Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI II

Saluran Cerna ( Antidiare dan Laksan )

Kelompok 2

Dosen Pengampu :

Citra Dewi Salasanti,M.Si.,Apt

Resny Pebritrinasari, M.Si.,Apt

DISUSUN OLEH :

Amalia Dewi Ramdani (16.44238.1004)

Yohanes Susanto (16.44238.1010)

Eva Herlina Sagala (16.44238.1040)

Warlina Lisnawati (16.44238.1015)

Afifah Nur Rafa (16.44238.1027)


Aprianto Nur Faiz (16.44238.1021)

AKADEMI FARMASI – YPF

YAYASAN PENDIDIKAN FARMASI

Jl. Cisaranten Kulon No 105 Bandung 40293

Semester IV – 2018

Saluran Cerna Antidiare dan Laksan

I. Tujuan
Setelah Percobaan ini mahasiswa diharapkan dapat mengetahui, mengerti
dan dapat membedakan aktivitas farmakologi dari senyawa-senyawa
antidiare dan laksan.

II. Teori
A. Saluran Cerna
Saluran pencernaan memberi tubuh persediaan akan air, elektrolit dan
makanan, yang terus menerus. Untuk mencapai hal ini, dibutuhkan
o Gerakan makanan melalui saluran pencernaan
o Sekresi getah pencernaan
o Absorbsi hasil pencernaan, air, dan berbagai elektrolit
o Sirkulasi darah melalui organ-organ gastrointestinal untuk
membawa zat-zat yang diabsorbsi
o Pengaturan semua fungsi ini oleh sistem saraf dan hormonal
Setiap bagian disesuaikan terhadap fungsi spesifiknya, beberapa untuk
pasase makanan yang sederhana, seperti esofagus, yang lain untuk
menyimpan makanan, seperti lambung, dan yang lain untuk pencernaan
dan absorbsi seperti usus halus (guyton, 1997)
Gerakan mencampur sifatnya berbeda pada berbagaia bagian saluran
cerna. Pada beberapa tempat, kontraksi peristaltik sendiri menyebabkan
sebagian besar pencampuran. Hal ini khususnya terjadi bila pergerakan
maju isi usus dihambat oleh sebuah sfringter, sehingga gelombang
peristaltik kemudian hanya dapat mengaduk isi usus, bukan
mendorongnya kedepan. Pada saat lain, kontraksi konstriktif lokal terjadi
setiap beberapa sentimeter dalam dinding usus. Kontriksi ini biasanya
berlangsung hanya beberapa detik, kemudian konstriksi yang baru akan
timbul pada tempat lain dalam usus, jadi memotong isi usus pertama kali
disini dan kemudian di tempat lain. Gerakan peristaltik dan konstriktif
dimodifikasi dalam berbagai bagian traktus gastrointestinal untuk
mendorong dan mencampur (Guyton, 1997).
Agar makanan dapat dicerna secara optimal dalam saluran pencernaan,
waktu yang diperlukan pada masing masing bagan saluran bersifat
terbatas. Selain itu, pencampuran yang tepat juga harus dilakukan. Tetapi
karen aknutuhan untuk pencampuran dan pendorongan sangat berbeda
pada tiap tingkat proses, berbagai mekanisme umpan balik hormonal dan
saraf otomatis akan mengontl tiap aspek dari proses ini sehingga
pencampuran dan pendorongan akan terjadi secara optimal, tidak terlalu
cepat, tidak terlalu lambat (Guyton, 1997).
Jumlah makanan yang dicerna oleh seorang terutama ditentukan oleh
keinginan intrinsik akan makanan yang disebut lapar. Jenis makanan yang
dicari orang ditentukan oleh selera. Mekanime ini ada di dalam tubuh
seseorang dan merupakan sistem pengaturan otomatis yang sangat penting
untuk menjaga ketersediaan makanan yang adekuat untuk tubuh (Guyton,
1997).
a. Mengunyah
Gigi sudah dirancang dengan sangat tepat untuk mengunyah, gigi
anterior menyediakan kerja memotong yang kuat dan gigi posterior
kerja menggiling. Semua otot rahang bawah yang bekerja bersama-
sama dapat mengatupkan gigi dengan kekuatan sebesar 50 pound pada
gigi anterior dan 200 pound pada molar.
Pada umumnya otot-otot mengunyah dipersarafi oleh cabang motorik
dari saraf kranial kelima, dan proses pengunyah dikontrol oleh nukleus
dalam batang otak. Kebanyakan proses mengunyah disebabkan oleh
refleks mengunyah yang dapat dijelaskan sebagai berikut adanya bolus
makanan di dalam mulut pada awaknya menimbulkan penghambatan
refleks gerakan mengunyah pada otot, yamg menyebabkan rahang
bawah turun ke bawah. Penurunan ini kemudian menimbulkan refleks
regang pada otot-otot rahang bawah yang menimbulkan kontraksi
rebound (Guyton, 1997).
Keadaan ini secara otomatis mengangkat rahang bawah yang
menimbulkan pengatupan gigi, tetapi juga menekan bolus melawan
dinding mulut, yang menghambat ototrahang bawah sekali lagi,
menyebabkan rahang bawah turun dan kembali rebound pada saat
yang lain, dan ini berulang-ulang terus. Mengunyah makanan bersifat
penting untuk pencernaan semua makanan, etapi terutama sekali untuk
sebagian besar buah dan sayur-sayuran mentah karena zat-zat ini
mempunyai membran selulosa yang tidak dapat dicerna diantara bagan
bagian zat nutrisi yang harus diuraikan ebelum makanan dapat
digunakan. Selain itu mengunyah akan membantu pencernaan
makanan untuk alasan sederhana berikut Karena enzim-enzim
pencernaan hanya bekerja pada permukaan partkel makanan,
kecepatan pencernaan sangat tergantung pada total area permukaan
yang terpapar dengan sekresi usus. Selain itu, menggiling makanan
hingga menjadi partikel-partikrl dengan konsistensi sangat halus akan
mencegah ekskoriasi traktus gastrointestinal dan meningkatkan
kemudahan pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus halus
kemudian ke semua segmen usus berikutnya (Guyton, 1997).
b. Menelan
Menelan adalah mekanisme yang kompleks, terutama karena faring
pada hampir setiap saat melakukan beberapa fungsi lain di samping
menelan dan hanya diubah dalam beberapa detik ke dalam traktus
untuk mendorong makanan. Yang terutama penting adalah bahwa
respirasi tidak terganggu akibat menelan.

