilkan. Jika salah satu dari tahapan tersebut tidak
dilakukan maka sediaan apus vagina yang dihasilkan akan sulit diamati dibawah
mikroskop (Frisch, 1982).
Mencit (Mus muculus) memiliki siklus estrus yang terdiri atas 4 fase antara lain,
sebagai berikut :
1. Proestrus
Fase proestrus ditandai oleh adanya sel-sel epithel yang belum terkornifikasi
dan terdapat sedikit leukosit yang tidak terlalu terlihat (Toelihere, 1982). Dalam
tahap ini terdapat dominasi dari sel epitel berinti. Sel-sel ini dapat muncul dalam
kelompok atau muncul secara individu. Tahap ini merupakan tahap pre-ovulasi,
ketika E2 meningkat dan akibatanya pada malam hari, LH dan FSH meningkat
lalu terjadi ovulasi (Caligioni, 2009). Menurut Jafarey & Jaffri (2016), proestrus
merupakan tahap yang waktunya sangat pendek, berlangsung selama 12 jam.
2. Estrus
Fase estrus ditandai dengan kehadiran sel-sel epitel yang telah terkornifikasi
yang sifatnya mendominasi dan fase ini dianggap sebagai periode kopulasi.
Selama fase estrus sekresi kelenjar meningkat, epitel vagina menjadi hypermic
dan ovulasi terjadi. Fase siklus reproduksi ini dipengaruhi oleh estrogen
(Jafarey&Jaffri, 2016).
3. Metestrus
Fase metestrus ditandai dengan adanya campuran dari beberapa jenis sel
dengan dominasi leukosit dan beberapa sel epitel berinti dan atau epitel

terkornifikasi. Konsentrasi E2 pada tahap ini rendah (Caligioni, 2009). Leukosit


yang teramati memiliki inti pusat dengan beberapa lobus, yang dapat
diidentifikasi sebagai neutrofil (Paccola et al., 2013).
4. Diestrus
Terdapat sel epitel dan leukosit dalam preparat apus vagina fase diestrus. Fase
ini diitandai dengan aktivitas korpus luteum dan penurunan jumlah sel epitel
terkornfikasi. Selama fase ini, korpus luteum berfungsi penuh dan menghasilkan
progesteron (Jafarey&Jaffri, 2016).
Menurut Bekyurek (2002), sel yang dapat teramati dalam preparat apus vagina
yaitu parabasal cells, sel intermediet kecil dan besar, superficial cells, foam cells,
meteostreum cells dan neutrofil. Sel kornifikasi adalah tipe sel vagina yang paling
tua dari sel parabasal, sel intermediate, sel superfisial, dan mempunyai ciri nukleus
yang tidak lengkap. Sel epitel merupakan sel yang menyusun jaringan epitelium,
biasanya terletak pada bagian tubuh yang mempunyai lumen dan kantong misalnya
vagina, hal ini berbeda dengan sel leukosit yang berperan dalam membunuh bakteri
yang masuk ke dalam tubuh sehingga fungsi dari kedua sel pun berbeda.
Mamalia sebagian besar jika tidak hamil, ovarium dan alat kelamin tambahan
mengalami perubahan berangsur kembali kepada suasana istirahat, tenang, yang
disebut diestrus. Beberapa daur estrus memiliki masa metestrus atau anestrus. Ini
adalah perpanjangan dari fase diestrus, yang setelah selesai satu daur estrus tak
segera dimulai dengan proestrus baru berikutnya. Masa istirahat atau masa non-fertil
ini berlangsung selama beberapa hari, beberapa minggu, bahkan sampai beberapa
bulan. Hewan yang memiliki daur estrus sekali dalam setahun disebut monoestrus,
sedangkan hewan yang memiliki daur estrus beberapa kali dalam setahun disebut
poliestrus (Yatim, 1982).
Pada saat matang kelamin, mamalia betina memiliki zat seperti protein
bermassa molekul rendah yang terkandung dalam lendir vaginanya. Zat tersebut
berfungsi sebagai pheromone atau sebagai alat bio-komunikasi. Dengan pheromone
mamalia dapat mengenali pasangannya yang siap untuk bereproduksi (Ponmanickam
et al., 2013).
Metode vaginal smear memiliki kekurangan dan kelebihannya tersendiri.
Metode vaginal smear merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengamati
sel-sel yang menyusun vagina atau lapisan mukosanya melalui pembuatan preparat
apus. Vaginal smear menggunakan sel epitel dan sel leukosit sebagai bahan

