Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI HEWAN
PRAKTIKUM VI
TINGKAH LAKU ORIENTASI JANGKRIK

DISUSUN OLEH:

NAMA : TUHO NISMAN LAIA


NIM : G 401 17 005
KELOMPOK : IV (EMPAT)
ASISTEN : DEWI SANTIKA

LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA TUMBUHAN


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
NOVEMBER, 2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perilaku adalah tindakan atau aksi yang mengubah hubungan antara


organisme dan lingkungannya. Hal itu merupakan kegiatan yang diarahkan
dari luar dan tidak mencakup banyak perubahan di dalam tubuh yang secara
tetap terjadi pada makhluk hidup. Perilaku dapat terjadi sebagai akibat suatu
stimulus dari luar. Reseptor diperlukan untuk mendeteksi stimulus itu, saraf
diperlukan untuk mengkoordinasikan respons, efektor itulah yang sebenarnya
melaksanakan aksi. Perilaku dapat juga disebabkan stimulus dari dalam.
Hewan yang merasa lapar akan mencari makanan sehingga hilanglah laparnya
setelah memperoleh makanan. Lebih sering terjadi, perilaku suatu organisme
merupakan akibat gabungan stimulus dari luar dan dari dalam. Jadi,
berdasarkan pernyataan di atas hubungan timbal balik antara stimulus dan
respons yang terjadi pada organisme merupakan sebagian studi mengenai
perilaku. Studi lainnya menyangkut masalah pertumbuhan dan mekanisme
evolusioner dari organisme dan sekaligus evolusi perilakunya (Suhara, 2010).

Perilaku pada hakekatnya adalah total range of activities dan melibatkan


aktivitas yang dapat dideteksi (observable) dan yang sukar dideteksi (non-
observable), dalam pengkajian perilaku baik yang bersifat herediter maupun
didapatkan dari lingkungan merupakan titik tolak untuk memaknakannya.
Fenomena perilaku hewan merupakan ekpresi respon hewan terhadap
lingkungan yang bersifat komplek dan menakjubkan. Perilaku yang
diekpresikan hewan sebagai suatu upaya bagi kelangsungan hidup hewan
tersebut (Barnard, 2004).
Berdasarkan uraian diatas, yang melatar belakangi praktikum ini adalah
untuk mengetahui perilaku atau respon tingkah laku jangkrik terhadap
variabel lingkungan seperti cahaya dan kelembapan.

1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui perilaku atau respon
tingkah laku jangkrik terhadap variabel lingkungan seperti cahaya dan
kelembapan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Dethir & Stlellar (2006), terdapat berbagai pola adaptasi perilaku hewan
terhadap lingkungannya mulai dari perilaku taksis pada protozoa, instingtif pada
insekta dan pola learning dan reasoning pada Primata. Pola perilaku tersebut
selanjutnya dikategorisasikan sebagai perilaku bawaan (Innate Behavior) dan
perilaku belajar (Learning Behavior). Ekpresi perilaku yang bersifat bawaan
ditandai dengan adanya pola yang ajek dan spesifik untuk spesies. Pola ini sangat
kompleks karena melibatkan stimulus yang spesifik dan menghasilkan respon
yang spesifik pula. Pola innate sepenuhnya diatur oleh gen dan diturunkan secara
herediter. Hewan dengan pola perilaku belajar mempunyai gen yang potensial
untuk belajar. Perilaku ini sangat adaptif dan diperoleh melalui pengalaman dan
latihan

Hewan berbeda dengan tumbuhan, kemampuan iritabilitas hewan jauh lebih


kompleks. Hewan dapat menunjukkan suatu respon positif maupun negative dari
sebuah stimulus. Kemampuan ini disebut behavior. Behavior atau perilaku hewan
adalah suatu respon dari organism terhadap stimulus yang datang dari dalam
ataupun dari luar. Respon ini ada dua macam yaitu innate dan leraned response.
Innate muncul secara spontan dan konsisten terhadap suatu rangsangan,
sedangkan leraned response adalah respon yang berubah dengan adanya
pengalaman dari organism tersebut (Syafitiri, 2015).

