Anda di halaman 1dari 17

ABSTRAK

Telah dilakukan praktikum atau penelitian mengenai osmosis yang menggunakan


alat petridish, gelas kimia, pisau, pengaduk dan tusuk gigi, label tempel dan tissu
sedangkan bahan air/aquades, garam halus, solanum tuberosum dan cucumis
sativum. Penelitian ini dilakukan pada bulan september 2017 di laboratorium
Biologi Universitas Islam Negeri Raden fatah Palembang, dengan tujuan untuk
mengetahui adanya proses osmosis pada Solanum tuberosum dan Cucucmis
sativum.

Kata kunci : osmosis, Sollanum tuberosusm, cucumis sativum

#belum selesai jangan diprint


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita berhadapan dengan
peristiwa difusi dan osmosis, baik kita sadari maupun tidak kita sadari.
Contohnya pada saat kita menyeduh tehcelup dalam kemasan kantong, warna
dari teh tersebut akan menyebar. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi teh dalam
gelas lebih kecil dibandingkan dengan konsenrasi teh yang ada didalam
kantong teh tesebut. Peristiwa tersebut sering kita sebut sebagai difusi. (Yatim,
2012).
Begitu pula pada tumbuhan, yang akan menyerap air dan zat hara yang
diperlukan dari lingkungan melalui proses difusi, osmosis, maupun imbihisi.
Peristiwa tersebut dapat berlangsung dengan baik jika terdapat perbedaan
tekanan potensial air yang sangat besar antara larutan di luar sel tumbuhan
dengan larutan didalam sel tumbuhan tersebut. Tumbuhan mempunyai
membran plasma yang jika dimasukkan dalam larutan dengan konsentrasi
tinggi akan mengalami plasmolisis, yaitu terlepasnya membran plasma dari
dinding sel akibat tekanan osmotik. (Wiley, 1984)
Apa yang terjadi jika sel tumbuhan atau hewan, misalnya sel darah merah
ditempatkan dalam suatu tabung yang berisi larutan dengan sifat larutan yang
berbeda-beda? Pada larutan isotonis, sel tumbuhan dan sel darah merah yang
akan tetap normal bentuknya. Pada larutan hipotonis, sel tumbuhan akan
mengembang dari ukuran normalnya dan akan mengalami tekanan turgor
sehingga sel menjadi keras. Berbeda dengan sel tumbuhan, jika sel hewan/sel
darah merah dimasukkan dalam larutan hipotonis, sel darah merah akan
mengembang dan kemnudian pecah/lisis, hal ini karena sel turgor mengalami
plasmolisis (lepasnya membran sel dari dinding sel), sedangkan sel hewan
mengalami krenasi sehingga sel menjadi keriput karena kehilangan air
(wiley,1974).
Osmosis adalah perpindahan air melalui membran permeable selektif dari
bagian yang lebih encer ke bagian yang lebih pekat. Dua faktor penting yang
mempengaruhi osmosis adalah:
1. kadar air dan materi terlarut yang ada didalam sel
2. kadar air dan materi terlarut yang ada diluar sel
Dalam proses osmosis terdapat tekanan osmosis yang merupakan tekanan
hidrostatik yang terdapat suatu larutan pada keseimbangan osmosis. Tekanan
yang diberikan pada suatu larutan akan meningkatkan energi bebas, sehingga
PA meningkat dan juga meningkatkan kemampuan difusi dalam larutan.
Tekanan yang diberikan atau sering disebut PT yang disebut juga tekanan
turgor. Dari ketiga potensial tersebut dapat dilihat adanya hubungan.

Pada praktikum kali ini kita akan mengetahui adanya proses osmosis
pada tumbuhan dengan menggunakan bahan Solanum tuberosum, cucumis
sativum yang dimasukkan kedalam air/aquades yang telah dicampurkan dengan
garam halus.

