Anda di halaman 1dari 14

DETERMINASI SEX

Perbedaan jenis kelamin di pengaruhi oleh dua faktor yaitu :


Faktor Lingkungan
Pada beberapa hewan, penentu jenis kelamin bukan karena faktor genetik melainkan
karena adanya faktor luar yang mempengaruhinya yang dikenal dengan faktor
lingkungan, biasanya yang mengambil peranan dalam faktor lingkungan ini adalah
keadaan fisiologis dari suatu hewan tersebut. Jika kadar hormon kelamin dalam
tubuh tidak seimbang penghasilan atau perederannya, maka pernyataan fenotip pada
makhluk mengenai jenis kelmainnya dapat berubah, akibatnya watak kelaminnya
pun mengalami perubahan (Suryo, 2012). Misalnya pada kasus hewan penyu yang
jenis kelaminnya ditentukan oleh suhu telur yang di eramnya, pada siput yang
mengalami pergantian jenis kelamin dan pada hewan tingkat rendah dalam hal ini
adalah cacing laut Bonellia viridis yang mana cacing muda hidup pada rahim dari
cacing betina sehingga menjadi cacing jantan.
Faktor Genetik
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa faktor genetiklah yang menentukan
jenis kelamin suatu makhluk, tepatnya adalah komposisi dari suatu kromosom
(karena bahan genetik terdapat didalam kromosom) Pada beberapa mahkluk hidup
dipengaruhi oleh kegiatan yang berlainan dari gen-gen tunggal. Contohnya pada
kasus tanaman jagung, tanaman jagung yang merupakan tanaman berumah satu. Jika
gen (ba) homozigotik, maka bongkol yang biasa merupakan bunga betina, akan
berubah membentuk benang sari. Sebaliknya jika gen (ts) homozigotik, maka malai
yang merupakan bunga jantan, berubah membentuk putik dan tidak menghasilkan
serbuk sari
Tipe Penentuan Jenis Kelamin
Sebagian besar mekanisme penentuan (determinasi) seks/jenis kelamin
berada di bawah kendali genetik dan dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu
ketegori berikut:
a. Jantan heterogamet
1. Metode XY
Pada manusia dan kebanyakan mamalia, adanya kromosom Y
menentukan suatu kecenderungan kepada sifat jantan. Jantan normal secara
kromosomal adalah XY dan betina XX. Hal ini menghasilkan rasio seks 1:1 pada
setiap generasi. Karena jantan menghasilkan menghasilkan dua buah gamet,
maka dikatakan berkelamin heterogamet. Sedangkan betina hanya menghasilkan
satu macam gamet, sehingga disebut homogamet. Cara penentuan seks ini
umumnya dinyatakan sebagai metode XY.
Contoh XY pada penentuan seks

Contoh pada misalnya pada manusia


2. Metode XO

Pada beberapa jenis serangga, terutama ordo Hemiptera (kepik sejati) dan
Orthoptera (belalang), hewan jantannya juga heterogamet. Tetapi menhasilkan
sperma yang menyandang X, atau gamet tanpa kromosom seks. Pada hewan
jantan spesies ini, kromosom X tidak mempunyai pasangan homolog karena
tidak adanya kromosom Y. Jadi komplemen kromosom hewan jantan
memperlihatkan jumlah ganjil. Adanya satu-X menentukan sifat jantan dan dua-
X menentukan sifat betina. Bila kromosom X tunggal selalu terkandung dalam
salah satu dari dua tipe gamet yang dibentuk pada hewan jantan, suatu rasio
kelamin 1:1 akan dihasilkan pada keturunannya. Metode penurunan seks seperti
ini biasa disebut sebagai metode XO, simbol O menyatakan tidak adanya
kromosom yang analog dengan Y pada sistem XY.
Metode XO pada penentuan seks:


b. Betina heterogamet
Metode penentuan seks ini ditemukan pada golongan hewan yang secara
komparatif besar, termasuk kupu-kupu, gegat, kepik air, ulat sutra dan pada
beberapa burung dan ikan. Adanya satu-X dan dua-X pada spesies-spesies ini
berturut-turut menentukan sifat betina dan sifat jantan. Hewan betina beberapa
spesies (misalnya ayam domestik) mempunyai kromosom yang mirip dengan
kromosom Y pada manusia. Kromosomnya diberikan lambang Z dan W berturut-
turut untuk menggantikan X dan Y.
1. Metode ZO
Pada unggas (ayam, itik dan sebgainya) susunan kromosom klaminnya lain lagi.
Yang betina hanya memiliki sebuah kromosom kelamin saja, tetapi bentuknya lain
dengan yang dijumpai pada belalang. Karena itu ayam betina adalah ZO
(heterogametik). Ayam jantan memiliki sepasang kromosom kelamin yang sama
bentuknya, maka menjadi ZZ (homogametik). Jadi spermatozoa ayam hanya satu
macam saja, yaitu membawa kromosom kelamin Z, sedangkan sel telurnya ada 2
macam, mungkin membawa kromosom kelamin Z da mungkin tidak memilik
kromosom keamin sama sekali.


2. Metode ZW
Pada beberapa jenis kupu-kupu, beberapa jenis ikan, beberapa jenis reptil dan burung
diketemukan bentuk kromosom kelamin yang berlainan dari pada yang telah
diterangkan. Yang jantan memiliki sepasang kromosom kelamin yang sama
bentuknya, maka dikatakan bersifat homogametik yang betina bersifat heteregenetik,
karena satu kromosom kelamin berbentuk seperti ada yang jantan, sedang satunya
lagi sangat lain bentuknya. Jadi semua spermatozoa mengandung krmosom kelamin
Z, sedangkan sel telurnya ada kemungkinan mengandung kromosom kelamin Z dan
ada kemungkinan mengandung kromosom kelamin W.

Kromosom W pada ayam bukan merupakan unsur penentu jenis kelamin betina yang
kuat.

c. Tipe Ploidi
Beberapa serangga dapat melakukan partenogenesis, artinya dari sel telur
dapat terbentuk makhluk baru tanpa didahului oleh pembuahan oleh
spermatozoa.
Contohnya lebah madu (Apis sp.)

Jelaslah bahwa penentuan jenis kelamin pada lebah madu tidak dipengaruhi oleh
kromosom kelamin pada makhluk lainnya, melainkan oleh sifat ploidi dari
makhluknya. Lebah yang diploid (2n) adalah betina, sedangkan yang haploid (n)
adalah jantan.