identifikasi. Sel epitel merupakan sel yang terletak pada permukaan vagina, sehingga
apabila terjadi perubahan kadar estrogen maka sel epitel merupakan sel yang paling
awal terkena akibat dari perubahan tersebut. Sel leukosit di vagina berfungsi
membunuh bakteri dan kuman yang dapat merusak ovum. Sel epitel berbentuk oval
atau polygonal, sedangkan sel leukosit berbentuk bulat dan berinti Oleh karena itu,
metode ini sangat tepat digunakan untuk menentukan fase dalam siklus estrus
(Nalbandov, 1990).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang ada dapat diambil kesimpulan
bahwa:

1. Vaginal smear digunakan untuk mengidentifikasi tipe-tipe sel dalam sediaan


apus vagina dan untuk menentukan fase fase siklus estrus yang terjadi hewan
uji. Tipe sel yang diidentifikasi dalam vaginal smear adalah sel epitel dan sel
leukosit.
2. Siklus estrus terdapat empat tahap yaitu proestrus, estrus,
metestrus dan diestrus.
3.
B. Saran
1. Ketika memasukkan cotton bud ke dalam vagina mencit diharapkan hati-hati
dan jangan terlalu dalam supaya tidak menyakiti mencit tersebut dan sel epitel
yang massih muda tidak ikut terambil.
2. Sebaiknya ketika membersihkan object glass dari methylen blue dilakukan
dengan hati-hati dan menggunakan debit air yang rendah agar hasil apusan tidak
terbawa aliran air.

DAFTAR REFERENSI
Beckyurek, T., Liman, N., Bayram, G. 2002. Diagnosis of Sexual Cycle by Means of
Vaginal Smear Method in the Chinchilla (Chinchilla lanigera). Laboratory
Animals. 36: 51-60.

Caligioni, C. 2009. Assessing Reproductive Status/Stages in Mice. Curr Protoc


Neurosci.
Frisch, R.E. 1982. Body Weight and Food Intake at Early Estrus of Rats on a High
Fat Diet. Physiology, 72: 4172-4176.
Jafarey, R. and Jaffri S.A.R.S. 2016. Study on The Estrus cycle Regularity of
Cryupreserved Rat Ovarian Tissues after Heteropic. Open Journal of
Obstetrics and Gynecology, 6: 293-298.
Martini, F. H. and Karkenskit, G. 2000. Fundamental of Anatomy and Physiology.
New Jersey: Prencite Hall Inc.
Nalbandov, A.V. 1990. Reproductive Physiology of Mammals and Birds. W. H.
Freeman and Company, San Fransisco.
Paccola, C.C., Resende, C.G., Stumpp, T., Miraglia, S.M., Cipriano, I. 2013. The Rat
Estrous Cycle Revisited: a Quantitative and Qualitative Analysis. Animals
Reproduction, 10(4): 677-683.
Partodiharjo S, 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta: Mutiara.
Ponmanickam, P., Muniasamy, S., Priya Tharshini, K., Rengarajan, R.L., Rajagapal,
T. and Archunan G. 2013. Protein and Volatile Profiles of Mouse (Mus
musculus) Vaginal Mucus Across the Oestrous Cycle. World Journal of
Zoology, 8(1): 67-74.
Toelihere, M. 1981. Fisiologi Reproduksi Ternak. Bandung: Angkasa.
Yatim, W. 1982. Reproduksi dan Embriologi. Bandung: Tarsito.

Anda mungkin juga menyukai