B. Tujuan praktikum
Adapun tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui adanya proses
osmosis pada Solanum tuberosus dan Cucumis sativum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Osmosis
Osmosis adalah perpindahan molekul zat pelarut dari yang berkosentrasi
rendah menuju kelarutan yang berkonsentrasi tinggi melalui membran semi
permiabel. Dan dikatakan juga osmosis ialah difusi melintasi semipermeabel
yang memisakan dua macam larutan dengan konsentrasi solut yang berbeda.
Proses ini cenderung untuk menyamakan konsentrasi solut pada kedua sisi
membran tersebut. Sebagai gambaran, andaikanlah bahwa sejumlah sel
bakteri disuspensikan dalam larutan yang mengandung natrium kloride
berkonsentrasi tinggi (20%). Air akan mengalir dari daerah berisikan
substansi trlarut dengan konsentrasi lebih redah (bagian sel sebelah dalam
mempunyai konsentrasi garam yang rendah) melintasi membran sitoplasma
yang bersifat semipermiabel, masuk ke dalam larutan di sekeliling sel
(Pelczar, 2009).

B. Pengertian Hipotonik, Hipertonik, dan Isotonik


Cairan dengan kadar solut yang lebih rendah disebut hipotonik. Cairan
lainan memiliki kadar zat terlarutyang lebih tinggi disebut hipertonik. Cairan
disebut isotonik jika memiliki kadar zat terlarut yang sama. Dan osmosis
terjadi berdasarkan tonisitas dan diatasi oleh turgur. Dengan osmosis air akan
mengikuti gradiennya dan berdifusi menembus membran ke larutan gula
(Starrdkk, 2012).

C. Peristiwa Terjadi Osmosis


Sel merupakan kantung cairan dalam membran semipermeabel.
Kebanyakan sel hidup bebas mengatasi perubahan tonisitas dengan
mentranspor secara selektif zat terlarut untuk menembus membran plasma.
Kebanyakan dalam organisme multisel, tidak dapat melakukannya. Dalam
organisme multisel, memilihara tonisitas cairan ekstraseluler merupakan
bagian dari homeostasis. Jadi, cairan jaringan normal bersifat isotonik dengan
cairan dalam sel. Jika cairan menjadi hipertonik, maka sel akan kehilangan air
dan mngerut. Dan jika cairan menjadi hipotonik, maka air berdifusi ke dalam
sel dan menjadi meledak (Starrdkk, 2012)
Alat ukur osmosis disebut osmometer. Umumnya, osmometer adalah
perkakas laboratorium, tapi sel hidup dapat pula dianggap sebagai sistem
osmotik. Pada keduanya, biasanya terdapat dua hal yang penting : Pertama,
dua larutan atau lebih, atau air murni, dipisahkan satu sama lain oleh
membran yang lebih membatasi pergerakan tekanan. Setidaknya pada salah
satu bagian volumenya. Pada osmometer laboratorium, biasanya tekanan
timbul secara hidrostatik dengan cara menaikkan larutan dalam tabung
melawan gravitasi; namun, sarana lain dapat pula digunakan misalnya, alat
pelacak volume yang dapat menaikkan tekanan di dalam sistem (dengan
piston, misalnya) segera setelah volume cairan mulai membesar akibat sedikit
air yang ditambakan, pada sel, dinding yang tegarlah yang menyebabkan
naiknya tekanan. Membran sel tumbuhan memungkinkan berlangsungnya
osmosis, tapi dinding sel yang tegar itulah yang menimbulkan tekanan. Sel
hewan tidak mempunyai dinding, sehingga bila timbul tekanan di dalamnya,
sel tersebut sering pecah, seperti yang terjadi saat sel darah merah
dimasukkan ke dalam air. Sel yang turgid banyak berperan dalam menegakan
bagian tumbuhan yang tidak berkayu. Osmometer yang hampir sempurna
dapat dibuat di laboratorium, namun sel tidak pernah berfungsi sebagai sistem
osmotik yang sempurna (Salisburydan Cleon, 1995).
Dua ruang A dan B dipisakan oleh membran yang semi-permeabel.
Permiabel terhadap zat a (air dan zat yang larut dalam air), impermiabel
terhadap zat b (protein). Kalau konsentrasi zat a lebih tinggi di A daripada B
atau tak ada di B maka a merembes ke B; sedangkan zat b tidak bisa
merembes ke A, meski di A tak ada b. Dengan demikian isi B akan naik., A
turun. Proses perembesan ini disebut osmosa atau osmosis. Osmosis terus
berlangsung sampai kosentrasi a di A dan B sama. Naiknya permukaan B
dapat diukur dengan manometer. Nilainya disebut nilai osmotis atau besar
tekanan osmosis B. Tekanan osmosa dibei ukuran mm Hg. Maka ruang A
disebut hipotonis (hypo = renda, di bawa; tonus = tekanan), ruang B disebut
hipertonis (hiper = tinggi, di atas). Osmosis terjadi dari ruang hipotonis ke
yang hipertonis. Jika tekanan osmosis sama antara A dan B berarti tak ada
perembasan zat a lagi, disebut isotonis (iso = sama) (Yatim, 1996).
Dalam osmosis terdapat larutan Ringer dan larutan Locke. Larutan
ringer yaitu larutan yang dipakai biasanya bagi hewan poikiloterm (berdarah
dingin: ikan, amfibi, reftil); sedangkan larutan locke untuk hewan homoterm
(berdarah panas : burung, mamal). Untuk percobaan sederhana dapat
digunakan larutan NaCl (garam dapur) dalam mengamati tekanan osmosis
sel. Jika kadar garam ini lebih rendah dari 0,9% ia bersifat hipotonis bagi sel
hewan. Kalau larutannya itu 0,9% persis, sifatnya isotonis dengan sel hewan.
Sedangkan kalau kadarnya lebih dari 0,9% sifatnya jadi hipertonis terhadap
sel. Pada metazoa yang kompleks tekanan osmosis tubuh secara keseluruhan
diatur oleh ginjal, sehingga tekanan osmosis cairan sel sama dengan cairan
intrasel, berarti isotonis. Pada protozoa ada vakuola berdenyut yang berfungsi
sebagai ginjal, tau disebut juga osmoregulator. Sedangkan pada tumbuhan
cairan intra hipertonis terhadap cairan inersel. Sel dicegah tak pecah berkat
kehadiran dinding. Pada umumnya tekanan osmosis intrasel sekitar 10 atm.
Beberapa species seperti jamur penicillium mala dapat memiliki tekanan
sebesar 100 atm (Yatim, 1996).

