KELOMPOK 2
NAMA
1. DESI E. PLAITUKA
2. HEPSIE O. S. NAUK
3. SRY DEWI KAJU KARO
DOSEN PENGASUH
Dr. Refli MSc
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
TAHUN AJARAN 2016/2017
PENGERTIAN
Determinasi seks adalah penentuan jenis kelamin suatu organisme yang ditentukan oleh
kromosom seks (GONOSOM). Penelitian awal tentang adanya hubungan antara kromosom
dengan perbedaan jenis kelamin dilakukan oleh H. Henking, biologiwan Jerman, pada tahun
1891. Ia menemukan adanya struktur tertentu dalam nukleus beberapa serangga melalui
spermatogenesis badan X. Jadi ada sperma yang memiliki badan X dan ada yang tidak
memiliki badan X. Kemudian pada Tahun 1902, C.E. McClung membenarkan penemuan
Henking.
1. FAKTOR PENYEBAB
Perbedaan jenis kelamin di pengaruhi oleh dua faktor yaitu :
a) Faktor Lingkungan
Pada beberapa hewan, penentu jenis kelamin bukan karena faktor genetik melainkan karena
adanya faktor luar yang mempengaruhinya yang dikenal dengan faktor lingkungan, biasanya
yang mengambil peranan dalam faktor lingkungan ini adalah keadaan fisiologis dari suatu hewan
tersebut. Jika kadar hormon kelamin dalam tubuh tidak seimbang penghasilan atau perederannya,
maka pernyataan fenotip pada makhluk mengenai jenis kelmainnya dapat berubah, akibatnya
watak kelaminnya pun mengalami perubahan (Suryo, 2012). Misalnya pada kasus hewan penyu
yang jenis kelaminnya ditentukan oleh suhu telur yang di eramnya, pada siput yang mengalami
pergantian jenis kelamin dan pada hewan tingkat rendah dalam hal ini adalah cacing laut
Bonellia viridis yang mana cacing muda hidup pada rahim dari cacing betina sehingga menjadi
cacing jantan.
b) Faktor Genetik
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa faktor genetiklah yang menentukan jenis kelamin suatu
makhluk, tepatnya adalah komposisi dari suatu kromosom (karena bahan genetik terdapat
didalam kromosom) Pada beberapa mahkluk hidup dipengaruhi oleh kegiatan yang berlainan
dari gen-gen tunggal. Contohnya pada kasus tanaman jagung, tanaman jagung yang merupakan
tanaman berumah satu. Jika gen (ba) homozigotik, maka bongkol yang biasa merupakan bunga
betina, akan berubah membentuk benang sari. Sebaliknya jika gen (ts) homozigotik, maka malai
yang merupakan bunga jantan, berubah membentuk putik dan tidak menghasilkan serbuk sari.
2. Tipe Penentuan Jenis Kelamin
Sebagian besar mekanisme penentuan (determinasi) seks/jenis kelamin berada di bawah kendali
genetik dan dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu ketegori berikut:
a. Jantan heterogamet
Metode XY
Pada manusia dan kebanyakan mamalia, adanya kromosom Y menentukan suatu kecenderungan
kepada sifat jantan. Jantan normal secara kromosomal adalah XY dan betina XX. Hal ini
menghasilkan rasio seks 1:1 pada setiap generasi. Karena jantan menghasilkan dua buah gamet,
maka dikatakan berkelamin heterogamet. Sedangkan betina hanya menghasilkan satu macam
gamet, sehingga disebut homogamet. Cara penentuan seks ini umumnya dinyatakan sebagai
metode XY.
b. Betina heterogamet
Metode penentuan seks ini ditemukan pada golongan hewan yang secara komparatif besar,
termasuk kupu-kupu, gegat, kepik air, ulat sutra dan pada beberapa burung dan ikan. Adanya
satu-X dan dua-X pada spesies-spesies ini berturut-turut menentukan sifat betina dan sifat jantan.