Menurut Metcalf dan Luckmann (1975), mekanisme yang melibatkan fototaksis,


geotaksis, preferensi tempat dan kelembaban sering digunakan oleh serangga
dalam proses pemilihan habitat inang oleh serangga. Meskipun sebagian besar
serangga melakukan dengan beberapa cara seperti melalui penglihatan (visual),
penciuman (olfaktori), pencicipan (gustatori) dan perabaan (taktil) dalam mencari
inang tumbuhannya. Proses pemilihan inang oleh serangga ini melalui beberapa
tahap, yaitu:
1. Pencarian habitat inang (host habitat finding)
2. Pencarian inang (host finding); pada umumnya mempergunakan mekanisme
yang melibatkan tanggap olfaktori dan penglihatan
3. Pengenalan inang (host recognition); adanya rangsangan olfaktori, rasa dan
raba akan membantu serangga mengenal inang;
4. Penerimaan inang (host acceptance), adanya senyawa-senyawa kimia khas
yang dikandung inang akan membuat serangga dapat menerima inang
tersebut
5. Kesesuaian inang (host suitability), tanaman yang tidak mengandung racun
tetapi mengandung zat makanan yang sesuai akan menunjang proses
perkembangbiakan serangga

Cahaya merupakan salah satu faktor mempengaruhi periode aktif hewan dalam
beraktivitas mencari makan, reproduksi dan aktivitas lainnya. Periode aktif hewan
dalam mencari makan dan reproduksinya ini akan mempengaruhi laju
pertumbuhan. Salah satu faktor yang sangat penting bagi pertumbuhan adalah
cahaya yang meliputi spektrum warna, intensitas dan fotoperiod (pencahayaan
lingkungan secara alami dan buatan) (Ariandhana, 2010).

Tingkah laku hewan sangat dipengaruhi oleh cara hewan tersebut dalam
beradaptasi dengan lingkungannya. Tingkah laku tersebut diwujudkan dalam
bentuk gerakan tubuh baik dari dalam maupun dari luar tubuh. Salah satu organ
yang berperan dalam membentuk tingkah laku terhadap lingkungan adalah mata.
Hewan yang peka terhadap cahaya terang cenderung aktif bergerak di siang hari
dan disebut diurnal, sedangkan hewan yang peka terhadap cahaya gelap disebut
nokturnal karena pergerakannya yang aktif bergerak di malam hari (Fujaya,
2004).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Waktu dan tempat dilaksanakannya praktkum ini adalah sebagai berikut:


Hari/Tangal : Rabu, 13 Novemberl 2019
Waktu : 08.00 WITA - selesai
Tempat : Laboratorium Biosistematika Tumbuhan Jurusan Biologi
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Tadulako.

3.2 Alat Dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

3.1.1 Alat
a. Alat tulis
b. Gunting
c. Kamera
3.1.2 Bahan
a. Botol Aqua besar
b. Kain hitam
c. Jangkrik

3.3 Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut:


a. Botol dililit kain hitam dengan ukuran setengah botol, kemudian
dimasukkan jangkrik di dalamnya.
b. Ditunggu selama 2x10 menit kemudian dihitung jangkrik yang lari ke
tempat terang dan ketempat gelap
c. Botol baru dimasukkan kain hitam yang sudah basah dibagian tengah
yang sudah dilubangi dengan gunting dan kemudian dimasukkan jangkrik
di dalamnya
d. Ditunggu selama 2x10 menit kemudian dihitung jangkrik yang lari ke
tempat lembap dengan kain basah atau ke tempat kering.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Hasil yang didapatkan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :


Perlakuan lembab dan kering.
No. Waktu Perbandingan Gambar
Lembab Kering
1. 10 5 ekor 5 ekor
menit jangkrik jangkrik