D. Efek Osmosis Terhadap Keseimbangan Air


Tampaknya logis jika larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang lebih
tinggi akan memiliki konsentrasi air yang lebih rendah, dan air akan berdifusi
ke dalam larutan encer seperti sebagian besar cairan biologis, zat terlarut
tidak terlalu mempengaruhi konsentrasi air. Sebagai gantinya, pengumpulan
rapat molekul air di sekeliling molekul zat terlarut yang hidrofilik menjadikan
sebagian air tidak mampu melintasi membran. Perbedaan konsentrasi air
bebaslah yang penting. Pada akhirnya efeknya sama saja : air berdifusi
membran dari wilayah yang berkonsentrasi zat terlarut lebih rendah ke
wilayah yang berkonsentrasi zat terlarut lebih tinggi sampai konsentrasi zat
terlarut pada kedua sisi membran setara. Difusi air melintasimembran
permeabel selektif disebut osmosis (Campbell, 1999).
Osmosis disini dua larutan gula berkosentrasi berbeda dipisakan oleh
membran, yang dapat dilalui oleh pelarut (air) namun tidak oleh zat terlarut
gula. Molekul air bergerak acak dan dapat menyeberang ke dua arah, namun
secara keseluruhan, air berdifusi dari larutan dengan konsentrasi zat terlarut
lebih rendah ke larutan dengan konsentrasi zat terlarut lebih tinggi. Dan jika
keseimbangan air pada sel tak berdinding, misalnya sel hewan, direndam
dalam lingkungan yang isotonik (isotonis) terhadap sel (iso berarti sama),
tidak akan ada pergerakan netto air melintasi membran plasma. Air mengalir
melintasi membran, namun dengan laju yang sama dalam ke dua arah. Dalam
lingkungan isotonik, volume sel hewan stabil. Sel hewan berada dalam
kondisi paling baik dalam lingkungan isotonik, kecuali jika memiliki adaptasi
khusus yan mengimbangi pengambilan atau kehilangan air secara osmosis.
Sedangkan pada sel tumbuhan turgid (kaku) dan umumnya berkondisi paling
baik dalam lingkungan hipotonik, di mana pengambilan air pada akhirnya
diseimbangkan oleh dinding yang mendorong sel (Campbell, 1999).