Hewan betina beberapa spesies (misalnya ayam domestik) mempunyai kromosom yang mirip
dengan kromosom Y pada manusia. Kromosomnya diberikan lambang Z dan W berturut-turut
untuk menggantikan X dan Y.
Metode ZO
Pada unggas (ayam, itik dan sebgainya) susunan kromosom klaminnya lain lagi. Yang betina
hanya memiliki sebuah kromosom kelamin saja, tetapi bentuknya lain dengan yang dijumpai
pada belalang. Karena itu ayam betina adalah ZO (heterogametik). Ayam jantan memiliki
sepasang kromosom kelamin yang sama bentuknya, maka menjadi ZZ (homogametik). Jadi
spermatozoa ayam hanya satu macam saja, yaitu membawa kromosom kelamin Z, sedangkan sel
telurnya ada 2 macam, mungkin membawa kromosom kelamin Z da mungkin tidak memilik
kromosom keamin sama sekali.
Metode ZW
Pada beberapa jenis kupu-kupu, beberapa jenis ikan, beberapa jenis reptil dan burung
diketemukan bentuk kromosom kelamin yang berlainan dari pada yang telah diterangkan. Yang
jantan memiliki sepasang kromosom kelamin yang sama bentuknya, maka dikatakan bersifat
homogametik yang betina bersifat heteregenetik, karena satu kromosom kelamin berbentuk
seperti ada yang jantan, sedang satunya lagi sangat lain bentuknya. Jadi semua spermatozoa
mengandung krmosom kelamin Z, sedangkan sel telurnya ada kemungkinan mengandung
kromosom kelamin Z dan ada kemungkinan mengandung kromosom kelamin W.
Kromosom W pada ayam bukan merupakan unsur penentu jenis kelamin betina yang kuat.
c. Tipe Ploidi
Beberapa serangga dapat melakukan partenogenesis, artinya dari sel telur dapat terbentuk
makhluk baru tanpa didahului oleh pembuahan oleh spermatozoa.
Contohnya lebah madu (Apis sp.)
Jelaslah bahwa penentuan jenis kelamin pada lebah madu tidak dipengaruhi oleh kromosom
kelamin pada makhluk lainnya, melainkan oleh sifat ploidi dari makhluknya. Lebah yang diploid
(2n) adalah betina, sedangkan yang haploid (n) adalah jantan.
Penentuan jenis kelamin pada lalat buah didasarkan pada teori perimbangan tentang penentuan
jenis kelamin yaitu dengan menggunakan indeks kelamin.
Indeks kelamin = =
Keterangan :
o Indeks kelamin 1 betina
o Indeks kelamin >1 betina super
o Indeks kelamin 0,5 jantan
o Indeks kelamin < 0,5 jantan super
o Indeks kelamin antara 0,5 dan 1 interseks
Dalam keadaan normal, lalat betina membentuk satu mavcam sel telur haploid (AX). Lalat jantan
membentuk 2 macam spermatozoa, yaitu yang membawa kromosom-X (AX) dan yang
membawa kromosom-Y (AY). Apabila spermatozoa pembawa kromosom-X membuahi ovum
(AX) terjadilah anak lalat betina (AAXX), sedangkan bila spermatozoa pembawa kromosom-Y
membuahi ovum terjadilah anak lalat jantan (AAXY). Kadang-kadang di waktu meiosis selama
pembentukan sel-sel kelamin, sepasang kromosom kelamin tidak memisah diri, melainkan tetap
berkumpul. Peristiwa tidak memisahnya sepasang kromosom selama pembelahan sel dinamakan
gagal memisah (nondisjunction) itu berlangsung selama oogenesis, maka terbentuklah 2
macam ovum, yaitu sebuah ovum yang memiliki dua kromosom-X dan sebuah ovum lainnya
yang hanya mengandung autosom saja tanpa kromosom-X.
Adanya nondisjunction ini tentu saja mengakibatkan terjadinya berbagai macam kelainan dalam
keturunan, yaitu:
Lalat betina super (AAXXX), yaitu apabila spermatozoa yang membawa kromosom-X
membuahi sel telur yang mempunyai dua kromosom-X. Lalat ini tidak sempurna
pertumbuhannya, sangat leamh dan hidup tidak lama.