Pada umunya menelan dapat dibagi menjadi:


o Tahap volunter, yang mencetuskan proses menelan
o Tahap faringeal, yang bersifat involunter dan membantu
jalannya makanan melalui faring ke dalam esofagus, dan
o Tahap esofageal, fasae involunter lain yang mempermudah
jalannya makanan dari faring ke lambung
Sebagai ringkasan mekanika tahapan penelanan dari faring: trakea
tertutup, esofagus terbuka, dan gelombang peristaltik cepat berasal dari
faring mendorong bolus makanan ke dalam esofagus bagian atas, dan
seluruh proses terjadi dalam waktu kurang dari 2 detik (Guyton, 1997).
Fungsi motorik dari lambung ada tiga yaitu:

1. Penyimpanan sejumlah besar makanan samapai makanan dapat diproses di


dalam duodenum

2. Pencampuran makanan ini dengan sekresi dari lambung sampai


membentuk suatu campuran setengah cair yang disebut kimus

3. Pengososngan makanan dengan lambat dari lambung ke dalam usus halus


pada kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi yang tepat oleh
usus halus

Secara anatomi lambung dapat dibagi menjadi dua bagian besar


yaitu korpus dan antrum. Secara fisiologis lebih tepat dibagi menjadi
bagian oral yang merupakan sekitar dua per tiga pertama dari korpus dan
bagian kaudal yang merupakan sisa dari korpus ditambah antrum (Guyton,
1997).

Getah pencernaan dari lambung disekresikan oleh kelenjar gastrik. Sekresi


ini terjadi dengan segera saat berkontak dengan bagian makanan yang
disimpan yang terletak berhadapan dengan permukaan mukosa lambung,
gelombang pencampur yang lemah mulai timbul di bagian tengah dinding
lmbung dan bergerak ke arah antrum sepanjang dinding lambung. Sewaktu
gelombang ini berjalan dari korpus lambung ke antrum, gelombang
menjadi lebih kuat, beberapa menjadi sangat kuat dan menimbulkan cincin
knstriktor peristaltik yang kuat yang mendorong isi antrum di bawah
tekanan tinggi kearah pilorus. Cincin ini juga berperan dalam mencampur
isi lambung (Guyton, 1997).

Pengosongan lambung ditimbulkan oleh kontraksi peristaltik yang kuat


pada antrum lambung. Pada saat yang sama, pengososngan dilawan oleh
berbagai tingkat resistensi terhadap pasase kimus di pilorus (Guyton,
1997). Kecepatan pengososngan lambung diatur oleh sinyal dari lambung
dan duodenum. Akan tetapi duodenum menberi sinyal yang lebih kuat,
selalu mengontrol pengosongan kimus kedalam duodenum pada kecepatan
yang tidak melebihi kecepatan kimus dicerna dan diabsorbsi dalam usus
halus (Guyton, 1997).

Faktor yang mengakibatkan pengosongan lambung yaitu efek volume


makanan pada lambung terhadap kecepatan pengosongan dan efek hormon
gastrin terhadap pengosongan lambung. Sementara faktor yang
menghambat pengosongan lambung yaitu pengaruh penghambatan oleh
refleks-refleks saraf enterogastrik dari duodenum dan umpan balik
hormonal dari duodenum menghambat pengosongan lambung (Guyton,
1997). Kimus didorong melalui usus halus oleh gelombang peristaltik.
Gelombang tersebut secara normal sangat lemah dan biasanya berhenti
sesudah menempuh jarak 3 sampai 5 cm. Aktivitas peristaltik usus halus
sangat meningkat sesudah makan (Guyton, 1997).