Determinasi Seks pada Drosophila
Kromosom kelamin pada drosophila dibedakan atas:
1. Kromosom-X yang berbentuk batang lurus. Lalat betina memiliki 2 buah
kromosom-X.
2. Kromosom-Y yang lebih pendek daripada kromosom-X dan ujungnya
sedikit membengkok. Lalat jantan memiliki sebuah kromosom-X dan
sebuah dan sebuah kromosom-Y. Lalat betina normal tidak memiliki
kromosom-Y. Karena lalat betina memiliki 2 kromosom kelamin sejenis
(yaitu 2 kromosom-X), maka lalat betina dikatakan bersifat homogametik.
Lalat jantan bersifat heterogametik, karena memiliki kromosom-X dan
kromosom-Y. Berhubung dengan itu formula kromosom untuk lalat
Drosophila adalah:
- Lalat betina = AAXX
- Lalat jantan = AAXY
Dalam keadaan normal, lalat betina membentuk satu mavcam sel telur
haploid (AX). Lalat jantan membentuk 2 macam spermatozoa, yaitu yang membawa
kromosom-X (AX) dan yang membawa kromosom-Y (AY). Apabila spermatozoa
pembawa kromosom-X membuahi ovum (AX) terjadilah anak lalat betina (AAXX),
sedangkan bila spermatozoa pembawa kromosom-Y membuahi ovum terjadilah anak
lalat jantan (AAXY). Kadang-kadang di waktu meiosis selama pembentukan sel-sel
kelamin, sepasang kromosom kelamin tidak memisah diri, melainkan tetap
berkumpul. Peristiwa tidak memisahnya sepasang kromosom selama pembelahan sel
dinamakan gagal memisah (nondisjunction) itu berlangsung selama oogenesis,
maka terbentuklah 2 macam ovum, yaitu sebuah ovum yang memiliki dua
kromosom-X dan sebuah ovum lainnya yang hanya mengandung autosom saja tanpa
kromosom-X.
Adanya nondisjunction ini tentu saja mengakibatkan terjadinya berbagai
macam kelainan dalam keturunan, yaitu:
a. Lalat betina super (AAXXX), yaitu apabila spermatozoa yang membawa
kromosom-X membuahi sel telur yang mempunyai dua kromosom-X. Lalat ini
tidak sempurna pertumbuhannya, sangat leamh dan hidup tidak lama.
b. Lalat AAXXY, yaitu apabila spermatozoa pembawa kromosom-Y membuahi sel
telur yang mempunyai 2 kromosom-X. Lalat ini betina, subur, tak ada bedanya
dengan lalat betina biasa. Berarti bahwa kromosom-Y pada Drosophila tidak
memberi pengaruh pada seks.
c. Lalat AAXO, yaitu apabila spermatozoa pembawa kromosom-X membuahi sel
telur tanpa kromosom-X. Lalat ini jantan dan steril. Sebaliknya, manusia XO
adalah perempuan steril. Tetapi tikus XO adalah betina fertil.
Drosophila YO tidak dikenal, sebab bila spermatozoa pembawa kromosom-Y
membuahi sel telur tanpa kromosom-X akan berakibat letal. Di samping itu, masih
dikenal beberapa kelainan lainnya pada Drosophila, misalnya:
a. Lalat ginandromorf, ialah lalat yang tubuhnya separoh bersifat betina dan
separoh lainnya jantan, dengan batas yang tegas. Berhubung dengan itu lalat ini
tidak dapat diberikan formula kromosomnya. Ginandromorf juga terjadi cacing
sutra dan lebah. Terjadinya ginandromorfisme pada vertebrata sulit untuk
dideteksi karena tergantung dari resiko dan perbedaan yang ditimbulkan karena
faktor ginandromorfisme dan interaksi antar efek hormon seksual.
b. Lalat interseks (AAAXX), yaitu lalat yang merupakan campuran antara lalat
betina dan jantan, triploid (3n) untuk autosomnya dan memiliki 2 kromosom-X,
steril. Lalat ini kini lazim disebut lalat interseks triploid setelah Bridges berhasil
membuat berbagai macam drosophila tetraploid seperti betina tetraploid
(AAAAXXXX), interseks tertraploid (AAAAXXX), jantan super tetraploid
(AAAAX).
c. Lalat jantan super (AAAXY) ialah lalat jantan triploid untuk autosomnya.
Seperti halnya dengan lalat betina super maka pertumbuhannya tidak sempurna,
steril, sangat lemah dan hidup tak lama. Lalat dengan kromosom-X melekat pada
salah satu ujungnya (attached-X chromosomes). Lalat ini mempunyai fenotip
seperti lalat betina normal, tetapi bila diperiksa secara mikroskopis maka inti
selnya mengandung sepasang kromosom-X yang saling melekat pada salah satu
ujungnya dan ditambah dengan adanya kromosom Y. Berhubung dengan itu lalat
Drosophila dengan attached-X chromosomes mempunyai formula AAXXY.


Teori perimbangan tentang penentuan jenis kelamin
Walaupun pada umumnya dianggap bahwa lalat XX adalahb etinadan XY adalah
jantan, akan tetapi kenyataan dengan adanya nondisjunction, menunjukkan bahwa
kromosom Y pada lalat Drosophila tidak mempunyai pengaruh pada penentuan
jeniskelamin. Kenyataan-kenyataan ini didasarkan pada
a) Lalat 3 AAXXY memiliki kromosom Y, tetapi lalat ini betina.
b) Lalat 3 AAXO tidakm emiliki kromosom Y, tetapi lalat ini jantan.
Penyelidikan C.B Bridges pada lalat buah Drosophila menyatakan bahwa faktor
penentu betina terdapat dalam kromosomX, sedangkan faktor penentu jantan
terdapat dalam autosom.Bridges membuktian bahwa lebih dari sebuah gen dalam
kromosom X mempengaruhi sifat betina, sedangkan gen-gen yang mempengaruhi
sifat jantan tersebar luas dalam autosom dan tidak diketemukan dalam kromosom
Y. Berhubung denga nitu Bridges berpendapat bahwa mekanisme penentuan jenis
kelamin pada lalat buahDrosophila lebih tepat didasarkan atas teori perimbangan
tentang penentuan jenis kelamin. Teori ini menyatakan bahwa untuk menentukan
jenis kelamin pada lalatDrosophila digunakan indeks kelamin
Formula kromosom Indeks Kelamin X/A Seks
AAXXX
AAXX
AAAXX
AAXY
AAAXY
3/2 = 1,50
2/2 = 1,00
2/3 = 0,67
= 0,50
1/3 = 0,33
Betina super
Betina
Interseks
Jantan
Jantan super