Lalat AAXXY, yaitu apabila spermatozoa pembawa kromosom-Y membuahi sel telur
yang mempunyai 2 kromosom-X. Lalat ini betina, subur, tak ada bedanya dengan lalat
betina biasa. Berarti bahwa kromosom-Y pada Drosophila tidak memberi pengaruh pada
seks.
Lalat AAXO, yaitu apabila spermatozoa pembawa kromosom-X membuahi sel telur
tanpa kromosom-X. Lalat ini jantan dan steril. Sebaliknya, manusia XO adalah
perempuan steril. Tetapi tikus XO adalah betina fertil.
Drosophila YO tidak dikenal, sebab bila spermatozoa pembawa kromosom-Y membuahi sel telur
tanpa kromosom-X akan berakibat letal. Di samping itu, masih dikenal beberapa kelainan
lainnya pada Drosophila, misalnya:
Lalat ginandromorf, ialah lalat yang tubuhnya separoh bersifat betina dan separoh lainnya
jantan, dengan batas yang tegas. Berhubung dengan itu lalat ini tidak dapat diberikan
formula kromosomnya. Ginandromorf juga terjadi cacing sutra dan lebah. Terjadinya
ginandromorfisme pada vertebrata sulit untuk dideteksi karena tergantung dari resiko dan
perbedaan yang ditimbulkan karena faktor ginandromorfisme dan interaksi antar efek
hormon seksual.
Lalat interseks (AAAXX), yaitu lalat yang merupakan campuran antara lalat betina dan
jantan, triploid (3n) untuk autosomnya dan memiliki 2 kromosom-X, steril. Lalat ini kini
lazim disebut lalat interseks triploid setelah Bridges berhasil membuat berbagai macam
drosophila tetraploid seperti betina tetraploid (AAAAXXXX), interseks tertraploid
(AAAAXXX), jantan super tetraploid (AAAAX).
Lalat jantan super (AAAXY) ialah lalat jantan triploid untuk autosomnya. Seperti halnya
dengan lalat betina super maka pertumbuhannya tidak sempurna, steril, sangat lemah dan
hidup tak lama. Lalat dengan kromosom-X melekat pada salah satu ujungnya (attached-
X chromosomes). Lalat ini mempunyai fenotip seperti lalat betina normal, tetapi bila
diperiksa secara mikroskopis maka inti selnya mengandung sepasang kromosom-X yang
saling melekat pada salah satu ujungnya dan ditambah dengan adanya kromosom Y.
Berhubung dengan itu lalat Drosophila dengan attached-X chromosomes mempunyai
formula AAXXY.
Penyelidikan C.B Bridges pada lalat buah Drosophila menyatakan bahwa faktor penentu betina
terdapat dalam kromosomX, sedangkan faktor penentu jantan terdapat dalam autosom.Bridges
membuktian bahwa lebih dari sebuah gen dalam kromosom X mempengaruhi sifat betina,
sedangkan gen-gen yang mempengaruhi sifat jantan tersebar luas dalam autosom dan tidak
diketemukan dalam kromosom Y. Berhubung dengan itu Bridges berpendapat bahwa
mekanisme penentuan jenis kelamin pada lalat buah Drosophila lebih tepat didasarkan atas teori
perimbangan tentang penentuan jenis kelamin. Teori ini menyatakan bahwa untuk menentukan
jenis kelamin pada lalat Drosophila digunakan indeks kelamin
5. Diferensiasi Seks
Meskipun determinasi seks paling pertama terbentuk pada fertilisasi embrio. Meskipun
demikian, didapati bahwa kepastian karateristik kelamin memiliki mekanisme yang lebih
kompleks. Faktor epigenik (misalnya: hormonal) sangat mungkin mengontrol determinasi
genetik selama perkembangan, sehingga menuju perubahan fenotip kelamin. Kondisi biseksual
juga ditemukan diantara hewan vertebrata. Contoh: amfibi jantan memiliki ovarium rudimenter
(Bidderorgan) dan vestigial oviduct.
Pada embrio manusia sampai minggu keenam, gonad dan saluran primordial urogenital
identik antara laki-laki dan wanita. Pada tahap ini, gonad telah diinvasi oleh sel germinal XX
atau XY. Gonad berdiferensiasi menjadi testis pada minggu ke-7, sedangkan gonad betina
berdiferensiasi antara minggu ke-8 dan ke-9 dari perkembangannya di dalam kandungan. Faktor
epigenetik yang penting pada masa diferensiasi adalah produksi androgen oleh sel somatik pada
embrio gonad jantan, sedangkan pada betina/wanita produksinya sangat kurang. Pengaturan
androgen kepada ibunya pada waktu ini mungkin diproduksi untuk diferensiasi genital menjadi
jantan (feminnine psoudhermaphroditism). Diferensiasi gonad pada manusia laki-laki
kemungkinan bergantung pada produksi hormon lokal berhubungan dengan kehadiran kromosom
Y. Hormon ini mempercepat perkembangan testi, sedangkan pada wanita ketidakhadiran hormon
menyebabkan perlambatan perkembangan ovarium.
6. Seks Kromatin
Tahun 1940, Barr dari University of Western Ontario, USA dalam peneylidikannya dapat
menemukan adanya suatu badan kromatin di dalam sel-sel saraf kucing betina, tetapi tida pada
kucing jantan. Penyelidikan itu dilanjutkan pada manusia dengan memeriksa sel-sel epitel tunika
mukosa mulut (selaput lendir mulut) di bagian dalam dari pipi dan juga sel-sel darah putih
(leukosit. Inti dari sel-sel selaput lendir mulut dari orang perempuan mengandung sebuah badan
kromatin pula dan bentuknya bulat. Sementara orang laki-laki tidak memilikinya. Juga sel
leukosit pada orang perempuan memperlihatkan adanya badan kromatin, tetapi berbentuk khas
yaitu sebagai pemukul genderang, maka dalam bahasa inggris dinamakan drumstick. Oleh
karena ada atau tidak adanya badan kromatin itu ada hubungannya dengan perbedaan jenis
kelamin, maka badan kromatin itu disebut kromatin kelamin atau seks kromatin atau juga Badan
Barr. Karena perempuan memiliki seks kromatin, maka dikatakan bersifat seks kromatin positif.
laki-laki dikatakan bersifat seks kromatin negatif.
Hipotesis Lyon, muncul sebagai bentuk jawaban dari apa yang menyusun seks kromatin
sesungguhnya. Lyon berhipotesis bahwa seks kromatin itu terdiri dari salah satu dari 2 buah
kromosom-X yang terdapat di dalam inti sel tubuh wanita. Berhubung dengan itu apabila sebuah
sel tidak mengalami mitosis, maka substansi dari satu kromosom-X dalam keadaan kurang,
sehingga tidak tampak. Kromosom-X yang satunya tetap dalam keadaan kompak sehingga dapat
menghisap zat warna banyak dan dapat dikenal sebagai seks kromatin. Dikatakan pula bahwa
gen-gen di dalam kromosom-X yang substansinya berkurang adalah aktif memberikan pengaruh
pada fenotip. Gen-gen yang terdapat dalam kromosom-X yang kompak yang membentuk seks
kromatin adalah non aktif.
Berdasarkan hipotes Lyon yang menyatakan seks kromatin adalah sebuah kromosom-X
yang nonaktif, maka mudah dimengerti bahwa pada orang normal, banyaknya seks kromatin
dalam sebuah sel adalah sama dengan jumlah kromosom-X dikurangi dengan satu. Jadi
perempuan normal mempunyai dua kromosom-X, maka ia memiliki sebuah seks kromatin,
sehingga bersifat seks kromatin positif. Sebaliknya laki-laki hanya memiliki sebuah kromosom-
X saja, maka ia tidak mempunyai seks kromatin sehingga bersifat seks kromatin negatif. Dengan
demikian, individu XO adalah wanita yang tidak mempunyai seks kromatin, maka manusia XXY
adalah pria yang memiliki satu seks kromatin, XXXX adalah wanita dengan tiga seks kromatin.
Fakta bahwa X yang non-aktif muncul sebagai penyakit pada manusia yang terpaut pada
kromosom X.
Penyakit ini disebut Lesch-Nyhan syndrom, adalah suatu kondisi tubuh yang mengalami
defisiensi salah satu enzim untuk metabolisme purin (hipoxsanthine-guanine phosphoribosly
transferase). Enzim ini memproduksi perlambatan mental dan meningkatkan level asam uric
sebagai hasil mutasi kromosom-X yang resesif.
i. 21-trisomy (mongolisme).
Analisis karyotipe dilakukan untuk mengetahui penyakit ini. Maka orang tua harus waspada
karena penyakit ini semakin tinggi resiko terjadinya pada usia ibu yang hamil di atas 35 tahun.
Di samping itu, bisa terjadi pada saudara dari anak-anak yang normal ataupun pada generasi
selanjutnya dan tidak dapat ditentukan.
ii. 21-monosomi.
Kehilangan salah satu kromosom pada pasangan 21 rupanya letal. Anak yang lahir dengan
kondisi ini beberapa kasus memiliki ciri yang belawanan dengan mongolisme. Hidungnya
menonjol, jarak antara kedua mata lebih pendek dari jarak normal, telinga yang besar dan kejang
otot.
iii. 18-trisomi
Anak yang mengalami kelainan ini kecil dan lemah, kepala agak pipih di bagian lateral,
lilitan/alur telinga tidak berkembang. Tangannya pendek dan menunjukkan perkembangan yang
kecil dari tulang jari kedua, digital imprints (pengelihatan) lebih simpel. Anak ini mengalami
keterbelakangan mental dan biasanya mati sebelum umur satu tahun.
Pada manusia ialah peristiwa hilangnya sebagian dari sebuah kromosom kerena kromosom
itu patah. Potongan tersebut tidak memiliki sentromer. Delesi yang peling dikenal adalah Cri du
Chat (Cat Cry). Frekuensinya masih 1:100.000 kelahiran. Tanda-tanda lain yang dapat dilihat
penderita ialah kepala kecil (mikrosefalus), muka lebar, hidung seperti pelana, kedua mata
berjauhan letaknya, kelopak mata mempunyai lipatan epikantus, memperlihatkan gangguan
mental, IQ rendah (20-40). Penderita biasanya meninggal di waktu masih bayi atau diwaktu
kanak-kanak. Penderita tidak mewariskan kromoson yang mengalami defisiensi itu kepada
keturunannya. Akan tetapi kadang-kadang potongan dari autosom no.5 mengadakan translokasi
dengan autosom no.15.
Duplikasi
Adalah peristiwa suatu bagian dari sebuah kromosom memiliki gen-gen yang berulang.
Duplikasi ini bersangkutan dengan translokasi dn duplikasi selalui disertai dengan terbentuknya
kromosom defisiensi. Pasien yang memiliki duplikasi pada sebagian dari autosom no.6. Bayi itu
cepat sekali sekali meninggal dunia sehingga belum sempat diperiksa mengenai fenotipnya.
Inversi
Adalah peristiwa bahwa suatu bagian dari sebuh kromosom memiliki ukuran terbalik. Untuk
terjadinya inversi, kromosom harus patah di dua tempat, yang kemudian dilanjutkan dengan
menempelnya kembali bagian yang patah itu tetapi keadaan terbalik.
Sindrom Turner
Sindrom turner pertama kali ditemukan oleh H. H. Turner pada tahun 1938. Pada sindrom
ini terjadi monosomi, yaitu kehilangan satu kromosom X, sehingga hanya memiliki 45
kromosom, dengan formula kromosom 22AAXO. Sindrom turner terjadi pada sekitar satu dari
setiap 5000 kelahiran dan merupakan satu-satunya monosomi dengan pengidap yang bisa
bertahan hidup pada manusia. Walaupun individu-individu XO ini berfenotipe perempuan,
mereka mandul karena organ kelaminnya tidak berkembang. Ketika diberi terapi penggantian
estrogen, ciri seks sekunder para perempuan penderita sindrom turner pun berkembang.
Sifat-sifat penderita :
o Tubuh pendek ( kira-kira 120-130cm), tidak sesuai dengan umurnya
o Leher pendek, dan disamping leher terdapat suatu lipatan yang mudah ditarik ke samping.
o Sifat seksual sekunder tidak tumbuh sempurna (payudara dan rambut kelamin tidak
tumbuh)
Sindrom Klinifelter
Sindrom klinifelter ditemukan oleh H. F. Klinifelter pada tahun 1942. Penderitanya memiliki
kelebihan satu kromosom X atau mengalami trisomi pada gonosom sehingga kromosomnya
berjumlah 47. Penderita sindrom klinifelter berjenis kelamin laki-laki dengan rumus kromosom
22AAXXY.
Sifat-sifat penderita :
o Nampak seperti orang normal, terutama waktu masih kanak-kanak
o Kaki dan lengan kelihatan panjang, sehingga keseluruhan tubuhnya nampak panjang
o Setelah mencapai masa akil balig, payudara nampak mulai membesar, tetapi testis
mengecil.
o Dada sempit, pinggul lebar, suatu keadaan yang biasanya terdapat pada wanita normal.
o Steril
o Intelegensia kurang, demikian pula inisiatifnya. Mempunyai keinginan untuk kawin.
Wanita Super
Wanita super merupakan sindrom triple-X. Sindrom Triple-X terjadi pada jenis kelamin
perempuan dengan rumus kromosom 22AAXXX. Itu berarti terjadi kelebihan satu kromosom X.
Kelebihan satu kromosom X itu didapatkan dari peristiwa gagal berpisah pada saat pembentukan
sel telur (ovum). Perempuan X (XXX), terjadi pada satu dari sekitar 1000 kelahiran hidup, sehat
dan tidak bisa dibedakan dari perempuan XX kecuali melalui kariotipe. Perempuan dengan
kromosom 22AAXXX biasanya meninggal pada saat kanak-kanak, karena banyak alat-alat
tubuhnya tidak sempurna perkembangannya. Kemungkinan terjadinya karena ada nondisjunction
pada waktu ibunya membentuk sel telur.
Pria XYY
Pria XYY merupakan penderita sindrom jacob. Penderita sindrom jacob memiliki kelebihan satu
kromosom Y sehingga rumus kromosomnya adalah 22AAXYY. Kelebihan satu kromosom Y itu
disebabkan oleh terjadinya gagal berpisah pada saat meiosis II. Kemungkinan terjadi karena
seorang laki-laki normal yang mengalami nondisjunction pada meiosis II menghasilkan
spermatozoa YY yang membuahi sel telur X. Penderita sindrom jacob adalah laki-laki.
Dinamakan sindrom jacob karena ditemukan oleh P.A. Jacob pada tahun 1965.
Sifat-sifat penderita :
o Lebih agresif dibandingkan dengan pria normal
o Tidak dapat menguasai diri
o Diketemukan tidak selalu nampak lebih tinggi, juga intelegensia serta kepribadiannya
tidak selalu menyimpang dari orang normal.
o Kelopak mata yang atas mempunyai lipatan epikantus, sehingga mirip dengan orang
oriental.
o Mulut selalu terbuka dan ujung lidah yang membesar keluar dari lubang mulut. Gigi
kotor dan tak teratur.
o Pada telapak tangan hanya terdapat garis horizontal, sedangkan pada orang normal
terdapat beberapa garis
Referensi
Anna C. Pai. 1988. Dasar-Dasar Genetika: Ilmu untuk Masyarakat Edisi Kedua. Jakarta:
Erlangga.
DeRobertis, E.D.P,dkk. 1975. Cell Biology. W.B. Saunders Co. Philadelphia.