Hal ini sebagian disebabkan oleh awal masuknya kimus ke dalam


duodenum tetapi juga oleh apa yang disebut refleks gastroenterik.fungsi
gelombang peristaltik dalam usus alus tidak hanya menyebabkan
pendorongan kimus ke arah katup ileosekal tetapi juga menyebarkan
kimus sepanjang mukosa usus (Guyton, 1997). Fungsi utama katup
ileosekal adalah untuk mencegah aliran balik isi fkal dari kolon kedalam
usus halus seperti yang ditunjukkan olaeh gambar. Bibir dari katup
ileosekal menonjol ke dalam lumen sekum dan karena itu tertutup erat bila
terbentuk tekanan yang berlebihan di dalam sekum dan mencoba
mendorong isi fekal ke belakang melawan bibir (Guyton, 1997).
Fungsi utama kolon yaitu: absorbsi air dan elektrolit dari kimus dan
penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan. Karena tidak
diperlukan pergerakan intensif, maka pergerakan kolon secara normal
sangat sangat lambat. Meskipun lambt, pergerakannya masih mempunyai
karakteristi yang serupa dengan pergerakan usus halus dan ekali lagi dapat
dibagi menjadi gerakan-gerakan mencampur dan gerakan-gerakan
mendorong . Iritasi dalam kolon dapat menyebabkan pergerakan massa
yang kuat. Sebagai contoh seorang yang menderita tukak kolon (kolitis
ulserativa) sering mengalami pergerakan massa yang menetap hampir
setiap saat. Pergerakan massa juga dapat ditimbulkan oleh perangsangan
kuat sistem saraf para simpatis atau peregangan yang berlebihan pada satu
segmen kolon (Guyton, 1997). Sebagian besar waktu. Rektum tidak berisi
feses. Hal ini sebagian adalah dari kenyataan bahwa terdapat sfringter
fumgsional yang lemah sekitar 20 cm dari anus pada perbatasan antara
sigmoid dan rektum. Disini juga terdapat sebuah sudut tajam yang
menambah resistensi terhadap pengisian rektum. Bila pergerakan massa
mendorong feses masuk ke dalam rektum, secara normal timbul keinginan
untuk defekasi (Guyton, 1997).

Peningkatan motilitas saluran pencernaan dan penurunan absorbsi cairan


merupakan faktor utama pada diare. Obat-obat antidiare tersebut obat
antimotilitas, adsorben, dan obat-obat yang merubah transpor cairan dan
elektrolit (Mycek, 1997).

a. Obat-obat antimotilitas

Dua obat yang dipakai secara luas untuk mengendalikan diare adalah
difenoksilat dan loperamid. Keduanya merupakan analog meperidin
dan memiliki efek seperti opiod pada usus, mengaktifkan reseptor
opioid presinaptik di dalam sistem saraf enterik untuk menghambat
pelepasan asetilkolin dan menurunkan peristaltik (Mycek, 1997).

Efek samping termasuk rasa mengantuk, kejang perut dan pusing,


karena obat ini dapat menyebabkan megakolon yang toksis, maka tidak
digunakan pada anak-anak atau pada pasien dengan kolitas berat
(Mycek, 1997).

b. Adsorben

Obat-obat adsorben seperti kaolin, pektin, metilselulosa dan atapulgit


yang diaktifkan, magnesium aluminium silikat, digunakan secara luas
untuk mengendalikan diare, walaupun efektivitasnya belum
didokumentasikan dengan percobaan klinik yang terkontrol. Diduga
obat-obat ini bekerja dengan mengabsorbsi toksin intestinal atau
mikroorganisme, atau dengan melapisi atau melindungi mukosa
intestinal. Obat-obat ini kurang efektif dibandingkan dengan obat-obat
antimotilitas dan dapat menganggu absorbsi obat-obat lain (Mycek,
1997).

c. Obat yang mengubah transpor cairan dan elektrolit

Percobaan dan observasi klinis menyatakan bahwa NSAID seperti


aspirin dan indometasin efektif dalam menghentikan diare. Efek
antidiare ini mungkin karena penghambatan sintesis prostaglandin.
Bismit subsalisilat digunakan untuk travelers diarrhea menurunkan
sekresi cairan di dalam usus, efek ini mungkin karena komponen
salisilatnya (Mycek, 1997).

Kebanyakan orang sebenarnya tidak memerlukan laksatif, tetapi tetap


saja obat ini dibeli sendiri secara bebas oleh sebagian besar
masyarakat. Bagi kebanyakan orang konstipasi intermiten paling baik
dicegah dengan diet tinggi serat, asupan cairan yang adekuat, olahraga
teratur, menuruti panggilan alam. Laksatif pembentuk massa adalah
koloid hidrofilik tak tercerna yang menyerap air dan membentuk gel
emolien bermassa yang merenggangkan kolon sehingga merangsang
peristaltik. Sediannya yaitu psilium, metilselulosa dan polikarbofil.
Agen surfaktan feses berfungsi untuk melunakkan feses dan
memudahkan air dan lipid untuk masuk ke dalamnya, contohnya
dokusat, suppositoria gliserin (McQuaid, 2010).
Laksatif osmotik merupakan senyawa mudah larut tetapi tak mampu
diserap akibatnya meningkatkan kecairan feses akibat adanya
peningkatan cairan dalam feses. Garam atau gula yang tidak dapat
diserap digunakan untuk menangani konstipasi akut atau mencegah
konstipasi kronik. Magnesium oksida merupakan laksatif osmotik yang
banyak digunakan. Polietilen glikol digunakan untuk melakukan
pembersihan kolon secara tuntas sebelum prosedue endoskopik
gastrointestinal (McQuaid, 2010). Laksatif stimulan memicu
pergerakan usus melalui sejumlah mekanisme yang belum terlalu
dipahami, meliputi perangsangan lamngsung terhadap sistem saraf
enterik serta sekresi cairan dan elektrolit oleh kolon. Minyak kastor
merupakan laksatif stimulan yang poten. Obat ini dihidrolisis dalam
usus halus bagian atas menjadi asam ricinoleat, yaitu suatu iritan
setempat yang merangsang motilitas usus (McQuaid, 2010).