Peranan kromosom X dan Y pada Drosophila
Sebelumnya telah diketahui bahwa kromosom X pada Drosophila memiliki
gen-gen yang menentukan sifatb etina. Kecuali kromosom X membawa kehidupan,
karena itu lalat yang tidak memiliki kromosom X (lalat YO) tidakada (letal).
Kromosom Y tidak mempunyai pengaruh dalam penentuan
jenis kelamin.Sifatkejantanan ditentukan oleh autosom. Akan tetapi komosom Y
menentukan kesuburan (fertilitas), karena itu lalat yang tidak memiliki kromosom
Y (lalat XO) mandul (steril).

Diferensiasi Seks
Meskipun determinasi seks paling pertama terbentuk pada fertilisasi embrio.
Meskipun demikian, didapati bahwa kepastian karateristik kelamin memiliki
mekanisme yang lebih kompleks. Faktor epigenik (misalnya: hormonal) sangat
mungkin mengontrol determinasi genetik selama perkembangan, sehingga menuju
perubahan fenotip kelamin. Kondisi biseksual juga ditemukan diantara hewan
vertebrata. Contoh: amfibi jantan memiliki ovarium rudimenter (Bidderorgan) dan
vestigial oviduct.
Pada embrio manusia sampai minggu keenam, gonad dan saluran primordial
urogenital identik antara laki-laki dan wanita. Pada tahap ini, gonad telah diinvasi
oleh sel germinal XX atau XY. Gonad berdiferensiasi menjadi testis pada minggu
ke-7, sedangkan gonad betina berdiferensiasi antara minggu ke-8 dan ke-9 dari
perkembangannya di dalam kandungan. Faktor epigenetik yang penting pada masa
diferensiasi adalah produksi androgen oleh sel somatik pada embrio gonad jantan,
sedangkan pada betina/wanita produksinya sangat kurang. Pengaturan androgen
kepada ibunya pada waktu ini mungkin diproduksi untuk diferensiasi genital
menjadi jantan (feminnine psoudhermaphroditism). Diferensiasi gonad pada manusia
laki-laki kemungkinan bergantung pada produksi hormon lokal berhubungan dengan
kehadiran kromosom Y. Hormon ini mempercepat perkembangan testi, sedangkan
pada wanita ketidakhadiran hormon menyebabkan perlambatan perkembangan
ovarium.

Seks Kromatin
Tahun 1940, Barr dari University of Western Ontario, USA dalam
peneylidikannya dapat menemukan adanya suatu badan kromatin di dalam sel-sel
saraf kucing betina, tetapi tida pada kucing jantan. Penyelidikan itu dilanjutkan pada
manusia dengan memeriksa sel-sel epitel tunika mukosa mulut (selaput lendir mulut)
di bagian dalam dari pipi dan juga sel-sel darah putih (leukosit. Inti dari sel-sel
selaput lendir mulut dari orang perempuan mengandung sebuah badan kromatin pula
dan bentuknya bulat. Sementara orang laki-laki tidak memilikinya. Juga sel leukosit
pada orang perempuan memperlihatkan adanya badan kromatin, tetapi berbentuk
khas yaitu sebagai pemukul genderang, maka dalam bahasa inggris dinamakan
drumstick. Oleh karena ada atau tidak adanya badan kromatin itu ada
hubungannya dengan perbedaan jenis kelamin, maka badan kromatin itu disebut
kromatin kelamin atau seks kromatin atau juga Badan Barr. Karena orang
perempuan memiliki seks kromatin, maka dikatakan bersifat seks kromatin positif.
Orang laki-laki dikatakan bersifat seks kromatin negatif.