Kering Lembab
2. 10 6 ekor 4 ekor
menit jangkrik jangkrik

Kering Lembab
Perlakuan gelap dan terang
No. Waktu Perbandingan Gambar
Gelap Terang
1. 10 6 ekor 4 ekor
menit jangkrik jangkrik

Terang Gelap
2. 10 7 ekor 3 ekor
menit jangkrik jangkrik

Terang Gelap

4.2 Analisis Data

1. Tabel eksperimen kelembapan dan kering


No. Eksperimen F0 F1 Jumlah
1. Lembab 5 6 11
2. Kering 5 4 9
3. Jumlah 10 10 20

X2 = (Ʃ(F0L-F1K) (F1L) (F0K))2


(JL) (JK) (JF0) (JF1)

= (20(5-4) (6) (5))2


(11) (9) (10) (10)
= 360.000
9.900
= 36,36

Df = (c-1) (r-1)
= (3-1) (3-1)
= (2) (2)
=4

2. Tabel eksperimen gelap dan terang


No. Eksperimen F0 F1 Jumlah

1. Gelap 6 7 13
2. Terang 4 3 7
Jumlah 10 10 20

X2 = (Ʃ(F0G-F1T) (F1G) (F0T))2


(JG) (JT) (JF0) (JF1)
= (20(6-3) (7) (4))2
(13) (7) (10) (10)
= 2.822.400
9.100
= 310,15

Df = (c-1) (r-1)
= (3-1) (3-1)
= (2) (2)

= Nilai X2 Signifikan 0,05


Kondisi Jumlah Hewan
Perhitungan
Lembab
4 10 36,36 Tidak
Kering 10 36,36 Tidak
Gelap 10 310,15 Tidak
Terang 10 310,15 Tidak

4.3 Pembahasan

Perilaku adalah tindakan atau aksi yang mengubah hubungan antara


organisme dan lingkungannya. Hal itu merupakan kegiatan yang diarahkan
dari luar dan tidak mencakup banyak perubahan di dalam tubuh yang secara
tetap terjadi pada makhluk hidup. Perilaku dapat terjadi sebagai akibat suatu
stimulus dari luar. Reseptor diperlukan untuk mendeteksi stimulus itu, saraf
diperlukan untuk mengkoordinasikan respons, efektor itulah yang sebenarnya
melaksanakan aksi dan prilaku ini juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan
seperti cahaya dan kelembapan. Contoh prilaku ini dilakukan oleh jangkrik.
Jangkrik melakukan prilaku berdiam diri untuk menghindari ancaman dengan
bersembunyi. Prilaku ini dilakukan di tempat dengan keadaan lingkungan
yang ramai, intensitas cahaya tergolong tinggi dan factor yang dapat
meningkatkan stres. Pola prilaku ini disebut dengan istilah prilaku freezing
(Wagner, 2002).

Pada pengamatan jangkrik dengan perlakuan gelap dan terang, 10 ekor


jangkrik dimasukkan di dalam wadah botol dengan sebagian tertutup kain
hitam dan telah diberi lubang kecil di tengah botol agar oksigen dapat masuk.
Perlakuan ini dilakukan sebanyak dua kali pengulangan. Pada perlakuan
pertama didapatkan hasil 6 ekor jangkrik berada di tempat gelap dan 4 ekor
jangkrik berada di tempat terang dan pada perlakuan kedua didapatkan hasil
hasil 7 ekor jangkrik berada di tempat gelap dan 3 ekor jangkrik berada di
tempat terang. Hal ini membuktikan jangkrik merupakan serangga yang
pergerakannya menjauhi cahaya atau fototaksis negatif. Hasil ini sesuai
dengan literatur menurut Wagner (2002) yang menyatakan jangkrik
merupakan serangga nokturnal yang cenderung bersembunyi dan menjauhi
cahaya.

Pada pengamatan jangkrik dengan perlakuan lembab dan kering, 10 ekor


jangkrik dimasukkan di dalam wadah botol dengan sebagian daerah botol
diletakkan kain hitam yang telah dibasahi dengan air dan botol tersebut telah
diberi lubang kecil di tengah botol agar oksigen dapat masuk. Pada perlakuan
pertama didapatkan hasil 5 ekor jangkrik berada di tempat lembab dan 5 ekor
jangkrik berada di tempat kering dan pada perlakuan kedua didapatkan hasil
hasil 6 ekor jangkrik berada di tempat lembab dan 4 ekor jangkrik berada di
tempat kering. Hal ini membuktikan respon yang dilakukan jangkrik adalah
respon kinesis dimana jangkrik menunjukan gerakan tidak langsung sebagai
respon terhadap stimulus. Hasil ini sesuai dengan literatur menurut Sukarno
(1999), yang menyatakan jangkrik cenderung hidup di daerah lembab
dengan suhu lingkungan berkisar 26°C.

Pada pengamatan untuk melihat signifikan 0,05 pada jangkrik dalam


perlakuan lembab, kering, gelap dan terang, maka terlebih dahulu diketahui
nilai X2 agar mudah diketahui bahwa perlakuan lembab-kering dan perlakuan
gelap-terang pada jangkrik signifikan 0,05 atau tidak. Pada perlakuan
lembab-kering, nilai X2 adalah 36,36 yang berarti tidak signifikan, karena
tidak pas dengan signifikan 0,05 dan 36,36 melewati jauh nilai 0,05.
Sedangkan pada perlakuan gelap-terang nilai X2 adalah 310,15 yang berarti
tidak signifikan, seperti yang sudah dijelaskan di atas jika nilai X2 tidak pas
dengan 0,05 maka signifikan. Hal ini sesuai dengan literature menurut Patton
(1978), bahwa nilai X2 agar dapat dikatakan signifikan maka harus pas
nilainya 0,05.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan


adalah
1. Cahaya dan kelembapan mempengaruhi pola prilaku serangga, terutama
pada jangkrik.
2. Jangkrik lebih menyukai tempat dengan tingkat intensitas cahaya yang
kurang dan daerah lembab.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dari praktikum ini yaitu sebaiknya praktikan
menggunakan jangkrik dewasa yang memiliki ukuran besar agar mudah saat
pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA

Ariandana, R. (2010). Pertumbuhan Benih Ikan Black Ghost (Apteronotus


albifrons) pada Intensitas Cahaya dan Lama Penyinaran yang Berbeda.
Skripsi Jurusan Budidaya Perairan. Fakultas Pertanian Universitas Malang.
Malang.

Bannard, L.M.. (2005). Insect-Plant Biology. Second edition. University Press.


Oxford

Dethir, A. G. S., Stellar, M. M. (2006). Locusts and Grasshoppers : Behavior,


Ecology, and Biogeography. Psyche.

Fujaya, Y. (2004). Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Gramedia. Jakarta

Metcalf, R.L. and W. Luckmann. (1975). Introduction To Insect Pest


Management. John Wiley and Sons inc. New york

Patton, R. L. (1978). Growth and Development Parameters for Archeta


Domesticus Annals of the Entomological Society of America. 71(1) 40

Suhara. (2010). Entomologi Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta

Sukarno, H. (1999). Budidaya Jangkrik Cetakan I. Kanisius. Yogyakarta

Syafitri, S. (2015). Ordo Coleoptera Familia Carabidae dan Cincidelidae.


Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.
Bandung

Wegner, W. E. (2002). The Importance of Calling Song and Courthship Song


in Female Mate Choic in the Variable Field Cricket. Animal Behavior 59.
1219- 122
LEMBAR ASISTENSI

NAMA : TUHO NISMAN LAIA


STAMBUK : G 401 17 005
KELOMPOK : IV (EMPAT)
ASISTEN : DEWI SANTIKA

No Hari/Tanggal Koreksi Paraf

Anda mungkin juga menyukai