Tegaserod merupakan agonis reseptor serotonin 5-HT4. Obat ini


meningkatkan pengosongan lambung dan mempercepat waktu transit
dalam usus halus dan usus besar tetapi tidaj memiliki efek terhadap
moltilitas esofagus.penggunaan obat ini disetujui pada terapi penderita
konstipasikronik, selain itu digunakan dalam terapi gangguan motilitas
gastrointestinal lainnya seperti dispepsia nonulkus, dan konstipasi
kronik, masih diteliti. Efek sampingnya dapat menimbulkan diare dan
nyeri di kepala (McQuaid, 2010).

B. Antidiare

Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari)
yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB,
tidak enak pada perinal, dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa
inkontinensia fekal (Daldiyono, 1990).

Diare atau diarrhea merupakan kondisi rangsangan buang air besar yang
terus menerus disertai keluarnya feses atau tinja yang kelebihan cairan,
atau memiliki kandungan air yang berlebih dari keadaan normal.
Umumnya diare menyerang balita dan anak-anak. Namun tidak jarang
orang dewasa juga bisa terjangkit diare. Jenis penyakit diare bergantung
pada jenis klinik penyakitnya (Anne, 2011). Klinis tersebut dapat diketahui
saat pertama kali mengalami sakit perut. Ada lima jenis klinis penyakit
diare, antara lain:

a. Diare akut, bercampur dengan air. Diare memiliki gejala yang datang
tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari. Bila mengalami diare
akut, penderita akan mengalami dehidrasi dan penurunan berat badan
jika tidak diberika makan dam minum.

b. Diare kronik. Diare yang gejalanya berlangsung lebih dari 14 hari yang
disebabkan oleh virus, Bakteri dan parasit, maupun non infeksi.

c. Diare akut bercampur darah. Selain intensitas buang air besar


meningkat, diare ini dapat menyebabkan kerusakan usus halus,spesis
yaitu infeksi bakteri dalam darah, malnutrisi atau kurang gizi dan
dehidrasi.

d. Diare persisten. Gejalanya berlangsung selama lebih dari 14 hari.


Dengan bahaya utama adalah kekurangan gizi. Infeksi serius tidak
hanya dalam usus tetapi menyebar hingga keluar usus.

e. Diare dengan kurang gizi berat. Diare ini lebih parah dari diare yang
lainnya, karena mengakibatkan infeksi yang sifatnya sistemik atau
menyeluruh yang berat, dehidrasi, kekurangan vitamin dan mineral.
Bahkan bisa mengakibatkan gagal jantung.

Beberapa hal yang dapat menyebabkan diare antara lain (National


Digestive Diseases Information Clearinghouse, 2007) :

o Infeksi bakteri
beberapa jenis bakteri dikonsumsi bersama dengan makanan
atau minuman, contohnya Campylobacter, Salmonella,
Shigella, dan Escherichia coli (E. coli).

o Infeksi virus

beberapa virus menyebabkan diare, termasuk rotavirus,


Norwalk virus, cytomegalovirus, herpes simplex virus, and
virus hepatitis.

o Intoleransi makanan

beberapa orang tidak mampu mencerna semua bahan makanan,


misalnya pemanis buatan dan laktosa.

o Parasite

parasit dapat memasuki tubuh melalui makanan atau minuman


dan menetap di dalam system pencernaan. Parasit yang
menyebabkan diare misalnya Giardia lamblia, Entamoeba
histolytica, and Cryptosporidium.

o Reaksi atau efek samping pengobatan

antibiotik, penurun tekanan darah, obat kanker dan antasida


mengandung magnesium yang mampu memicu diare.

o Gangguan intestinal

o Kelainan fungsi usus besar

Pada anak anak dan orang tua diatas 65 tahun diare sangat
berbahaya. Bila penanganan terlambat dan mereka jatuh ke
dalam dehidrasi berat maka bisa berakibat fatal. Dehidrasi
adalah suatu keadaan kekurangan cairan, kekurangan kalium
(hipokalemia) dan adakalanya acidosis (darah menjadi asam),
yang tidak jarang berakhir dengan shock dan kematian.
Keadaan ini sangat berbahaya terutama bagi bayi dan anak-
anak kecil, karena mereka memiliki cadangan cairan intrasel
yang lebih sedikit sedangkan cairan ekstra-selnya lebih mudah
lepas daripada orang dewasa (Adnyana, 2008).

Mekanisme timbulnya diare.

Berbagai mikroba seperi bakteri, parasit, virus dan kapang bisa


menyebabkan diare dan muntah. Keracunan pangan yang menyebabkan
diare dan muntah, disebabkan oleh pangan dan air yang terkontaminasi
oleh mikroba. Pada tulisan ini akan dijelaskan mekanisme diare dan
muntah yang disebabkan oleh mikroba melalui pangan terkontaminasi.
Secara klinis, istilah diare digunakan untuk menjelaskan terjadinya
peningkatan likuiditas tinja yang dihubungkan dengan peningkatan berat
atau volume tinja dan frekuensinya. Seseorang dikatakan diare jika secara
kuantitatif berat tinja per-24 jam lebih dari 200 gram atau lebih dari 200
ml dengan frekuensi lebih dari tiga kali sehari (Putri, 2010).

Diare yang disebabkan oleh patogen enterik terjadi dengan beberapa


mekanisme. Beberapa patogen menstimulasi sekresi dari fluida dan
elektrolit, seringkali dengan melibatkan enterotoksin yang akan
menurunkan absorpsi garam dan air dan/atau meningkatkan sekresi anion
aktif. Pada kondisi diare ini tidak terjadi gap osmotic dan diarenya tidak
berhubungan dengan isi usus sehingga tidak bisa dihentikan dengan puasa.
Diare jenis ini dikenal sebagai diare sekretory. Contoh dari diare sekretori
adalah kolera dan diare yang disebabkan oleh enterotoxigenic E coli
(Putri, 2010).

Beberapa patogen menyebabkan diare dengan meningkatkan daya dorong


pada kontraksi otot, sehingga menurunkan waktu kontak antara permukaan
absorpsi usus dan cairan luminal. Peningkatan daya dorong ini mungkin
secara langsung distimu-lasi oleh proses patofisiologis yang diaktivasi
oleh patogen, atau oleh peningkatan tekanan luminal karena adanya
akumulasi fluida. Pada umumnya, peningkatan daya dorong tidak
dianggap sebagai penyebab utama diare tetapi lebih kepada faktor
tambahan yang kadang-kadang menyertai akibat-akibat patofisiologis dari
diare yang diinduksi oleh patogen (Putri, 2010).

Pada beberapa diare karena infeksi, patogen menginduksi kerusakan


mukosa dan menyebabkan peningkatan permeabilitas mukosa. Sebaran,
karakteristik dan daerah yang terinfeksi akan bervariasi antar organisme.
Kerusakan mukosa yang terjadi bisa berupa difusi nanah oleh
pseudomembran sampai dengan luka halus yang hanya bisa dideteksi
secara mikroskopik. Kerusakan mukosa atau peningkatan permeabilitas
tidak hanya menyebabkan pengeluaran cairan seperti plasma, tetapi juga
mengganggu kemampuan mukosa usus untuk melakukan proses absorbsi
yang efisien karena terjadinya difusi balik dari fluida dan elektrolit yang
diserap. Diare jenis ini dikenal sebagai diare eksudatif. Penyebabnya
adalah bakteri patogen penyebab infeksi yang bersifat invasive (Shigella,
Salmonella) (Putri, 2010).

Malabsorpsi komponen nutrisi di usus halus seringkali menyertai


kerusakan mucosal yang diinduksi oleh patogen. Kegagalan pencernaan
dan penyerapan karbohidrat (CHO) akan meningkat dengan hilangnya
hidrolase pada permukaan membrane mikrovillus (misalnya lactase,
sukrase-isomaltase) atau kerusakan membran microvillus dari enterosit.
Peningkatan solut didalam luminal karena malabsorbsi CHO
menyebabkan osmolalitas luminal meningkat dan terjadi difusi air ke
luminal. Diare jenis ini dikenal sebagai diare osmotik dan bisa dihambat
dengan berpuasa (Putri, 2010).

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen


meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan
mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu
bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk
dapat mengatasi pertahanan mukosa usus (Putri, 2010).
a. Adhesi.

Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur


polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada
permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut
juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering
ditemukan pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC).

Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic


E.coli (EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF),
menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan
arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi
intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan
diare terjadi akibat shiga like toksin.

Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang


terlihat pada jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC
atau EHEC (Putri, 2010).

b. Invasi.

Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel


epitel usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan
menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler
menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi
inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien,
interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga
memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses
patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri
perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif
misalnya Salmonella.

Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh
Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang
menghasilkan sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC)
serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis hemoragik dan
sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC serta V. Parahemolyticus
(Putri, 2010).

c. Enterotoksin.

Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin


(CT) yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel
usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B.
Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil siklase, meningkatkan
konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na
dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3
pada sel kripta mukosa usus.

ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya


sama dengan CT serta heatStabile toxin (ST).ST akan meningkatkan
kadar cGMP selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein
membran mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida
(Putri, 2010).

Penggolongan obat diare :

a. Kemoterapeutika

Walaupun pada umumnya obat tidak digunakan pada diare, ada beberapa
pengecualian dimana obat antimikroba diperlukan pada diare yag
disebabkan oleh infeksi beberapa bakteri dan protozoa. Pemberian
antimikroba dapat mengurangi parah dan lamanya diare dan mungkin
mempercepat pengeluaran toksin. Kemoterapi digunakan untuk terapi
kausal, yaitu memberantas bakteri penyebab diare dengan antibiotika
(tetrasiklin, kloramfenikol, dan amoksisilin, sulfonamida, furazolidin, dan
kuinolon) (Schanack, 1980).

b. Zat penekan peristaltik usus


Obat golongan ini bekerja memperlambat motilitas saluran cerna dengan
mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Contoh: Candu dan
alkaloidnya, derivat petidin (definoksilat dan loperamin), dan
antikolinergik (atropin dan ekstrak beladona) (Departemen Farmakologi
dan Terapi UI, 2007).

c. Adsorbensia

Adsorben memiliki daya serap yang cukup baik. Khasiat obat ini adalah
mengikat atau menyerap toksin bakteri dan hasil-hasil metabolisme serta
melapisi permukaan mukosa usus sehingga toksin dan mikroorganisme
tidak dapat merusak serta menembus mukosa usus. Obat-obat yang
termasuk kedalam golongan ini adalah karbon, musilage, kaolin, pektin,
garam-garam bismut, dan garam-garam alumunium ) (Departemen
Farmakologi dan Terapi UI, 2007).

Obat diare yang dapat dibeli bebas mengandung adsorben atau gabungan
antara adsorben dengan penghilang nyeri (paregorik). Adsorben mengikat
bakteri dan toksin sehingga dapat dibawa melalui usus dan dikeluarkan
bersama tinja. Adsorben yang digunakan dalam sediaan diare antara lain
attapulgit aktif, karbon aktif, garam bismuth, kaolin dan pektin (Harkness,
1984).

a. Loperamida (Farmakope Indonesia IV, 1995).

Pemerian : Serbuk putih sampai agak kuning, melebur pada suhu


lebih kurang 225oC disertai peruraian.

Kelarutan : Sukar larut dalam air dan asam encer, mudah larut dalam
metanol dan kloroform.

Obat ini memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi


otot sirkuler dan longitudinal usus. Obat ini berikatan dengan reseptor
opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan
loperamid dengan reseptor tersebut. Obat ini sama efektifnya dengan
difenoksilat untuk pengobatan diare kronik. Efek samping yang sering
dijumpai adalah kolik abdomen, sedangkan toleransi terhadap efek
konstipasi jarang sekali terjadi. Pada sukarelawan yang mendapatkan
dosis besar loperamid, kadar puncak pada plasma dicapai dalam waktu
empat jamsesudah makan obat. Masa laten yang lama ini disebabkan
oleh penghambatan motilitas saluran cerna dan karena obat
mengalami sirkulasi enterohepatik. Waktu paruhnya adalah 7-14jam.
Loperamid tidak diserap dengan baik melalui pemberian oral dan
penetrasinya ke dalam otak tidak baik; sifat-sifat ini menunjang
selektifitas kerja loperamid. Sebagian besar obat diekskresikan
bersama tinja. Kemungkinan disalahgunakannya obat ini lebih kecil
dari difenoksilat karena tidak menimbulkan euphoria seperti morfin
dan kelarutannya rendah (Departemen Farmakologi dan Terapi UI,
2007).

Contoh Uraian obat Diare

a. Racecordil

Anti diare yang ideal harus bekerja cepat, tidak menyebabkan


konstipasi, mempunyai indeks terapeutik yang tinggi, tidak
mempunyai efek buruk terhadap sistem saraf pusat, dan yang tak
kalah penting, tidak menyebabkan ketergantungan. Racecordil
yang pertama kali dipasarkan di Perancis pada 1993 memenuhi
semua syarat ideal tersebut. Berdasarkan uji klinis didapatkan
bahwa anti diare ini memberikan hasil klinis yang baik dan dapat
ditoleransi oleh tubuh. Produk ini juga merupakan anti diare
pertama yang cara kerjanya mengembalikan keseimbangan sistem
tubuh dalam mengatur penyebaran air dan elektrolit ke usus.
Selain itu, Hidrasec pun mampu menghambat enkephalinase
dengan baik. Dengan demikian, efek samping yang
ditimbulkannya sangat minimal.

b. Loperamide
Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara
emeperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot
sirkuler dan longitudinal usus. Obat diare ini berikatan dengan
reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan
oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Efek samping
yang sering dijumpai ialah kolik abdomen, sedangkan toleransi
terhadap efek konstipasi jarang sekali terjadi.

c. Nifuroxazide

Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki efek bakterisidal


terhadap Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Streptococcus,
Staphylococcus dan Pseudomonas aeruginosa. Nifuroxazide
bekerja lokal pada saluran pencernaan.

Aktifitas antimikroba Nifuroxazide lebih besar dari obat anti


infeksi intestinal biasa seperti kloroyodokuin. Pada konsentrasi
encer (1 : 25.000) Nifuroxazide masih memiliki daya bakterisidal.
Obat diare ini diindikasikan untuk dire akut, diare yang
disebabkan oleh E. coli & Staphylococcus, kolopatis spesifik dan
non spesifik, baik digunakan untuk anak-anak maupun dewasa.

d. Dioctahedral smectite

Dioctahedral smectite (DS), suatu aluminosilikat nonsistemik


berstruktur filitik, secara in vitro telah terbukti dapat melindungi
barrier mukosa usus dan menyerap toksin, bakteri, serta rotavirus.
Smectite mengubah sifat fisik mukus lambung dan melawan
mukolisis yang diakibatkan oleh bakteri. Zat ini juga dapat
memulihkan integritas mukosa usus seperti yang terlihat dari
normalisasi rasio laktulose-manitol urin pada anak dengan diare
akut (Putri, 2010).
III. Alat dan Bahan

Hewan Percobaan Mencit jantan Putih


Obat yang diberikan - Larutan tinta oral 0,1 ml/10 gram bobot
mencit,
- loperamid 0,5 ml/20 gram bobot mencit,
- Parafin 0,5 ml/20 gram bobot mencit,
- Larutan NaCl 0,9 % 0,5 ml/20 gram bobot
mencit,
Cara pemberian Oral
Alat yang Digunakan Alat suntik oral 1 ml dan 2,5 ml, mistar, meja
bedah, pinset, gunting bedah, kandang mencit,
timbangan, kertas prkamen, wadah sebagai
tempat mencit defikasi.

IV. Prosedur dan Perhitungan


a. Metode Transit intestinal
1. Puasakan mencit selama kurang lebih 18 jam dengan tetap diberkan
minum
2. Beri nomor dan timbang mencit setelah di timbang berat mencit no 5
adalah 38,5 gram
3. Berikan obat pada mencit no 5 yaitu Parafin
4. Hitunglah dosis yang akan diberikan secara oral

5. Diamkan selama 45 menit


6. Setalah 45 menit berikan larutan tinta pada mencit
7. Biarkan 20 menit, kemudian korbankan mencit dengan cara dislokasi
pada tulang leher dan bedah
8. Keluarkan usus secara hati-hati sampai teregang. Ukur panjang usus
yang dilalui marker tinta mulai dari pylorus sampai ujung akhir
berwarna hitam dan panjang usus secara keseluruhan mulai dari
pylorus sampau rectum. Kemudian hitung rasio jarak tempuh marker
terhadap usus keseluruhan
9. Bandingkan hasil rasio masing-masing mencit. Obat mana yang
bersifat diare dan laksan

b. Metode pengukuran frekuensi defikasi, bobot feses dan konsistensi feses


1. 30 menit sebelum percobaan hewan uji ( mencit ) dipuasakan
2. Timbang dan nomori mencit, hasil yang didapat :
- Mencit 6 : 37,05 gram
- Mencit 7 : 35,56 gram
- Mencit 8 : 38,9 gram
3. Timbang kertas perkamen yang akan digunakan
4. Berikan hewan percobaan ( mencit ) secara oral :
- Mencit 6 : NaCl 0,9 %
- Mencit 7 : NaCl 0,9 % dan paraffin cair
- Mencit 8 : Loperamid dan paraffin cair
5. Hitung dosis yang akan diberikan
6. Tempatkan wadah pengamatan yang berisikan kertas perkamen dan
amati frekuensi defikasi, bobot feses dan konsistensi fesesnya.
7. Setelah 45 menit berikan obat pada mencit no 7 dan mencit nomor 8
parafin cair sebayak 0,75 ml secara oral
8. Tempatkan kembali kedalam wadah pengamatan yang beralaskan
kertas perkamen dan amati frekuensi defikasi, bobot feses dan
konsistensi fesesnya.
9. Percobaan ini di lakukan kembali di menit 30 pertama dan 30 menit
kemudian
10. Bandingkan hasilnya

V. Hasil Pengamatan

a. Metode transit intestinal


No Mencit Jarak Tempuh Panjang Usus Rasio Jarak Tempuh Marker
Marker (cm) (cm) terhadap Panjang Usus
1 = kel 1 (NaCL) 14 cm 45 cm 0.31
5 = kel 2 (Parafin) 8.5 cm 70.5 cm 0.12
9 = kel 3 (Loperamid) 13.5 cm 76 cm 0.18
b. Metode pengukuran frekuensi defikasi, bobot feses dan konsentrasi feses

No Karakteristik Feses dari Waktu Kewaktu (jam)


Perlakuan 0 - 0.5 0.5 - 1.15 1.15 - 1.45 1.45 - 2.15
Mencit
J B K J B K J B K J B K
6 NACl - - - 1 0,11 - 1 0,07 2 1 0,2 3
7 NaCl + Par. Liq 1 0,13 0 - - - - - - - - -
Loperamide +
8 Par. liq - - - 1 0,08 0 - - - - - -

Keterangan :
J = Jumlah Defekasi
B = Bobot Feses
K = Konsistensi Feses
NK = Normal (skor 0)
KL = Lebih keras daripada lembek (skor 1 )
LK = Lebih lembek daripada keras (skor 2)
L = Lembek (skor 3)

VI. Pembahasan

Diare disebabkan oleh adanya rangsangan pada saraf otonom di dinding


usus sehingga dapat menimbulkan reflek yang mempercepat peristaltik
sehingga timbul diare.

Diare ditandai dengan frekuensi defekasi yang jauh melebihi frekuensi


normal, serta konsistensi feses yang encer. Penyebab diare pun bermacam-
macam. Pada dasarnya diare merupakan mekanisme alamiah tubuh untuk
mengeluarkan zat-zat racun yang tidak dikehendaki dari dalam usus. Bila
usus sudah bersih maka diare akan berhenti dengan sendirinya.

Diare pada dasarnya tidak perlu pemberian obat, hanya apabila terjadi
diare hebat dapat digunakan obat untuk menguranginya. Obat antidiare
yang banyak digunakan diantaranya adalah Loperamid yang daya kerjanya
dapat menormalisasi keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa,
yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi pada
keadaan resorpsi normal kembali. Loperamid merupakan derivat
difenoksilat (dan haloperidol, suatu neuroleptikum) dengan khasiat
obstipasi yang 2-3 kali lebih kuat tanpa khasiat pada SSP, jadi tidak
mengakibatkan ketergantungan.

Hewan percobaan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah mencit.
Selain karena anatomi fisiologinya sama dengan anatomi fisiologi
manusia,juga karena mencit mudah ditangani, ukuran tubuhnya kecil
sehingga waktu penelitian dapat berlangsung lebih cepat. Sebelum
digunakan untuk percobaan, mencit dipuasakan selama 18 jam sebelum
percobaan tetapi minum tetap diberikan. Hal tersebut dikarenaka makanan
dalam usus akan berpengaruh terhadap kecepatan peristaltik.

pada percobaan ini kami menggunakan seekor mencit untuk dilakulan


percobaan, yang di beri zat parafin, zat tersebut dilakukan secara peroral
karena yang akan diamati adalah kecepatan peristaltik usus, kemudian
mencit-mencit tersebut didiamkan selama 45 menit agar obat-obat tersebut
dapat terabsorpsi secara sempurna di dalam tubuh mencit, sehingga
didapat efek yang diharapkan.