Hipotesis Lyon, muncul sebagai bentuk jawaban dari apa yang menyusun
seks kromatin sesungguhnya. Lyon berhipotesis bahwa seks kromatin itu terdiri dari
salah satu dari 2 buah kromosom-X yang terdapat di dalam inti sel tubuh wanita.
Berhubung dengan itu apabila sebuah sel tidak mengalami mitosis, maka substansi
dari satu kromosom-X dalam keadaan kurang, sehingga tidak tampak. Kromosom-X
yang satunya tetap dalam keadaan kompak sehingga dapat menghisap zat warna
banyak dan dapat dikenal sebagai seks kromatin. Dikatakan pula bahwa gen-gen di
dalam kromosom-X yang substansinya berkurang adalah aktif memberikan pengaruh
pada fenotip. Gen-gen yang terdapat dalam kromosom-X yang kompak yang
membentuk seks kromatin adalah non aktif. Berdasarkan hipotes Lyon yang
menyatakan seks kromatin adalah sebuah kromosom-X yang nonaktif, maka mudah
dimengerti bahwa pada orang normal, banyaknya seks kromatin dalam sebuah sel
adalah sama dengan jumlah kromosom-X dikurangi dengan satu. Jadi perempuan
normal mempunyai dua kromosom-X, maka ia memiliki sebuah seks kromatin,
sehingga bersifat seks kromatin positif. Sebaliknya laki-laki hanya memiliki sebuah
kromosom-X saja, maka ia tidak mempunyai seks kromatin sehingga bersifat seks
kromatin negatif. Dengan demikian, individu XO adalah wanita yang tidak
mempunyai seks kromatin, maka manusia XXY adalah pria yang memiliki satu seks
kromatin, XXXX adalah wanita dengan tiga seks kromatin.
Fakta bahwa X yang non-aktif muncul sebagai penyakit pada manusia yang
terpaut pada kromosom X. Penyakit ini disebut Lesch-Nyhan syndrom, adalah suatu
kondisi tubuh yang mengalami defisiensi salah satu enzim untuk metabolisme purin
(hipoxsanthine-guanine phosphoribosly transferase). Enzim ini memproduksi
perlambatan mental dan meningkatkan level asam uric sebagai hasil mutasi
kromosom-X yang resesif.
1. Abnormalitas akibat perubahan jumlah kromosom
a. 21-trisomy (mongolisme). Individu ini mengalami keterbelakangan mental,
pendek, mempunya lipatan-lipatan mata menyerupai bangsa mongol,
mempunyai jari-jari pendek gemuk, lidah yang membengkak dan sistem saraf
yang tidak sempurna. Pada kondisi bayi terlahir kembar, hanya satu saja yang
mengalami kelainan ini. Ditemukan bahwa mongoloid memiliki kromosom
ekstra pada pasangan 21 berupa trisomik. Kelainan ini disebabkan oleh
nondisjunction pada pasangan 21 ketika meiosis. Pada kasus lain ditemukan
bahwa kromosom ekstra ini menempel pada autosom (mengalami
translokasi), biasanya pada pasangan 22.Fenotip mongoloid sejak kelahiran
dengan ciri-ciri: memiliki ciri-ciri seperti bulan dengan kemiringan yang
nyata, jarak yang jauh antara kedua mata dan lipatan kulit (epichantus) pada
bagian dalam dari mata. Hidungya pesek, telinganya tidak sempurna
bentuknya, mulut selalu terbuka dan lidah yang mencuat keluar.
Presentasinya adalah 0,1% pada kelahiran dan mongolisme karena
translokasi terjadi 3 atau 4% saja dari kasus mongolisme. Analisis karyotipe
dilakukan untuk mengetahui penyakit ini. Maka orang tua harus waspada
karena penyakit ini semakin tinggi resiko terjadinya pada usia ibu yang hamil
di atas 35 tahun. Di samping itu, bisa terjadi pada saudara dari anak-anak
yang normal ataupun pada generasi selanjutnya dan tidak dapat ditentukan.
b. 21-monosomi. Kehilangan salah satu kromosom pada pasangan 21 rupanya
letal. Anak yang lahir dengan kondisi ini beberapa kasus memiliki ciri yang
belawanan dengan mongolisme. Hidungnya menonjol, jarak antara kedua
mata lebih pendek dari jarak normal, telinga yang besar dan kejang otot.
c. 18-trisomi. Anak yang mengalami kelainan ini kecil dan lemah, kepala agak
pipih di bagian lateral, lilitan/alur telinga tidak berkembang. Tangannya
pendek dan menunjukkan perkembangan yang kecil dari tulang jari kedua,
digital imprints (pengelihatan) lebih simpel. Anak ini mengalami