E. Pengertian Difusi
Kalau kita mengenal osmosis tentunya kita akan mengenal difusi juga,
difusi itu sendiri adalah peristiwa penyebaran molekul zat terlarut dari larutan
yang berkonsentrasi tinggi (hipertonis). Menuju kelarutan yang
konsentrasinya rendah (hipotonis), melalui membran semipermiabel atau pun
tidak melalui membran. Contohnya membuat air sirup, membuat air teh
menetesinya tinta ke dalam air maupun melarutkan gula. Dan pada kehidupan
kita sehari-hari pada saat kita menghirip udara, tubuh kita akan terjadi
pertukaran gas antar sel melalui proses difusi. Difusi adalah perembasan zat
dari ruang berkonsentrasi lebih tinggi ke ruang yang berkonsentrasi lebih
rendah. Difusi berlangsung gradient (kemiringan) konsentrasi. Yakni dari
ruang yang konsentrasi zat A tinggi yang konsentrasi zat A itu rendah. Cara
difusi umum terdapat pada sel dan tanpa butuh energi. Proses difusi dapat
terjadi pada oksigen, CO2, air, elektrolit, dan bahan organis molekul
sederhana (Yatim, 1996).
F. Macam-macam Difusi
Menurut Yatim (1996), difusi dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Difusi bebas, ialah difusi zat tanpa kemudahan dari protein pembawa pada
membran. Zat itu bebas berdifusi sendiri.
2. Difusi terikat, difusi yang dipermudah atau diberi fasilitas oleh protein
pembawa dalam membran. Tak ada pembawa itu tak ada difusi Pembawa
itu mengikat zat a, dan tiba di sebelah dalam membran dilepaskan lagi.
Sedangkan menurut Sumadi danAdityaMarianti(2007), difusi ada dua
yaitu:
1. Difusi sederhana
Hanya sejumlah kecil jenis molekul yang bergerak melalui membran
dengan cara difusi. Molekul yang bersifat hidrofobik dengan mudah dapat
bergerak melalui membran karena larut lemak. Molekul-molekul tang
bersifat hidrofilik, ang berukuran kecil saja yang dapat melewati membran,
sedangkan yang berukuran besar tidak dapat melewatinya. Hal ini
disebabkan arena pada membran plasma terdapat pori-pori. Pori-pori yang
ada baru pori-pori yang di bentuk oleh adanya protein integral, sedangkan
pori-pori di antaranya molekul lemak bersifat hipotetik, karena tidak dapat
dilihat/dibuktikan walaupun menggunakan mikroskop elektron, namun
dalam kenyataannya dapat melakukan materi.
2. Difusi fasilitas (Facilitated Diffusion)
Seperti halnya difusi sederhana namun pengakutan materi dapat
berlangsung dengan cepat. Pergerakan molekul ditentukan oleh gradien
konsentrasinya, dan untuk molekul bermuatan ditentukan oleh potensial
listriknya. Difusi ini menggunakan fasilitas yaitu protein membran.

G. Peristiwa Terjadi Difusi


Dalam difusi pergerakan molekul atau ion menembus membran
berdasarkan gradien konsentrasi. Difusi merupakan merupakan suatu cara di
mana zat bergerak masuk, melalui, dan keluar sel. Dalam spesies multisel,
difusi juga memindakan zat antar sel pada daerah yang berbeda dalam
tubuhnya atau antarsel dan lingkungan eksternal sel. Contohnya, sel
fotosintesis dalam daun menghasilkan oksigen. Oksigen berdifusi keluar sel
dan masuk ke ruang udara dalam daun yang memiliki konsentrasi lebuh
rendah. Kemudian, oksigen berdifusi ke udara di luar daun yang memiliki
konsentrasi oksigen lebih rendah. Suatu zat cenderung berdifusi dalam arah
berdasarkan gradien konsentrasi gradien zat terlarut dalam tempat yang sama.
Anda dapat mengamati kecenderungan dengan meneteskan pewarna ke air.
Molekul pewarna berdifusi secara lambat ke daerah yng konsentrasinya lebih
rendah tanpa memperdulikan zat terlarutlainnya (Starrdkk, 2012).
Menurut Albertsdkk, (1994) difusi adalah cara yang efisien bagi molekul
bila jarak yang harus ditempuh pendek namun menjadi tidak efisien bila
lintasan yang harus ditempuh terlalu panjang.Maksud difusi satu zat terlarut
adalah Membran memiliki pori-pori yang cukup besar untuk dilewati molekul
pewarna. Pergerakan acak molekul pewarna akan menyebabkan sebagian di
antaranya melewati pori-pori; ini akan lebih sering pada sisi yang mengadung
lebih banyak molekul. Pewarna berdifusi dari tempat yang konsentrasinya
lebih rendah (disebut berdifusi menuruni gradien konsentrasi). Ini mengarah
pada kesetimbangan dinamik: Molekul zat terlarut terus melintasi membran,
namun pada laju yang sama dalam kedua arah. Sedangkan dua zat terlarut
adalah larutan dua pewarna yang pewarna yang berbeda dipisakan oleh
membran yang permiabel terhadap keduanya. Setiap pewarna berdifusi
menuruni gradien konsentrasinya sendiri. Akan terjadi difusi netto pewarna
ungu ke kiri, walaupun konsentrasi zat terlarut total pada awalnya lebih besar
di sebelah kiri. Zat itu berdifusi melintasi mmbran menuruni gradien
konsentrasinya (dengan mengsumsikan bahwa membran permeabel terhadap
zat itu). Salah satu contoh penting adalah pengambilan oksigen oleh sel yang
melakukan respirasi selular. Oksigen terlarut berdifusi ke dalam sel tersebut
melintasi membran plasma. Selama respirasi selular terus mengkonsumsi O2
saat molekul tersebut masuk, difusi ke dalam sel akan berlanjut karena
gradien konsentrasi mendukung pergerakan ke arah itu. Difusi zat melintasi
membran biologis disebut transpor pasif (passive transport) karena sel tidak
harus mengeluarkan energi agar hal ini terjadi. Dalam kasus air, akuaporin
memungkinkan air berdifusi dengan sangat cepat melintasi membran pada sel
tertentu (Campbell, 1999).
Difusi zat cair yang menempuh jarak makroskopik itu berlangsung
lambat, dan aliran massa gas dan zat cair sangatlh lazim, maka difusi
bukanlah suatu kejadian yang mudah terlihat. Difusi sering terjadi akibat
adanya perbedaan konsentrasi bahan di satu titik dengan di titik lain. (ketika
zatwarna tadi mulai melarut, air di dekat kristal berwarna sangat pekat, tapi
pada jarak tertentu tak ada warna). Perbedaan konsentrasi sangat lazim
terjadi, terutama dalam sel yang hidup dan dalam organisme pada umumnya.
Contohnya, ketika senyawa organik tertentu dalam sitosol masuk ke dalam
sel dan dimetabolismekan oleh mitokondria, maka konsentrasinya di dekat
mitokondria dipertahankan lebih rendah daripada konsentrasinya di dekat
kloroplas yang berfotosintesis (penghasil gula) di dalam sel yang sama. Di
tingkat sel, difusi bermacam bahan, termasuk air, terjadi terus-menerus dan di
mana-mana. Jadi, untuk memahami sel, tak bisa tidak kita harus memahami
difusi (Salisburydan Cleon, 1995).

I. Plasmolisis dan Krenasi


Plasmolisis adalah terjadinya pecahnya membran plasma dari dinding sel.
Dan krenasi adalah pengkerutan sel darah yang disebabkan oleh larutan
hipotesis dan hipertonis. Jika pada plasmolisis terjadi di sel tumbuhan
sedangkan pada krenasi terjadi di sel hewan (Falahudin, 2015).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Pelaksanaan praktikum pada hari senin, 18 september 2017 padapukul
15:50- 17:30 WIB. Di Laboratorium Biologi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.

B. Alat dan Bahan


a. Alat
adapun alat yang digunakan antara lain petridish, gelas kimia, pisau,
tissu dan tusuk gigi
b. Bahan
Adapun bahan yang digunakan antara lain air atau aquades, garam
halus, Sollanum tuberosum dan Cucumis sativum
C. Cara Kerja
a. Percobaan Osmosis
Adapun cara kerja dari percobaan osmosis menggunakan Kentang
(Sollanum tuberosum), yaitu:
1. Siapkan alat dan bahan
2. Timbang garam sebanyak 20gr menggunakan neraca analitik
3. Potong kentang (Sollanum tuberosum) 1 cm berbentuk dadu
4. Masukkan garam ke dalam Erlenmeyer dan tambahkan air sebanyak
80 ml dengan perbandingan 1:4
5. Lakukan penggojokan
6. Masukan larutan garam yang telah digojok kedalam cawan petri yang
sudah diberi tanda
7. Masukan aquades kedalam cawan petri yang sudah diberi tanda
8. Masukan dua irisan Kentang (Sollanum tuberosum) secara bersamaan
kedalam larutan garam dan aquades
9. Hitung menggunakan stopwatch selama 15 menit
10. Kemudian angkat Kentang (Sollanum tuberosum) dan amati
11. Masukan kembali dua irisan Kentang (Sollanum tuberosum) secara
bersamaan kedalam larutan garam dan aquades
12. Hitung menggunakan stopwatch selama 30 menit
13. Kemudian angkat Kentang (Sollanum tuberosum) dan amati.
b. Percobaan Plasmolisis
Adapun cara kerja dari percobaan plasmolisis menggunakan Rhoeo
discolor, yaitu:
1. Siapkan alat dan bahan
2. Iris tipis membujur daun Rhoeo discolor pada sisi belakang daun
3. Letakkan pada objek glass dan tetesi dengan aquadest lalu tutup
menggunakan deck glass
4. Amati preparat di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x10
5. Ambil preparat dan keringkan, lalu teteskan air garam dan tunggu
selama 10 menit
6. Amati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan pada Kentang (Solanum tuberosum)
Aquades Air Garam
No. Indikator
0’ 15’ 30’ 0’ 15’ 30’
Kuning Kuning Kuning Kuning
1. Warna Kuning Kuning
pucat pucat pucat pucat

2. Tekstur Keras Keras Keras Keras Lunak Lunak

3. Ketebalan 1 cm 1 cm 1 cm 1 cm 0,7 cm 0,6 cm

4. Turgiditas + + + + - -

Tabel 2. Hasil pengamatan pada Daun Rhoeo discolor


No. Hasil Pengamatan

1. stomata
1. 2. dinding sel
3. sitoplasma

1. stomata
2. 2. dinding sel
3. sitoplasma

B. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum Osmosis dan Plasmolisis maka praktikan
dapat mengetahui adanya proses osmosis pada Solanum tuberosus dan
proses plasmolisis pada Rhoeo discolor. Adapun indikator yang di ukur
dalam praktikum ini yaitu:
Sebelum kentang dimasukkan ke dalam larutan garam, Kentang
berwarna kuning namun setelah Kentang dimasukan ke dalam larutan
garam, Kentang berubah warna menjadi kuning pucat. Hal ini terjadi
karena larutan garam bersifat hipertonis terhadap kentang. Sedangkan
warna kentang yang dimasukkan ke dalam aquades tidak mengalami
perubahan warna. Hal ini disebabkan konsentrasi zat terlarut dan
konsentrasi pelarut yang tidak memiliki perbedaan potensial air atau hanya
sedikit.
Membran dan sitoplasma akan terlepas dari dinding sel hal ini yang
menunjukkan warna pucat pada kentang dan timun karena sitoplasma yang
meliputi plastida pada sel tumbuhan hilang. keadaan ini dinamakan
plasmolisis (Tjitrosomo, 2010).
Sebelum direndam ke dalam larutan garam diambil sampel sebanyak
empat potong kentang berbentuk dadu yang berukuran 1cm. Berdasarkan
hasil pengamatan diketahui bahwa Kentang mengalami penurunan bobot
dari waktu ke waktu selama perendaman. Perubahan bobot terjadi sebagai
akibat dari berkurangnya kandungan air dari dalam bahan. Menunjukkan
setiap kenaikkan konsentrasi larutan maka penurunan bobot cenderung
semakin besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sucahyo, dkk., (2013),
yang menyatakan Pada proses dehidrasi osmosis terjadi proses keluarnya
air dari dalam bahan yang juga diikuti dengan masuknya jenis padatan
terlarut dari larutan osmosis serta pertukaran komponen kimia.
Perubahan volume Kentang (Sollanum tuberosum) pada saat
perendaman di larutan garam yaitu semakin tinggi konsentrasi larutan
maka Kentang akan semakin banyak mengalami penyusutan. Penurunan
volume pada saat proses dehidrasi juga sebagai akibat adanya sejumlah air
yang keluar dari dalam Kentang. Berkurangnya air di dalam Kentang
menyebabkan Kentang mengkerut sehingga saat dilakukan pengukuran
maka akan terlihat penyusutan dari nilai sebelumnya. Perubahan volume
yang terjadi disebabkan adanya faktor konsentrasi yang berpengaruh.
Perubahan kekerasan selama proses dehidrasi osmosis disebabkan
karena saat direndam tekanan osmotik dalam bahan lebih kecil dari pada
tekanan osmotik lingkungan, dan menyebabkan terjadinya perpindahan air.
Berkurangnya kandungan air dalam bahan menyebabkan sel-sel Kentang
akan kekurangan air sehingga tekanan turgor mengalami penurunan yang
menyebabkan bahan menjadi menjadi empuk dan lembek (Arlita, 2013).
Pada proses plasmolisis ini digunakan sel-sel epidermis atas dari Rhoe
discolor. Sel epidermis bahan ini mempunyai sel yang berwarna sehingga
memudahkan dalam proses pengamatan. Plasmolisis merupakan peristiwa
lepasnya plasma dari dinding sel, disebabkan air dari vakuola tertarik
keluar oleh larutan disekitarnya bersifat hipertonis.
Sel Rhoeo discolor mengalami kehilangan air ketika ditetesi larutan
garam dengan nilai potensial air yang lebih rendah daripada nilai di dalam sel.
maka kemungkinan bahwa volume isi sel akan menurun demikian besarnya
sehingga tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel.
Hal ini sesuai dengan Tjitrosomo (2010), menyatakan bahwa membran dan
sitoplasma akan terlepas dari dinding sel hal ini yang menunjukkan warna
pucat pada kentang dan timun karena sitoplasma yang meliputi plastida pada
sel tumbuhan hilang. keadaan ini dinamakan plasmolisis.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum Osmosis dan Plasmolisis pada Kentang
(Sollanum tuberosum) dan Rhoeo discolor, maka praktikan dapan
menyimpulkan bahwa:
1. Pada Kentang (Sollanum tuberosum) yang direndam kedalam larutan
berkonsentrasi tinggi mengalami peristiwa osmosis. Osmosis adalah
difusi dari tiap-tiap pelarut melalui suatu selaput permeable secara
diferensiasi dari suatu tempat yang konsentrasinya pelarutnya tinggi ke
konsentrasi pelarut rendah.
2. Pada Rhoeo discolor terjadinya peristiwa lepasnya membran sel dari
dinding sel sebagai dampak dari hipertonisnya larutan di luar sel,
sehingga cairan di dalam sel keluar dari sel. Serta membran dan
sitoplasma terlepas dari dinding sel. keadaan ini dinamakan plasmolisis.

B. Saran
Pada saat melakukan praktikum sebaiknya praktikan menyediakan alat-
alat praktikum yang lebih lengkap agar praktikum dapat berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Arlita, M.A. (2013). Pengaruh Suhu dan Konsentrasi terhadap Penyerapan


Larutan Gula pada Bengkuang (Pachyrrhizuserosus). Skripsi. Fakultas
Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Campbell, 1996. Biologi edisi kedelapan jilid 3. Jakarta: Erlangga.


Jaya, D., F. Hadi, D. Kusumasari A., dan E.Riswardani. 2012. Pengeringan
Wortel (Daucus carota) secara Dehidrasi Osmosis. Seminar Nasional Teknik
Kimia. Soebardjo Brotohardjono IX. Program Studi Teknik Kimia. UPN
“Veteran” Jawa Timur.

Starr dkk. 2012. Biologi. Jakarta. Salemba Teknika.

Sucahyo, L., L.O. Nelwan, D. Wulandani, dan H.Nabetani. 2013. Rekonsentrasi


Larutan Gula pada Proses Dehidrasi Osmotik Irisan Mangga (Mangifera
Indica L.) dengan Teknik Distilasi Membran DCMD. Jurnal Teknologi
Industri Pertanian 23 (3):174-183.

Tjitrosomo, S. 2010. Botani Umum. Bandung. Angkasa

Yatim, W. 2012. Biologi Modern Biologi Sel. Bandung. Tarsito

Anda mungkin juga menyukai