Setelah itu, mencit diberikan tinta secara peroral. Tinta ini berguna
sebagai indikator untuk megetahui kecepatan motilitas usus. Aktivitas obat
yang dapat memperlambat peristaltik usus dengan mengukur rasio normal
jarak yang ditempuh marker terhadap panjang usus sepenuhnya. Pada
metode transit intestinal yang menjadi parameter pengukuran adalah rasio
antara jarak rambat marker dengan panjang usus keseluruhan. Jika suatu
bahan mempunyai efek antidiare maka rasio rambat marker yang
dihasilkan kecil sebaliknya jika bahan yang mempunyai efek laksatif maka
rasio yang dihasilkan lebih besar.

Berdasarkan teori rasio antara jarak usus yang dilalui tinta dan total
panjang usus pada mencit Ketika diberikan parafin seharusnya, panjang
yang memiliki tinta lebih panjang dari pada usus yang tidak terkena tinta.
Mencit yang diberi larutan parafin ususnya menjadi lengket dan lunak
karena sifat parafin bertindak sebagai pelumas dan menjaga kotoran tetap
lembek. Jika teruji dengan benar maka obat yang dikonsumsi bekerja deng
baik dan feses yang di hasilkan akan menjadi sedikit lembek atau bahkan
lembek.

Pada mencit yang diberi obat loperamid rationya lebih besar dibandingkan
dengan mencit yang diberikan obat paraffin. Bila menurut teori mencit
yang diberi laksan akan memiliki ratio lebih besar dibandingkan dengan
yang diberi obat antidiare, namun pada praktikum kali ini tidak sesuai
dengan teori. Hal ini bisa disebabkan karena keadaan mencit yang tidak
normal atau saat pemberian obat mencit menjadi stress. Bisa juga karena
obat laksan yang diberikan adalah paraffin dimana fungsi dari paraffin
yaitu memperbesar volume faeses, tidak terlalu berpengaruh kepada
peristaltik usus mencit.

VII. Kesimpulan

Berdasarkan data hasil percobaan, pengamatan dan perhitungan dapat


disimpulkan bahwa aktivitas obat anti diare yaitu Loperamid HCl dapat
menghambat diare dengan metode uji antidiare yaitu metode transit
intestinal. Makin besar dosis Loperamid HCl yang diberikan, makin besar
pengurangan gerak peristaltik usus mencit dan makin pendek ukuran usus
yang dilewati marker. Parafin dengan cara kerjanya dapat mengurangi
reabsorbsi air pada feses, sehingga feses akan menjadi lunak.

Dari hasil praktikum ini dapat disimpulkan bawa obat laksan seperti
paraffin tidak terlalu berefek pada peristaltik usus yang seharusnya
menghasilkan ratio lebih besar dibandingkan dengan obat antidiare.
Karena aktivitas parafin untuk memperbesar volume feses.

VIII. Daftar Pustaka


- Adnyana, Ketut. 2004. Sekilas Tentang Diare.
http://www.blogdokter.net/2008/10/30/sekilas-tentang-diare/.
[Diakses tanggal 10 Agustus 2018]
- Anne, Ahira. 2011. Penyakit Diare Akut.
http://www.anneahira.com/diare-akut.htm. [Diakses tanggal 14
Agustus 2018]
- Daldiyono. 1990. Diare, Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta :
Infomedika. Hal : 14-4.
- Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007. Farmakologi dan
Terapi ed 5. Jakarta : Penerbit UI Press.
- Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI.
- Harkness, Richard. 1984. Interkasi Obat. Bandung : Penerbit ITB.
- National Digestive Diseases Information Clearinghouse. 2007.
Diarrhea. Available online at www.digestive.niddk.nih.gov . [Diakses
tanggal 14 Agustus 2018]
- Schanack, W., et al. 1980. Senyawa Obat, Edisi kedua. Yogyakarta :
Gajah Mada University Press.
- Anas, Y, dkk. (2000). Aktivitas Antidiare Ekstrak Etanol Daun
Randu (Ceiba petandra) Pada Mencit Jantan Galur Balb/c.
Semarang:Universitas Diponegoro
- Enda, W, G. (2009). Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Kulit Batang
Salam (Syzygium polyanthum) Terhadap Mencit Jantan. Medan:
Universitas Sumatera Utara
- Guyton, A, C. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9.
Jakarta : EGC
- McQuaid, K, R. (2010). Obat Yang Digunakan Pada Terapi Penyakit
Gastrointestinal. Dalam Buku: Farmakologi Dasar & Klinik. Editor
Bertram G. Katzung. Jakarta: EGC
- Mutschler, E, (1991). Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi.
Bandung: Penerbit ITB
- Mycek, J, M. Harvey, R, A, Champe, P, C. dan Fisher, B,D. (1997).
Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta: Widya Medika
- Tjay, T. H dan Kirana R. (2007). Obat-Obat Penting Penggunaan dan
efek-efek sampingnya Edisi V. Jakarta: PT Alex Medika Komputindo

Anda mungkin juga menyukai