keterbelakangan mental dan biasanya mati sebelum umur satu tahun.
2. Abnormalitas akibat perubahan struktur kromosom
Abnormalitas ini berupa:
a. Delesi (defisiensi) pada manusia ialah peristiwa hilangnya sebagian dari
sebuah kromosom kerena kromosom itu patah. Potongan tersebut tidak
memiliki sentromer. Delesi yang peling dikenal adalah Cri du Chat (Cat
Cry). Frekuensinya masih 1:100.000 kelahiran. Tanda-tanda lain yang dapat
dilihat penderita ialah kepala kecil (mikrosefalus), muka lebar, hidung seperti
pelana, kedua mata berjauhan letaknya, kelopak mata mempunyai lipatan
epikantus, memperlihatkan gangguan mental, IQ rendah (20-40). Penderita
biasanya meninggal di waktu masih bayi atau diwaktu kanak-kanak.
Penderita tidak mewariskan kromoson yang mengalami defisiensi itu kepada
keturunannya. Akan tetapi kadang-kadang potongan dari autosom no.5
mengadakan translokasi dengan autosom no.15.
b. Duplikasi adalah peristiwa suatu bagian dari sebuah kromosom memiliki
gen-gen yang berulang. Duplikasi ini bersangkutan dengan translokasi dn
duplikasi selalui disertai dengan terbentuknya kromosom defisiensi. Pasien
yang memiliki duplikasi pada sebagian dari autosom no.6. Bayi itu cepat
sekali sekali meninggal dunia sehingga belum sempat diperiksa mengenai
fenotipnya.
c. Inversi adalah peristiwa bahwa suatu bagian dari sebuh kromosom memiliki
ukuran terbalik. Untuk terjadinya inversi, kromosom harus patah di dua
tempat, yang kemudian dilanjutkan dengan menempelnya kembali bagian
yang patah itu tetapi keadaan terbalik.
3. Kelainan Pada Kromosom Kelamin
Gagal berpisah pada kromosom kelamin menghasilkan berbagai macam kondisi
aneuploidi. Sebagian besar kondisi ini tampakmnya tidak terlalu mengganggu
keseimbangan genetik, jika dibandingkan dengan kondisi aneuploidi yang
melibatkan kromosom autosom. Sindrom turner, sindrom klinifelter, sindrom wanita
super dan sindrom pria XYY merupakan beberapa contoh dari kelainan pada
kromosom kelamin.
Sindrom Turner
Sindrom turner pertama kali ditemukan oleh H. H. Turner pada tahun 1938.
Pada sindrom ini terjadi monosomi, yaitu kehilangan satu kromosom X, sehingga
hanya memiliki 45 kromosom, dengan formula kromosom 22AAXO. Sindrom turner
terjadi pada sekitar satu dari setiap 5000 kelahiran dan merupakan satu-satunya
monosomi dengan pengidap yang bisa bertahan hidup pada manusia. Walaupun
individu-individu XO ini berfenotipe perempuan, mereka mandul karena organ
kelaminnya tidak berkembang. Ketika diberi terapi penggantian estrogen, ciri seks
sekunder para perempuan penderita sindrom turner pun berkembang.
Sifat-sifat penderita :
Tubuh pendek ( kira-kira 120-130cm), tidak sesuai dengan umurnya
Leher pendek, dan disamping leher terdapat suatu lipatan yang mudah ditarik ke
samping.
Rambut kepala dibagian tengkuk meruncing ke bawah.
Dada lebar, pinggul sempit
Sifat seksual sekunder tidak tumbuh sempurna (payudara dan rambut kelamin
tidak tumbuh)
Tidak mengalami menstruasi, karena mandul (steril)
Intelegensia kurang, demikian juga inisiatifnya. Mungkin diakibatkan karena
kurangnya hormon.
Sindrom Klinifelter
Sindrom klinifelter ditemukan oleh H. F. Klinifelter pada tahun 1942.
Penderitanya memiliki kelebihan satu kromosom X atau mengalami trisomi pada
gonosom sehingga kromosomnya berjumlah 47. Penderita sindrom klinifelter
berjenis kelamin laki-laki dengan rumus kromosom 22AAXXY.
Sifat-sifat penderita :
Nampak seperti orang normal, terutama waktu masih kanak-kanak
Kaki dan lengan kelihatan panjang, sehingga keseluruhan tubuhnya nampak
panjang
Setelah mencapai masa akil balig, payudara nampak mulai membesar, tetapi
testis mengecil.
Dada sempit, pinggul lebar, suatu keadaan yang biasanya terdapat pada wanita
normal.
Steril
Intelegensia kurang, demikian pula inisiatifnya. Mempunyai keinginan untuk
kawin.

Wanita Super
Wanita super merupakan sindrom triple-X. Sindrom Triple-X terjadi pada
jenis kelamin perempuan dengan rumus kromosom 22AAXXX. Itu berarti terjadi
kelebihan satu kromosom X. Kelebihan satu kromosom X itu didapatkan dari
peristiwa gagal berpisah pada saat pembentukan sel telur (ovum). Perempuan X
(XXX), terjadi pada satu dari sekitar 1000 kelahiran hidup, sehat dan tidak bisa
dibedakan dari perempuan XX kecuali melalui kariotipe. Perempuan dengan
kromosom 22AAXXX biasanya meninggal pada saat kanak-kanak, karena banyak
alat-alat tubuhnya tidak sempurna perkembangannya. Kemungkinan terjadinya
karena ada nondisjunction pada waktu ibunya membentuk sel telur.
Pria XYY
Pria XYY merupakan penderita sindrom jacob. Penderita sindrom jacob
memiliki kelebihan satu kromosom Y sehingga rumus kromosomnya adalah
22AAXYY. Kelebihan satu kromosom Y itu disebabkan oleh terjadinya gagal
berpisah pada saat meiosis II. Kemungkinan terjadi karena seorang laki-laki normal
yang mengalami nondisjunction pada meiosis II menghasilkan spermatozoa YY
yang membuahi sel telur X. Penderita sindrom jacob adalah laki-laki. Dinamakan
sindrom jacob karena ditemukan oleh P.A. Jacob pada tahun 1965.
Sifat-sifat penderita :
Lebih agresif dibandingkan dengan pria normal.
Tidak dapat menguasai diri.
Diketemukan tidak selalu nampak lebih tinggi, juga intelegensia serta
kepribadiannya tidak selalu menyimpang dari orang normal.
4 Kelainan Pada Kromosom Autosom
Oleh karena autosom dimiliki pria maupun wanita, maka kelainan pada autosom
dapat dijumpai pada pria maupun wanita. Suatu contoh yang banyak terdapat di
Indonesia ialah sindrom down. Mula-mula diketemukan oleh Langdom Down pada
tahun 1866. Tadinya kelainan ini dinamakan Mongolisme, sebab kelopak mata yang
atas dari penderita mempunyai lipatan, sehingga seperti mata orang Mongol. Karena
nama itu dapat menyinggung perasaan suatu bangsa, maka kini dipakai nama
sindrom down.
Sifat-sifat penderita :
Individu dapat laki-laki atau perempuan (karena kelainannya pada autosom)
autosom nomor 21, sehingga memiliki 3 buah autosom nomor 21 (Jumlah
kromosom 47)
Penderita mempunyai kelebihan
Tubuh terlihat pendek dan puntung
Muka sering kali ke arah bentuk bulat
Kelopak mata yang atas mempunyai lipatan epikantus, sehingga mirip dengan
orang oriental.
Iris mata kadang berbintik-bintik (brushfield)
Mulut selalu terbuka dan ujung lidah yang membesar keluar dari lubang mulut.
Gigi kotor dan tak teratur.
Hidug lebar dan datar.
Pada telapak tangan hanya terdapat garis horizontal, sedangkan pada orang
normal terdapat beberapa garis

DAFTAR PUSTAKA
DeRobertis, E.D.P,dkk. 1975. Cell Biology. W.B. Saunders Co. Philadelphia.
William D. Stansfield. 1991. Genetika Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Surya. 2005. Genetika Manusia. Yogyakarta: UGM Press.
Anna C. Pai. 1988. Dasar-Dasar Genetika: Ilmu untuk Masyarakat Edisi Kedua.
Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai