Anda di halaman 1dari 169

Laporan Praktikum

Fisiologi Tumbuhan

DIFUSI OSMOSIS

NAMA : RISKA NURJANNAH


NIM : G011211012
KELAS : FISIOLOGI TUMBUHAN E
KELOMPOK : 16 (ENAM BELAS)
ASISTEN :1.MUTHIA MUHSANA MUKHLIS
2.FADHILLA AZZAHRA BADARUDDIN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Biologi mencakup objek biologi, tingkat organisasi kehidupan, dan ragam
persoalan biologi. Makhluk hidup ini tersusun atas sel sel yang saling bekerja
sama membentuk jaringan, beberapa jaringan yang memiliki struktur dan fungsi
yang sama membentuk organ. Inti dalam biologi adalah untuk mengembangkan
penjelasan berdasarkan struktur dan sebaliknya untuk menjelaskan antara struktur
dan fungsi pada sistem dan subsistem suatu organisme. Konsep difusi dan osmosis
merupakan contoh konsep dasar fungsional yaitu transpor pada membran sel.
Konsep tersebut merupakan konsep dasar yang digunakan untuk memahami
konsep sel sebagai unit terkecil struktural dan fungsional. Difusi dan osmosis
merupakan contoh aktivitas sel dalam menjaga keseimbangan antara zat/materi di
dalam maupun di luar sel (Putri, 2020).
Fisiologi tumbuhan dapat diartikan sebagai ilmu tentang alam tumbuhan.
Fisiologi tumbuhan mencari keterangan-keterangan tentang kehidupan tumbuhan.
Kata fisiologi berasal dari bahasa latin yaitu physis berarti alam (nature) dan logos
berarti ilmu. Fisiologi digunakan untuk berbagai bidang kajian seperti biomolekul,
sel, jaringan, organ, sistem organ, serta organisme secara keseluruhan yang
menjalankan fungsi fisik dan kimianya (Advina, 2018).
Makhluk hidup memiliki beberapa ciri-ciri, salah satunya yaitu mengalami
metabolisme, misalnya transportasi. Manusia dan tumbuhan memerlukan zat dari
luar untuk kelangsungan hidupnya. Supaya dalam tubuh terjadi keseimbangan,
maka diperlukan sirkulasi zat yang terjadi dalam gerakan sitoplasma atau dalam
bentuk osmosis dan difusi. Osmosis merupakan suatu peristiwa berpindahnya zat
yang terkandung dalam pelarut dari bagian yang berkonsentrasi rendah
(hipotonik) ke bagian yang konsentrasinya lebih tinggi (hipertonik) dan melalui
membran semipermeabel. Membran semipermeabel merupakan selaput pemisah
yang hanya bisa dilewati air dan molekulnya (Ulfa, 2020).
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan praktikum mengenai difusi
dan osmosis untuk menemukan dan membuktikan fakta mengenai gejala difusi
dan osmosis, mengetahui pengaruh konsentrasi larutan terhadap kecepatan difusi,
mengetahui arah pergerakan air pada peristiwa difusi dan osmosis dan
mendeskripsikan pengertian difusi dan osmosis.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini agar mahasiswa dapat menemukan dan
membuktikan fakta mengenai gejala difusi dan osmosis, mengetahui pengaruh
konsentrasi larutan terhadap kecepatan difusi, mengetahui arah pergerakan air
pada peristiwa difusi dan osmosis, dan mendeskripsikan pengertian difusi dan
osmosis.
Kegunaan dari praktikum ini yaitu untuk dapat memberikan pengetahuan
dasar tentang hal-hal yang berkaitan dengan difusi dan osmosis maupun manfaat
bagi yang ada di dalamnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Difusi Osmosis
Peristiwa osmosis sebenarnya proses yang umum terjadi dalam kehidupan
seharihari dan di lingkungan sekitar yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar
bagi peserta didik. Contoh peristiwa osmosis dalam kehidupan sehari-hari dapat
ditemukan seperti pada tumbuhan dan hewan. Pada tumbuhan, peran utama
osmosis adalah dalam proses penyerapan air dari dalam tanah oleh akar.
Konsentrasi cairan yang berada di dalam jaringan akar lebih pekat (hipertonis)
dibandingkan larutan mineral di dalam tanah yang mengakibatkan air (pelarut)
berpindah dari dalam tanah ke jaringan akar (Sari, 2018).
Difusi merupakan peristiwa mengalirnya atau berpindahnya suatu zat dalam
pelarut dari bagian konsentrasi tinggi ke monsentrasi lebih rendah. Difusi
bergantung pada perbedaan konsentrasi dari bagian yang lebih encer ke
bagianyang lebih pekat. Difusi bergantuntg pada perbedaan konsentrasi dan
tekanan hidrostatik. Energi untuk difusi adalah energi kinetik yang normal di
timbulkan akibat pergerakan suatu bahan (Suharsono, 2017).
Osmosis adalah difusi air menembus membran sel atau osmosis adalah
perpindahan air dari larutan berkonsentrasi rendah kelarutan berkonsentrasi tinggi
melalui selaput semi permeabel. Osmosis berkaitan dengan beberapa keadaan sel
tumbuhan. Berdasarkan jalur yang ditempuh air dan garam mineral yang masuk
ke akar, pengangkutan air dan garam mineral dibedakan menjadi simplas dan
apoplas. Simplas adalah bergeraknya air dan mineral lewar jalur dalam sel, yaitu
sitoplasma sel dengan jalan menembus membran plasma. Apoplas adalah
bergeraknya air lewat jalur luar sel atau lewat dinding sel (Syahidah, 2020).
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Difusi Osmosis dalam Sel Tanaman
Difusi ialah sebuah proses berpindahnya suatu molekul atau zat pelarut
yang berasal dari suatu daerah yang berkonsentrasi tinggi ke daerah yang
memiliki konsentrasi yang paling rendah. Peristiwa difusi ini dapat terjadi
disebabkan karena didalam zat cair, padat serta gas terkandung sebuah unsur –
unsur partikel yang menjadikannya sebagai penyusunnya. Proses perpindahan
tersebut akan tetap terjadi walaupun molekul zat tersebut tidak memiliki Gradien
Konsentrasi (Sherwood, 2014)
Faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi yaitu pertama suhu, semakin
tinggi suhu maka difusi semakin cepat. Kedua berat molekul, semakin besar
molekul maka difusi semakin lambat. Ketiga kelarutan dalam medium, semakin
besar kelarutan maka difusi semakin cepat. Keempat beda potensial kimia,
semakin besar beda maka difusi semakin cepat. Adapun faktor yang
mempengaruhi osmosis yaitu, Suhu , zat terlarut, luas Permukaan, jarak zat
terlarut dan pelarut, tebal membran, Semakin tebal membran, maka semakin
lambat terjadinya osmosis (Aisyah, 2020).
Proses terjadinya difusi dan osmosis dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
menunjang kesuksesan proses tersebut, diantaranya adalah suhu. Jika suhu
meningkat maka akan besar juga proses difusi yang terjadi pada pembuatan
produk dari tumbuhan. Seperti contohnya pada proses ekstraksi sari tumbuhan
yang dipengaruhi oleh besaran suhu. Pada proses terjadinya osmsis juga
dipengaruhi oleh suhu dimana peninkatan suhu merupakan solusi dari hilangnya
kandungan air dalam proses terjadinya osmosis (Ibrahim et al, 2015).
2.3 Mekanisme Difusi Osmosis
Difusi merupakan proses fisika yang berperan pada fisiologi tumbuhan.
Semua zat, baik unsur maupun senyawa, pada dasarnya terususun atas partikel-
partikel kecil. Partikel ini memiliki dua sifat umum yang penting, yaitu mampu
untuk bergerak bebas dan kecendrungan bagi partikel yang sama untuk tarik
menarik. Jika partikel suatu zat dapat bergerak bebas tanpa terhambat oleh gaya
tarik, maka dalam jangka waktu tertentu akan tersebar merata pada ruang yang
ada. Partikel yang lebih banyak jumlahnya (lebih pekat) bergerak ke partikelnya
sedikit (kurang pekat), demikian juga sebaliknya sampai terjadi penyebaran yang
merata. Pergerakan pada arah tertentu disebut difusi (Advinda, 2018).
Difusi menggambarkan proses bertambah luasnya areal penyebaran polutan
yang disebabkan oleh gerakan acak molekul-molekul polutan. Persamaan difusi
adalah persamaan diferensial parsial yang merupakan persamaan yang
menggambarkan berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi
tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah. Persamaan diferensial parsial dapat
diselesaikan secara analitik maupun numerik. Salah satu metode numerik yang
bisa digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial parsial adalah metode
beda hingga yang dalam penerapannya mengubah persamaan diferensial parsial
menjadi bentuk sistem persamaan linier (Noviyani, 2019).
Osmosis pada hakekatnya adalah suatu proses difusi. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa osmosis adalah difusi air melaui selaput yang permeabel secara
diferensial dari suatu tempat berkonsentrasi tinggi ke tempat berkonsentrasi
rendah. Tekanan yang terjadi karena difusi molekul air disebut tekanan osmosis.
Makin besar terjadinya osmosis maka makin besar pula tekanan
osmosisnya.Ekstraksi osmosis merupakan peristiwa berpindahnya kadar air dalam
sel melalui membran semi permeable dari keadaan sel yang hipotonis menuju
hipertonis, sehingga terjadi plasmolisis yang menyebabkan terlepasnya sitoplasma
dari dinding sel (Rahmasari, 2014).
2.4 Jenis-Jenis Difusi Osmosis
Menurut Kuswanto (2014), Ada tiga jenis utama dari difusi yaitu:
1. Difusi Sederhana
Difusi sederhana terjadi ketika kecil, molekul nonpolar mengangkut melalui
membran selektif permeabel. Molekul yang mampu melewati membran harus
hidrofobik sehingga mereka dapat bergerak melalui daerah hidrofobik dari
wilayah lipid bilayer. difusi sederhana adalah proses transpor pasif yang tidak
memerlukan energi atau protein membran.
2. Difusi Saluran
Difusi saluran juga merupakan jenis transpor pasif yang terjadi dengan
bantuan protein membran. Protein ini tertanam dalam membran sel dan dapat
membuka dan menutup untuk memungkinkan molekul atau senyawa ke dalam
atau keluar dari sel. difusi saluran mudah diatur oleh protein membran. Secara
umum, ion dan partikel yang bermuatan adalah jenis molekul yang memanfaatkan
difusi saluran.
3. Difusi Difasilitasi
Jenis terakhir adalah difusi difasilitasi. Jenis difusi ini menggunakan
operator protein yang tertanam dalam membran sel. Operator-operator protein
ini mengikat senyawa, kemudian mengubah bentuk senyawa tersebut.
Kemudian, operator-operator protein merilis senyawa ke dalam atau keluar dari
sel dan mendapatkan kembali bentuk mereka. difusi difasilitasi juga merupakan
proses transpor pasif.
2.5 Peranan Difusi Osmosis pada Tanaman
Difusi dan osmosis membantu tanaman untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dan mempertahankan kondisi fisik dan kimianya yaitu agar tanaman
tetap tumbuh subur dan tidak layu serta memungkinnkan untuk menghasilkan
energi yang lebih banyak dan pula dalam kondisi yang berlebih. Sel tumbuhan
vakuola mengatur keluar masuknya zat pelarut berupa air dalam sel agar tidak
dalam kondisi hipertonik yang akan membuat keluarnya air dari dalam sel
sehingga mengakibatkan terjadinya kelayuan akibat hal tersebut (Koryati, 2021).
Peristiwa difusi pada tumbuhan sangat penting untuk keseimbangan hidup
tumbuhan. Karbondioksida (CO2) dan oksigen (O2) diambil oleh tumbuhan dari
udara melalui proses difusi. Pengambilan air dan garam mineral oleh tumbuhan
dari dalam tanah, salah satunya melalui proses difusi. Difusi zat dari dalam tanah
ke dalam tubuh tumbuhan disebabkan karena konsentrasi garam mineral di dalam
tanah lebih tinggi daripada di dalam sel. Demikian juga gas karbondioksida di
udara masuk ke dalam tubuh tumbuhan karena konsentrasi karbondioksida di
udara lebih tinggi daripada di dalam sel tumbuhan. Sebaliknya, oksigen dapat
berdifusi keluar tubuh tumbuhan jika konsentrasi oksigen dalam tubuh tumbuhan
lebih tinggi akibat adanya fotosintesis dalam sel (Philip, 2014).
Peranan osmosis pada tanaman yaitu dalam proses penyerapan air dari
dalam tanah oleh akar. Konsentrasi cairan yang berada di dalam jaringan akar
lebih pekat (hipertonik) dibandingkan larutan mineral di dalam tanah yang dapat
mengakibatkan air berpindah dari dalam tanah ke jaringan akar. Air diserap ke
dalam akar secara osmosis melalui rambut akar, sebagian besar bergerak menurut
gradien potensial air melalui xilem (Sari et al., 2018).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Ekofisiologi dan Nutrisi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin. Pada hari Sabtu, 13.30 –
15.00 WITA.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu lap halus, lap kasar, cawan
petri, pelobang gabus sesuai ukuran diameter pita, spoit kecil, pisau atau cutter
besar, penggaris, gabus dan kotak alat.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya yaitu kentang
berukuran sebesar kepalan tangan, wortel, air aquades satu liter secukupnya, dan
tissu kering secukupnya.
3.3 Prosedur Praktikum
Prosedur praktiikum ini yaitu:
1. Mencuci bersih kentang dan wortel yang akan digunakan, kemudian lap
sampai kering dengan menggunakan berturut-turut lap kasar, lap halus dan
tissue.
2. Mencuci bersih peralatan yang akan digunakan dengan ditergen sampai
bersih, kemudian keringkan dengan lap kasar dan halus.
3. Menimbang sukrosa untuk membuat sari sukrosa: 0 M, 0,25 M, 0,50 M, 75
M, dan 1 M.
4. Membuat potongan kentang dan wortel dalam bentuk kubus dengan sisi
masing-masing 3 cm, sebanyak masing-masing 3 potongan dengan
menggunakan cutter.
5. Membuat dua lubang pada salah satu bidang potongan dengan pelubang
gabus dengan kedalaman 2-2,5 cm (ukuran lubang disesuaikan dengan
ukuran pipa kaca).
6. Menggunakan jarum preparat untuk mengangkat jaringan kentang setelah
dibor dengan pelubang gabus.
7. Memasukkan pipa kaca berskala kedalam lubang yang telah disiapkan.
Diusahakan untuk tidak bocor.
8. Memasukkan larutan gula 0,25 M pada salah satu lubang potongan wortel
dan kentang sampai batas skala 0,5 cm dari permukaan pipa. Pada salah satu
lubang yang lain, masukkan akuades sampai pada batas skala yang sama
sebagai kontrolnya.
9. Melakukan percobaan ini untuk larutan 0,50 M, 0,75 M, 1 M.
10. Mengamati perubahan atau pertambahan volume air pada semua pipa kaca
tersebut setiap 4 jam, kemudian melakukan pengamatan selama 6 kali.
11. Membuat grafik hubungan antara konsentrasi larutan gula dengan
pertambahan volume cairan dalam pipa.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai
berikut:
1
0.9
Perubahan Volume (mL)

0.8
0.7
0.6
0.5 0%
0.4 25%
0.3 75%
100%
0.2
0.1
0
I II III IV V VI

Pengamatan Ke-

Sumber: Data Primer setelah diolah, 2022


Gambar 1. Grafik Perubahan Volume Larutan Sukrosa pada Umbi Kentang
dengan Berbagai Konsentrasi

1
0.9
Perubahan Volume (mL)

0.8
0.7
0.6
0.5 0%
0.4 25%
0.3 75%
0.2 100%
0.1
0
I II III IV V VI

Pengamatan Ke-

Sumber: Data Primer setelah diolah, 2022


Gambar 2. Grafik Perubahan Volume Larutan Aquades pada Umbi Kentang
dengan Berbagai Konsentrasi
1
Perubahan Volume (mL) 0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
I II III IV V VI

Pengamatan Ke-

Sumber: Data Primer setelah diolah, 2022


Gambar 3. Grafik Perubahan Volume Larutan Sukrosa pada Wortel dengan
Berbagai Konsentrasi

1
0.9
Perubahan Volume (mL)

0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
I II III IV V VI

Pengamatan Ke-

Sumber: Data Primer setelah diolah, 2022


Gambar 4. Grafik Perubahan Volume Larutan Aquades pada Wortel dengan
Berbagai Konsentrasi

4.2 Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada praktikum difusi
osmosis pada kentang dan wortel sebagai objek pengamatan masing-masing objek
diberikan objek yang sama yaitu penambahan larutan sukrosa dengan konsentrasi
0 M, 25 M, 50 M, 75 M, dan 1 M dan juga penambahan larutan aquades. Pada
data hasil pengamatan didapatkan hasil bahwa terjadi penambahan dan
pengurangan volume dari masing-masing larutan dengan konsentrasi yang
berbeda baik pada wortel maupun kentang. Hal ini menunjukkan bahwa kedua
objek mempunyai konsentrasi tertentu sehingga terjadi pengurangan dan
penambahan volume. Hal ini sesuai dengan pendapat Kuntari (2019) yang
menyatakan bahwa semakin besar perbedaan konsentrasi, maka semakin besar
juga laju difusi.
Pada larutan sukrosa dengan konsentrasi 0 M, 25 M, 50 M, 75 M, dan 1 M
terjadi pengurangan volume pada masing-masing pengamatan. Jika terjadi
pengurangan volume pada larutan sukrosa, berarti kadar air pada larutan sukrosa
dengan konsentrasi 0 M, 25 M, 50 M, 75 M, dan 1 M masuk kedalam umbi wotel
dan kentang sebagai suatu proses osmosis. Hal ini dapat terjadi karena kentang
dan wortel mempunyai kemampuan menyerap air, sehingga air akan mudah
masuk kedalam bahan melalui proses difusi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Nugraha (2021) yang menyatakan bahwa penurunan aktivitas air bahan dalam
larutan hipertonik sebagai media perendaman menyebabkan terjadinya proses
osmosis bahan, sehingga air bebas akan ke luar dari bahan dan padatan yang ada
di dalam larutan, sebagian akan masuk ke dalam bahan melalui proses difusi.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa pada
larutan aquades terjadi pengurangan volume pada pipa skala ukur yang digunakan.
Pengamatan yang terjadi pada kentang maupun wortel, dimana volume aquades
semakin berkurang seiring pengamatan yang dilakukan setealah praktikum 4 jam
berturut-turut selama 6 kali pengamatan. Hal tersebut dapat terjadi karena larutan
air dari luar masuk kedalam wortel dan kentang melalui membran semi
permeable. Dikarenakan air memiliki konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan
dengan kandungan pada kentang dan wortel sehingga air didalam bahan akan
bertambah. Hal ini sesuai dengan pendapat Salsabillah (2020) yang menyatakan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya osmosis, yaitu ukuran zat
terlarut, tebal membran, luas permukaan, jarak antara zat pelarut dan zat terlarut,
dan juga suhu.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kentang dan
wortel yang diberi larutan sukrosa dan aquades menunjukkan terjadinya proses
difusi dan osmosis. Hal yang mempengaruhi terjadinya difusi osmosis yaitu
terjadinya peningkatan, penurunan, serta volume yang tetap. Kentang dan wortel
bersifat semi permeabel sehingga mampu mengosmosis air dan campuran air
dengan sukrosa sehingga menyebabkan penurunan volume pada beberapa
pengamatan
5.2 Saran
Pada praktikum yang dilakukan sebaiknya bahan yang digunakan ukurannya
ditambah agar perubahan volumenya lebih terlihat dan lebih memudahkan
praktikan melakukan pengamatan

DAFTAR PUSTAKA
Advinda, Linda. Dasar–Dasar Fisiologi Tumbuhan. Deepublish, 2018.
Giriyanti, Putri. Analisis Perubahan Praktikum Difusi Dan Osmosis. Diss.
Universitas Pendidikan Indonesia, 2020.
Ibrahim, A. M., Yunianta., Heppy, F. S. 2015. Pengaruh Suhu dan Lama Waktu
Ekstraksi Terhadap Sifat Kimia dan Fisik pada Pembuatan Minuman Sari
Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum) Dengan Kombinasi
Penambahan Madu Sebagai Pemanis. Jurnal Pangan dan Agroindustri.
3(2): 530-541.
Koryati, T., Purba, D. W., Surjaningsih, D. R., Herawati, J., Sagala, D., Purba, S.
R Dan Aldya, R. F. 2021. Fisiologi Tumbuhan. Yayasan Kita Menulis.
Kuntari, F, R., Susatyo, P., and Adita, S. 2019. Studi Proses Difusi melalui
Membran dengan Pendekatan Kompartemen. Jurnal Fisika dan
Aplikasinya 15(2): 62-65.
Noviyani, Dedek, And Yudhi Yundari. "Solusi Persamaan Difusi Pada Larutan
Gula Dengan Metode Beda Hingga." Bimaster: Buletin Ilmiah
Matematika, Statistika Dan Terapannya. 8(3). 573-578.
Nugraha, Bayu Fajar, et al. 2021. Analisis Kualitas Dendeng Ikan Nila
(Oreochromis Niloticus) Dengan Penambahan Berbagai Jenis Dan
Konsentrasi Gula. Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan 3.2: 94-104.
Philip, .R. 2014. Osmosis And Difusion In Tissue: Half-Times And Internal
Gradients. Australia:California Institute Of Technology
Rahmasari, Hamita Dkk. 2014. Ekstraksi Osmosis Pada Pembuatan Sirup Murbei
(Morus Alba L.) Kajian Proporsi Buah: Sukrosa Dan Lama Osmosis.
Jurnal Pangan Dan Agroindustri. 2(3): 191-197.
Salsabillah, Aisyah Nur. 2020. Transpor Pasif Melintasi Membran Tanpa
Mengeluarkan Energi.
Sari, Y. P., Rahman, A., dan Kasrina, K. (2018). Pengembangan Lembar Kerja
Peserta Didik Berdasarkan Studi Pengaruh Osmosis Terhadap Warna
Mata. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Biologi. 2(2): 16-21.
Sari, Yeni Pita, et al., (2018) Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik
Bedasarkan Studi Pengaruh Osmosis Terhadap Warna Mata. Jurnal
Pendidikan Dan Pembelajaran Biologi, 2(2): 16-21.
Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem Edisi 8. Jakarta: EGC
Syahidah, Ruhama Nuri, et al. 2020. "Difusi, Osmosis Dan Imbibisi."
Ulfa, H. L., Falahiyah, R., & Singgih, S. Uji Osmosis Pada Kentang Dan Wortel
Menggunakan Larutan Nacl. Sainsmat: Jurnal Ilmiah Ilmu Pengetahuan
Alam, 9(2), 110-116.
LAMPIRAN

Gambar 1. Pengamatan 1 Gambar 2. Pengamatan 2

Gambar 3. Pengamatan 3

Gambar 4. Pengamatan 4

Laporan Praktikum
Fisiologi Tumbuhan

POTENSIAL OSMOTIK DAN POTENSIAL AIR JARINGAN

NAMA : RISKA NURJANNAH


NIM : G011211012
KELAS : FISIOLOGI TUMBUHAN E
KELOMPOK : 16 (ENAM BELAS)
ASISTEN :1.MUTHIA MUHSANA MUKHLIS
2.FADHILLA AZZAHRA BADARUDDIN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam hubungan air tanaman, pertumbuhan tanaman sangat bergantung
pada interaksi sel dengan linkungannya. Dengan hilangnya air dari tanah melalui
tanaman, maka kandungan air didalam tanah akan berkurang. Begitupun pada
tanaman, melalui proses transpirasi akan mengurangi kandungan air dalam
jaringan tanaman. Agar tanaman terhindar dari kekeringan maka suplai air
dalamtanah harus mencukupi untuk menunjang pertumbuhan. Pergerakan air di
dalam tanah dan juga tubuh tumbuhan didasarkan atas adanya suatu hubungan
energi potensial air. Air mempunyai kapasitas untuk melakukan kerja, yaitu akan
bergerak dari daerah dengan energi potensial tinggi ke daerah dengan energi
potensial rendah (Khairuna, 2019).
Potensial air merupakan suatu pernyataan dari status energi bebas air, suatu
ukuran daya yang menyebabkan air bergerak ke dalam suatu sistem, seperti pada
jaringan tumbuhan, tanah, atmosfir atau dari suatu bagian ke bagian lain dalam
suatu sistem. Pada tekanan atmosfir, potensial air akan turun hingga kurang
darinol. Potensial air akan naik atau turun sesuai dengan perubahan tekanan.
Potensial air di dalam jaringan tumbuhan dapat ditentukan dengan cara
memasukkan suatu jaringan ke dalam seri larutan yang telah diketahui potensial
airnya. Potensial air terdiri atas dua komponen yaitu potensial tekanan dan
potensial osmotik (Advinda, 2018).
Potensial osmotik adalah potensial yang disebabkan oleh zat-zat terlarut
didalam air yang menyebabkan terjadinya penurunan energi bebas dan potensial
kimia air. Besarnya potensial kimia air yang diakibatkan oleh adanya zat-zat
terlarut disebut sebagai potensial solut. Potensial air jaringan adalah suatu
pernyataan dari status energi bebas air, suatu ukuran daya yang menyebabkan air
bergerak ke dalam suatu sistem, seperti jaringan tumbuhan, tanah atau atmosfir,
atau dari suatu bagian ke bagian yang lain dalam suatu sistem (Hamim, 2019).
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan praktikum potensial
osmotik dan potensial air jaringan tanaman, agar dapat mendeskripsikan mengenai
potensial osmotik serta mengetahui nilai potensial air pada jaringan tanaman.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan pada praktikum ini dapat diuraikan secara singkat, antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memahami fakta tentang potensial osmotik.
2. Mendeskripsikan potensial osmotik, serta
3. Mengetahui nilai potensial air jaringan tanaman.
Kegunaan pada praktikum ini dapat diuraikan secara singkat, antara lain
adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan referensi bagi pihak yang membutuhkan.
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
3. Sebagai sarana pembelajaran dalam mendeskripsikan potensial osmotik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kentang
Menurut Siti (2015), kentang merupakan tanaman dikotil yang bersifat
semusim dan memiliki umbi batang yang dapat dimakan. Tanaman kentang
berbentuk semak atau herba, batangnya berada di atas permukaan tanah. Berikut
ini klasifikasi ilmiah kentang:
Kerajaan / Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta / Spermatophyte
Kelas : Magnoliopsida / Dicotyledonae
Sub-kelas : Asteridae
Ordo : Solanales / Tubiflorae (Berumbi)
Famili : Solanaceae (berbunga terompet)
Genus : Solanum
Seksi : Petota
Spesies : Solanum tuberosum
Nama binomial : Solanum tuberosum L.
Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) termasuk tanaman pangan
penting dunia setelah beras dan gandum. Kentang merupakan sumber karbohidrat
alternatif sebagai salah satu tanaman untuk diversifikasi pangan. Kebutuhan umbi
kentang terus meningkat setiap tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah
penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku kentang.
Konsumsi kentang di Indonesia mengalami peningkatan, namun produksinya
fluktuatif setiap tahun (Furnawanthi, 2018).
Kentang merupakan tanaman sayuran perdu semusim dan berumbi.
Tanaman kentang merupakan sumber karbohidrat alternatif sehigga kentang terus
meningkat setiap tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Kentang
ini memiliki nilai ekonomis tinggi apabila digunakan untuk membuat suatu
olahan, tetapi salah satu kendala pada produk kentang dalah ketahanan
penyimpanan yang tidak lama dan mudah mengalami browning yang disebabkan
oleh kadar air yang tinggi (Helen, 2018).
2.2 Potensial Osmotik
Potensial osmotik larutan menyatakan status larutan dapat dinyatakan dalam
satuan konsentrasi. Potensial osmotik merupakan kemampuan zat melakukan
osmosis atau perpindahan larutan dari konsentrasi yang rendah ke konsentrasi
yang lebih tinggi. Potensial osmotik mempunyai pengertian yaitu suatu zat cair
dalam vakuola dan bagian-bagian sel lainnya yang mengandung zat-zat terlarut di
dalamnya, artinya zat cair tersebut adalah suatu larutan dan potensial airnya,
seandainya dikeluarkan dari sel adalah potensial larutan atau potensial osmosis
yang nilainya lebih rendah dari pada potensial air murni (Muis, 2012).
Potensial osmotik adalah besarnya zat-zat yang terlarut dalam air yang
menyebabkan terjadinya perubahan energi bebas. Potensial osmotik memiliki
tekanan yang disebut tekanan osmotik. Suhu yang mempengaruhi potensial
osmotik, yaitu semakin tinggi suhu maka nilai potensial osmotik semakin rendah
(semakin negatif) dan semakin tinggi konsentrasi partikel terlarut maka semakin
rendah nilai nilai potensial osmotiknya. Tekanan osmotik inilah yang
mempertahankan kesetimbangan osmotik antara suhu larutan dan pelarut
murninya yang dipisahkan oleh membran semi permeabel (Lewar, 2016).
Pengukuran potensial osmotik dapat dilakukan dengan berbagai metode.
Metode yang sering digunakan adalah dengan menggunakan suatu seri larutan
misalnya menggunakan larutan sukrosa. Ketika tanaman mengalami cekaman
kekeringan, karbohidrat dan bahan organik lain akan dirombak untuk
mempertahankan potensial osmotik lebih negatif sehingga hal tersebut
berpengaruh terhadap penurunan bobot kering tanaman. Menjaga kestabilan
potensial osmotik dilakukan dengan mengakumulasi prolin yang berperan sebagai
senyawa osmoregulator dan osmoprotektan bagi membran dan enzim tanaman
menghadapi cekaman kekeringan (Kurniawati et al., 2014).
2.3 Potensial Air Jaringan
Dalam sistem tubuh tumbuhan, potensial kimia air yang dilambangkan
dengan bahasa Yunani psi biasanya dikenal dengan istilah potensial air atau water
potential. Potensial air sebenarnya merupakan suatu tetapan yang bersifat relatif,
yaitu suatu tetapan yang besarnya ditentukan dengan membandingkannya pada
potensial air murni. Potensial air dari suatu sel atau jaringan ditentukan oleh
banyaknya air murni yang dikandung oleh sel atau jaringan tersebut. Semakin
tinggi kandungan air murni dari suatu jaringan akan semakin tinggi potensial
airnya. Air akan bergerak dari jaringan dengan potensial air yang tinggi ke tempat
dengan potensial air yang rendah. Potensial air dari tumbuhan adalah lebih rendah
daripada air di dalam media atau di dalam tanah maka air dapat bergerak dari
media tanam ke dalam sel dan jaringan tumbuhan (Hamim, 2019).
Kuantitas air yang dibutuhkan oleh tanaman sangat berbeda-beda sesuai
dengan jenis dan lingkungan dimana tumbuhan itu hidup. Tanaman herba
menyerap air lebih banyak dibandingkan tanaman perdu. Tumbuhan golongan
efemera yang hidup di daerah gurun, akan memanfaatkan hujan yang datang
sekali dalam setahun untuk mulai hidup dan berkecambah, berbunga, berbuah dan
mati sebelum air yang ada dalam tanah habis. Pertumbuhan yang cepat dan
pendeknya umur tanaman tersebut merupakan suatu usaha untuk menghindari diri
dari kekurangan air yang menimpanya (Naiola, 2016).
Potensial air adalah perbedaan potensial kimia air pada suatu tingkat dalam
suatu sistem dengan air murni pada suhu yang sama dan pada tekanan udara 1
atmosfir. Semakin besar solute dalam cairan sel, nilai potensial osmotik semakin
besar (lebih negatif). Potensial air dapat diartikan sebagai kecenderungan air
untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya, salah satunya dengan cara
osmosis. Air akan bergerak dari tempat dengan potensial air tinggi ke potensial air
yang lebih rendah untuk mempertahankan kesetimbangan cairan (Ai, 2014).
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Potensial Osmotik dan Potensial Air
Jaringan
Kemampuan tanaman untuk mempertahankan tekanan osmotik dengan
mengakumulasi senyawa osmolit sel sebagai respon terhadap perubahan potensial
air dari lingkungan sel. sebagai konsekuensi dari akumulasi ini, potensial osmotik
sel lebih rendah dan cenderung untuk menjaga tekanan turgor. Proline bebas
sering terakumulasi selama tanaman mengalami kekeringan yang disebabkan oleh
aktivasi biosintesa dan inaktivasi degradasi proline (Prihastanti, 2014).
Menurut Utami (2015), faktor yang mempengaruhi potensial osmotik, yaitu
sebagai berikut:
1. Konsentrasi, yaitu meningkatnya konsentrasi suatu larutan, maka akan
menurunkan nilai potensial osmotiknya.
2. Ionisasi molekul zat terlarut, yaitu potensial osmotik suatu larutan tidak
ditentukan oleh macamnya zat, tetapi ditentukan oleh jumlah partikel yang
terdapat didalam larutan tersebut, yaitu ion, molekul, dan partikel koloida.
3. Hidrasi molekul zát terlarut, air dapat berasosiasi dengan partikel zat terlarut
biasanya disebut sebagai air hidrasi. Air dapat berasosiasi dengan ion,
molekul, atau partikel koloida sehingga menyebabkan larutan menjadi lebih
pekat
4. Suhu, yaitu potensial osmotik suatu larutan akan berkurang nilainya dengan
naiknya suhu. Potensial osmotik suatu larutan yang ideal akan sebanding
dengan suhu absolutnya
5. Imbibisi, adalah peristiwa penyerapan air oleh permukaan zat-zat yang
hidrofilik, seperti protein, pafi, selulosa, agar-agar, gelatin, dan zat-zat
lainnya yang menyebabkan zat-zat tersebut mengembang setelah menyerap
air tadi Kemampuan zat tersebut untuk menyerap air disebut potensial
matriks atau potensial imbibisan dan prosesnya disebut hidrasi atau imbibisi
juga ditentukan oleh adanya zat terlarut di dalam air Semakin pekat larutan,
semakin lambat imbibisi lon-ion tertentu juga mempengaruhi kecepatan
imbibisi.
2.5 Peranan Potensial Osmotik untuk Tanaman
Potensial osmotik sangat berperan penting disamping potensial air dan
tekanan. Potensial osmotik merupakan potensial kimia yang disebabkan adanya
materi yang terlarut, atau dengan kata lain kontribusi dari potensial air pada zat
terlarut disebut dengan potensial osmotik, yang selalu bersifat negatif. Di lain
pihak, zat terlarut menurunkan potensial air dengan ara larutnya zat tersebut di
dalam air. Hal ini disebabkan karena penampuran zat terlarut dengan air dapat
meningkatkan kekacauan dalam sistem, yang berakibat menurunnya energi bebas.
Meningkatnya konsentrasi suatu larutan akan menurun nilai potensial osmotiknya.
Sehingga potensial osmotik larutan tersebut bernilai negatif, karena air sebagai
pelarut itu melakukan kerja kurang dari air murni (Advinda, 2018).
Sel tumbuhan prokariot dan fungi memiliki dinding. Apabila sel itu berada
dalam larutan hipotonik maka dindingnya akan membantu mempertahankan
keseimbangan air di dalam sel tersebut. Osmosis juga dapat terjadi dari
sitoplasma ke organel-organel bermembran. Osmosis dapat dicegah dengan
menggunakan tekanan. Oleh karena itu, ahli fisiologi tanaman lebih suka
menggunakan istilah potensial osmotik yakni tekanan yang diperlukan
untuk mencegah osmosis (Koryati, 2021).
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah fungsi air dalam
mempertahankan turgiditas sel, pertumbuhan sel, dan pergerakan struktur tertentu
dari tumbuhan. Turgiditas sel atau dikenal dengan istilah sel turgor adalah tekanan
sel akibat masuknya air ke dalam sel. Ketika sel tanaman mengalami banyak
kehilangan air sehingga menjadi layu maka pada saat tersebut sel mempunyai nilai
tekanan turgor yang sama dengan nol. Ketika air masuk ke dalam sel maka
tekanan turgor akan meningkat (positif) dan sel akan mengembang sehingga sel
mencapai ukuran yang maksimum (Hamim, 2019).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Agroklimatologi dan
Biostatistika Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. Praktikum ini
dilaksanakan pada Sabtu, 10 September 2022 pukul 13.20-15.00 WITA.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu lap halus dan lap kasar,
cutter 1 buah, penggaris, pelobang umbi, 5 gelas pop ice, dan pinset.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu kentang berukuran besar 1
buah, aquades secukupnya, sukrosa secukupnya, aluminium foil, dan tissu kering
secukupnya.
3.1 Prosedur Praktikum
Prosedur praktikum potensial osmotik dan potensial air jaringan tanaman
yaitu:
1. Mencuci bersih kentang dan wortel yang akan digunakan, kemudian
mengeringkan kentang dan wortel sampai kering dengan menggunakan
berturut-turut lap kasar, lap halus, dan tissu.
2. Mencuci bersih peralatan yang akan digunakan sampai bersih, kemudian
dikeringkan dengan lap kasar dan lap halus.
3. Menimbang sukrosa untuk membuat seri larutan sukrosa 0 M, 0,25 M, 0,5
M, 0,75 M dan 1.0 M dengan menggunakan aquades. Catatan : Untuk
membuat larutan sukrosa sesuai dengan Molaritas larutan yang akan
digunakan rumus Molar ( g / BM ) / 1 L pelarut.
4. Membuat selinder umbi kentang dengan menggunakan pelubang gabus ,
kemudian potong silinder umbi tersebut dengan ukuran 40 mm sebanyak 40
buah.
5. Memasukkan 4 potong silinder kentang kedalam masing - masing sen lantan
sukrosa 30 mi : 0,0 M; 0,25 M; 0,5 M; 0.75 M dan 1,0 M.
6. Mengerjakan secara cepat untuk memperkecil terjadinya penguapan dari
permukaan selinder kentang.
7. Menutup rapat botol tersebut dengan menggunakan aluminium foil dan
biarkan selama 40 menit.
8. Mengambil dan mengukur panjang potongan - potongan kentang tadi.
9. Menghitung rata-rata pajang selinder umbi dari tiap kelompok perlakuan
sukrosa
10. Membuat grafik hubungan antara ukuran panjang umbi ( sumbu Y ) dengan
konsentrasi larutan sukrosa ( sumbu X ).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil yang
dapat ditampilkan sebagai berikut:
4.2

4.1

4.0
panjang kentang (cm)

3.9

3.8

3.7

3.6

3.5

3.4

3.3
0M 0,25 M, 0,50 M 0,75 M 1M

Konsentrasi
Rata-Rata

Sumber: Data primer setelah diolah, 2022.


Gambar 5. Hubungan antara ukuran panjang umbi dengan konsentrasi larutan
sukrosa
4.2 Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil yaitu pada
potongan kentang silinder dengan ukuran panjang 4 cm yang direndam dalam
konsentrasi larutan aquades dan sukrosa dengan konsentrasi 0,25; 0,50; 0,75; 1 M
dalam waktu 30 menit, terjadi penambahan maupun pengurangan pada potongan
kentang. Hal ini terjadi karena konsentrasi larutan dapat mempengaruhi potensial
osmotik. Apabila konsentrasi larutan meningkat maka potensial osmotik kentang
akan menurun yang mengakibatkan kentang menyusut. Hal ini sesuai dengan
pendapat Arlita (2013) yang menyatakan bahwa konsentrasi larutan yang pekat
akan membuat air pada kentang keluar menuju ke larutan gula yang memiliki
konsentrasi yang menyebabkan perubahan dimnesi menjadi menyusut.
Pada grafik dengan konsentrasi 0,25 M, diperoleh hasil pengujian kentang
yang direndam dalam larutan aquades tidak mengalami penyusutan dan
penambahan jumlah larutan. Hal ini disebabkan karena konsentrasi air kentang
dan konsentrasi larutan aquades yang setara. Hal ini sesuai dengan pendapat
Wirna (2019), bahwa keadaan fisiologi aktif dalam satu sel dan seluruh sel-sel
dalam tumbuhan bergantung pada beberapa keadaan yang relatif konstan, salah
satunya adalah kesetimbangan air.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa pada tiap
konsetrasi larutan mengalami penyusutan pada jaringan umbi kentang, hal
tersebut bisa disebabkan karena faktor suhu dan lama perendaman. Lama
perendaman dapat menjadikan umbi kentang menjadi mengkerut. Hal ini sesuai
dengan pendapat Susanti (2014) yang mengatakan bahwa semakin tinggi suhu dan
lama perendaman maka air yang keluar dari jaringan umbi kentang akan semakin
mengalami pengerutan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
1. potensial osmotik adalah potensial yang disebabkan oleh zat-zat terlarut,
tandanya selalu negatif. Potensial osmotik sangat dipengaruhi oleh
konsentrasi, semakin tinggi konsentrasi maka akan semakin lambat laju
potensial osmotik.
2. Potensial osmotik dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi zat,
ionisasi zat terlarut, hidrasi zat terlarut dan suhu.
3. Nilai potensial air pada jaringan tanaman yaitu dipengaruhi oleh tekanan
osmosis air yang dimana dilihat dari laju konsentrasinya.
5.2 Saran
Sebaiknya praktikan memperhatikan penjelasan dan pengarahan asisten
pembimbing agar dalam pelaksanaan praktikum tidak terjadi kendala selama
praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Advinda, L. (2018). Dasar–Dasar Fisiologi Tumbuhan. Deepublish.

Ai, N. S., Lenak, A. A. 2014. Penggulungan Daun Pada Tanaman Monokotil Saat
Kekurangan Air (Leaf Rolling In Monocotyledon Plants Under Water
Deficit). Jurnal Bioslogos, 4 (2).

Furnawanthi, I., Devianti, S. J., Nauly, D., Mardiyanto, R., & Elya, M. (2018).
Respon Pertumbuhan Eksplan Kentang (Solanum Tuberosum L.) Varietas
Ap-4 Terhadap Manitol Sebagai Media Konservasi Secara In
Vitro. Prosiding Semnastan, 245-252.

Hamim, I. 2019. Fungsi Air Dan Perannya Pada Tingkat Selular Dan Tumbuhan
Secara Utuh.
Hamim, I. 2019. Peran Air Sebagai Penyusun Tubuh Tumbuhan.

Hamim. 2019. Peranan Dan Fungsi Air Sebagai Penyusun Tubuh Tumbuhan.
Modul Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Indonesia: Indonesian Document.

Helen, L. (2018). Pola Tumpangsari Tanaman Kacang Merah (Vigna Angularis)


Pada Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum L.) Varietas
Granola (Doctoral Dissertation, Universitas Brawijaya).

Khairuna, K. (2019). Diktat Fisiologi Tumbuhan.

Koryati, Try, Et Al. Fisiologi Tumbuhan. Yayasan Kita Menulis, 2021.

Lewar, Y., Dkk. 2016. Kajian Potensial Osmotik Dan Durasi Osmoconditioning
Terhadap Daya Hantar Listrik Dan Kandungan Kimia Benih Kacang
Merah Yang Telah Mengalami Deteriorasi. Partner, 21(2), 293-303.

Muis. 2012. Fisiologi tumbuhan. Makassar: Jurusan Biologi Fmipa Unm


Makassar.

Naiola, B. P. (2016). Fluktuasi Potensial Air Harian Gewang (Corypha Gebanga


Lamk.), Jenis Tumbuhan Hijau Abadi Disavana Ntt. Berita Biologi, 8(1),
75-82.
Prihastanti. Erma. 2014. Peranan An Pola Akumulasi Proline Tanaman Pada
Adaptasi Cekaman Kekeringan. Jurnal Kajian. 2(1): 594-597.

Utami, Fadillah. 2015. Potensial Osmotik Jaringan Tumbuhan. Jurnal Pendidikan


Biologi. 1(2):11-21.
Susanti, E. 2014. Pengaruh osmoconditioning dengan PEG (Polyethylene glycol)
6000 terhadap viabilitas benih kenaf (Hibiscus cannabinus L.) (Doctoral
dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).

Winna F., Farida D, Suseno A., dan Warid A., Q. 2019. Respon Lima Kultivar
Kentang (Solanum tuberosum L.) terhadap Perlakuan Manitol pada
Kultur In Vitro. Zuriat, 30 (1): 14-20.

Arlita, M. A., Waluyo, S., Waji. 2013. Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Terhadap
Penyerapan Larutan Gula pada Bengkuang. Jurnal Teknik Pertanian
Lampung, 2 (1) : 85-94.
LAMPIRAN
a. Lampiran Tabel
Tabel 5. Panjang silinder umbi kentang setelah direndam dalam berbagai seri
larutan sukrosa selama 30 menit
Sampel / Konsentrasi T0 I II III Rerata
0M 4 4 3,9 3,8 3,9
0,25 M, 4 4 4 3,9 4,0
0,50 M 4 3,7 3,8 3,7 3,7
0,75 M 4 4 4,2 4,1 4,1
1M 4 3,6 3,5 3,7 3,6
Sumber: Data primer setelah diolah, 2022.

Pengukuran Panjang Kentang


Sebelum 4
Sampel 1 4
Panjang Kentang
Sampel 2 3,9
Sampel 3 3,8
Pengamatan
Sebelum 4
Sampel 1 4
Sampel 2 4
Sampel 3 3,9

uan Aqudes (0 M). Tabel 7. Perlakuan Sukrosa (0,25 M)


M).
Pengamatan Panjang Kentang
Sebelum 4
Sampel 1 3,7
Panjang Kentang
Sampel 2 3,8
Sampel 3 3,7
Pengukuran
Sebelum 4
Sampel 1 4
Sampel 2 4,2
Sampel 3 4,1
uan Sukrosa (0,5 M). Tabel 9. Perlakuan Sukrosa (0,75 M).

Pengukuran Panjang Kentang


Sebelum 4
Sampel 1 3,6
Sampel 2 3,5
Sampel 3 3,7
Sumber: Data primer setelah diolah, 2022.

Tabel 10. Perlakuan Sukrosa (1,0 M).

b. Lampiran Perhitungan

Perhitungan Larutan Sukrosa dengan Konsentrasi 1 M

g 1000
M= :
Mr V

g 1000
1 M= :
342 100

1000
g=1 x 342 :
100

g=34,2 gram

Perhitungan Pembuatan Sukrosa dengan Konsentrasi 0,25 M

Diketahui : M1 = 1 M

M2 = 0,25 M

V2 = 50 mL

Ditanya : V1 …… ?

Penyelesaian : M1 . V1 = M2 . V2

1 M . V1 = 0,25 M . 50 mL

V1 = 12,5 Ml

Perhitungan Pembuatan Sukrosa dengan Konsentrasi 0,50 M

Diketahui : M1 = 1 M

M2 = 0,50 M
V2 = 50 mL

Ditanya : V1 …… ?

Penyelesaian : M1 . V1 = M2 . V2

1M . V1 = 0,50 M . 50 mL

V1 = 25 mL

Perhitungan Pembuatan Sukrosa dengan Konsentrasi 0,75 M

Diketahui : M1 = 1 M

M2 = 0,75 M

V2 = 50 mL

Ditanya : V1 …… ?

Penyelesaian : M1 . V1 = M2 . V2

1 M . V1 = 0,75 M . 50 mL

V1 = 37,5 mL

c. Lampiran Gambar

Gambar 11. Pencucian Gambar 12. Pengeringan


Bahan Kentang. kentang.
yang
Gambar 13. Pencampuran Gambar 14. Pengukuran
sukrosa dan aquades. panjang silinder kentang.

Gambar 15. Memasukkan Gambar 16. Penutupan


silinder kentang. tutup gelas dengan
alumunium foil.

Gambar 17. Perendaman Gambar 18. Pengukuran


Silinder Kentang Selama Silinder Kentang setelah
30 Menit. Perendaman.
Laporan Praktikum
Fisiologi Tumbuhan

KEBUTUHAN AIR DAN STRESS AIR


NAMA : RISKA NURJANNAH
NIM : G011211012
KELAS : FISIOLOGI TUMBUHAN E
KELOMPOK : 16 (ENAM BELAS)
ASISTEN :1.MUTHIA MUHSANA MUKHLIS
2.FADHILLA AZZAHRA BADARUDDIN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan mutlak suatu tanaman. Jumlah air yang
dibutuhkan atau yang digunakan tanaman tergantung dari beberapa faktor
lingkungan serta tanaman (jenis, pertumbuhan, dan fase perkembangan).
Pengetahuan tentang kebutuhan air tanaman dan efisiensi penggunaan air sangat
diperlukan dalam dunia pertanian. Hal ini disebabkan suatu tanaman akan tumbuh
dan berkembang dengan baik pada kondisi ketersediaan air yang cukup dan
tingkat penguapan yang sesuai dengan ketersediaan airnya (Advinda, 2018).
Ketersediaan air yang merupakan bagian dari fenomena alam, sering
sulit untuk diatur dan diprediksi dengan akurat. Hal ini karena ketersediaan air
mengandung unsur variabilitas ruang (spatial variability) dan variabilitas waktu
(temporal variability) yang sangat tinggi. Ketersediaan air dalam pengertian
sumber daya air pada dasarnya berasal dari air hujan (atmosferik), air permukaan
dan air tanah (Sari, 2012).
Kekurangan air mempengaruhi semua aspek pertumbuhan tanaman, yang
meliputi proses fisiologi, biokimia, anatomi dan morfologi. Pada saat kekurangan
air, sebagian stomata daun menutup sehingga terjadi hambatan masuknya CO 2 dan
menurunkan aktivitas fotosintesis. Selain menghambat aktivitas fotosintesis,
kekurangan air juga menghambat sintesis protein dan dinding sel. Tanaman yang
mengalami kekurangan air secara umum mempunyai ukuran yang lebih kecil
dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh normal. Kekurangan air
menyebabkan penurunan hasil yang sangat signifikan dan bahkan menjadi
penyebab kematian pada tanaman (Song et al., 2012).
Kelebihan air pada jaringan tanaman dapat berakibat buruk pada tanaman
karena akan mengganggu proses metabolisme dalam tubuh tanaman. Kelebihan
air memberikan dampak terhadap petumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu
tanaman rentang terserang hama dan penyerapannya berkurang. Kelebihan air
juga dapat menyebabkan kematian pada tanaman (Wiraatmaja, 2017).
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan praktikum ini agar dapat
mengetahui kebutuhan air tanaman, dan peranan air bagi tanaman.
1.2 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan praktikum kebutuhan air dan stress air adalah dapat:


1. Menentukan fakta tentang kondidi daun tanaman yang mengalami
kecukupan dan kekurangan air.
2. Mendeskripsikan kondisi daun yang mengalami kecukupan air dan
kekurangan air.
3. Dapat mengetahui turgiditas air daun relatif dan deficit air pada tanaman
yang mengalami kecukupan air dan kekurangan air.
Kegunaan dari praktikum ini adalah agar dapat menghitung turgiditas air
daun relatif dan defisit air pada tanaman yang mengalami kecukupan ait dan
kekurangan air.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Adam Hawa (Rhoeo discolor)


Menurut Kandowangko (2014), daun adam dan hawa merupakan tumbuhan
liar yang hidupnya di hutan dan di ladang. Daun adam dan hawa mempunyai daun
tunggal bentuk daunnya lanset melebar, tepinya merata atau bergerigi kasar tidak
teratur, mudah patah, bagian ujung runcing, berwarna permukaan atas hijau,
bagian bawah berwarna merah, permukaannya licin dan sedikit berambut.
Daunnya memanjang berwarna hijau. Bunga terletak di ketiak daun. Kedudukan
Tanaman adam dan hawa dalam taksonomi tumbuhan adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantarum
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Rhizophorales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Rhoeo
Spesies : Rhoeo discolor
Tanaman adam dan hawa merupakan jenis tanaman yang memiliki tingkat
adaptasi yang baik terhadap berbagai kondisi lingkungan. Dalam tanaman adam
hawa dapat dijumpai berbagai kandungan senyawa kimia seperti saponin, tanin,
flavonoid, dan antosianin. Antosianin sebagai senyawa kimia yang dapat larut
dalam air mampu bereaksi dengan baik dengan asam maupun basa. Daun adam
hawa merupakan salah satu tanaman yang tergolong ke dalam tanaman hias
varigata, dimana tanaman varigata ini tanaman yang menampilkan dua warna atau
lebih pada daunnya, yang berbeda dengan induknya (Viana et. al., 2017).
Tanaman adam dan hawa (Rhoeo discolor) merupakan tanaman yang telah
lama digunakan sebagai obat kanker dan penyakit degeneratif lainnya seperti
penyakit parkinson. Tanaman ini mengandung senyawa antioksidan dan
antimutagen yang berpotensi sebagai agens phytomedicine. Ekstrak etanol yang
terkandung dalam tanaman juga digunakan dalam penelitian (Wiratmaja, 2017).
2.2 Peranan dan Sifat Sifat Air
Air memegang peranan penting dalam kehidupan tumbuhan, sehingga tidak
mungkin ada kehidupan tanpa air. Dalam kehidupannya, tumbuhan membutuhkan
air kurang lebih 500 g untuk setiap bahan organik yang dibentuknya. Air tersebut
diabsorbsi melalui akar dan ditransportasikan ke dalam tubuh tumbuhan untuk
kemudian diuapkan ke atmosfer. Jika terjadi sedikit saja ketidak seimbangan air
dalam tumbuhan akan mengakibatkan defisit air dan terganggunya reaksi-reaksi
biokimia pada protoplasma (Advinda, 2018).
Kebutuhan air tanaman merupakan jumlah air yang digunakan untuk dapat
memenuhi evapotranspirasi yang dapat dihitung melalui perhitungan neraca air.
Evapotranspirasi merupakan jumlah air yang hilang dari tanah dan tanaman dalam
satuan waktu tertentu yang dimana jumlahnya tergantung pada jenis tanaman,
jenis tanah serta kondisi cuaca pada lingkungan sekitar tanaman terutama suhu
(temperatur) dan kelembaban (Purba et al., 2021).
Sifat fisik dan kimia air yaitu molekul sederhana yang terdiri dari dua atom
(H) dan satu atom (O). Dua jenis atom ini saling terikat dengan ikatan kovalen,
yang di mana kedua jenis atom yang berikatan saling menyumbangkan elektron
terluarnya untuk membentuk pasangan sehingga digunakan secara bersama. Hal
ini terjadi karena atom oksigen memiliki jumlah elektron terluar sebanyak 6 buah
sehingga ada dua elektron yang bisa membentuk ikatan kovalen dengan atom lain.
Karena atom H hanya memiliki 1 elektron maka dua atom hidrogen dapat
berikatan dengan 1 atom O membentuk air (H2O) (Mayani et al., 2014).
2.3 Jenis-Jenis Air
Keberadaan air dalam tanah terdapat dalam beberapa bentuk, meliputi air
gravitasi, air kimia, air higroskopis dan air kapiler. Pada tanaman, air diserap oleh
akar. Penyerapan air (water absorbtion) oleh akar ini sangat dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan yaitu air yang tersedia dalam tanah. Air yang bisa diserap
oleh akar disebut juga sebagai air kapiler yaitu air terdapat di pori mikro tanah,
melapisi butiran tanah, diikat longgar oleh partikel tanah dan dapat dilepaskan
oleh perakaran. Sedangkan jenis air lainya yaitu air gravitasi dan air higroskopis
tidak dapat diserap oleh sistem perakaran (Koryati, 2021).
Air gravitasi adalah jenis air yang bebas mengalir ke bawah melalui
partikel tanah karena adanya gaya gravitasi. Dengan bergerak bebas jauh ke
bawah, air gravitasi menyebabkan pencucian mineral-mineral tanah, termasuk
nutrien. Air gravitasi merupakan air yang diadsorbsi oleh tanah dengan sangat
kuat, sehingga tidak tersedia bagi tanaman (Wiraatmaja, 2017).
Air kapiler merupakan bagian air dalam tanah yang termasuk pada pori-pori
oleh gaya kapiler. Air kapiler dapat bergerak bebas ke segala arah tergantung pada
tegangan-tegangan kapiler yang bekerja. Tetapi gerakan air kapiler masih
dipengaruhi oleh gaya grafitasi. Air kapiler merupakan titik-titik air yang mengisi
pori-pori kapiler. Air kapiler ini dapat diserap oleh akar tanaman, jadi juga
merupakan air yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Nawari, 2019).
Jenis air higroskopis adalah air yang diresap dari udara membentuk lapisan
air yang sangat tipis pada permukaan partikel tanah. Air higroskopis ini
mempunyai gaya adhesi yang amat besar sehingga sukar digunakan oleh akar
tumbuhan karena akar tidak mampu menyerapnya. Air higroskopis juga ini adalah
air yang paling terakhir tersisa pada tanah yang kering (Asmaranto et al., 2012).
2.4 Pergerakan Air dalam Sel
Air merupakan kebutuhan pokok bagi semua tanaman juga merupakan
bahan penyusun utama dari pada protoplasma sel. Di samping itu, air adalah
komponen utama dalam proses fotosintesis, pengangkutan asimilat hasil proses ini
ke bagian bagian tanaman hanya dimungkinkan melalui gerakan air dalam
tanaman. Dengan peranan tersebut diatas, jumlah pemakaian air oleh tanaman
akan berkolerasi positif dengan produksi biomassa tanaman, hanya sebagian kecil
dari air yang diserap akan terjadi penguapan melalui stomata atau juga melalui
proses transpirasi (Felania, 2017).
Air dalam sel mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan jaringan lain
disebut adhesi. Sedangkan kemampuan jaringan tersebut untuk saling berikatan,
disebut kohesi. Hal tersebut sangat membantu dalam proses pengangkutan air
dalam sel tumbuhan. Air memiliki viskositas (kekentalan) yang rendah, sehingga
dapat dengan mudah mengalir. Hal ini sangat penting bagi kehidupan tanaman,
karena dengan demikian air dengan mudah berpindah di dalam sel. Semua sifat
fisika air di atas membuat air merupakan suatu medium ideal untuk pelaksanaan
berbagai proses hidup (Handoko dan Rizki, 2020).
Secara umum air bergerak di dalam jaringan karena adanya perbedaan
(gradien) tekanan, baik gradien potensial air, gradien tekanan hidrostatik, maupun
karena gradien tekanan uap. Gradien potensial air biasanya terjadi apabila air
melewati membran sel seperti dari tanah/media ke dalam sel akar, atau dari sel-sel
yang satu ke sel-sel lainnya. Gradien tekanan hidrostatik terjadi ketika air
bergerak tanpa melalui membran sel, misalnya di dalam pembuluh xilem, yaitu
dari xilem akar ke xilem batang dan daun. Gradien tekanan uap biasa terjadi di
stomata daun di mana air berubah dari cairan menjadi uap. Dengan demikian
dalam sistem tumbuhan yang utuh ketiga jenis gradien ini terjadi dan saling
berhubungan (Hamim, 2018).
2.5 Defisit Air dan Faktor Penyebab Defisit Air
Periode surplus dan defisit air suatu daerah penting diketahui untuk
mengatur pola tanam maupun jadwal pemberian air irigasi, sehingga dengan
pengelolaan berdasarkan acuan hasil perhitungan neraca air diharapkan akan dapat
diperoleh hasil pertanian yang lebih baik. Pemanfaatan perkiraan iklim ata cuaca
dalam menentukan waktu tanam serta pola tanam dapat dilakukan dengan
mengenal pola curah hujan dan neraca air suatu wilayah. Curah hujan dan
evapotranspirasi dapat memberikan keterangan penting tentang perkiraan jumlah
air yang dapat dianalisis melalui perhitungan neraca air (Rahim, 2015).
Besarnya evapotranspirasi tanaman dipengaruhi oleh faktor iklim, jenis
tanaman, dan fase pertumbuhan tanaman. Kondisi lahan pertanian seperti jenis
dan sifat tanah, keadaan topografi dan luas areal pertanaman juga mempengaruhi
kebutuhan air tanaman. Evapotranspirasi (pemakaian konsumtif) sebagai jumlah
air pada suatu areal bertanaman yang dipergunakan untuk transpirasi, diuapkan
dari tanah dan permukaan air serta yang diintersepsi oleh tanaman, dapat
dinyatakan dalam volume air persatuan luas seperti meter kubik per hektar aau
dalam tinggi air seperti milimeter (Arsyad, 2010).
Faktor lingkungan yang menjadi faktor penyebab terjadinya cekaman defisit
air dapat meningkatkan metabolit sekunder pada tanaman. Respon tanaman
terhadap cekaman defisit air yaitu menurunkan produktivitas. Selain itu, cekaman
defisit air dapat meningkatkan kadar K dan asam amino prolin, juga dapat
meningkatkan prduk metabolit sekunder (Trisilawati, 2012).
2.6 Turgiditas Relatif dan Faktor Penyebab Penyebab Turgiditas Relatif
Turgiditas relatif dikenal dengan sel turgor adalah perkiraan isi sel terhadap
dinding sel yang dihitung secara matematis. Tanaman mengalami turgiditas
apabila berada pada lingkungan yang mengandung banyak air sehingga air dapat
masuk dalam sel sampai dinding sel dan tidak mampu lagi untuk membesar.
Lingkungan yang kering mengakibatkan sel kehilangan air dari jalur metabolisme
ataupun penguapan. Kondisi kekurangan ini akan menyebabkan tingginya defisit
relatif. Tekanan sel oleh dinding sel menjadi kaku apabila air masuk ke dalam sel.
Saat matahari terik di siang hari dan tumbuhan telah kehilangan banyak air akibat
penguapan tumbuhan akan mengalami kehilangan tekanan turgor (Hamim, 2010).
Kondisi defisit air dapat menurunkan turgiditas sel tanaman. Menurunnya
turgiditas sel tanman dapat mengakibatkan terhambatnya penggandaan dan
pemesaran sel tanaman. Cekaman air jua menyebabkan transpor unsur hara dan
proses biokimia tanaman terganggu, hal ini diindikasikan dari nilai bobot kering
tanaman yang rendah (Marsha, 2014).
Naik turunnya turgiditas tumbuhan dapat dilihat dari kandungan air yang
terkandung pada tumbuhan. Semakin banyak tumbuhan menyimpan air, maka
turgiditasnya tinggi. Tinggi rendahnya potensial air akan tergantung pada jumlah
bahan yang terlarut. Semakin banyak bahan yang terlarut, maka potensial osmotik
sel akan semakin rendah. Bila tekanan turgor sel tersebut tetap maka secara
keseluruhan potensial air sel akan menurun ( Hammim, 2018).
2.7 Tanaman Terhadap Cekaman Fisiologi Tanah Tanah Tergenang dan
Tanah Kering
Tanaman yang mengalami cekaman air secara umum mempunyai ukuran
yang lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tidak menderita cekaman
kekeringan. Cekaman kekeringan dapat menyebabkan perubahan pada morfologi,
fisiologi, dan biokimia, yang berpengaruh buruk pada pertumbuhan tanaman serta
produktivitasnya. Cekaman kekeringan menyebabkan asimilat yang dihasilkan
dalam proses fotosintesis jumlahnya menjadi sedikit. Asimilat yang dihasilkan
dalam proses fotosintesis yang sedikit dapat menyebabkan translokasi asimilat ke
bagian tajuk dan akar juga sedikit, sehingga menghasilkan bobot basah tajuk dan
akar yang kecil (Advinda, 2018).
Cekaman kekeringan dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan biokimia
dan molekuler yang mengatur pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Cekaman
kekeringan pada tanaman menurunkan bobot kering tajuk dan akar, potensial air
dan kandungan air relatif daun. Cekaman kekeringan terjadi apabila kebutuhan air
tanaman tidak dapat tercukupi dengan baik akibat terjadinya defisit air. Cekaman
kekeringan pada tanaman dapat disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah
perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun akibat laju
evapotranspirasi. Cekaman kekeringan akan menyebabkan aerasi dalam tanah
terganggu dan pasokan oksigen dalam tanah tidak lancar, sehingga perkembangan
tanaman menjadi kerdil (Ilmawan, 2018).
Tanaman yang mengalami seperti cekaman air, stomata daunnya akan
menutup sebagai akibat dari menurunnya turgor sel daun, sehingga mengurangi
jumlah CO2 yang berdifusi ke dalam daun. Selain itu menutupnya stomata, maka
laju transpirasi menurun sehingga mengurangi suplai unsur hara dari tanah ke
tanaman, karena transpirasi pada dasarnya memfasilitasi laju aliran air dari tanah
ke tanaman, sedangkan sebagian besar unsur hara masuk ke dalam tanaman
bersama-sama dengan aliran-aliran air (Koryati et al., 2021).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Agroklimatologi dan
Biostatistika Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. Praktikum ini
dilakukan pada Sabtu, 17 September 2022 pukul 08.00-09.40 WITA.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada pelaksanaan praktikum yaitu tisu, timbangan
analitik, cawan petri, dan sedotan stainless.
Bahan yang digunakan adalah tanaman adam hawa, aquades, dan
aluminium foil.
3.3 Prosedur Praktikum
1. Siapkan dua kelompok tanaman. Satu kelompok tanaman yang kecukupan
air, dan satu kelompok tanaman dengan keadaan agak layu (kurang air).
2. Siapkan 10 buah potongan daun yang dibuat dengan sedotan stainless.
3. Ukur berat segar (BS) 10 potongan daun dari kedua kelompok tanaman
terseut dengan menggunakan timbangan analitik.
4. Tempatkan kedua kelompok potongan daun tersebut dalam cawan petri
yang berisi air selama 30 menit.
5. Tiriskan potongan daun dengan menggukan tissu, kemudian ukurlah berat
segar dari kedua kelompok tanaman tersebut sebagai berat turgit (BT).
6. Keringkan kedua kelompok potongan daun tersebut dibawah sinar matahari
selama satu jam. Selanjutnya timbang berat kering (BK) dari kedua
kelompok tanaman tersebut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan maka didapatkan hasil
sebagai berikut:

Diagram Status Jaringan Daun Tumbuhan


200.00
180.00
160.00
Turgiditas Relatif (%)

140.00
120.00
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0.00
Tumbuhan Segar Tumbuhan Kekurangan Air
Perlakuan Tanaman

Sumber: Data primer setelah diolah, 2022.


Gambar 6. Status Jaringan Daun Tumbuhan Cukup Air dan Daun
Tumbuhan Kurang Air
4.2 Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, ada dua perlakuan yang telah
dilakukan yaitu tanaman yang setiap harinya disiram dengan air yang cukup dan
tanaman yang tidak diberikan air yang cukup (stress air). Cara pengujiannya
dilakukan dengan melubangi daun menggunakan pelubang gabus dan kemudian
ditimbang dan diperoleh berat segarnya lalu direndam. Setelah di rendam 30
menit, maka daun tersebut ditimbang lagi untuk mencari berat turgor dan
kemudian di keringkan selama satu jam sehingga diperoleh berat kering dari
tanaman tersebut. Berat segar tanaman dari kelompok dengan kecukupan air
berasal dari ketersediaan air yang mampu diserap oleh akar tanaman dan di
ankgkut oleh pembulu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nugroho (2015) yang
menyatakan bahwa berat segar di pengaruhi oleh kecukupan air tanaman.
Pada turgiditas relatif pada tumbuhan (berkecukupan air) memiliki nilai
tinggi daripada tumbuhan kekurangan air. Hal ini disebabkan karena tanaman
yang berkecukupan air memiliki kemampuan untuk mempertahankan kandungan
air didalam jaringannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sagala (2021) yang
menyatakan bahwa tanaman akan mengalami turgiditas sel apabila tanaman
berada pada lingkungan yang banyak airnya sehingga air tersebut akan masuk ke
dalam sel sampai dinding sel tersebut tidak mampu membesar lagi.
Pada tumbuhan kekurangan air memiliki nilai turgiditasnya rendah. Hal
tersebut disebabkan karena tumbuhan mengalami stres air atau mengalami
cekaman kekeringan yang memberikan tekanan pada tumbuhan dan berakibat
tanaman akan layu dan mati. Hal ini sesuai dengan pendapat Pratiwi (2019) yang
menyatakan bahwa ketika tumbuhan memiliki tekanan turgor yang tinggi (penuh)
maka kemampuan metabolismenya juga tinggi, sebaliknya jika tumbuhan
kehilangan turgor (misalnya saat layu) maka kemampuan metabolismenya seperti
fotosintensis dan respirasi juga rendah sehingga upaya mempertahankan turgor
merupakan hal yang penting bagi tumbuhan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat di simpulkan
bahwa:
1. Tanaman yang mengalami kecukupan air mendapatkan air yang baik
sedangkan tanaman yang mengalami kekurangan air mendapatkan
kebutuhan air yang tidak banyak.
2. Kondisi tanaman yang mengalami kecukupan air terlihat lebih segar di
bandingkan dengan tanaman yang mengalami kekurangan air.
3. Tanaman yang mengalami kecukupan air maka nilai turgiditasnya akan
tinggi, sedangkan tanaman yang kekurangan air akan memiliki nilai defisit
air yang tinggi.
5.2 Saran
Sebelum melakukan praktikum, pelajari dan pahami terlebih dahulu materi
yang akan di praktikumkan dan mengetahui prosedur kerja. Menyiapkan alat dan
bahan sebelum praktikum yang akan digunakan.
DAFTAR PURTAKA

Advinda, L. 2018. Dasar–Dasar Fisiologi Tumbuhan. Padang. Deepublish.

Felania, C. 2017. Pengaruh Ketersediaan Air terhadap Pertumbuhan Kacang Hijau


(Phaceolus Radiatus). In Seminar Nasional Pendidikan Biologi. 2(2). 131-
38.

Hamim. 2010. Fungsi Air Dan Perannya pada Tingkat Selular dan Tumbuhan
Secara Utuh. Jakarta: Erlangga.

Hammim. 2018. Fungsi Air dan Perannya pada Tingkat Selular dan Tumbuhan
Secara Utuh. Yogyakarta: Modul 1.

Handoko, A., dan Rizki, A.M. 2020. Fisiologi Tumbuhan. Tesis. Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan. UIN Raden Intan. Lampung.

Ilmawan, E., dan Takdir, A. 2018. Analisis Keragaan Genetik Jagung Toleran
Cekaman Kekeringan di Lahan Sawah Tadah Hujan. Agrotek: Jurnal
Ilmiah Ilmu Pertanian, 2(2), 39-47.

Kandowangko, N. Y. 2014. Kajian Etnobotani Tanaman Obat oleh Masyarakat


Kabupaten Bonebolango Provinsi Gorontalo. Penelitian Unggulan Pusat
Studi, 2(737): 342- 343.

Koryati, T., Purba, D. W., Surjaningsih, D. R., Herawati, J., Sagala, D., Purba, S.
R., dan Aldya, R. F. 2021. Fisiologi Tumbuhan. Bandung. Yayasan Kita
Menulis.

Mayani, L., Yuwono, S. S., Ningtyas, D. W. 2014. Pengaruh Pengecilan Ukuran


Jahe dan Rasio Air terhadap Sifat Fisik Kimia dan Organoleptik pada
Pembuatan Sari Jahe (Zingiber officinale). Jurnal Pangan Dan
Agroindustri, 2(4): 148-158.

Nawari, J. P. H. 2019. Irigasi dan Bangunan Air. Pontianak: Enggang Media.

Nugroho, W. S. 2015. Penetapan standar warna daun sebagai upaya identifikasi


status hara (N) Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Tanah
Regosol. Planta Tropika: Jurnal Agrosains, 3(1), 8-15.

Pradana, A. P., Putri, D., dan Munif, A. 2015. Eksplorasi Bakteri Endofit dari
Akar Tanaman Adam Hawa dan Potensinya Sebagai Agens Hayati dan
Pemacu Pertumbuhan Tanaman Padi. Jurnal Fitopatologi
Indonesia, 11(3), 73-73.

Pratiwi, D. 2018. Pengaruh Pemberian Puding Pepaya terhadap Tekanan Darah


pada Lansia Penderita Hipertensi. Skripsi. Universitas Muhammadiyah.
Surabaya.
Purba, T., Ningsih, H., Purwaningsih, P., Junaedi, A. S., Gunawan, B., Junairiah,
J., dan Arsi, A. 2021. Tanah Dan Nutrisi Tanaman. Yayasan Kita Menulis.

Rahim, Y. 2015. Pendugaan Defisit dan Surplus Air Untuk Pengembangan


Tanaman Jagung (Zea mays L.) Di Kabupaten Gorontalo dengan
Menggunakan Model Simulasi Neraca Air. Agri-Sosioekonomi, 11(1):11-
17.

Sagala, D., Ningsih, H., Koryati, T., Ramdan, E. P., Indarwati, I., Herawati, J.,
dan Septariani, D. N. 2021. Dasar-Dasar Agronomi. Bandung. Yayasan
Kita Menulis.

Sari, I. K., Limantara, L. M., dan Priyantoro, D. 2012. Analisa Ketersediaan dan
Kebutuhan Air pada DAS Sampean. Jurnal Teknik Pengairan: Journal of
Water Resources Engineering, 2(1), 29-41.

Viana, J.E., Hidayat, Z., Isminarti, T., Dwiastuti, M., Nakhil, U., dan Latifah, E.
2017. Gel Madam Ekstrak Daun Adam Hawa (Rhoeo discolor) sebagai
Gel Anti inflamasi. Urecol, 2(1): 161-170.

Wiraatmaja, I.W. 2017. Suhu, Energi Matahari, dan Air Dalam Hubungan dengan
Tanaman. Tesis. Fakultas Pertanian Universitas Udayana: Denpasar.
LAMPIRAN

a. Lampiran Tabel
Tabel 11. Turgiditas relatif tumbuhan segar dan tumbuhan kekurangan air.

Tumbuhan Kekurangan
Tumbuhan Segar
Kelompok Air
No
Ulangan
TR
BS BT BK TR (%) BS BT BK
(%)
1. 16 0.9 1.0 0.6 75 0.7 0.8 0.4 75
2. 17 0.6 0.8 0.4 50 0.8 0.9 0.3 83.3
3. 18 0.7 0.4 0.3 400 0.4 0.3 0.3 -
Rata-rata 0.73 0.73 0.43 175.00 0.63 0.67 0.33 79
Sumber: Data primer setelah diolah, 2022
b. Lampiran Gambar
Gambar 14. Tanaman Gambar 15. Daun
Gambar 13. Tanaman tanaman cukup air
kekurangan air
kecukupan air

Gambar 16. daun Gambar 17. Beratsegar Gambar 18. Berat segar
tanaman kurang air daun tanaman cukup air daun tanaman kurang air

Gambar 19. Perendaman Gambar 20. Beratturgid Gambar 21. Beratturgid


kedua kelompok daun daun tanaman cukup air daun tanaman kurang air
tanman

Gambar 22. Berat kering Gambar 23. Berat kering


daun tanaman cukup air daun tanaman cukup air
c. Lampiran Perhitungan
Perhitungan Turgiditas Relatif Tanaman Kecukupan Air dalam Pengulangan I.
Diketahui : BS = 0,9
BT = 1,0
BK = 0,6
Ditanya : TR…… ?
BS−BK
Penyelesaian : TR= X 100
BT −BK
0,9−0,6
TR= X 100
1,0−0,6
0,3
= X 100
0,4
= 75%
Perhitungan Turgiditas Relatif Tanaman Kekurangan Air dalam Pengulangan I.
Diketahui : BS = 0,7
BT = 0,8
BK = 0,4
Ditanya : TR…… ?
BS−BK
Penyelesaian : TR= X 100
BT −BK
0,7−0,4
TR= X 100
0,8−0,4
0,3
= X 100
0,4
= 75%
Perhitungan Turgiditas Relatif Tanaman Kecukupan Air dalam Pengulangan II.
Diketahui : BS = 0,6
BT = 0,8
BK = 0,4
Ditanya : TR…… ?
BS−BK
Penyelesaian : TR= X 100
BT −BK
0,6−0,4
TR= X 100
0,8−0,4
0,2
= X 100
0,4
= 50%
Perhitungan Turgiditas Relatif Tanaman Kekurangan Air dalam Pengulangan II.
Diketahui : BS = 0,8
BT = 0,9
BK = 0,3
Ditanya : TR…… ?
BS−BK
Penyelesaian : TR= X 100
BT −BK
0,8−0,3
TR= X 100
0,9−0,3
0,5
= X 100
0,6
= 83,33%
Perhitungan Turgiditas Relatif Tanaman Kecukupan Air dalam Pengulangan III.
Diketahui : BS = 0,7
BT = 0,4
BK = 0,3
Ditanya : TR…… ?
BS−BK
Penyelesaian : TR= X 100
BT −BK
0,7−0,3
TR= X 100
0,4−0,3
0,4
= X 100
0,1
= 400%
Perhitungan Turgiditas Relatif Tanaman Kekurangan Air dalam Pengulangan III.
Diketahui : BS = 0,4
BT = 0,3
BK = 0,3
Ditanya : TR…… ?
BS−BK
Penyelesaian : TR= X 100
BT −BK
0,4−0,3
TR= X 100
0,3−0,3
0,1
= X 100
0
=-
Laporan Praktikum
Fisiologi Tumbuhan

KERAPATAN DAN BUKAAN STOMATA TANAMAN MONOKOTIL


DAN DIKOTIL
NAMA : RISKA NURJANNAH
NIM : G011211012
KELAS : FISIOLOGI TUMBUHAN E
KELOMPOK : 16 (ENAM BELAS)
ASISTEN :1.MUTHIA MUHSANA MUKHLIS
2.FADHILLA AZZAHRA BADARUDDIN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stomata daun adalah sarana utama pertukaran gas pada tumbuhan. Stomata
berbentuk pori-pori kecil, biasanya di sisi bawah daun, yang dibuka atau ditutup
di bawah kendali sepasang sel berbentuk pisang yang disebut sel penjaga. Ketika
terbuka, stomata memungkinkan CO2 untuk memasuk ke daun untuk melakukan
sintesis glukosa, dan juga memungkinkan untuk air (H2O) dan oksigen bebas (O2)
untuk keluar. Selain membuka dan menutup stomata (perilaku stomata), tanaman
menggunakan kontrol atas pertukar gasmereka dengan memvariasikan kepadatan
stomata dalam daun ketika mereka baru di produksi (seperti pada musim semi
atau musim panas). Stomata per satuan luas (kepadatan stomata) bisa mengambil
banyak O2, dan semakin banyak air yang dapat dilepaskan (Annisa et al., 2016).
Celah yang berada di antara dua sel penjaga biasanya kita kenal dengan
sebutan stomata. Di dekat sel penutup terdapat sel-sel yang mengelilingi yang
disebut sel tetangga. Sel penutup dapat membuka dan menutup sesuai kebutuhan
tanaman akan transpirasinya, sedangkan sel-sel tetangga berperan dalam
perubahan osmotik yang berhubungan dengan pergerakan sel-sel penutup.
Stomata terdapat pada semua bagian tumbuhan yang terdedah ke udara, tetapi
lebih banyak terdapat pada daun terutama pada permukaan bawah daun. Tetapiada
beberapa spesies tumbuhan dimana stomata dapat dijumpai pada kedua
permukaan daunnya (Yanti, 2021).
Stomata berperan sebagai salah satu alat beradaptasi tanaman terhadap
cekaman kekeringan. Pada kondisi cekaman kekeringan, fungsi stomata akan
menutup, sebagai upaya untuk menahan laju transpirasi. Beberapa jenis tanaman
beradaptasi terhadap cekaman kekeringan dengan cara mengurangi ukuran dan
jumlah stomata. Jumlah dan banyaknya gas yang akan masuk ke dalam tubuh
tumbuhan akan sangat dipengaruhi oleh luas stomata. Pada umumnya, jenis dan
bentuk tanaman di setiap daerah sangat beragam. Karena keberagaman inilah
sehingga perlu diketahui bagaimana ukuran dan tipe stomata (Barus dan Rauf.,
2021).
Mekanisme membuka dan menutupnya stomata serta perubahan ukurannya
disebabkan oleh perubahan bentuk sel penjaga yang dibagun sedemikian rupa
sehingga kenaikan turgor (tekanan hidrostatik) menyebabkan stomata terbuka,
sedangkan penurunan turgor pada sel penjaga disebabkan oleh bergeraknya air ke
luar, dan penurunan volume menyebabkan dinding bagian dalam terbuka, yang
memancar kembali ke keadaan semula, sehingga stomata menutup. Stomata
berfungsi sebagai jalan masuknya CO 2 dari udara pada proses fotosintesis dan
sebagai jalan respirasi. Stomata ditemukan di bagian atas atau bawah epidermis.
Namun, jumlah stomata di epidermis bawah biasanya lebih banyak daripada
epidermis bagian atas (Arfa et. al., 2019).
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan praktikum kerapatan dan
bukaan stomata tanaman monokotil dan dikotil untuk mendeskripsikan bentuk
stomata serta mengetahui perbedaan stomata pada tanaman monokotil dan dikotil.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan pada praktikum ini dapat diuraikan secara singkat, antara lain
adalah sebagai berikut:
1. Menemukan fakta mengenai letak stomata pada daun
2. Menemukan fakta adanya perbedaan stomata antar spesies tanaman
monokotil dan dikotil.
3. Dapat menghitung kerapatan stomata pada daun tanaman
4. Dapat mengukur dan menghitung luas bukaan stomata
5. Mendeskripsikan bentuk stomata pada setiap spesies tanaman
6. Mendeskripsikan mekanisme membuka dan menutupnya stomata
Kegunaan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui adanya perbedaan
stomata antar tanaman pepaya dan nangka, kerapatan dan bukaan stomata pada
tanaman pepaya dan nangka, seta untuk mengetahui mekanisme membuka dan
menutupnya stomata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Umum Tanaman Cabai dan Jagung
Cabai merupakan spesies cabai dibudidayakan karena mempuyai daya jual
yang tinggi sehingga termasuk tumbuhan yang bernilai ekonomi penting.
Capsicum frutescens yang biasa kita kenal di Indonesia dengan cabai rawit.
Ukuran cabai rawit memang kecil akan tetapi memiliki tingkat kepedasan yang
tinggi bahkan diluar negeri dikenal dengan sebutan hot chili. Cabai rawit kecil
mempunyai ciri fisik yaitu, ukuran buahnya yang sangat kecil dengan panjang
buahnya sekitar 1-2 cm. Selain itu buahnya apabila masih muda berwarna hijau
namun ketika sudah tua akan berubah menjadi warna merah (Iin, 2021).
Cabai termasuk tanaman dikotil berbentuk semak, batangnya berkayu, tipe
percabangannya tegak atau menyebar dengan karakter yang berbeda-beda
tergantung spesiesnya. Struktur perakarannya diawali dari akar tunggang yang
sangat kuat, yang bercabang-cabang ke samping dengan akar rambut. Pola
pertumbuhannya vegetatif berupa percabangan dikotomi dari batang utama dan
tunastunas lateralnya. Daun cabai merupakan daun tunggal dengan helai daun
berbentuk bulat telur lebar atau lanset. Tanaman cabai tergolong berumah satu.
Artinya dalam satu bunga terdiri dari satu alat kelamin jantan dan betina. Sebab
berumah satu tanaman cabai dapat melakukan penyerbukan sendiri (Nur, 2018).
Jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang terpenting didunia
setelah padi dan gandum. Jagung sebagai salah satu tanaman yang memiliki
kandungan gizi karbohidrat. Jagung mempunyai banyak kegunaan antara lain
batang dan daun yang masih muda digunakan makanan ternak, batang dan daun
yang sudah tua digunakan untuk pupuk kompos, batang jagung bisa dibuat untuk
kertas, buah jagung yang masih muda digunakan sebagai bahan sayuran, perkedel
dan bakwan, biji jagung yang sudah tua digunakan seagai pengganti nasi, marning
dan tepung. Jagung mempunyai nilai kalori hampir sama dengan beras. Jagung
mengandung asam lemak esensial yang sangat bermanfaat bagi pencegahan
penyakit penyempitan pembuluh darah, selain itu kandungan minyak jagung yang
non kolestrol berguna bagi kesehatan jantung (Fauzi et al., 2019).
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya
diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap
pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua merupakan tahap pertumbuhan generatif.
Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi yaitu mencapai 1-3 m, ada juga yang
mencapai 6 m. Jagung termasuk tanaman biji berkeping tungal (monokotil, jagung
tergolong berakar serabut. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa akar adventif
dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya
tanaman (Megesari dan Nuryadi, 2019).
2.2 Karakteristik Stomata Tanaman Cabai dan Jagung
Stomata merupakan celah dalam epidermis yang dibatasi oleh dua sel
epidermis yang khusus, yakni sel penutup. Dengan mengubah bentuknya, sel
penutup mengatur pelebaran dan penyempitan celah. Sel yang mengelilingi stoma
dapat berbentuk sama atau berbeda dengan sel epidermis lainnya. Sel yang
berbeda bentuk dinamakan sel tetangga, yang kadang-kadang berbeda juga isinya.
Sel tetangga berperan dalam perubahan osmotik yang menyebabkan gerakan sel
penutup yang mengatur lebar celah (Kuswarini, 2016).
Tipe stomata pada daun sangat bervariasi. Berdasarkan hubungan stomata
dengan sel epidermis sel tetangga ada banyak tipe stomata, klasifikasi ini
terpisah dari klasifikasi berdasarkan perkembangan. Walaupun tipe yang berbeda
dapat terjadi pada satu familia yang sama atau dapat juga pada daun dari
spesies yang sama. Struktur apparatus stomata dapat digunakan dalam studi
taksonomi. Menurut Kamaluddin et al., (2020), tipe stomata pada dikotil
berdasarkan susunan sel epidermis yang berdekatan dengan sel tetangga ada
5 yaitu:
1. Anomositik/Ranunculaceous, yaitu sel penutup dikelilingi oleh sejumlah sel
tertentu yang tidak berbeda dengan epidermis yang lain dalam bentuk
maupun ukurannya.
2. Anisositik/Cruciferous, yaitu setiap sel penutup dikelilingi oleh 3 sel
tetangga yang ukurannya tidak sama.
3. Parasitik/Rubiaceous, yaitu tiap sel penjaga bergabung dengan satu atau
lebih sel tetangga, sumbu membujurnya sejajar dengan sumbu sel tetangga
dan apertur.
4. Diasitik/Cariophyllaceus, yaitu setiap sel penutup dikelilingi oleh dua
sel tetangga dengan dinding sel yang membentuk sudut siku-siku terhadap
sumbu membujur stoma.
5. Aktinositik, yaitu setiap sel penutupdikelilingi oleh sel tetangga yang
menyebar dalam radius.
Jumlah stomata berkisar antara beberapa ribu per cm persegi permukaan
daun pada beberapa jenis tumbuhan dan lebih dari pada 100.000 per cm persegi
pada tumbuhan lain. Distribusi stomata sangat berhubungan dengan kecepatan dan
intensitas transpirasi pada daun, misalnya letak stomata antara stomata yang satu
dengan yang lain dengan jarak tertentu. Dalam batas tertentu, makin banyak
porinya makin cepat penguapan. Jika lubang-lubang itu terlalu berdekatan, maka
penguapan dari lubang yang satu akan menghambat penguapan lubang dekatnya
(Papuangan dan Djurumudi, 2014).
Setiap spesies tumbuhan monokotil memiliki jumlah dan distribusi stomata
yang berbeda dan tentunya jumlah dan distribusi stomata tersebut sangat
dipengaruhi oleh faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar tersebut antara lain
kelembapan, suhu, cahaya, dan angin, dan kandungan air. Sedangkan faktor dalam
antara lain besar kecilnya daun, berlapis lilin atau tidaknya permukaan daun,
banyak sedikitnya bulu pada permukaan daun, banyak sedikitnya stomata, bentuk
dan letak stomata. Lebih lanjut semakin banyak jumlah daun maka semakin
banyak jumlah stomata, sehingga semakin besar transpirasinya (Suyitno, 2012).
Pada tumbuhan monocotyledoneae (monokotil) penyebaran stomatanya
tersusun secara longitudinal sedangkan pada tumbuhan dicotyledoneae (dikotil)
letak stomata tidak beraturan. Letak stomata pada daun dikotil umumnya tersebar,
sedangkan pada daun monokotil terletak berderet-deret sejajar sesuai dengan
susunan epidermisnya misalnya alang-alang. Hal ini diduga ada kaitannya dengan
sifat genetis dan morfologis pada tanaman dikotil dan monokotil (Nurlia, 2016).
Menurut Sabani (2018) ada empat tipe stomata yang terdapat pada tanaman
monokotil yaitu:
1. Sel penutup, dikelilingi oleh 4 sampai 6 sel tetangga. Tipe ini biasa terdapat
pada Araceae, Commelinaceae, Musaceae, Strelitziaceae, Cannaceae, dan
Zingiberaceae.
2. Sel penutup, dikelilingi oleh 4 sampai 6 sel tetangga, 2 diantaranya
berbentuk bulat dan lebih dari yang lain, terletak pada ujung sel penutup.
Tipe ini terdapat pada spesies dari Palmae, Pandanceae, dan
Cyclanthaceae.
3. Sel penutup, didampingi oleh 2 sel tetangga. Tipe ini terdapat pada
Pontederiaceae, Flagellariaceae, Butomales, Alismatales,
Potamogetonales, Cyperales, Xyridales, dan Juncales.
4. Sel penutup, tidak mempunyai sel tetangga. Tipe ini terdapat pada Liliales
(kecuali Pontederiaceae), Discorales, Amaryllidales, Iridales, dan
Orchidales.
2.3 Mekanisme Membuka dan Menutupnya Stomata
Membuka dan menutupnya stomata merupakan mekanisme adaptasi
sehingga tangapan terhadap konsentrasi gas yang bersifat toksik terhadap tanaman
terutama SO2 dan CO2. Membukanya stomata dipengaruhi oleh konsentrasi CO2,
cahaya, suhu, potensial air daun, kelembapan, angin dan laju fotosintesis.
membukanya stomata berkurang jika kadar CO2 di ruang antar sel bertambah,
kehadiran CO2 di udara merangsang membuka dan menutupnya stomata yang
diatur oleh kelembapan relatif, konsentrasi SO2, dan CO2 pada konsentrasi tinggi
menyebabkan stomata menutup. Semakin banyak stomata membuka dan semakin
besar ukuran stomata maka akan semakin banyak pula kemungkinan jumlah
polutan yang dapat masuk ke dalam tubuh tumbuhan (Izza, 2015).
Sehubungan dengan fungsi stomata untuk menjaga hidrasi dan pertukaran
gas, maka perubahan volume sel penjaga merupaka respon terhadap faktor-faktor
lingkungan dengan melalui sinyal-sinyal yang kompleks. Cahaya, konsentrasi
CO2, kelembaban dan hormon tumbuhan merupakan beberapa faktor yang
mempengaruhi membuka dan menutupnya stomata. Cahaya menyebabkan
membukanya stomata sedangkan keadaan gelap, peningkatan konsentrasi CO2 dan
turunnya kelembaban menyebabkan menutupnya stomata (Pharmawati, 2012).
2.4 Pengaruh Lingkungan Terhadap Stomata
Intensitas cahaya yang optimal akan mempengaruhi aktivitas stomata untuk
menyerap CO2, makin tinggi intensitas cahaya matahari yang diterima oleh
permukaan daun tanaman, maka jumlah absorpsi CO2, relatif makin tinggi pada
kondisi jumlah curah hujan cukup, tetapi pada intensitas cahaya matahari diatas
50% absorpsi CO2 mulai konstan (Juhaeti dan Hidayati., 2015).
Stomata dapat mempengaruhi fotosintesis dan respirasi. Stomata
memungkinkan masuknya dari lingkungan pada siang hari sebagai bahan
fotosintesis. Fotosintesis hanya dapat dilakukan saat stomata terbuka. Kerapatan
stomata sangat bergantung pada konsentrasi, yaitu bila naik, jumlah stomata
persatuan luas sedikit. Stomata memberikan respon pada cahaya melalui efek
fotosintesis dari konsentrasi (Taluta et al., 2017).
Pada masing-masing spesies tumbuhan monokotil memiliki jumlah dan
distribusi stomata yang berbeda dan tentunya jumlah dan distribusi stomata
tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar tersebut
antara lain kelembapan, suhu, cahaya, dan angin, dan kandungan air. Sedangkan 4
faktor dalam antara lain besar kecilnya daun, berlapis lilin atau tidaknya
permukaan daun, banyak sedikitnya bulu pada permukaan daun, banyak
sedikitnya stomata, bentuk dan letak stomata. Lebih lanjut semakin banyak jumlah
daun maka semakin banyak jumlah stomata, sehingga semakin besar
transpirasinya (Papuangan dan Drumujudi., 2014).
2.5 Pengaruh Kerapatan Sel terhadap Penyerapan Cahaya pada Tanaman
Proses membuka dan menutupnya stomata terjadi karena adanya perubahan
turgor dari sel penutup. Sel penutup memiliki kandungan amilum yang tinggi pada
malam hari, hal ini karena pada siang hari amilum telah berubah menjadi glukosa.
Glukosa dihasilkan karena cahaya matahari merangsang klorofil untuk
berfotosintesis akibatnya, kadar karbon dioksida didalam sel menurun untuk
direduksi menjadi CH2O. Sehingga ion H berkurang dan berpengaruh pada pH
dalam sel menjadi basa. Kenaikan pH inilah yang membantu enzim fosforilase
untuk mengubah amilum menjadi glukosa. Apabila sel penutup tidak terkena sinar
matahari maka terjadi reaksi dimana glukosa menjadi amilum. (Advinda, 2018).
Kerapatan stomata memiliki hubungan erat dengan metabolisme ataupun
fisiologis tumbuhan. Kerapatan stomata pada setiap tumbuhan berbeda
bergantung pada kondisi lingkungan dari tumbuhan itu sendiri karena digunakan
untuk mempertahankan fungsi fisiologisnya, misalnya fotosintesis, respirasi, dan
transpirasi pada daun. Peristiwa ini menunjukkan bahwa kerapatan stomata
merupakan faktor genetik. Namun, fenotipnya dipengaruhi oleh lingkungan.
Kerapatan stomata pada bagian abaxial (permukaan bawah) lebih tinggi
dibandingkan bagian adaxial (permukaan atas). Semakin tinggi kerapatan suatu
tanaman maka semakin tinggi pula kemampuan tanaman tersebut dalam menyerap
logam berat atapun partikel udara (Setiawati dan Syamsi, 2019).
2.6 Peran Stomata dalam Fotosintesis dan Respirasi
Stomata berperan langsung dalam proses fotosintesis menghasilkan senyawa
organik sebagai asimilat dari senyawa anorganik dengan bantuan ahaya matahari.
Stomata adalah salah satu organ tumbuhan yang digunakan untuk berinteraksi
dengan lingkungannya. Fungsi utama stomata adalah sebagai tempat pertukaran
gas, seperti CO2 yang diperlukan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis.
Namun, stomata juga bertindak sebagai salah satu jalur masuknya polutan
khususnya polutan yang berasal dari udara. Polutan seperti timbal yang
memiliki ukuran partikel kurang dari 2 μm dapat masuk melalui stomata
yang memiliki ukuran lebih besar (Sulistianadan Setijorini., 2017).
Stomata memungkinkan masuknya dari lingkungan pada siang hari sebagai
bahan fotosintesis. Fotosintesis hanya dapat dilakukan saat stomata terbuka.
Kerapatan stomata sangat bergantung pada konsentrasi, bila naik, jumlah stomata
per satuan luas sedikit. Stomata berfungsi sebagai asimilasi CO2 pada
berlangsungnya proses fotosintesis pada tanaman. Kerapatan stomata dapat
menyebabkan perbedaan proses fotosintesis pada suatu tanaman. Stomata pada
daun memungkinkan terjadinya pertukaran gas. Hal ini berguna CO2 dapat keluar
masuk melalui proses respirasi pada tanaman (Rumakefing, 2022).
Stomata merupakan organ penting dalam proses fotosintesis dan juga
transpirasi pada tanaman. Stomata berfungsi sebagai tempat pertukaran CO2 di
daun untuk proses fotosintesis dan sebagai tempat penguapan air dalam proses
transpirasi. Pemberian silika dapat meningkatkan kerapatan stomata yang
menyebabkan jumlah stomata semakin banyak, sehingga dapat meningkatkan laju
transpirasi dan penyerapan CO2 untuk fotosintesis. Klorofil termasuk salah satu
bagian penting pada proses fotosintesis dalam sel tanaman yang berfungsi
menyerap cahaya untuk menghasilkan energi (Putri et al., 2017).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil yang
dapat ditampilkan sebagai berikut:
Tabel 1. Kerapatan dan Bukaan Stomata Ttanaman Dikotil dan Monokotil
Tanaman
Pengamatan
Parameter Monokotil
Ke- Dikotil (Cabai)
(Jagung)
Jumlah 1 28 14
2 29 13
3 27 13
Rata-rata 28 13,3
Panjang 1 20,3 20
2 20,3 20,2
3 15 20
Rata-rata 15,5 20,2
Lebar 1 7,5 10
2 6 10,2
3 7 10
Rata-rata 6,8 10,1
Kerapatan Stomata 348,32 165,45
Luas Bukaan Stomata 9,87-5 1,60-4
Sumber: Data primer setelah diolah, 2022.
Gambar 7. Kerapatan dan Bukaan Stomata Tanaman Dikotil dan Monokotil
Kerapatan sel (mm2) 10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
putih merah biru

Warna lampu
Sumber: Data primer setelah diolah, 2022.
Gambar 8. Kerapatan Sel pada Tanaman Cabai
4.2 Pembahasan
Berdasarkan kerapatan dan bukaan stomata pada tanaman dikotil dan
monokotil diperoleh hasil bahwa pada tanaman jagung (monokotil) memiliki
jumlah stomata yang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah stomata pada
tanaman cabai (dikotil). Jumlah stomata pada suatu tanaman akan memengaruhi
kerapatan sel pada tanaman tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Lailati
(2013), yang menyatakan bahwa peningkatan jumlah stomata bergantung pada
luas daun dan kerapatan sel. Selain itu, peningkatan jumlah stomata membantu
dalam hal penyerapan untuk proses fotosintesis. Semakin banyak jumlah stomata
pada sutu tanaman maka semakin cepat terjadinya penguapan.
Panjang dan lebar stomata pada setiap tanaman memiliki hasil yang berbeda-
beda. Panjang dan lebar tanaman monokotil memiliki rata-rata yang lebih besar
dibandingkan dengan tanaman dikotil. Kerapatan stomata dan luas bukaan pada
tanaman jagung lebih besar dibandingkan dengan tanaman cabai. Ukuran stomata,
kerapatan stomata serta luas bukaan stomata pada daun dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti penebalan sel penjaga terhadap respon cahaya, CO 2, dan konservasi
air. Hal ini sesuai dengan pendapat Taluta (2017), yang menyatakan bahwa tinggi
rendahnya kerapatan stomata suatu tanaman diikuti dengan besar kecilnya ukuran
stomata pada tanaman itu sendiri.
Kerapatan sel pada tanaman cabai masing-masing diberi perlakuan yang
berbeda-beda yaitu diberi penyinaran lampu dengan warna putih, merah dan biru.
Dapat dilihat dari grafik bahwa penyinaran lampu warna merah memiliki
kerapatan sel yang lebih tinggi dibandingkan dengan penyinaran warna putih dan
biru. Sedangkan penyinaran lampu warna biru memiliki kerapatan sel yang paling
rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Prasetyo (2019), yang mengatakan bahwa
cahaya merah dan biru termasuk cahaya utama yang membantu dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Cahaya merah memiliki
gelombang sangat membantu dalam proses fotosintesis dan memicu petambahan
panjang daun sehingga jumlah stomata juga bertambah.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas maka dapat diperoleh melalui
praktikum ini dengan kesimpulan sebagai berikut:
1. Stomata dapat ditemukan pada bagian permukaan tanaman misalnya daun
dan batang, tetapi yang lebih banyak terdapat pada daun. Sebagian besar
tumbuhan magnoliophyta memiliki stomata di permukaan bawah daun.
Sedangkan tumbuhan akuatik yang mengapung, stomata hanya terdapat
pada permukaan atas daun.
2. Letak stomata pada daun dikotil umumnya tersebar, sedangkan pada daun
monokotil terletak berderet-deret sejajar sesuai dengan susunan
epidermisnya.
3. Mekanisme menutup dan membuka stomata tergantung pada tekanan turgor
sel tanaman. Oleh karena itu membuka dan menutupnya stomata tergantung
pada tekanan turgor dari sel-sel penjaga. Jika sel penjaga mempunyai
tekanan turgor maka stomata membuka dan pada saat tekanan turgor
berkurang maka stomata menutup.
4. Distribusi stomata berhubungan dengan kecepatan dan intensitas transpirasi
pada daun. Banyaknya jumlah daun maka makin banyak jumlah stomata
sehingga makin besar transpirasinya.
5.2 Saran
Saran saya untuk praktikum ini adalah agar praktikum kedepannya
dilaksanakan dengan baik dan benar, serta penyajian hasil pengamatan lebih
dilengkapi agar dalam pembacaan hasil nantinya tidak mengalami kesulitan.
DAFTAR PUSTAKA
Advinda, L. 2018. Dasar–dasar fisiologi tumbuhan. Yogyakarta. Deepublish.
Annisa, N., Riduan, R., dan Prasetia, H. 2016. Model Rain Garden untuk
Penanggulangan Limpasan Air Hujan Di Wilayah Perkotaan.  Jurnal Teknik
Lingkungan. 2(1): 23-26.
Arfa, N. F., Nurcahyani, E., Zulkifli, Z., dan Handayani, T. T. 2019. Nepenthes
mirabilis (Lour.) Druce Planlet at a Various Levels of Murashige & Skoog
Medium Density In Vitro. Jurnal Ilmiah Biologi Eksperimen dan
Keanekaragaman Hayati. 6(2), 18-22.
Barus, W. A., dan Rauf, A. 2021. Budidaya Padi Di Tanah Salin. Medan. Umsu
Press.
Fauzi, A., Andreswari, D., dan Murcitro, B. G. 2019. Sistem Pakar menentukan
Kekurangan Unsur Hara dan Penggunaan Pupuk pada Tanaman Jagung
Pasca Penanaman Menggunakan Metode Forward Chaining. 
Pseudocode. 6(2): 104-113.
Iin, M. N. 2021. Penerapan Sambung Pucuk (Grafting) pada Tanaman Cabai.
Doctoral Dissertation. Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan.
Izza, F. 2015. Karakteristik Stomata Tempuyung (Sonchus arvensis L.) dan
Hubungannya dengan Transpirasi tanaman di Universitas Islam Negeri
(UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Prosiding KPSDA, 1(1): 34-37.
Juhaeti, T., dan Hidayati, N. 2015. Physiological and growth of rambutan, mango,
durian and avocado seedlings on various light intensity and nitrogen
fertilization. In Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas
Indonesia 1(4): 947-953.
Kamaluddin, K., Wiguna, G. A., dan Rizki, M. 2020. Karakteristik Stomata pada
Berbagai Jenis Daun Pohon di Sekitar Kampus Universitas Timor:
Characteristics of Stomata in Different Types of Tree Leaves Around the
University of Timor. Jurnal Jejaring Matematika dan Sains, 2(1), 29-31.
Kuswarini, P. S. 2016. Mengenal Jaringan Tumbuhan dalam Perspketif Imajinasi
Tiga Dimensi. Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan :Universitas Siliwangi
Lailati, M. L. 2013. Carbondioxide sink ability of 15 plant species collection in
Bogor Botanical Garden. Widyariset, 16(2), 277-286.
Megesari, R., dan Nuryadi, M. 2019. Inventarisasi Hama Dan Penyakit Tanaman
Jagung (Zea mays L.) dan Pengendaliannya. Musamus Journal of
Agrotechnology Research, 2(1), 1-12.
Nur, A. 2018. Pemanfaatan Tumbuhan Azolla (Azolla pinnata) sebagai Pupuk
Organik Cair dan Kompos pada Pertumbuhan Tanaman Cabai (Capsicum
annum L.). Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Doctoral
dissertation
Nurlia T, N. T. 2016. Perbandingan Karakter Anatomi Stomata pada Beberapa
Spesies Family Poaceae. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Doctoral dissertation
Papuangan, N., dan Djurumudi, M. 2014. Jumlah dan distribusi stomata pada
tanaman penghijauan di kota ternate. Jurnal Bioedukasi, 2(1): 7-10.
Pharmawati, M., Defiani, M. R., dan Arpiwi, N. L. 2012. CA 2+ intraseluler terlibat
dalam mekanisme pembukaan stomata akibat pengaruh auxin. Jurnal
Biologi. 12(1): 19-22.
Prasetyo, J., Mukaromah, S. L., & Argo, B. D. (2019). Pengaruh pemaparan
cahaya LED merah biru dan sonic bloom terhadap pertumbuhan dan
produktivitas tanaman sawi sendok (Brassica rapa L.). Jurnal Keteknikan
Pertanian Tropis dan Biosistem, 7(2), 185-192.
Putri, F. M., Suedy, S. W. A., dan Darmanti, S. 2017. Pengaruh pupuk nanosilika
terhadap jumlah stomata, kandungan klorofil dan pertumbuhan padi hitam
(Oryza sativa L. cv. japonica). Buletin Anatomi dan Fisiologi (Bulletin
Anatomy and Physiology), 2(1), 72-79.
Rumakefing, H. 2022. Identifikasi Tipe Stomata Pada Bebarapa Jenis Tumbuhan
Dikotil dan Monokotil. Jurnal Sains dan Pendidikan Biologi, 1(1), 1-6.
Sabani, M., Daningsih, E., dan Marlina, R. 2018. Analisis Ukuran dan Tipe
Stomata Tanaman Di Kota Pontianak. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran
Khatulistiwa, 7(5): 78-79.
Sulistiana, S., dan Setijorini, L. E. 2017. Akumulasi timbal (Pb) dan struktur
stomata daun puring (Codiaeum variegatum Lam. Blume). Jurnal Agrosains
dan Teknologi, 1(2), 9-22.
Suyitno. 2012. Perbandingan Jumlah Stomata Pada Bagian Abaksial dan
Adaksial. Ternate.
Taluta, H. E., Rampe, H. L., dan Rumondor, M. J. 2017. Pengukuran panjang dan
lebar pori stomata daun beberapa varietas tanaman kacang tanah (Arachis
hypogaea L.). Jurnal MIPA, 6(2), 1-5.
Taluta, H. E., Rampe, H. L., dan Rumondor, M. J. 2017. Pengukuran panjang dan
lebar pori stomata daun beberapa varietas tanaman kacang tanah (Arachis
hypogaea L.). Jurnal MIPA. 6(2). 1-5.
Yanti, N. R. I. 2021. Pengaruh Polusi Udara Terhadap Karakteristik Stomata
Pada Daun Anggrek Merpati (Dendrobium Crumenatum) Di Wilayah
Tasikmalaya. Universitas Siliwangi.
LAMPIRAN
.
a. Lampiran Gambar

Gambar 19. Jumlah Stomata Gambar 20. Jumlah Stomata


Tanaman Jagung. Tanaman Cabai.
Gambar 21. Lebar Bukaan Gambar 22. Lebar
Stomata Tanaman Jagung. Bukaan Tanaman Cabai.

Gambar 15. Panjang Bukaan Gambar 17. Panjang Bukaan


Stomata Tanaman Jagung. Stomata Tanaman Cabai.

b. Lampiran Perhitungan
a. Perhitungan kerapatan stomata pada tanaman jagung
Dik : Rata-rata bidang pandang mikroskop = 0,16
Rata-rata jumlah stomata dalam bidang pandang = 13,3 stomata
Rata-rata panjang bukaan stomata = 20,2 μm = 0,0202 × ½ =
0,0101 mm2
Rata-rata lebar bukaan stomata = 10,1 μm = 0,0101 × ½ =
0,00505 mm2
Dit : a. Luas bidang pandang ?
b. Kerapatan stomata ?
Peny : a. Luas bidang pandang = π × r2 mm2
= 3,14 × (0,16)2
= 3,14 × 0,0256
= 0,080384 mm2
= 0,0019625 cm2
jumlah stomata
b. Kerapatan Stomata =
luasbidang pandang
13,3
=
0,080384
= 165,45 mm2
b. Perhitungan luas bukaan stomata tanaman Jagung
Dik : Rata-rata bidang pandang mikroskop = 0,16
Rata-rata jumlah stomata dalam bidang pandang = 13,3 stomata
Rata-rata panjang bukaan stomata = 20,2 μm = 0,0202 × ½ =
0,0101 mm2
Rata-rata lebar bukaan stomata = 10,1 μm = 0,0101 × ½ =
0,00505 mm2
Dit : a. Luas bukaan stomata?
Peny : a. Luas bukaan stomata = π × r1 × r2
= 3,14 × 0,0101 × 0,00505
= 0,000160 mm2
= 1,60-4 mm2
c. Perhitungan kerapatan stomata pada tanaman cabai
Dik : Rata-rata bidang pandang mikroskop = 0,16
Rata-rata jumlah stomata dalam bidang pandang = 28 stomata
Rata-rata panjang bukaan stomata = 18,5 μm = 0,00185 × ½ =
0,00925 mm2
Rata-rata lebar bukaan stomata = 6,8 μm = 0,0068 × ½ =
0,0034 mm2
Dit : a. Luas bidang pandang ?
b. Kerapatan stomata ?
Peny : a. Luas bidang pandang = π × r2 mm2
= 3,14 × (0,16)2
= 3,14 × 0,0256
= 0,080384 mm2
= 0,0080384 cm2
jumlah stom ata
b. Kerapatan Stomata =
luasbidang pandang
28
=
0,080384
= 348,32 mm2

d. Perhitungan luas bukaan stomata pada tanaman cabai


Dik : Rata-rata bidang pandang mikroskop = 0,16
Rata-rata jumlah stomata dalam bidang pandang = 28 stomata
Rata-rata panjang bukaan stomata = 18,5 μm = 0,00185 × ½ =
0,00925 mm2
Rata-rata lebar bukaan stomata = 6,8 μm = 0,0068 × ½ =
0,0034 mm2
Dit : a. Luas bukaan stomata?
Peny : a. Luas bukaan stomata = π × r1 × r2
= 3,14 × 0,00925 × 0,0034
= 0,0000987 mm2
= 9,87-5 mm2
a. Perhitungan kerapatan sel tanaman cabai perlakukan lampu putih
Dik : r bidang pandang = 0,16 = 0,08 mm
Jumlah sel = 35
Dit : a. Luas bidang pandang ?
b. Kerapatan sel ?
Peny : a. Luas bidang pandang = π × r × r
Luas bidang pandang = 3,14 × 0,08 ×0,08
Luas bidang pandang = 0,00020096 mm2
jumlah sel
b. Kerapatan sel =
luasbidang pandang
60
Kerapatan sel =
0,020096
Kerapatan sel = 2,985 mm2

b. Perhitungan kerapatan sel tanaman cabai perlakukan lampu putih


Dik : r bidang pandang = 0,16 = 0,08 mm
Jumlah sel = 35
Dit : a. Luas bidang pandang ?
b. Kerapatan sel ?
Peny : a. Luas bidang pandang = π × r × r
Luas bidang pandang = 3,14 × 0,08 ×0,08
Luas bidang pandang = 0,00020096 mm2
jumlah sel
b. Kerapatan sel =
luasbidang pandang
175
Kerapatan sel =
0,020096
Kerapatan sel = 8,708 mm2
c. Perhitungan kerapatan sel tanaman cabai perlakukan lampu putih
Dik : r bidang pandang = 0,16 = 0,08 mm
Jumlah sel = 35
Dit : a. Luas bidang pandang ?
b. Kerapatan sel ?
Peny : a. Luas bidang pandang = π × r × r
Luas bidang pandang = 3,14 × 0,08 ×0,08
Luas bidang pandang = 0,00020096 mm2
jumlah sel
b. Kerapatan sel =
luasbidang pandang
40
Kerapatan sel =
0,020096
Kerapatan sel = 1,990 mm2
Laporan Praktikum
Fisiologi Tumbuhan

INDEKS DAN TOTAL KLOROFIL DAUN PADA TANAMAN NANGKA


(Artocarpus heterophylla L.)
NAMA : RISKA NURJANNAH
NIM : G011211012
KELAS : FISIOLOGI TUMBUHAN E
KELOMPOK : 16 (ENAM BELAS
ASISTEN :1.MUTHIA MUHSANA MUKHLIS
2.FADHILLA AZZAHRA BAHARUDDIN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan dasar manusia yang paling penting bagi manusia agar dapat
melanjutkan keberlangsungan hidup adalah pangan. Yang menjadi landasan utama
manusia dalam mewujudkan hidup sehat dan sejahtera adalah pangan sebagai
sumber zat gizi. Indonesia adalah negara tropis yang banyak ditumbuhi oleh
beranekaragam jenis tanaman, salah satunya adalah tanaman nangka. Tanaman
nangka disebut juga dengan Artocarpus heterophyllus Lamk. Pemanfaatan
tanaman nangka telah banyak dalam industri pangan. Belum banyak masyarakat
yang mengetahui pemanfaatan biji nangka serta kandungan gizi yang terkandung
didalamnya (Andyarini dan Hidayati, 2017).
Tumbuhan memiliki pikmen warna hijau yang disebut klorofil. Klorofil
ialah pigmen yang memberikan warna hijau pada tumbuhan, seperti tumbuhan
bertingkat tinggi, alga dan bakteri fotosintetik. Senyawa ini berperan penting
dalam pemrosesan fotosintesis tumbuhan dengan menyerap sinar matahari dan
mengubahnya menjadi energi/kimia. Klorofil terletak pada kloroplas, yakni
organel sel tanaman yang mempunyai membran luar, membran dalam, ruang antar
membran dan stroma. (Kawaroe et al., 2019).
Selain karena faktor pigmen klorofil, variasi warna pada beberapa daun
juga disebabkan oleh adanya pigmen karotenoid dan antosianin dalam jaringan
daun. Pigmen karotenoid akan menghasilkan warna orange, kuning atau merah,
dan pigmen antosianin akan menghasilkan merah keunguan. Pembentukan
pigmen dalam tumbuhan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
lingkungan seperti suhu, intensitas cahaya dan pH tanah. Biosintesis pigmen
klorofil, karotenoid dan antosianin dikendalikan oleh aktivitas beberapa enzim.
Aktivitas enzim tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, pH
tanah, cahaya dan unsur hara (Ulinnuha, 2021).
Berdasarkan uraian diatas maka perlu diadakannya praktikum indeks dan
total klorofil pada tanaman nangka untuk mengetahui perbedaan total klorofil
daun pada daun muda, daun dewasa dan daun tua menggunakan alat berupa CCM-
200 plus.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui perbedaan kandungan klorofil daun muda, dewasa, daun tua.
2. Mengetahui total klorofil daun tanaman nangka dengan menggunakan alat
chlorophyll content meter 200+.
3. Mengetahui nilai indeks klorofil daun tanaman nangka
Kegunaan pada praktikum ini adalah sebagai bahan informasi untuk
menambah pengetahuan mahasiswa mengenai perbedaan kandungan klorofil daun
muda, dewasa dan daun tua serta mengetahui nilai indeks klorofil daun tanaman
nangka.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fisiologis Tanaman Nangka
Tanaman nangka (Artocarpus Heterophylla L.) merupakan tanaman dari
daerah tropis, di indonesia tanaman ini mudah ditemukan. Masyarakat
memanfaatkan tanaman nangka untuk berbagai keperluan terutama buahnya. Biji
nangka dapat direbus dan dimakan sebagai sumber karbohidrat tambahan. Buah
nangka muda sangat digemari sebagai bahan sayuran. Daun nangka merupakan
pakan ternak. Sedangkan batang nya dapat dimanfaatkan untuk dijadikan perkakas
rumah tangga, mebel, konstruksi bangunan, konstruksi kapal sampai ke alat
musik, karena Kayu ini cukup kuat, awet dan tahan terhadap serangan rayap atau
jamur, serta memiliki pola yang menarik, gampang mengkilap apabila diserut
halus dan digosok dengan minyak (Parasetia et al., 2012).
Nangka (Artocarpus heterophyllus L.) merupakan tanaman buah yang
beraasal dari India dan menyebar luas keberbagai daerah tropis, terutamanya
Indonesia. Tanaman ini memiliki nama berbeda–beda dan bervariasi tergantung
wilayah maupun daerahnya. Tanaman nangka ini merupakan tanaman yang
tergolong kedalam jenis buah tahunan, dan masih berfamili dengan Malvales dan
juga termasuk kedalam ordo Urticales. Selain itu, tanaman ini dapat dengan
mudah tumbuh dan berkembang di daerah tropis (Ahsan et al., 2019).
Nangka merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang mendapat
prioritas untuk dikembangkan. Saat ini nangka varietas unggul di Indonesia masih
sedikit, yakni baru tiga varietas unggul yaitu Kunir, Toaya dan Palupi. Varietas
unggul tersebut memperlihatkan keunggulan bila disertai dengan usaha budidaya
yang baik dan diwilayah yang sesuai. Tanaman nangka yang mempunyai struktur
perakaran tunggang berbentuk bulat panjang, menembus tanah cukup dalam. Akar
cabang tumbuh ke segala arah. Batang tanaman nangka Varietas Toaya berbentuk
silindris, berkayu keras dan kulit batang umumnya agak tebal dan berwarna ke
abu–abuan (Lodong dan Adrianton, 2015). 
2.2 Klorofil dan Peranannya
  Klorofil adalah pigmen hijau yang dapat diperoleh dengan proses ekstraksi.
Salah satu zat pewarna alami yang paling sering digunakan adalah klorofil.
Klorofil adalah pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas bersama-
sama dengan karoten dan xantofil pada semua makhluk hidup yang mampu
melakukan fotosintesis. Pada semua tanaman hijau, sebagian besar klorofil berada
dalam dua bentuk yaitu klorofil a dan klorofil b. Klorofil a bersifat kurang polar
dan berwarna biru hijau, sedangkan klorofil b bersifat polar dan berwarna kuning
hijau (Aryanti et al., 2016).
Kandungan klorofil berkaitan dengan proses fotosintesis pada tanaman.
dengan semakin turunnya kadar klorofil maka hasil fotosintesis (asimilat) juga
semakin menurun. Asimilat dari hasil fotosintesis akan ditranslokasikan ke organ-
oragan tumbuhan untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Asimilat yang
ditranslokasikan ke bagian vegetatif tidaklah sama dengan besarnya asimilat yang
ditranslokasikan ke bagian penyimpan makanan pada tanaman (Garfansa dan
Sukma 2021).
Peran klorofil untuk menangkap energi dari cahaya matahari dan
melanjutkan ke pusat reaksi fotosintesis sangatlah penting. Klorofil merupakan
senyawa siklik tetrapirol yang mampu menyerap foton karena ikatan konjugasi
dalam satu struktur. Oleh karena itu, jumlah klorofil akan sangat menentukan
produksi gula dari fotosintesis. Proses fotosintesis terjadi di daun saat karbon
dioksida dan air diubah menjadi gula dengan bantuan energi foton dari cahaya
matahari. Kemudian energi foton tersebut akan ditangkap oleh klorofil untuk
dilanjutkan ke pusat reaksi. Kandungan klorofil pada daun bervariasi dari satu
jenis tanaman dengan tanaman lainnya. Kandungan klorofil bahkan bervariasi
antara berbagai varietas tanaman dalam satu spesies (Kamagi et al., 2017).
2.3 Struktur Kloroplas pada Tanaman
Kloroplas merupakan bagian dalam proses fotosintesis, yang mengabsorbsi
cahaya matahari yang digunakan untuk menghasilkan gula. Dalam kondisi
intensitas cahaya yang tinggi, paraquat akan segera bekerja sebagai herbisida
kontak, mematikan semua bagian tanaman yang berwarna hijau. Sedangkan dalam
kondisi gelap, paraquat dan diquat akan melakukan penetrasi dalam jaringan daun
ke sistem vaskular. Kematian akan terjadi secara lambat dalam kondisi gelap
(Hayata et al., 2016).
Klorofil merupakan pigmen utama yang terdapat dalam kloroplas. Kloroplas
adalah organel sel tanaman yang mempunyai membran luar, membran dalam,
ruang antar membran dan stroma. Permukaan membran internal yang disebut
tilakoid akan membentuk kantong pipih dan pada posisi tertentu akan
bertumpukan dengan rapi membentuk struktur yang disebut granum. Seluruh
granum yang terdapat pada kloroplas disebut grana. Tilakoid yang memanjang
dan menghubungkan granum satu dengan yang lain di dalam stroma disebut
lamela. Stroma merupakan rongga atau ruang dalam kloroplas dan berisi air
beserta garam-garam yang terlarut dalam air. Klorofil terdapat di dalam ruang
tilakoid (Song dan Banyo 2011).
Pembentukan struktur kloroplas dipengaruhi oleh nutrisi mineral yakni
magnesium (Mg) dan besi (Fe). Keberadaan logam Kadmium dalam jaringan
tumbuhan mampu mengurangi asupan magnesium dan besi akibat pengaruh
antagonisme ion, sehingga menyebabkan perubahan pada volume dan jumlah
kloroplas. Perubahan kandungan klorofil daun tanaman terkait dengan rusaknya
struktur kloroplas disebabkan konsentrasi logam dalam media pertumbuhan serta
lamanya waktu pemaparan logam. Keberadaan logam kadmium di daun mampu
menghambat sintesis klorofil dengan berinteraksi dengan kelompok enzim
fungsional yang memiliki gugus sulfihidril (Monita et al., 2013).
2.4 Pengaruh Daya Absorpsi, Refleksi dan Transmisi Terhadap Tanaman
Daya absorbsi merupakan kemampuan tanaman dalam memyerap molekul-
molekul yang dibutuhkan tanaman, seperti menyerap cahaya matahari.
Kemampuan menyerap cahaya matahari yang tinggi pada tanaman dan pada batas
maksimal cahaya yang dibutuhkan tanaman, maka produkstivitas tanaman
meningkat sejalan dengan peningkatan laju fotosintesis pada tanaman.
Peningkatan fotosintesis akan meningkatkan fotosintat yang mampu disebar pada
seluruh bagian tanaman (Buntoro, 2014).
Cahaya matahari merupakan sumber energi utama bagi reaksi fotosintesis.
Energi matahari yang diserap oleh daun sebesar 1-5% sedangkan sisanya
dikeluarkan melalui transpirasi dan dipancarkan. Hasil pemantulan gelombang
cahaya ke udara ini menghasilkan warna vegetasi alami yang diterima oleh mata.
Akan tetapi tidak semua energi cahaya matahari dapat diabsorpsi oleh tanaman.
Hanya cahaya tampak saja yang dapat berpengaruh pada tanaman dalam kegiatan
fotosintesisnya. Tanaman juga memberikan respon yang berbeda terhadap
tingkatan pengaruh cahaya yang dibagi menjadi tiga yaitu, intensitas cahaya,
kualitas cahaya, dan lamanya penyinaran (Wiraatmaja, 2017).
Proses penyerapan air dan unsur hara oleh tanaman berupa ion-ion dari
tanah ke dalam sel-sel akar, yang selanjutnya ditranslokasikan melalui jaringan
xilem ke seluruh bagian tumbuhan. Tanaman mendapat air melalui proses
penyerapan oleh rambut-rambut akar. Air serta garam terlarut akan diteruskan ke
seluruh bagian tanaman. Hanya sebagian kecil (kurang dari 1%) dari air
diabsorbsi oleh tanaman dipergunakan dalam reaksi metabolisme (hidrolisis).
Sebagian besar dari air diabsorbsi itu akan dikeluarkan lagi dalam bentuk uap air
ke atmosfer melalui proses transpirasi (Advinda, 2018).
2.5 Pengaruh Keberadaan Pigmen Warna Lain Terhadap Klorofil
Tanaman
Pigmen yang ada dalam tanaman selain klorofil adalah karotenoid.
Karotenoid merupakan suatu senyawa terpenoid yang menjadi pigmen fotosintesis
dengan efek warna yang berkisar antara merah dan kuning.karotenoid pada
beberapa bunga dan buah merupakan pigmen yang dominan. Kandungan
keratenoid pada tanaman berperan sebagai penangkal antioksidan pada proses
oksidasi lipid dan pemberian atom hidrogen yang mamapu melindungi sel-sel
dalam daun sehingga mampu menangkal reaksi radikal (Utami, 2013).
Fikosianin digunakan sebagai zat warna alami. Fikobiliprotein mewakili
pigmen aksesori fotosintesis bagi S. platensis yang terdiri dari fikoeritrin,
fikosianin, dan alofikosianin. Fikosianin merupakan fikobiliprotein utama dalam
S. Platensis yang kandungannya dapat mencapai sekitar 20% dari berat keringnya
dan secara kuantitatif merupakan pigmen paling dominan dalam S. Platensis.
Produktivitas biomassa serta konsentrasi bahan aktif S. platensis yang dihasilkan
bergantung pada ketersediaan nutrien dalam medium tumbuhnya (Kurniawati dan
Praharyawan, 2020).
2.6 Hubungan Struktur Kloroplas dengan Fotosintesis Tanaman
Salah satu organ sel pada tumbuhan yang berperan aktif pada aktivitas
fotosintesis adalah kloroplas. Kloroplas ini merupakan organ sel yang menjadi
tempat berlangsungnya aktivitas fotosintesis. organ sel kloroplas dimiliki oleh
hampir semua jenis tumbuhan. Kloroplas ini mempunyai berbagai bentuk yang
berbeda, pada setiap jenis tumbuhan. Hal ini tentu saja disesuaikan dengan
struktur bentuk dari tumbuhan itu sendiri (Waluyo, 2019).
Kloroplas merupakan organel yang paling penting dalam proses
Fotosintesis. Di dalam kloroplas terdapat bagian struktur yaitu, stroma dimana
bagian kloroplas yang membungkus cairan kloroplas serta memiliki tugas sebagai
tempat terjadinya reaksi gelap fotosintesis yang merupakan amilum. Pada bagian
tilakoid merupakan salah satu bagian dari membran di dalam kloroplas yang
memiliki fungsi sebagai tempat terjadinya reaksi terang memiliki tugas untuk
menangkap cahaya matahari yang berguna untuk proses fotosintesis. Ketika
kloroplas rusak atau tanaman mengalami etiolasi maka tumbuhan tidak akan
mampu melakukan fotosintesis. (Alamsjah et al., 2017).
Kloroplas ditutupi oleh suatu membran. Membran ini tersusun oleh
membran dalam fosfolipid, membran luar fosfolipid, dan membran selang kedua
membran itu. Di dalam membran terdapat cairan yang disebut stroma. Stroma
mengandung tumpukan (grana) tilakoid, yang merupakan tempat berlanjutnya
fotosintesis. Tilakoid berwujud cakram datar, dilapisi oleh membran dengan
lumen atau ruang tilakoid di dalamnya. Tempat terjadinya fotosintesis adalah
membran tilakoid, yang mengandung kompleks membran integral dan kompleks
membran periferal, termasuk membran yang menyerap energi (Probosari, 2016).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Agroklimatologi dan Statistika,
Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin,
Makassar pada Sabtu, 1 Oktober 2022 pukul 08.00-09.40 WITA.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah content chlorophyll meter-200+, lap kasar dan
lap halus.
Bahan yang digunakan adalah daun muda tanaman kopi, daun dewasa
tanaman kopi, daun tua tanaman kopi.
3.3 Prosedur Praktikum
Prosedur kerja pada praktikum kali ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Menyiapkan masing-masing 3 daun muda (daun ketiga dari pucuk), daun
dewasa (daun pada pertengahan tajuk tanaman) dan daun tua (daun paling
bawah) tanaman kopi.
2. Membersihkan daun yang akan diamati dengan air kemudian lap sampai
kering.
3. Menyiapkan alat content chlorophyll meter-200+ kemudian menyalakan alat
dengan menekan tombol merah.
4. Menekan tombol run, lalu menekan tombol measure.
5. Memasukkan alat kalibrasi sampai menutup rung pengukuran lalu tekan
kepala silinder sampai berbunyi “Bip”, kemudian melepaskan alat kalibrasi
dari tombol uji.
6. Menekan tombol overwr, lalu menjepit daun pada tombol uji kemudian
menekan kepala silinder sampai berbunyi “Bip”.
7. Mencatat data indeks klorofil daun yang tertera pada layar.
8. Mengulangi uji sampai 10 kali untuk setiap sampel daun yang diamati.
9. Menghitung rata-rata nilai indeks klorofil dan standar deviasi dari data yang
diperoleh.
10. Menentukan nilai indeks klorofil daun dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
IKD = Rata-rata “I” + Nilai standar deviasi
11. Memasukkan data IKD pada tabel yang telah disediakan.
12. Menghitung total klorofil daun pada tanaman kopi dengan menggunakan
rumus:
y = a + b (CCl)c
13. Memasukkan data yang telah diperoleh ke dalam tabel yang telah
disediakan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil yang
dapat ditampilkan sebagai berikut:
Tabel 5. Rata-Rata Kandungan Klorofil Daun Tanaman Nangka
Tanaman Indeks Klorofil Klorofil a Klorofil b Total Klorofil
Muda 249,201 100,95 357,34
Tanaman Dewasa 371,26 176,42 538,16
Tua 456,63 262,27 673,08
Sumber: Data Primer setelah diolah, 2022
4.2 Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan yaitu indeks dan total klorofil
daun pada tanaman nangka diperoleh hasil bahwa semua tanaman hijau
mengandung klorofil a dan klorofil b. Kandungan klorofil a pada daun tanaman
nangka menggunakan daun muda, daun dewasa, maupun daun tua lebih besar
dibanding dengan kandungan klorofil b. Hal tersbut terjadi karena pada semua
jenis tumbuhan terdapat peningkatan kadar klorofil total seiring dengan
peningkatan umur daun. Hal ini sesuai dengan pendapat Sahrir (2021), yang
menytakan bahwa pada daun muda, terdapat mesofil daun yang baru terbentuk
terutama pada daun pucuk sehingga pembentukan kloroplas masih belum
sempurna akibatnya klorofil yang dibentuk juga sedikit.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada daun nangka didapatkan
hasil total klorofil yang paling tinggi yaitu daun tua. Hal ini menunjukkan bahwa
pada klorofil berbeda-beda pada setiap perkembangan daunnya. Hal ini sesuai
pendapat Sonke (2019), yang menyatakan bahwa semakin tua daun maka
kandungan hijau daun semakin tinggi. Hal ini berhubungan dengan adanya
perbedaan kadar klorofil pada setiap tingkat perkembangan daun.
Berdasarkan hasil praktikum diatas, terdapat perbedaan indeks klorofil a dan
indeks klorofil b dimana pada klorofil a lebih besar daripada klorofil. Hal ini
disebabkan karena klorofil a merupakan klorofil yang mnyerap cahaya matahari
secara langsung dan digunakan sebagai fotosintesis utama dibandingkan klorofil
b. Hal ini sesuai pendapat Putri (2017), yang menyatakan bahwa klorofil a
menyusun 75% dari total klorofil daun pada tanaman yang terlibat langsung
dalam proses fotosintesis dan penangkapan sinar matahari oleh klorofil a.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
bahwa:
1. Terdapat perbedaan jumlah klorofil pada tanaman daun muda, dewasa dan
daun tua. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan umur daun serta
perbedaan kematangan fisiologis pada daun yang berpengaruh pada proses
metabolisme tanaman.
2. Pada daun tanaman hijau misalnya pada tanaman nangka mengandung
klorofil a dan klorofil b. Kandungan klorofil a pada daun tanaman nangka
lebih besar dibanding dengan kandungan klorofil b.
3. Perbedaan klorofil pada perkembangan berbeda-beda dilihat pada perbedaan
jumlah klorofil pada daun muda, daun dewasa serta daun tua pada tanaman
nangka yang disebabkan oleh faktor umur tanaman.
4. Nilai indeks klorofil dihitung menggunakan rumus IDK= rata-rata klorofil
daun–standar deviasi.
5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum ini dalam melakukan pengamatan harus teliti
agar praktikum berjalan dengan lancar. Selain itu sebaiknya alat yang dalam
praktikum ini lebih dapat memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Advinda, L. 2018. Dasar–dasar fisiologi tumbuhan. Yogyakarta. Deepublish.
Ahsan, M. H., Tambing, Y., dan Latarang, B. 2019. Pengaruh Waktu
Penyambungan Terhadap Tingkat Keberhasilan Pertautan Sambung Pucuk
pada Tanaman Nangka (Artocarpus heteropyllus Lamk).  Jurnal Ilmu
Pertanian. 7(3): 330-337.
Andyarini, E. N., dan Hidayati, I. 2017. Analisis Proksimat pada Tepung Biji
Nangka (artocarpus heterophyllus Lamk.). Klorofil: Jurnal Ilmu Biologi
dan Terapan, 1(1): 32-37.
Aryanti, N., Nafiunisa, A., dan Willis, F. M. 2016. Ekstraksi dan karakterisasi
klorofil dari daun suji (Pleomele angustifolia) sebagai pewarna pangan
alami. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 5(4): 183-185.
Buntoro, B. H., Rogomulyo, R., dan Trisnowati, S. 2014. Pengaruh takaran pupuk
kandang dan intensitas cahaya terhadap pertumbuhan dan hasil temu putih
(Curcuma zedoaria L.). Vegetalika, 3(4): 29-39.
Garfansa, M. P., dan Sukma, K. P. 2021. Translokasi asimilat tanaman jagung
(Zea mays L.) hasil persilangan varietas Elos dan Sukmaraga pada cekaman
garam. Agrovigor: Jurnal Agroekoteknologi, 14(1): 61-65.
Hayata, H., Meilin, A., dan Rahayu, T. 2016. Uji Efektifitas Pengendalian Gulma
Secara Kimiawi dan Manual Pada Lahan Replanting Karet (Hevea
brasiliensis.) di Dusun Suka Damai Desa Pondok Meja Kabupaten Muaro
Jambi. Jurnal Media Pertanian, 1(1): 36-44.
Kamagi, L. P., Pontoh, J., dan Momuat, L. I. 2017. Analisis kandungan klorofil
pada beberapa posisi anak daun aren (Arenga pinnata) dengan
spektrofotometer UV-Vis. Jurnal MIPA, 6(2): 49-54.
Kawaroe, M., Prartono, T., Sunuddin, A., Sari, D. W., dan Augustine, D.
2019. Mikroalga potensi dan pemanfaatannya untuk produksi bio bahan
bakar. Bogor: Penerbit IPB Press.
Kurniawati, R., dan Praharyawan, S. 2020. Optimasi Nisbah Natrium Nitrat: Urea
dan Konsentrasi Nitrogen pada Kultivasi Spirulina Platensis untuk Produksi
Protein dan Pigmen Fikosianin. E-Journal Menara Perkebunan, 88(2): 130-
140.
Lodong, Y. T., dan Adrianton, O. 2015. Peranan kemasan dan media simpan
terhadap ketahanan viabilitas dan vigor benih Nangka (Artocarpus
heterophyllus Lamk) kultivar Tulo-5 selama penyimpanan. Tadulako
University. Doctoral dissertation.
Monita, R., Purnomo, T., dan Budiono, D. 2013. Kandungan Klorofil Tanaman
Kangkung Air (Ipomoea aquatica) Akibat Pemberian Logam Kadmium
pada Berbagai Konsentrasi. Jurnal LenteraBio, 2(3): 247-251.
Parasetia, D. E., Ritaningsih, R., dan Purwanto, P. 2012. Pengambilan zat warna
alami dari kayu nangka. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, 1(1): 502-
507.
Probosari, R. M., Ramli, M., Harlita, H., Indrowati, M., dan Sajidan, S. 2016.
Profil keterampilan argumentasi ilmiah mahasiswa pendidikan biologi fkip
uns pada mata kuliah anatomi tumbuhan. Bioedukasi: Jurnal Pendidikan
Biologi, 9(1), 29-33.
Putri, F. M., Suedy, S. W. A., dan Darmanti, S. 2017. Pengaruh pupuk nanosilika
terhadap jumlah stomata, kandungan klorofil dan pertumbuhan padi hitam
(Oryza sativa L. cv. japonica). Buletin Anatomi dan Fisiologi (Bulletin
Anatomy and Physiology), 2(1): 72-79.
Sahrir, D. C. 2021. Diktat Fisiologi Tumbuhan. Cirebon. Institutional Repository.
Song, A. N., dan Banyo, Y. 2011. Konsentrasi klorofil daun sebagai indikator
kekurangan air pada tanaman. Jurnal ilmiah sains. 11(2): 166-173.
Sonke, N. G., Siahaan, P., dan Ai, N. S. 2019. Kandungan Klorofil Total Daun
Puring (Codiaeum variegatum L.) Yang Mengalami Cekaman
Kekeringan. Jurnal MIPA, 8(2): 55-58.
Ulinnuha, Z. 2021. Respon Morfofisiologi Cryptanthus zonatus pada Cekaman
Intensitas Cahaya Rendah. Jurnal Ilmiah Media Agrosains, 7(1):16-22.
Utami, P. 2013. Pemanfaatan ekstrak kulit melinjo merah gnetum gnemon
sebagai pewarna alami pada pembuatan lipstik. Jakarta. Fakultas Sains Dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Waluyo, A. D. L. 2019. Implementasi Media Animasi 3 Dimensi Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik pada Konsep Struktur dan
Fungsi Sel. Bandung. Doctoral dissertation.
Wiraatmaja, I. W. 2017. Suhu, Energi matahari, dan Air dalam hubungan dengan
tanaman. Denpasar. Fakultas Pertanian Unud.
LAMPIRAN
1. Lampiran Gambar

Gambar 49. Daun Nangka Gambar 50. Penjepitan Daun


Muda di Alat CCM 200+

Gambar 51. Penjepitan Daun tua Gambar 52. Penjepitan Daun


Tua di Alat CCM 200+ di Alat CCM 200+

Gambar 53. Nilai CCM Daun Gambar 53. Pengelapan Daun


Nangka Nangka

2. Lampiran Perhitungan
a. Daun muda
CCI =
23,1+ 25,0+22,8+20,6+20,2+23,5+25,4 +22,4+ 21,0+ 22,3
=22,63
10
Klorofil a = a + b (CCI)c

= -421,35 + 375,02 (22,63)0,1863


= -421,35 + 375,02(1,788042068)
= -421,35 + 670,55153634
= 249,201
Klorofil b = a + b (CCI)c
= 38,23 + 4,03(22,63)0,88

= 38,23 + 4,03(15,56404248)

= 38,23 + 62,723091194

= 100,95

Total klorofil = a + b (CCI)c


= -283,2 + 269,96(22,63)0,277

= -283,2 + 269,96(2,372726176)

= -283,2 + 640,54115847

= 357,34

b. Daun dewasa
CCI =
60,2+ 55,8+52,6+47,1+57,4 +58,9+55,8+53,9+61,5+52,1
=55,53
10
Klorofil a = a + b (CCI)c

= -421,35 + 375,02 (55,53)0,1863


= -421,35 + 375,02(2,113518328)

= -421,35 + 792,61070762

= 371,26
Klorofil b = a + b (CCI)c

= 38,23 + 4,03(55,53)0,88

= 38,23 + 4,03(34,291331813)

= 38,23 + 138,19406721

= 176,42406721

Total klorofil = a + b (CCI)c


= -283,2 + 269,96(55,53)0,277

= -283,2 + 269,96(3,0425250707)

= -283,2 + 821,36006809

= 538,16

c. Daun tua
CCI =
88,4+96,4 +99,3+ 99,5+ 99,1+99,2+95,1+94,5+ 96,5+93,5
=96,16
10
Klorofil a = a + b (CCI)c

= -421,35 + 375,02 (96,16)0,1863


= -421,35 + 375,02(2,3411641592)

= -421,35 + 877,98338298

= 456,63

Klorofil b = a + b (CCI)c
= 38,23 + 4,03(96,16)0,88

= 38,23 + 4,03(55,594921341)

= 38,23 + 224,047533

= 262,27

Total klorofil = a + b (CCI)c


= -283,2 + 269,96(96,16)0,277

= -283,2 + 269,96(3,5423336439)
= -283,2 + 956,28839051

= 673,08

Laporan Praktikum
Fisiologi Tumbuhan

PERANAN CAHAYA DAN CO2 PADA FOTOSINTESIS

NAMA : RISKA NURJANNAH


NIM : G011211012
KELAS : FISIOLOGI TUMBUHAN E
KELOMPOK : 16 (ENAM BELAS)
ASISTEN :1.MUTHIA MUHSANA MUKHLIS
2.FADHILLA AZZAHRA BADARUDDIN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sumber
energi utama bagi tanaman. Cahaya juga merupakan salah satu kunci penentu
dalam proses metabolisme dan fotosintesis tanaman. Cahaya dibutuhkan oleh
tanaman mulai dari proses perkecambahan biji sampai tanaman dewasa. Respon
tanaman terhadap cahaya berbeda-beda antara jenis satu dengan jenis lainnya.
Ada tanaman yang tahan (mampu tumbuh) dalam kondisi cahaya yang terbatas
atau sering disebut tanaman toleran dan ada tanaman yang tidak mampu tumbuh
dalam kondisi cahaya terbatas atau tanaman intoleran (Novianti et al., 2015).
Cahaya matahari juga berfungsi sebagai penerang bagi manusia maupun
hewan. Untuk tumbuhan yang memiliki klorofil atau berklorofil, matahari
dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam proses yang sering disebut dengan
fotosintesis. CO2 dan air untuk membentuk karbohidrat membutuhkan cahaya
matahari dan juga enzim. Ketika tanaman dapat membuat makanan yang dapat
diserap oleh tanah, tanpa bantuan sinar matahari itu tidak akan terjadi, dan juga
menyebabkan tanaman menjadi lemah bahkan bisa mati (Novianti et al., 2015).
Fotosintesis adalah reaksi yang sangat penting pada tumbuhan yang
berfungsi mengubah energi (cahaya) matahari menjadi energi kimia yang
disimpan dalam senyawa organik. Cahaya matahari diperlukan oleh tanaman
untuk melakukan 2 tahapan yaitu reaksi terang yang dilakukan di tilakoid dan
siklus calvin yang dilakukan di stomata. Ketika terjadi perubahan intensitas
cahaya, maka tanaman akan melakukan penyesuaian. Penyesuaian tanaman
terbuka bertujuan untuk efisiensi kegiatan fotosintesis sehingga tanaman dapat
bertahan dan produktivitas tanaman tetap tinggi (Fuji dan Sa’diyatul, 2021).
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan praktikum peranan cahaya
dan CO2 pada fotosintesis untuk mengetahui adanya fotosintesis pada tumbuhan
hijau hydrilla verticillata, gejala fotosintesis, proses fotosintesis, serta pengaruh
cahaya dan konsentrasi CO2 terhadap laju fotosintesis.

1.2 Tujuan dan Kegunaan


Tujuan pada praktikum peranan cahaya dan CO2 pada fotosintesis adalah
sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat membuktikan adanya fotosintesis pada tumbuhan hijau
hydrilla verticillata.
2. Menemukan fakta tentang gejala fotosintesis.
3. Mahasiswa dapat mendeskripsikan proses fotosintesis pada tanaman.
4. Mahasiswa dapat mendeskripsikan pengaruh cahaya dan konsentrasi CO2
terhadap laju fotosintesis.
Kegunaan praktikum ini adalah sebagai bahan informasi untuk menambah
pengetahuan mahasiswa mengenai adanya fotosintesis pada tanaman hydrilla
verticillata, gejala dan proses fotosintesis, serta pengaruh cahaya dan konsentrasi
CO2 terhadap laju fotosintesis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fisiologis Tanaman Hydrilla verticillata
Tanaman hydrilla verticillata merupakan salah satu tanaman air yang sering
dijumpai. Bagian daun, batang, dan akar tanaman ini terendam di dalam air
sehingga dapat menurunkan bahan pencemar perairan lebih efektif. Tanaman
hydrilla verticillata dapat digunakan sebagai fitoremediator, yaitu suatu sistem
yang melibatkan penggunaan tanaman untuk membersihkan atau menstabilkan
lingkungan yang terkontaminasi. Sistem tersebut dapat meminimalisir biaya
produksi dan ramah lingkungan. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan
menerapkan sistem fitoremediasi pada pemeliharaan dengan memanfaatkan
keberadaan tanaman air seperti tanaman hydrilla verticillata (Salafiyah, 2014).
Kadar air kering yang umumnya didapat pada rumput air hydrilla
verticillata adalah sekitar 20.95, nitrogen (-total) 3.29%, fosfor (P2O5) 0.52% dan
kalium oksida (K2O) 6.34%. Rumput air hydrilla verticillata dengan kandungan
nitrogen dan karbon organik yang merupakan unsur yang dibutuhkan pada proses
pembuatan kompos. Selain itu kandungan nitrogen dan karbon organik tersebut
juga merupakan unsur yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan dan
perkembangan pada tanaman lain (Safitri et al., 2019).
Tanaman hydrilla verticillata mengandung unsur nitrogen dan unsur karbon
organik yang merupakan unsur yang dibutuhkan oleh tanaman sehingga tanaman
hydrilla verticillata sangat berpotensi untuk dijadikan pupuk hijau. Penggunaan
pupuk hijau sebagai pupuk organik dapat memperbaiki sifat-sifat tanah seperti
sifat fisik, kimia dan biologi. Bahan organik merupakan perekat butiran lepas,
sumber hara tanaman, dan sumber energi dari sebagian besar organisme tanah.
Pemanfaatan tanaman hydrilla verticillata sebagai pupuk hijau atau pupuk
organik dapat dilakukan dengan pemberian secara langsung dalam bentuk segar,
bokashi atau dikomposkan terlebih dahulu (Marwan et al., 2017).
2.2 Fotosintesis Tanaman Hydrilla verticillata
Tumbuhan air meningkatkan kadar oksigen dalam air melalui proses
fotosintesis. Karbon dioksida dalam proses fotosintesis diserap dan oksigen
dilepas ke dalam air. Proses fotosintesis mempunyai manfaat penting dalam
akuakultur, diantaranya adalah menyediakan sumber bahan organik bagi
tumbuhan itu sendiri serta sebagai oksigen yang digunakan oleh semua
organisme air misalnya pada tanaman hydrilla verticillata (Koryati et al., 2021).
Tanaman hydrilla verticillata memiliki daun yang kecil dan berwarna hijau
karena mengandung klorofil. Untuk pertumbuhan tanaman hydrilla verticillata
tidak terlepas dari pengaruh cahaya yang dapat diterima yang digunakan untuk
proses fotosintesis. Stomata pada tumbuhan ini lebih banyak pada permukaan
bawah daun. Daun-daun yang berfotosintesis mengeluarkan oksigen lebih cepat
pada bagian permukaan sisi bawah daun daripada sisi permukaan atas daun.
Terdapat kurang lebih 100.000/m2 stomata di bagian sisi permukaan bawah daun
dan jarang ditemukan adanya stomata di permukaan atas daun (Salafiyah, 2014).
Tanaman air seperti tanaman hydrilla verticillata sangat efektif untuk
meningkatkan kadar oksigen dalam air melalui proses fotosintesis. Karbon
dioksida yang dihasilkan dalam proses fotosintesis akan diserap dan kemudian
oksigen dilepas ke dalam air. Proses fotosintesis mempunyai manfaat penting
dalam aqualtural, diantaranya dengan menyediakan sumber organik bagi
tumbuhan itu sendiri serta sumber oksigen yang dibutuhkan oleh semua
organisme hidup (Salafiyah, 2014).
2.3 Peranan Larutan K2CO3 dan KHCO3 dalam Proses Fotosintesis
Larutan KHCO3 memberikan pengaruh terhadap kestabilan klorofil a selama
penyimpanan jika dibandingkan dengan sampel tanpa penambahan larutan
penstabil pada kondisi tanpa adanya paparan cahaya. Pemberian bahan penstabil
menimbulkan reaksi pada larutan yang dapat menjaga konsentrasi klorofil tidak
mengalami degradasi dengan cepat. Penambahan KHCO3 dimaksudkan untuk
mempertahankan derajat keasaman ekstrak klorofil pada daun agar dalam suasana
menjadi basa sehingga degradasi akibat pH asam yang dapat memicu
terbentuknya feofitin dapat dihambat (Sari, 2021).
Proses penyerapan karbon dikosida laruta dalam air dan secara spontan
membentuk H2CO3 dalam kesetimbangan dengan CO2. Konsentrasi relatif CO2,
H2CO3 dan HCO3 bergantung pada kondisi pH larutan. Dalam keadaan air netral
atau basa lemah, bentuk bikarbonat mendominasi. Bentuk karbonat dan
bikarbonat memiliki kelarutan yang sangat baik. Asam borat relatif lebih lama di
lingkungan dan tidak berinteraksi dengan sulfur dioksida dan oksigen yang dapat
hadir dalam gas buangan, dan bersinergi dengan karbonat (Zumaira et al., 2022).
2.4 Tahapan-Tahapan Fotosintesis
Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan, alga,
dan beberapa jenis bakteri untuk memproduksi energi terpakai (nutrisi) dengan
memanfaatkan energi cahaya. Hampir semua makhluk hidup bergantung dari
energi yang dihasilkan dalam fotosintesis. Akibatnya fotosintesis menjadi sangat
penting bagi kehidupan di bumi. Fotosintesis juga berjasa menghasilkan sebagian
besar oksigen yang terdapat di atmosfer bumi. Fotosintesis merupakan salah satu
cara asimilasi karbon karena dalam fotosintesis karbon bebas dari CO 2 difiksasi
menjadi gula sebagai molekul penyimpan energi. Cara lain yang ditempuh
organisme untuk mengasimilasi karbon adalah kemosintesis (Indriana, 2016).
Tumbuhan menangkap cahaya menggunakan pigmen yang disebut klorofil.
Pigmen inilah yang memberi warna hijau pada tumbuhan. Klorofil terdapat dalam
organel yang disebut kloroplas, kloroplas ini menyerap cahaya yang akan
digunakan dalam fotosintesis. Meskipun seluruh bagian tubuh tumbuhan yang
berwarna hijau mengandung kloroplas, namun sebagian besar energi dihasilkan di
daun. Di dalam daun terdapat lapisan sel yang disebut mesofil yang mengandung
setengah juta kloroplas setiap milimeter perseginya. Cahaya akan melewati
lapisan epidermis tanpa warna dan yang transparan, menuju mesofil, tempat
terjadinya sebagian besar proses fotosintesis. Permukaan daun biasanya dilapisi
oleh kutikula dari lilin yang bersifat anti air untuk mencegah terjadinya
penyerapan sinar matahari ataupun penguapan air berlebihan (Suyatman, 2020).
Proses pertama pada fotosintesis merupakan proses yang tergantung pada
cahaya (reaksi terang), yaitu reaksi yang membutuhkan energi cahaya matahari
langsung dan molekul-molekul energi cahaya tersebut belum dapat digunakan
untuk proses berikutnya. Oleh karena itu pada reaksi terang ini energi cahaya
matahari yang belum dapat digunakan tersebut akan dikonversi menjadi molekul-
molekul energi yang dapat digunakan yaitu dalam bentuk energi kimia. Konversi
energi cahaya menjadi energi kimia dilakukan oleh aktivitas pigmen daun yaitu
klorofil. Dalam reaksi terang, cahaya matahari akan membentuk klorofil-a sebagai
suatu cara untuk membangkitkan elektron agar menjadi suatu energi dengan
tingkatan yang lebih tinggi (Purnama dan Tristantyo, 2020).
Dua pusat reaksi pada pigmen tersebut yang bekerja secara berantai (PS I
dan PS II) mentransfer elektron. Elektron diperoleh dengan memecah air (H2O)
sehingga terjadi pelepasan O2 dan O2 tersebut yang kemudian mengkonversi
energi menjadi bentuk ATP dan NADP. Reaksi terang terjadi pada grana
(granum), sedangkan reaksi Calvin terjadi di dalam stroma (Indriana, 2016).
Proses kedua adalah proses yang tidak membutuhkan cahaya yang terjadi
ketika produk dari reaksi terang digunakan untuk membentuk ikatan kovalen C-C
dari karbonat. Pada proses ini CO2 atmosfer ditangkap dan dimodifikasi oleh
penambahan hidrogen menjadi bentuk karbohidrat. Reaksi gelap biasanya dapat
terjadi dalam gelap apabila energi carrier dari proses terang tersedia. Reaksi gelap
ini berlangsung dalam stroma kloroplas (Purnama dan Tristantyo, 2020).
2.5 Fotosintesis Tanaman C3, C4 dan CAM
Berdasarkan tipenya, fotosintesis dibedakan menjadi tiga macam yaitu C3,
C4 dan CAM. Tanaman C3 dan C4 dibedakan oleh cara mengikat CO 2 dari
atmosfir dan produk awal yang dihasilkan dari proses asimilasi. Pada tanaman C3,
Rubisco menyatukan CO2 dengan RuBP (RuBP merupakan substrat untuk
pembentukan karbohidrat dalam proses fotosintesis) dalam proses awal asimilasi,
juga dapat mengikat O2 pada saat yang bersamaan untuk proses fotorespirasi. Jika
konsentrasi CO2 di atmosfir ditingkatkan, maka hasil dari kompetisi antara CO 2
dan O2 tersebut akan lebih menguntungkan CO2, sehingga fotorespirasi terhambat
dan asimilasi akan bertambah besar (Wibawani dan Laily, 2015).
Pada tanaman C4, CO2 diikat oleh PEP (enzim pengikat CO 2 sehingga tidak
terjadi kompetisi antara CO2 dan O2. Lokasi terjadinya asosiasi awal ini adalah di
sel-sel mesofil (sekelompok sel-sel yang mempunyai klorofil yang terletak di
bawah sel-sel epidermis daun). CO2 yang sudah terikat oleh PEP kemudian
ditransfer ke sel dimana kemudian pengikatan dengan RuBP terjadi. Karena
tingginya konsentrasi CO2 pada sel seludang pembuluh ini, maka O2 tidak
mendapat kesempatan untuk bereaksi dengan RuBP, sehingga fotorespirasi kecil,
PEP mempunyai daya ikat yang tinggi terhadap CO2. Laju asimilasi tanaman C4
bertambah sedikit dengan meningkatnya CO2 (Wibawani dan Laily, 2015).
Jalur fotosintesis C4 dan CAM merupakan evolusi dari jalur fotosintesis C3.
Modifikasi morfologi dan biokimia dari jalur fotosintesis C3 muncul pada
tanaman yang lebih tinggi taksanya. Jalur fotosintesis C4 berevolusi sebagai
tanggapan terhadap konsentrasi CO2 di atmosfer yang rendah. Konsentrasi CO2
yang rendah mengakibatkan peningkatan yang signifikan dalam fotorespirasi.
Tanaman CAM mengurangi penguapan air akibat respirasi dengan cara
melakukan respirasi di malam hari dimana suhu lingkungan lebih rendah daripada
ketika siang hari, menyimpan CO2 tersebut dalam vakuola dalam bentuk asam
malat. Asam malat tersebut akan mengalami dekarboksilasi dan menjadi sumber
CO2 untuk fotosintesis di siang hari (Hastilestari, 2015).
2.6 Peranan Spektrum Cahaya terhadap Proses Fotosintesis
Fotosintesis berasal dari kata foton yang berarti cahaya, dan sintesis yang
berarti menyusun. Jadi fotosintesis dapat diartikan sebagai suatu penyusunan
senyawa kimia kompleks yang memerlukan energi cahaya. Sumber energi cahaya
alami adalah matahari. Proses ini dapat berlangsung karena adanya suatu pigmen
tertentu dengan bahan CO2 dan H2O. Cahaya matahari terdiri atas beberapa
spektrum, masing-masing spektrum mempunyai panjang gelombang berbeda,
sehingga pengaruhnya terhadap proses fotosintesis berbeda (Saraswati, 2017).
Spektrum cahaya tampak yang diserap pada saat terjadinya fotosintesis yaitu
antara warna ungu pada panjang gelombang 380 nm sampai warna merah pada
panjang gelombang 750 nm. Energi yang digunakan pada proses fotosintesis
adalah dalam bentuk foton yang berasal dari spektrum cahaya tersebut. Energi
berbanding terbalik dengan panjang gelombang. Energi dari spektrum cahaya biru
lebih kuat dibandingkan dengan spektrum cahaya merah. Selama proses
fotosintesis, spektrum cahaya biru dengan panjang gelombang 400-500 nm
diserap maksimal oleh karotenoid, sedangkan spektrum cahaya merah memiliki
panjang gelombang 600-700 nm maksimal oleh klorofil (Arifah et al., 2019).
Cahaya hijau, kuning, jingga dan merah dipantulkan oleh pigmen karotenoid
dan xanthofil. Kombinasi panjang gelombang yang dipantulkan oleh kedua
pigmen karotenoid ini tampak berwarna kuning. Ada bukti yang menunjukkan
bahwa beta-karoten lebih efektif dalam mentransfer energi ke kedua pusat reaksi
dibanding lutein atau pigmen xanthofil yang disebut fucoxanthofil adalah sangat
efektif dalam mentransfer energi. Di samping berperan sebagai penyerap cahaya,
karotenoid pada tilakoid juga berperan untuk melindungi klorofil dari kerusakan
oksidatif oleh O2, jika intensitas cahaya sangat tinggi (Saraswati, 2017).
2.7 Peranan Konsentrasi CO2 dan Air terhadap Laju Fotosintesis
Peran utama Rubisco dalam laju fotosintesis akan terlihat jika kadar CO 2
udara sekitar tanaman meningkat diikuti fiksasi CO2 tinggi pada intensitas cahaya
sedang sampai tinggi yang selanjutnya ditempatkan pada ribulose-1,5-difosfat
karboksilase. Tahap tersebut adalah fase kedua dari fotosintesis yaitu terjadinya
difusi CO2 luar kemudian diletakkan pada enzim karboksilase. Ketersediaan CO 2
dan pengikatannya dengan RuDP terjadi atas bantuan Rubisco. Dengan demikian
Rubisco dapat menjadi pembatas fotosintesis (Wibawani dan Laily, 2015).
Ketika sel tanaman mengalami banyak kehilangan air sehingga menjadi layu
maka pada saat tersebut sel mempunyai nilai tekanan turgor yang sama dengan
nol. Pada saat air masuk ke dalam sel maka tekanan turgor akan meningkat
(positif) dan sel akan mengembang sehingga sel mencapai ukuran yang
maksimum. Ketika ini terjadi maka sel tumbuhan berada dalam keadaan turgor
yang penuh. Pada tengah hari, saat matahari terik dan tumbuhan telah kehilangan
banyak air akibat penguapan mungkin tumbuhan akan mengalami kehilangan
tekanan turgor atau bahkan sampai mencapai nol (Koryati et al., 2021).
Peran air yang demikian itu sangat penting karena tekanan turgor biasanya
ada hubungannya dengan tingkat metabolisme tumbuhan. Ketika tumbuhan
memiliki tekanan turgor yang tinggi (penuh) maka kemampuan metabolismenya
juga tinggi, sebaliknya ketika tumbuhan kehilangan tekanan turgor (misalnya saat
layu) maka kemampuan metabolismenya seperti fotosintesis dan respirasi juga
rendah. Dengan demikian upaya mempertahankan turgor merupakan hal yang
penting bagi tumbuhan (Koryati et al., 2021).
2.8 Pengaruh Fotosintesis terhadap pH Sel Tumbuhan
Derajat keasaman atau biasa disebut dengan pH sangat berpengaruh pada
adaptasi organisme perairan dan pH dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis, suhu,
dan ion. Kisaran pH yang ideal untuk kehidupan organisme perairan adalah antara
7,5-8. Apabila kondisi perairan yang bersifat asam maupun basa akan
menyebabkan gangguan metabolisme dan respirasi pada organisme. Selain itu, pH
yang sangat rendah akan menyebabkan perpindahan berbagai senyawa logam
berat yang bersifat toksik semakin tinggi (Adani et al., 2013).
Tanaman akan tumbuh dan berkembang baik pada pHnya optimum. Apabila
pH tanah tidak sesuai dengan persyaratan fisiologisnya, maka pertumbuhan
tanaman akan terhambat. Kemasaman tanah berakibat pula terhadap baik atau
buruknya atau cukup atau kurangnya unsur hara yang tersedia, dalam hal ini pada
pH sekitar 6,5 tersedia unsur hara yang dinyatakan paling baik. Pada pH di bawah
6 unsur P, Ca, Mg, Mn dan ketersediaan unsur makro dan mikro dinyatakan buruk
sekali. Pada pH rendah ketersediaan Al, Fe, Mn akan meningkat sehingga
menyebabkan keracunan bagi tanaman (Desiana et al., 2013).
Menaikkan atau menurunkan pH dari 8 akan berpengaruh negatif terhadap
laju fotosintesis karena RuBisCO akan mulai bekerja lebih lambat. Ketika pH
mencapai 6 di sisi rendah dan 10 di sisi tinggi, RuBisCO akan berhenti bekerja
sama sekali. Selain RuBisCO, ada banyak enzim dan protein yang terlibat dalam
proses fotosintesis yang semuanya dipengaruhi secara negatif oleh kenaikan atau
penurunan pH dari tingkat optimal ((Adani et al., 2013).
2.9 Titik Kompensasi CO2 dan Titik Kompensasi Cahaya
Jika konsentrasi CO2 di atmosfer ditingkatkan maka hasil dari kompetisi
antara CO2 dan O2 akan lebih menguntungkan CO2 sehingga fotorespirasi
terhambat dan asimilasi akan bertambah besar. Jika CO2 di permukaan daun
dikurangi mencapai titik dimana CO2 yang diserap tanaman sama dengan yang
dihasilkannya maka titik ini disebut titik kompensasi CO2. Titik kompensasi
cahaya adalah intensitas cahaya pada saat laju fiksasi CO2 (fotosintesis) setara
dengan laju pembebasan CO2 (respirasi). Titik kompensasi cahaya dipengaruhi
oleh intensitas cahaya yang biasa diterima oleh tumbuhan tersebut, suhu pada saat
pengukuran, dan konsentrasi CO2 udara (Hidayat, 2021).
Mekanisme toleransi berkaitan dengan penurunan titik kompensasi cahaya
serta respirasi yang efisien. Tanaman naungan ditandai dengan rendahnya titik
kompensasi cahaya sehingga dapat mengakumulasi produk fotosintat pada tingkat
cahaya yang rendah dibandingkan dengan tanaman cahaya penuh. Naungan dapat
mengurangi enzim fotosintetik yang berfungsi sebagai katalisator dalam fiksasi
CO2 dan menurunkan titik kompensasi cahaya (Hidayat, 2021).
Pada tumbuhan yang ternaungi mempunyai laju respirasi gelap yang sangat
rendah sehingga tingkat kompensasi CO2 rendah saat cahayanya juga pada
keadaan yang sangat rendah. Pada tanaman yang ternaungi cahaya biru meningkat
relatif pada panjang gelombangnya tetapi perubahan kualitas paling jelas
disebabkan oleh naungan yang meningkat pada cahaya merah jauh. Naungan daun
juga sangat berpengaruh pada pemanjangan batang dan pertumbuhan kuncup
samping pada berbagai jenis tanaman (Yuliani et al., 2015).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Agroklimatologi dan
Biostatistika, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Hasanuddin, Makassar pada Sabtu, 1 Oktober 2022 pukul 09.50-11.30 WITA.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah gelas beaker, pipet tetes, corong, tabung reaksi,
kawat penyangga, dan kotak alat.
Bahan yang digunakan adalah tanaman Hydrilla verticillata, lampu dengan
beberapa warna yang berbeda, K2CO3, KHCO3, benang jahit dan stop kontak.
3.3 Prosedur Praktikum
Prosedur kerja pada praktikum kali ini dapat diuraikan sebagai berikut:
14. Menyiapkan semua peralatan yang dibutuhkan.
15. Menyiapkan 3 buah gelas beaker, kemudian mengisinya dengan air
sebanyak 1.000 mL.
16. Menyiapkan 5 tangkai tanaman Hydrilla verticillata yang sehat, kemudian
memotong tangkai ranting Hydrilla dengan ukuran masing-masing 10 cm.
17. Mengikat potongan Hydrilla pada pangkalnya dengan menggunakan
benang.
18. Menggantung potongan Hydrilla yang telah diikat pada pangkal corong
menggunakan benang, dengan posisi pangkal Hydrilla menghadap ke atas.
19. Memasukkan Hydrilla yang telah digantung pada pangkal corong ke dalam
gelas beaker, dalam posisi menggantung sekitar 2 cm dari dasar gelas
beaker.
20. Menutup tangkai corong dengan tabung reaksi secara tegak lurus dan
memastikan bahwa air mengisi sebagian besar tabung reaksi.
21. Mengambil larutan KHCO3 sebanyak 4 mL, dengan mengggunakan pipet
tetes, kemudian memasukkanya ke dalam gelas beaker.
22. Menyinari tanaman Hydrilla verticillata menggunakan lampu LED dengan
warna lampu yang berbeda selama 15 menit dan memastikan lampu LED
berada 5,5 cm di atas tabung reaksi.
23. Mengamati gelembung-gelembung gas yang muncul, kemudian mencatat
jumlah gelembung yang muncul.
24. Memasukkan hasil pengamatan ke dalam tabel yang telah disediakan.
25. Membuat grafik dari tabel pengamatan yang telah diisi.
26. Melakukan prosedur yang sama pada larutan K2CO3.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil yang
dapat ditampilkan sebagai berikut:
Jumlah Gelembung

2500

2000

1500

1000

500

0
Putih/Kuning Merah Hijau Biru
Warna Cahaya

K2CO3 KHCO3
Sumber: Data primer setelah diolah, 2022.
Gambar 8. Grafik Perbedaan Jumlah Gelembung Tiap Parameter Pengamatan.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan praktikum peranan cahaya dan CO2 pada fotosintesis yang telah
dilakukan didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan jumlah gelembung yang
dihasilkan pada masing-masing perlakuan warna spektrum cahaya yang berbeda
pada tanaman air hydrilla verticillata. Pada grafik terlihat bahwa jumlah
gelembung pada cahaya warna merah dan biru lebih banyak dibandingkan dengan
cahaya kuning dan hijau. Hal tersebut dapat terjadi karena gelombang cahaya
merah dan biru lebih efektif dalam melakukan proses fotosintesis. Hal ini sesuai
dengan pendapat Handoko dan Fajariyanti (2013), yang menyatakan bahwa
cahaya matahari memiliki sifat polikromatik yang bila dibiaskan akan
menghasilkan cahaya-cahaya monokromatik. Cahaya-cahaya monokromatik
inilah yang ditangkap oleh klorofil dan digunakan dalam proses fotosintesis.
Dalam suatu percobaan diketahui bahawa gelombang cahaya biru dan cahaya
merah adalah yang paling efektif dalam melakukan proses fotosintesis dan cahaya
hijau yang paling tidak efektif dalam melakukan fotosintesis.
Laju fotosintesis pada tanaman hydrilla ditandai dengan adanya gelembunh
yang leuar pada saat dilakukan perendaman. Perendaman dilakukan dengna
mencampur larutan K2CO3. Semakin banyak gelembung yang terlihat maka
diasumsikan bahwa laju fotosintesis tanaman menjadi lebih cepat. Hal ini sesuai
dengan pendapat Andika (2020), yang menyatakan bahwa penyerapan sinar yang
rendah pada tanaman akan berdampak pada laju fotosintesis. Penyerapan cahaya
yang rendah akan memperlambat laju fotosintesis karena pengaruh klorofil-a dan
klorofil-b dengan pH yagn rendah sehingga memperlambat laju fotosintesis.
Gelembung yang dihasilkan menggambarkan laju fotosintesis yang terjadi
pada tanaman hydrilla verticillata. Gelembung tersebut merupakan hasil dari
fotolisis air dalam proses fotosintesis. Hal ini sesuai dengan pendapat Saraswati
(2017) yang menyatakan bahwa oksigen yang dihasilkan dalam proses fotosintesis
berasal dari proses fotolisis air pada reaksi terang fotosintesis. Fotolisis air
merupakan proses pemecahan molekul air oleh cahaya dan menghasilkan oksigen
yang langsung dilepas ke lingkungan.
Peranan cahaya dan CO2 pada fotosintesis yang telah dilakukan, dapat
dilihat pada grafik diatas, telah terjadi fotosintesis tanpa cahaya matahari.
Fotosintesis dapat terjadi dikarenakan adanya perlakuan pemberian spektrum
cahaya yang membantu terjadinya fotosintesis. Hal ini dikarenakan tumbuhan
dapat menyerap cahaya tertentu yaitu, cahaya yang tampak dan cahaya yang
memiliki panjang gelombang sesuai. Hal ini sesuai dengan pendapat Handoko dan
Yunie (2013), yang menyatakan bahwa, tanaman dapat melakukan fotosintesis
tanpa adanya sinar matahari jika ada cahaya tampak atau panjang gelombang
cahaya tertentu yang dapat diserap tanaman. Pada intensitas cahaya sedang,
peningkatan laju fotosintesis menurun, tetapi pada intensitas cahaya tinggi, laju
fotosintesis menjadi konstan dan peningkatan intensitas tidak berlanjut dalam
semua kondisi. Fotosintesis menghasilkan cahaya yang dapat diserap.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari praktikum peranan cahaya dan CO 2
pada fotosintesis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pada tumbuhan hijau hydrilla verticillata terjadi fotosintesis yang ditandai
dengan adanya gelembung yang terbentuk pada perlakuan pemberian cahaya
yang berbeda warna.
2. Gejala fotosintesis pada tumbuhan Hydrilla verticillata dapat dilihat dari
kemampuannya dalam menyerap bermacam warna cahaya.
3. Proses fotosintesis pada tanaman terjadi ketika klorofil di daun menangkap
cahay matahari dan menggunakannya untuk mengubah air dan
karbondioksida menjadi gula dan oksigen.
4. Fotosintesis pada tanaman tergantung oleh adanya cahaya, air dan karbon
dioksida. Semua itu tidak dapat langsung diubah menjadi zat gula (glukosa)
tanpa adanya bantuan cahaya. semakin tinggi konsentrasi karbon dioksida
makan akan semakin meningkatkan laju fotosintesis.
5.2 Saran
Praktikan harus menguasai atau memahami teori terlebih dahulu sebelum
melakukan praktikum, kerjasama dalam kelompok harus baik, dan juga dalam
melakukan pengamatan harus teliti agar praktikum berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Andika, Y., Kawaroe, M., Effendi, H dam Zamani, N, P. 2020. Pengaruh Kondisi
pH Terhadap Respon FIsoologis Daun Lamun Jenis Cymodoces rotundata.
Jurnal Ilmu Kelautan Tropis, 12(2): 485-493.
Arifah, R. U., Sedjati, S., Supriyantini, E., dan Ridlo, A. 2019. Kandungan
Klorofil dan Fukosantin serta Pertumbuhan Skeletonema Costatum pada
Pemberian Spektrum Cahaya yang Berbeda. Buletin Oseanografi
Marina, 8(1):25-32.

Fuji, Z., dan Sa’diyatul, F. 2021. Pengaruh Cahaya Matahari terhadap Proses
Fotosintesis. Prosiding SEMNAS.

Handoko, P., dan Yunie, F. 2013. Pengaruh Spektrum Cahaya Tampak terhadap
Laju Fotosintesis Tanaman Air Hydrilla verticillata. Seminar Proposal.
Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Nusantara PGRI: Kediri.

Hastilestari, B. R. 2015. Plasticity of Photosynthetic System on CAM Plants.


In Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia,
1(4):864-867.

Hidayat, T. 2021. Efek Intensitas Cahaya Rendah terhadap Pertumbuhan dan


Hasil Beberapa Varietas Kedelai Lokal Aceh. Jurnal Floratek, 16(2): 1-9.

Indriana, K. R. 2016. Produksi Bersih pada Efisiensi Dosis Pupuk N dan Umur
Panen Daun Tembakau terhadap Kadar Nikotin dan Gula pada Tembakau
Virginia. Jurnal Agrotek Indonesia (Indonesian Journal of
Agrotech), 1(2).

Koryati, T., Purba, D. W., Surjaningsih, D. R., Herawati, J., Sagala, D., Purba, S.
R., dan Aldya, R. F. 2021. Fisiologi Tumbuhan. Medan: Yayasan Kita
Menulis.

Marwan, M., Yasin, S. M., dan Haruna, N. 2017. Pemanfaatan Hydrilla


Verticillata (Lf) Royle sebagai Pupuk Hijau untuk Memacu Pertumbuhan
Bibit Kakao (Theobroma cacao L.). Journal TABARO Agriculture
Science, 1(1):1-10.

Novianti, D. N., Rejeki, S., dan Susilowati, T. 2015. Pengaruh Bobot Awal yang
Berbeda terhadap Pertumbuhan Rumput Laut Latoh (Caulerpa
Lentillifera) yang Dibudidaya di Dasar Tambak, Jepara. Journal of
Aquaculture Management and Technology, 4(4): 67-73.
Purnama, M., dan Tristantyo, W. 2020. Prototipe Alat Ukur Kualitas Tanaman
Berdasarkan Nilai NDVI pada Daun Sawi Pakcoy (Brassica Rapa
L). Doctoral dissertation.

Safitri, R.D., Agung, N., Yuspihana, F., dan Fatmawati. 2019. Pemanfaatan
Rumput Air (Hydrilla Verticillata) sebagai Kompos pada Tanaman Bunga
Kol (Brassica Oleracea). Enviro Scienteae, 15(2): 257-262.

Salafiyah, N. 2014. Pengaruh Lama Tanam dan Luas Penutupan Azolla


Microphylla terhadap Kualitas Kimia dan Fisika Limbah Cair Laundry.
Doctoral dissertation.

Saraswati, S. A. 2017. Perbedaan Kerapatan Stomata Daun Tumbuhan Kedelai


(Glycine Max (L.) Merril.) pada Tempat Terang dan Tempat Teduh.
Doctoral dissertation.

Sari, D. Y. 2021. Studi Potensi Pemanfaatan Limbah Sabut Kelapa sebagai Pupuk


Organik. Doctoral Dissertation.

Suyatman, S. 2020. Menyelidiki Energi pada Fotosintesis Tumbuhan. INKUIRI:


Jurnal Pendidikan IPA, 9(2):125-131.

Wibawani, A. I., dan Laily, A. N. 2015. Identifikasi Tanaman Berdasarkan Tipe


Fotosintesis pada Beberapa Spesies Anggota Genus Ficus melalui
Pengamatan Anatomi Daun. El-Hayah: Jurnal Biologi, 5(2):43-47.

Yuliani, R.N., Evie, R., dan Hasim, A. 2015. Pengaruh Pemberian Naungan
terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Stroberi Varietas Dorit dan
Varietas Lokal Berastagi. Lentera BIO.
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 9. Jumlah Gelembung Tiap Parameter Pengamatan
Warna K2CO3 KHCO3

Putih/Kuning 1930 5

Merah 108 29

Hijau 123 9

Biru 338 27

Sumber: Data primer setelah di olah, 2022.


a. Lampiran gambar

Gambar 40. Tanaman Hydrilla Gambar 41. Mengukur dan


verticillata memotong tanaman Hydrilla
verticillata sepanjang 10 cm

Gambar 42. Menuang air dalam Gambar 43. Menambah larutan ke


gekas beker sebanyak 900 mL dalam gelas beker yang berisi air
Gambar 44. Memasukkan tanaman Gambar 44. Menutup tangkai
Hydrilla verticillata ke dalam gelas corong dengan tabung reaksi secara
beker tegak lurus

Gambar 45. Memberi perlakuan


warna (merah) untuk mengetahui
laju fotosintesis
Laporan Praktikum
Fisiologi Tumbuhan

MENGUKUR POTENSIAL OSMOTIK DAN PLASMOLISIS

NAMA : RISKA NURJANNAH


NIM : G011211012
KELAS : FISIOLOGI TUMBUHAN E
KELOMPOK : 16 (ENAM BELAS)
ASISTEN :1.MUTHIA MUHSANA MUKHLIS
2.FADHILLA AZZAHRA BADARUDDIN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumbuhan merupakan makhluk hidup multisekuler. Sel tumbuhan terdiri
atas dinding sel, inti sel dan organel-organel yang ada di dalamnya. Selain itu
pada sel tumbuhan terdapat sitoplasma yang dibungkus oleh membran plasma
yang merupakan membran dwilapis yang mampu mengatur secara selektif aliran
cairan dari lingkungan suatu suatu sel ke dalam sel dan sebaliknya. Suatu sel
tumbuhan diletakkan di dalam suatu larutan yang konsentrasi lebih tinggi dari
pada di dalam sel, maka air akan meninggalkan sel sehingga volume sel berkurang
(Agustina et al., 2021).
Sel merupakan unit dasar dari suatu kehidupan dan tidak dijumpai dalam
kehidupan unit-unit yang lebih kecil dari sel. Tumbuhan tingkat tinggi tubuhnya
tersusun oleh sejumlah sel, baik sel hidup maupun sel mati. Sel-sel hidup
memiliki persamaan dan perbedaan dalam struktur dan fungsinya. Persamaannya
adalah sel-sel tersebut mempunyai dinding sel dan berisi plasma yang terbungkus
oleh membran plasma. Sedangkan perbedaannya terutama diakibatkan oleh
adanya faktor genetik dan lingkungan. Kedua faktor ini mempengaruhi proses
diferensiasi yang mengikuti proses pembelahan sel (Advinda, 2018).
Plasmolosis merupakan proses sirkulasi keluar masuknya suatu zat. Adanya
sirkulasi ini menjelaskan bahwa sel dinamis dengan lingkungannya. Jika
memerlukan materi dari luar maka sel harus mengambil materi itu dengan segala
cara, misalnya dengan mengatur tekanan agar terjadi perbedaan tekanan sehingga
materi dari luar bisa masuk. Plasmolisis merupakan dampak dari peristiwa
osmosis. Jika sel tumbuhan diletakkan pada larutan hiperonik, sel tumbuhan akan
kehilangan air yang menyebabkan sel tumbuhan lemah (Huda, 2020).
Potensial osmotik merupakan potensial yang disebabkan adanya materi
yang terlarut. Potensial osmotik memiliki nilai negatif, karena cenderung
menyeberangi membran semi permeable dari air murni menuju air yang
mengandung zat terlarut. Adanya zat terlarut sebanding dengan konsentrasi suatu
larutan dapat disebut potensial osmotik. Potensial osmotik merupakan potensial
air yang dikaitkan dengan daya tarik bahan terlarut atau ion-ion dan molekul air
oleh gaya osmotik (Keumalasari, 2021).
Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan praktikum mengukur potensial
osmotik dan plasmolisis dengan tujuan untuk mengetahui sel yang terplasmolisis
dan sel yang tidak terplasmolisis pada tanaman Rhoeo discolor menggunakan
larutan sukrosa dengan konsentrasi yang berbeda-beda.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan praktikum dilakukan praktikum mengukur potensial osmotik dan
plasmolisis yaitu diharapkan agar mahasiswa dapat:
1. Menemukan fakta tentang gejala plasmolisis.
2. Menunjukkan faktor penyebab plasmolisis.
3. Mendeskripsikan peristiwa plasmolisis.
4. Menunjukkan hubungan antara plasmolisis dengan potensial osmotik antara
cairan sel dengan larutan disekitarnya.
Kegunaan dari praktikum ini adalah agar praktikan dapat mengetahui gejala
plasmolisis, faktor penyebab peristiwa plasmolisis, proses plasmolisis, dan
keterkaitan antara plasmolisis dengan potensial osmotik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fisiologis Tanaman Rhoeo discolor
Adam hawa (Rhoeo discolor) merupakan tanaman yang memiliki tingkat
adaptasi yang baik pada berbagai kondisi lingkungan. Tanaman adam hawa juga
merupakan tanaman hias yang sering kita jumpai di berbagai taman maupun
pekarangan. Tanaman adam hawa dimanfaatkan sebagai pengobatan sehingga
mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi disamping sebagai tanaman hias.
Daun adam hawa mengandung zat antosianin yang berfungsi sebagai antiinflamasi
(Viana et al., 2017).
Tanaman adam hawa (Rhoeo discolor) merupakan salah satu tanaman hias
yang cukup diminati oleh masyarakat. Adam hawa memiliki beberapa kandungan
senyawa kimia seperti fenolik, karotenoid, asam askorbat, alkaloid, saponin,
terpenoid, dan flavonoid berupa antosianin. Antosianin merupakan senyawa
flavonoid yang memiliki sejumlah gugus hidroksil yang berperan terhadap sekresi
insulin dari sel β pankreas, sehingga memiliki aktivitas hipoglikemik. Daun adam
hawa mengandung flavonoid merupakan jenis antioksidan (Sundhani et al., 2017).
Tanaman adam hawa memiliki pigmen warna merah keungu-unguan dan
hijau yang membuat tanaman ini memiliki ciri khas sendiri yang dihasilkan dari
antosianin dan juga pigmen klorofil. Struktur dari jaringan adam hawa
diantaranya berupa dinding sel, sitoplasma, stomata, dan juga jaringan epidermis.
Struktur jaringan adam hawa yaitu dinding sel yang merupakan bagian terluar dari
masing-masing sel, yang akan membatasi ruang dari sel itu sendiri. Dinding sel
juga membantu dalam penyaringan dan perlindungan, dimana dinding sel dapat
mencegah kelebihan air yang ingin masuk ke dalam sel (Ratnasari et al., 2016).
2.2 Plasmolisis Tanaman Rhoeo discolor
Plasmolisis merupakan peristiwa atau respon yang dapat terjadi akibat
adanya proses osmosis yang terjadi. Plasmolisis merukan respon dari sel-sel
tumbuhan yang terpapar oleh adanya larutan hypertonis. Hilangnya turgor
menyebabkan lepasnya protoplasma yang melekat di dinding sel. Proses
plasmolitik didorong oleh adanya vakuola dan peritiwa ini bersifat reversible
(dapat kembali ke keadaan normal atau deplasmolisis) dan bersifat khas bagi sel
tanaman hidup (Huda, 2020).
Sel daun Rhoeo discolor dimasukan ke dalam larutan gula, maka arah gerak
air ditentukan oleh nilai potensial air larutan dengan nilainya di dalam sel. Jika
potensial larutan lebih tinggi, air akan bergerak dari luar ke dalam sel, bila
potensial larutan lebih rendah maka yang terjadi sebaliknya. Apabila kehilangan
air itu cukup besar, maka ada kemungkinan bahwa volume sel akan menurun
demikian besarnya, sehingga tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk
oleh dinding sel. Membran dan sitoplasma akan terlepas dari dinding sel, keadaan
ini dinamakan plasmolisis. Sel daun Rhoeo discolor yang dimasukan ke dalam
larutan sukrosa mengalami plasmolisis. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka
semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis (Rahmawati, 2016).
Plasmolisis biasanya terjadi pada kondisi yang ekstrim dan jarang terjadi di
alam. Biasanya terjadi secara sengaja di laboratorium dengan meletakkan sel pada
larutan berkonsentrasi tinggi ataupun larutan pekat untuk menyebabkan
eksosmosis. Jika sel tumbuhan diletakkan pada larutan hipertonik maka sel
tumbuhan akan kehilangan air dan tekanan turgor yang menyebabkan sel
tumbuhan lemah (Buana, 2011).
2.3 Deplasmolisis dan Mekanismenya
Deplasmolisis merupakan kebalikan dari plasmolisis, yaitu menyatunya
kembali membran plasma yang telah lepas dari dinding sel. Deplasmolisis terjadi
jika sel tumbuhan diletakkan di larutan hipotonik, sel tumbuhan akan menyerap
air dan juga tekanan turgor meningkat. Banyaknya air yang masuk ke dalam sel
akan menyebabkan terjadinya deplasmolisis. Membran plasma akan mengembang
sehingga akan melekat kembali pada dinding sel. Proses sama yang terjadi pada
tumbuhan adalah plasmolisis dimana sel tumbuhan juga mengecil karena
dimasukkan ke dalam larutan hipertonik (Sari dan Alam, 2014).
Deplasmolisis adalah peristiwa terjadinya penyatuan kembali antara
membran sel dan dinding sel. Sel tanaman yang terplasmolisis dapat ditempatkan
pada larutan hipotonik sehingga air akan berosmosis ke dalam sel sehingga
peristiwa deplasmolisis terjadi. Plasmolisis memiliki sifat yang cenderung
irrevelsible serta plasmolisis menyebabkan membran sel menjadi tidak berfungsi
serta tidak dapat menyerap ion. Deplasmolisis dapat terjadi ketika sel tumbuhan
diletakkan pada larutan hipotonik, sel tumbuhan akan menyerap air dan
menyebabkan tekanan turgor naik (Roostika et al., 2015).
Deplasmolisis memiliki mekanisme tersendiri yaitu dengan adanya
penyerapan sel pada tumbuhan, pada penyerapan yang terjadi pada air dan mineral
dalam tanah oleh akar tanaman. Deplasmolisis terjadi jika sel tumbuhan
diletakkan di larutan hipotonik, sel tumbuhan akan menyerap air dan juga tekanan
turgor meningkat. Banyaknya air yang masuk ke dalam sel akan terjadi
deplasmolisis. Membran plasma akan mengembang sehingga akan melekat pada
dinding sel (Handayani dan Evita, 2018).
2.4 Plastisitas Membran Plasma Sel Tumbuhan
Plastisitas dinding sel yang disebabkan oleh penambahan giberelin memiliki
mekanisme yang sama dengan auksin. Menurut hipotesis pertumbuhan asam,
pompa proton yang terletak di dalam membran plasma memainkan peranan dalam
respon pertumbuhan sel. Pengasaman dinding sel dapat mengaktifkan enzim-
enzim yang dapat memecahkan ikatan silang yang terdapat di antara mikrofibril-
mikrofibril selulosa, sehingga melonggarkan serat dinding sel (Yulia et al., 2012).
Tempat utama terjadinya sintesis auksin ialah maristem tunas apikal, pada
daerah perpanjangan tunas, pompa proton pada membran plasma akan
menstimulasi auksin sehingga membuat peningkatan potensi pada membran serta
penurunan pH pada dinding sel. Auksin merupakan zat pengatur tumbuh yang
banyak dihasilkan pada jaringan yang masih giat membelah. Mekanisme kerja
auksin dalam mempengaruhi pemanjangan sel tanaman dengan cara auksin
memacu protein tertentu yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk
memompa ion H+ ke dinding sel (Listiyowati, 2019).
Sel atau membran plasma memisahkan bagian dalam sel dari dinding,
memungkinkan lewatnya molekul air, ion, atau partikel melalui membran dan
mencegah lewatnya sel lainnya. Molekul air bergerak keluar masuk sel melalui
membran sel. Aliran ini merupakan konsekuensi yang diperlukan yang
memungkinkan sel untuk mendapatkan air. Ketika sel-sel tidak menerima air yang
cukup, terjadi plasmolisis, membran plasma dan sitoplasma berkontraksi dan
terpisah dari dinding sel, menyebabkan tanaman berkontraksi (Haq, 2016).
2.5 Hubungan Potensial Osmotik dan Plasmolisis
Osmosis merupakan peristiwa berpindahnya kadar air dalam sel melalui
membran semi permeabledari keadaan sel yang hipotonis menuju hipertonis,
sehingga terjadi plasmolisis yang menyebabkan terlepasnya sitoplasma dari
dinding sel. Semakin besar proporsi sukrosa yang ditambahkan maka semakin
besar pula peritiwa plasmolisis terjadi. Plasmolisis adalah peristiwa mengkerutnya
sitoplasma dan lepasnya membran plasma dari dinding sel tumbuhan dari
dinding sel dimasukan kedalam larutan hipertonik. Plasmolisis merupakan
dampak dari peristiwa osmosis (Rahmasari dan Susanto, 2014).
Plasmolisis terjadi karena cairan di luar sel bersifat hipertonik atau lebih
pekat, sedangkan larutan di dalam sel bersifat hipotonik atau lebih encer sehingga
cairan di dalam vakuola bergerak keluar sel sehingga protoplasma mengkerut dan
terlepas dari dinding sel. Potensial larutan yang lebih tinggi akan membuat air
bergerak keluar ke potensial air yang lebih rendah didalam sel. Apabila potensial
larutan lebih rendah maka akan sel akan kehilangan air (Sari, 2014).
Proses perpindahan air dari daerah yang berkontrasi zat terlarut rendah
(hipotonik) ke daerah yang berkonsentrasi tinggi (hipertonik) melalui membran
semipermiabel atau disebut juga pergerakan air dari suatu larutan yang potensial
airnya tinggi ke larutan yang potensial airnya rendah yang terjadi melalui
membran. Jika sel ditempatkan dalam larutan yang lebih pekat (hipertonik)
terhadap cairan sel, air dalam sel akan terhisap keluar sehingga menyebabkan sel
mengkerut, peristiwa ini disebut plasmolisis (Rahmadina, 2021).
2.6 Pengaruh Konsentrasi Larutan Sukrosa pada Plasmolisis
Sukrosa adalah jenis gula disakarida yang terbentuk dari fruktosa dan
glukosa. Sukrosa adalah gula yang terbentuk dari fruktosa dan glukosa. Sukrosa
bisa ditemukan secara alami pada buah-buahan, sayur, dan biji-bijian. Sukrosa
dalam bentuk larutan, pada perubahan struktur, akumulasi sukrosa dan gula
sederhana yang terbentuk saat proses aklimasi akan berkontribusi pada stabilisasi
membran, dimana molekul gula tersebut dapat melindungi membran terhadap
kerusakan (Koryati et al., 2021).
Larutan sukrosa yang memiliki konsentrasi yang tinggi cenderung membuat
sel pada tanaman menjadi lebih banyak. Pemberian larutan atau penambahan
larutan yang berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan cairan pada suatu sel
tanaman keluar secara osmosis dan mengakibatkan terjadinya plasmolisis pada
sel. Konsentrasi sukrosa yang pekat dalam media dapat membuat gerakan air yang
melintasi membran ke arah yang konsentrasinya lebih tinggi. Penggunaan
konsentrasi larutan sukrosa yang tinggi dari lingkungan yang terbentuk di
luar sel adalah hipertonik, dan hipotonik dalam sel sehingga terjadi peristiwa
plasmolisis (Advinda, 2018).
Penurunan kadar air yang tinggi dihubungkan dengan komponen sukrosa
yang tinggi. Penggunaan larutan yang tinggi dan bersifat pekat akan menyebabkan
tekanan osmotik di dalam sel, yang mengakibatkan air keluar dari dalam sel ke
larutan sehingga terjadi plasmolisis yaitu terlepasnya membran plasma dari
dinding sel. Pada peristiwa Osmosis, semakin lama waktu osmosis yang
digunakan, maka akan lama pula sukrosa masuk ke dalam sel jaringan tumbuhan
sampai mencapai keseimbangan dimana air yang sebelumnya keluar dari dalam
jaringan tumbuhan akan berganti dengan gula yang masuk ke dalam tumbuhan
(Koryawati et al., 2021).
2.7 Keseimbangan Air pada Sel Tanaman
Air merupakan komponen yang sangat vital bagi tanaman karena dibutuhkan
dalam jumlah yang besar untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Kebutuhan air setiap tanaman berbeda, tergantung pada jenis tanaman dan fase
pertumbuhannya. Kebutuhan air pada tanaman dapat terpenuhi dengan adanya
penyerapan air oleh akar. Jumlah air yang diserap sangat bergantung pada
kandungan air tanah, kemampuan partikel tanah untuk menahan air serta
kemampuan tanaman untuk menyerap air. Kemampuan tanaman untuk menyerap
air beserta unsur-unsur hara yang terlarut di dalamnya dipengaruhi oleh faktor
genetis (Nio dan Toray, 2013).
Keseimbangan air dalam tumbuh tumbuhan dikendalikan oleh tiga jenis
potensial yang secara alamiah bekerja dan saling berinteraksi dalam sel jaringan
tumbuhan yaitu potensial air total, potensial osmotik dan potensial turgor. Ketiga
potensial ini saling berinteraksi sepanjang hidup sel atau jaringan dan
mengendalikan berbagai mekanisme dalam tubuh tumbuhan seperti transportasi
hara dan pembelahan sel. (Naiola, 2015).
2.8 Pengaruh Plasmolisis Sel pada Tanaman
Plasmolisis menunjukkan adanya sel yang bisa masuk keluar zat, bisa masuk
melalui sel, dan bisa masuk melalui membrannya.. Jika sel tumbuhan diletakkan
di larutan garam terkonsentrasi, sel tumbuhan akan kehilangan air dan juga
tekanan turgor, menyebabkan sel tumbuhan lemah. Kehilangan air lebih banyak
akan menyebabkan terjadinya plasmolisis, tekanan terus berkurang sampai disuatu
titik di mana protoplasma sel terkelupas dari dinding sel, menyebabkan adanya
jarak antara dinding sel dan membran (Elfera et al., 2012).
Plasmolisis terjadi jika sel tumbuhan diletakkan di larutan garam
terkonsentrasi (hipertonik), sel tumbuhan akan kehilangan air dan juga tekanan
turgor, menyebabkan sel tumbuhan lemah. Tumbuhan dengan sel dalam kondisi
seperti ini layu. Plasmolisis juga menyebabkan membran sel akan lepas. Hal
tersebut dapat menyebabkan kematian sel karena di dalam sel tidak terdapat cairan
sel sehinga sel tidak dapat melakukan aktivitasnya (Siregar et al., 2014).
Pada konsentrasi hara yang terlalu tinggi bisa menyebabkan terjadinya
kerusakan pada tanaman terutama akar karena tanaman mengalami plasmolisis.
Apabila volume kandungan sel dalam akar tanaman terus berkurang, dapat
menyebabkan plasmolisis. Ada beberapa mekanisme di dalam sel tumbuhan untuk
mencegah kehilangan air secara berlebihan, juga mendapatkan air secara
berlebihan, tetapi plasmolisis dapat dibalikkan jika sel diletakkan di larutan
hipotonik (Hidayanti, 2019).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Agroklimatologi dan
Biostatistika, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Hasanuddin, Makassar pada Sabtu, 15 Oktober 2022 pukul 13.20-15.00 WITA.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah tisu, timbangan, silet, erlenmeyer 50 mL,
degglas, cawan petri, pinset dan mikroskop.
Bahan yang digunakan adalah daun Rhoe discolor, air dan larutan sukrosa.
3.3 Prosedur Praktikum
Prosedur kerja pada praktikum kali ini dapat diuraikan sebagai berikut:
27. Menyiapkan semua alat dan bahan yang dibutuhkan
28. Membersihkan daun Rhoe discolor dengan menggunakan berturut-turut tisu.
29. Mencuci bersih peralatan yang akan digunakan.
30. Menimbang sukrosa untuk membuat seri larutan sukrosa 0,14 M, 0,18 M,
0,22 M dan 0,26 M.
31. Menyiapkan cawan petri yang berisi larutan sukrosa masing-masing
sebanyak 10 ml.
32. Membuat beberapa sayatan pada epidermis permukaan bawah daun Rhoe
discolor kemudian memasukkanya ke dalam cawan petri yang telah berisi
larutan sukrosa, masing-masing kelompok larutan dengan 3 buah sayatan.
33. Membiarkan selama 20-30 menit, kemudian setelah itu mengamati sayatan
Rhoe discolor di mikroskop.
34. Menghitung sel yang terplasmolisis dan sel yang tidak terplasmolisis pada
variasi larutan sukrosa dalam satu bidang pandang.
35. Memasukkan hasil pengamatan yang diperoleh ke dalam tabel yang telah
disediakan.
36. Membuat diagram dari data yang telah diperoleh
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil yang
dapat ditampilkan sebagai berikut:
80
120%
70
100% 120%
60
10%
80%
50 80% 120%

60%
40 60% Terplasmolis
10 %
Terplasmolisis
80%
Tak erplasmolis
Tak Terplasmolisis
120%
40%
30
40% 10 % 60% Terplasmolis
80% TakTerplasmolis
20% 40%
20 60% Terplasmolis

20% 0% 40%
TakTerplasmolis 20%
20%
10 Sukrosa Sukrosa Sukrosa Sukrosa Sukrosa 0%
120%

100%

Sukrosa Sukrosa Sukrosa Sukrosa Sukrosa


80%

0, M 0,14M 0,18M 0,2 M 0,26M 60% Terplasmolisi s 0%

0% Sukrosa Sukrosa Sukrosa Sukrosa Sukrosa 0, M 0,14 M 0,18 M 0,2 M 0,26M


Tak Terplasmolisis
40%

20%
120%

100%

0% 0, M 0,14M 0,18M 0,2 M 0,26M

0
80%

60%

Sukrosa Sukrosa Sukrosa Sukrosa Sukrosa


T erplas molis is
T ak Terp las mol isis
40%

20%
0,0 M 0,14 M 0,18 M 0,22 M 0,26M

Sukrosa Sukrosa Sukrosa


0,14 M Sukrosa
0,18 Sukrosa
0%
S ukros a S ukros a Sukr osa Sukr osa Sukr osa
0,0 M 0,14 M 0,18 M 0,22 M 0,26M

Aquades M 0,22 M 0,26 M


0,0 M 0,14 M 0,18 M 0,22 M 0,26M
Terplasmolisis Tidak Terplasmolisis
120 %

100 %

80%

60% Te r pl as mol is is

40% Ta k Te rp l as mol is is

20%

0%
Suk r osa Sukro s a Suk r osa Suk r osa Sukro s a
0,0 M 0,1 4 M 0,1 8 M 0,2 2 M 0,2 6M

Sumber: Data primer setelah di olah, 2022.


Gambar 9. Grafik Persentase sel epidermis daun terplasmolisis
4.2 Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa proses
terjadinya plasmolisis pada tanaman adam hawa (Rhoeo discolor) di tandai
dengan perubahan warna. Peristiwa plasmolisis terjadi apabila daun adam hawa
yang awalnya berwarna ungu memudar menjadi putih. Hal ini disebabkan karena
sel daun adam hawa mengalami pengurangan kadar air karena larutan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Ratnasari (et al., 2016), yang menyatakan bahwa sel daun
adam hawa kehilangan air sehingga sitoplasma yang berwarna ungu mengkerut
dan menjauhi dinding sel seolah-olah keluar dan pecah dari sel. Hal yang terjadi
secara terus-menerus lama kelamaan membuat sitoplasma memudar dan menjadi
bercak-bercak berwarna ungu atau berubah warna menjadi putih.
Plasmolisis yang terjadi pada perlakuan sukrosa 0,14 M sebanyak 15%.
Pada perlakuan sukrosa 0,14 M ini mengalami plasmolisis yang paling rendah
diantara larutan sukrosa lainnya. Hal ini disebabkan karena larutan sukrosa 0,14
M merupakan larutan yang paling sedikit konsentrasi larutannya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Wardani et al., (2021), yang menyatakan semakin tinggi
konsentrasi larutan maka semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis.
Begitupun sebaliknya apabila konsentrasi larutan rendah maka proses terjadinya
plasmolisis juga akan berkurang.
Peristiwa plasmolisis dapat juga terjadi apabila tanaman berada pada tempat
yang konsentrasinya tinggi. Larutan yang mengandung sukrosa yang lebih
banyak berpengaruh terhadap terplasmolisisnya sel dari tanaman yang digunakan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Yunita dan Alwi (2012), yang menyatakan bahwa
penggunaan konsentrasi larutan sukrosa yang tinggi dari lingkungan
menyebabkan larutan di luar sel bersifat hipertonik, dan hipotonik pada bagian
dalam sel sehingga terjadi peristiwa plasmolisis.

.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas maka dapat diperoleh melalui
praktikum ini dengan kesimpulan sebagai berikut:
1. Gejala mengenai plasmolisis dapat ditemukan pada sel sayatan epidermis
permukaan daun Rhoeo discolor yang menunjukkan hilangnya sebagian
atau seluruh warna ungu yang ada di dalam sel.
2. Penyebab terjadinya plasmolisis adalah jika sel diletakkan pada larutan
hipertonik, maka sel tumbuhan akan kehilangan air.
3. Plasmolisis dapat terjadi pada saat lepasnya membran plasma pada dinding
sel pada sel tumbuhan.
4. Potensial osmotik merupakan zat cair dalam vakuola dan bagian-bagian sel
lainnya yang mengandung zat-zat terlarut di dalamnya, zat cair tersebut
adalah suatu larutan dan potensial airnya sedangkan plasmolisis merupakan
dampak dari peristiwa osmosis.
5.2 Saran
Sebaiknya alat yang digunakan untuk praktikum ini menggunakan
mikroskop lebih dari satu agar mempermudah pengamatan dan dapat
mengefisienkan waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Advinda, L. 2018. Dasar–dasar fisiologi tumbuhan. Yogyakarta: Deepublish.
Agustina, D. K., Zen, S., Dede Cahyati Sahrir, S. P. I., Fadhila, F., AK, A.,
Vertygo, S., dan Arianto, S. 2021. Teori Biologi Sel. Aceh: Yayasan
Penerbit Muhammad Zaini.
Buana, E. 2011. Struktur dan Inti Sel Rhoeo Discolor saat Normal dan
Plasmolisis. Bogor: Regina.
Elfera Y., R., Harimurti, D., dan Rachmaniah, O. 2012. Alga spirulina sp. Metode
Ekstraksi Minyak Menggunakan Osmotik dan Perkolasi dan Efeknya pada
Komponen yang Dapat Diekstraksi. Jurnal Teknik Kimia, 4(2): 287-294.
Haq, A. N. 2016. Perbandingan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan
Multimedia Berbasis Problem-Based Learning dengan Metode Ceramah
pada Konsep Sel. Doctoral Dissertation. FKIP Universitas Pasundan:
Bandung.
Hidayanti, L. 2019. Pengaruh Nutrisi AB Mix terhadap Pertumbuhan Tanaman
Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.) secara Hidroponik. Jurnal Ilmiah
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 16(2): 166-175.
Huda, I. Z. N., Anggraeni, S., dan Supriatno, B. 2020. Analisis Kesesuaian
Lembar Kerja Menggunakan Metode Ancor pada Praktikum Plasmolisis
pada Sel Tumbuhan. Biodik, 6(4): 550-561.
Keumalasari, D. 2021. Raih Medali KSN Biologi SMA/MA. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Listiyowati, S., Widyastuti, U., Rahayu, G., Hartana, A., dan Jusuf, M. 2019.
Hubungan Kemampuan Pergantian Inang dengan Plastisitas Genetika pada
Cendawan Blas Padi (Pyricularia grisea). Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia, 14(2): 133-140.
Nio, S. A., dan Torey, P. 2013. Karakter Morfologi Akar sebagai Indikator
Kekurangan Air pada Tanaman. Jurnal Bios Logos, 3(1): 373-377.
Rahmadina, R. 2021. Biologi Sel Dalam Kehidupan. Uin Sumatera Utara: Medan.
Rahmasari, H., dan Susanto, W. H. 2014. Ekstraksi Osmosis pada Pembuatan
Sirup Murbei (Morus Alba L.) Kajian Proporsi Buah: Sukrosa dan Lama
Osmosis. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 2(3): 191-197.
Rahmawati., 2016. Difusi Molekul Dan Tekanan Osmotik Cairan Sel. Universitas
Riau, Pekanbaru.
Ratnasari, S., Suhendar, D., dan Amalia, V. 2016. Studi Potensi Ekstrak Daun
Adam Hawa (Rhoeo discolor) Sebagai Indikator Titrasi AsamBasa.
Chimica et Natura Acta, 4(1) : 39-46.
Ratnasari, S., Suhendar, D., dan Vina, A. 2016. Studi Potensi Ekstrak Daun Adam
Hawa (Rhoeo discolor) sebagai Indikator Titrasi Asam-Basa. Chimica et
Natura Acta, 4(1): 39-46.
Sari, E., dan Alam, F. M. D. I. P. 2014. Metabolisme hewan dan tumbuhan.
Universitas Lampung: Lampung.
Siregar, M. T. P., Kusdiyantini, E., dan Rukmi, M. I. (2014). Isolasi dan
Karakterisasi Bakteri Asam Laktat pada Pangan Fermentasi
Mandai. Jurnal Akademika Biologi, 3(2): 40-48.
Sundhani, E., Zumrohani, L. R., dan Nurulita, N. A. 2017. Efektivitas Ekstrak
Etanol Daun Adam Hawa (Rhoeo discolor) dan Daun Pucuk Merah
(Syzygium campanulatum Korth.) dalam Menurunkan Kadar Gula Darah
pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar dengan Pembebanan Glukosa. 
Jurnal Farmasi Indonesia. 13(02): 137-149.
Viana, J. E., Hidayat, Z., Isminarti, T., Dwiastuti, M., Nakhil, U., dan Latifah, E.
2017. Gel “Madam” Ekstrak Daun “Adam Hawa”(Rhoe discolor) sebagai
Gel Antiinflamasi. Urecol, 5(2): 161-170.
Wardani, F. F., Efendi, D., Dinarti, D., dan Witono, J. R. 2021. Kriopreservasi
Tunas in Vitro Pepaya ‘Sukma’ dengan Perlakuan Prakultur Loading dan
Dehidrasi dengan Pvs2 dan Modifikasinya. Berita Biologi, 20(2): 181-190.
Yulia, E. N. S., Budipramana, L. S., dan Ratnasari, E. 2012. Induksi dan
Pertumbuhan Kalus Batang Melati (Jasminum sambac) pada Media MS
dengan Penambahan Giberelin. Lentera Bio, 1(1): 49-53.
Yunita, E., dan Alwi, M. 2012. Pengaruh Konsentrasi Larutan Sukrosa dan Waktu
Perendaman terhadap Kesegaran Bunga Potong Oleander (Nerium
oleander L.). Biocelebes, 5(1): 34-40.

LAMPIRAN
a. Lampiran Tabel

Tabel 10. Persentase Sel Epidermis Daun Terplasmolisis


Per
Terplasmolisi sen Tak Persentase
Perlakuan
s tase Terplasmolisis (%)
(%)

Sukrosa 0,0 M 46 88% 6 12%

Sukrosa 0,14 M 9 15% 51 85%

Sukrosa 0,18 M 40 91% 4 9%

Sukrosa 0,22 M 52 100% 0 0%

Sukrosa 0,26 M 50 89% 6 11%

Sumber: Data primer setelah diolah, 2022


b. Lampiran Gambar
Gambar 40. Menyiapkan Gambar 41. Perlakuan Gambar 42. Perlakuan
alat dan bahan. sukrosa 0,0 M. sukrosa 0,14 M.

Gambar 43. Perlakuan Gambar 44. Perlakuan Gambar 45. Perlakuan


sukrosa 0,18 M. sukrosa 0,22 M. sukrosa 0,26 M.

c. Lampiran Perhitungan
a. Perhitungan persentase sel terplasmolisis dan tak terplasmolisis perlakuan
aquades
Diketahui : Jumlah sel terplasmolisis = 46
Jumlah sel tak terplasmolisis = 6
Total sel = 52
Ditanyakan : a. Persentase sel terplasmolisis……..?
b. Persentase sel tak terplasmolisis…?
sel terplasmolisis
Maka : a. Persentase selterplasmolisis = x 100 %
total sel
46
Persentase selterplasmolisis = x 100 %
52
Persentase sel terplasmolisis = 0,88 x 100%
Persentase sel terplasmolisis = 88%
sel tak terplasmolisis
b. Persentase seltak terplasmolisis= x 100 %
total sel
6
Persentase seltak terplasmolisis= x 100 %
52
Persentase sel tak terplasmolisis = 0,12 x 100%
Persentase sel tak terplasmolisis = 12%
b. Perhitungan persentase sel terplasmolisis dan tak terplasmolisis perlakuan
0,14 M
Diketahui : Jumlah sel terplasmolisis = 9
Jumlah sel tak terplasmolisis = 51
Total sel = 60
Ditanyakan : a. Persentase sel terplasmolisis……..?
b. Persentase sel tak terplasmolisis…?
sel terplasmolisis
Maka : a. Persentase selterplasmolisis = x 100 %
total sel
9
Persentase selterplasmolisis = x 100 %
60
Persentase sel terplasmolisis = 0,15 x 100%
Persentase sel terplasmolisis = 15%
sel tak terplasmolisis
b. Persentase seltak terplasmolisis= x 100 %
total sel
51
Persentase seltak terplasmolisis= x 100 %
60
Persentase sel tak terplasmolisis = 0,85 x 100%
Persentase sel tak terplasmolisis = 85%

c. Perhitungan persentase sel terplasmolisis dan tak terplasmolisis perlakuan


0,18 M
Diketahui : Jumlah sel terplasmolisis = 40
Jumlah sel tak terplasmolisis = 4
Total sel = 44
Ditanyakan : a. Persentase sel terplasmolisis……..?
b. Persentase sel tak terplasmolisis…?
sel terplasmolisis
Maka : a. Persentase selterplasmolisis = x 100 %
total sel
40
Persentase selterplasmolisis= x 100 %
44
Persentase sel terplasmolisis = 0,91 x 100%
Persentase sel terplasmolisis = 91%
sel tak terplasmolisis
b. Persentase seltak terplasmolisis= x 100 %
total sel
4
Persentase seltak terplasmolisis= x 100 %
44
Persentase sel tak terplasmolisis = 0,09 x 100%
Persentase sel tak terplasmolisis = 9%

d. Perhitungan persentase sel terplasmolisis dan tak terplasmolisis perlakuan


0,22 M
Diketahui : Jumlah sel terplasmolisis = 52
Jumlah sel tak terplasmolisis = 0
Total sel = 52
Ditanyakan : a. Persentase sel terplasmolisis……..?
b. Persentase sel tak terplasmolisis…?
sel terplasmolisis
Maka : a. Persentase selterplasmolisis = x 100 %
total sel
52
Persentase selterplasmolisis = x 100 %
52
Persentase sel terplasmolisis = 1 x 100%
Persentase sel terplasmolisis = 100%
sel tak terplasmolisis
b. Persentase seltak terplasmolisis= x 100 %
total sel
0
Persentase seltak terplasmolisis= x 100 %
52
Persentase sel tak terplasmolisis = 0 x 100%
Persentase sel tak terplasmolisis = 0%

e. Perhitungan persentase sel terplasmolisis dan tak terplasmolisis perlakuan


0,26 M
Diketahui : Jumlah sel terplasmolisis = 50
Jumlah sel tak terplasmolisis = 6
Total sel = 56
Ditanyakan : a. Persentase sel terplasmolisis……..?
b. Persentase sel tak terplasmolisis…?
sel terplasmolisis
Maka : a. Persentase selterplasmolisis = x 100 %
total sel
50
Persentase selterplasmolisis = x 100 %
56
Persentase sel terplasmolisis = 0,89 x 100%
Persentase sel terplasmolisis = 89%
sel tak terplasmolisis
b. Persentase seltak terplasmolisis= x 100 %
total sel
6
Persentase seltak terplasmolisis= x 100 %
56
Persentase sel tak terplasmolisis = 0,11 x 100%
Persentase sel tak terplasmolisis = 11%

Laporan Praktikum
Fisiologi Tumbuhan

PENGARUH LARUTAN TERHADAP LAJU RESPIRASI


NAMA : RISKA NURJANNAH
NIM : G011211012
KELAS : FISIOLOGI TUMBUHAN E
KELOMPOK : 16 (ENAM BELAS)
ASISTEN :1.MUTHIA MUHSANA MUKHLIS
2.FADHILLA AZZAHRA BADARUDDIN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumbuhan melakukan proses respirasi untuk bertahan hidup dimana hasil
dari respirasi menghasilkan suatu energi yang digunakan untuk pertumbuhan,
pembentukan protein, pengangkutan mineral dan lain sebagainya. Respirasi pada
tumbuhan terjadi di stomata dengan cara menyerap oksigen yang nantinya
menjadi bahan oksidator dalam proses reaksi. Respirasi pada tumbuhan terjadi di
setiap bagian dari tumbuhan, mulai dari akar, batang, dan daun. Proses respirasi
sangat penting bagi tumbuhan (Sari, 2017).
Respirasi adalah penguraian senyawa kompleks menjadi senyawa lebih
sederhana dengan membebaskan energi. Mitokondria adalah tempat di mana
fungsi respirasi pada makhluk hidup berlangsung. Senyawa kompleksnya dapat
berupa karbohidrat, lemak, dan protein. Energi yang didapatkan dari proses
respirasi digunakan untuk aktifitas metabolisme tubuh tumbuhan. Berdasarkan
ada tidaknya oksigen, ada dua macam respirasi, yaitu respirasi aerob dan anaerob.
Respirasi aerob adalah respirasi yang memerlukan oksigen, sedangkan respirasi
anaerob adalah respirasi yang tidak memerlukan oksigen (Fidiastutim, 2017).
Pada tumbuhan tingkat tinggi, menggunakan proses respirasi aerob dengan
cara melepaskan energi dari makanan yang telah di oksidasi dalam sel tubuh
tumbuhan. Pada respirasi tingkat rendah, proses respirasi berlangsung secara
anaerob. Anaerob sendiri dapat dikatakan fermentasi dikarenakan dapat mengubah
suatu senyawa menjadi senyawa lanjutan dengan bantuan suatu enzim, dalam
respirasi anaerob dapat ditemukan adanya kandungan alkohol maupun asam laktat
pada senyawa lanjutan hasil pemecahan atau perubahan molekul (Surbakti, 2014).

Berdasasrkan uraian di atas maka dilakukan praktikum ini, untuk


mengetahui bagaimana substrat larutan berpengaruh terhadap proses respirasi
pada benih dan kecambah Vigna radiata.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Membuktikan bahwa proses respirasi pada tumbuhan menghasilkan air
(H2O).
2. Mendeskripsikan pengaruh perbedaan penambahan larutan NaCl dan
Ca(OH)2 terhadap perubahan warna larutan.
2. Mengetahui pengaruh penambahan NaCl dan Ca(OH)2 terhadap banyaknya
embun uap air dan endapan yang dihasilkan.
Kegunaan pada praktikum ini adalah sebagai bahan informasi untuk
menambah pengetahuan mahasiswa mengenai bagaimana gambaran terjadinya
proses respirasi pada tumbuhan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologis Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata)


Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu tanaman
Leguminoceae yang cukup penting di Indonesia. Pada kondisi lingkungan
tergenang menyebabkan pertumbuhan kacang hijau terhambat karena kekurangan
oksigen pada akar, yang berakibat pada kekurangan nutrien untuk pertumbuhan,
daun menjadi klorois dan akhirnya mempengaruhi proses fotosintesis. Genangan
pada fase vegetatif pada kacang hijau juga menyebabkan menurunnya luas daun,
pertumbuhan tanaman, pertumbuhan akar, jumlah bintil akar, laju fotosintesis,
kandungan kloroil dan karotenoid pada kacang hijau (Ali et al., 2021).
Dalam proses fisiologis tanaman cahaya mempunyai peranan yang sangat
pebting terutama dalam proses fotosintesis, respirasi dan transpirasi. Cahaya
sangat dibutuhkan dalam proses perkecambahn biji, seperti biji kacang hijau.
Faktor lingkungan (cahaya) sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kecambah
kacang hijau. Pertumbuhan kacang hijau pada tempat gelap memiliki warna daun
kekuningan sedangkan pada pertumbuhan kacang hijau pada tempat terang
memiliki warna daun hijau dan segar.
Semakin bertambahnya umur tanaman kacang hijau yang kurang cahaya
matahari, pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun menjadi
rendah. Sedangkan pada kacang hijau yang terkena cahaya matahari yang cukup
tumbuh dengan baik seperti memiliki tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun
serta jumlah cabang tinggi yang baik. Penerimaan cahaya matahari juga sangat
berdampak pada pembentukan polong dan biji per polong kacang hijau. Tanaman
kacang hijau yang terkena cahaya matahari yang cukup akan memiliki jumlah
polong dan biji per polong yang tinggi dibandingkan pada tanman kacang hijau
yang kurang cahaya matahari (Wimudi, 2021).
2.2 Respirasi Benih
Salah satu perubahan fisiologi benih selama penyimpanan adalah respirasi
benih. Respirasi merupakan reaksi oksidasi-reduksi yang dijumpai pada semua sel
hidup, yang pada prosesnya mengeluarkan senyawa-senyawa dan melepaskan
energi yang sebagian digunakan untuk berbagai proses hidup. Pada proses
penyimpanan benih respirasi yang terjadi dapat diuraikan meliputi, perombakan
cadangan makanan, terbentuknya hasil antara atau hasil akhir yang dapat
mempengaruhi benih pada saat penyimpanan serta pelepasan energi khusunya
dalam bentuk panas, yang merupakan fase yang paling mempengaruhi dalam
proses penyimpanan benih (Hayati, 2021).
Respirasi benih dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti kelembaban udara,
oksigen dan suhu. Respirasi benih dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu
ruang simpan maka daya kecambah benih semakin rendah. Suhu ruang simpan
yang tinggi akan mempercepat respirasi benih sehingga kadar CO 2 dalam
lingkungan benih tinggi sebagai hasil respirasi. Dengan demikian benih akan
kehabisan energi pada jaringan-jaringan yang penting, maka daya kecambah akan
menurun karena persediaan energi menurun dalam biji (Lamona, 2015).
Benih yang mengalami respirasi secara terus menerus karena enzim-enzim
yang ada di dalam benih menjadi aktif. Respirasi ini menyebabkan terjadinya
perombakan cadangan makanan didalam benih. Semakin lama proses respirasi ini
terjadi, semakin banyak pula cadangan makanan benih yang diguna-kan, selain itu
respirasi juga menyebabkan terjadinya pelepasan energi khususnya dalam bentuk
panas, yang merupakan fase yang paling mempe-ngaruhi dalam proses
penyimpanan benih. Selama benih disimpan, telah terjadi proses respirasi dalam
benih, sehingga cadangan makanan yang terdapat pada kotiledon yang digunakan
sebagai cadangan energi dalam proses]\ pertumbuhanbenih selanjutnya telah
dirombak sehingga terjadinya pengurangan cadangan makanan (Lamona, 2015).
2.3 Konsumsi Oksigen pada Respirasi Kecambah
Larutan hidrogen peroksida merangsang respirasi yang meningkatkan
aktivitas perkecambahan. Semakin tinggi konsumsi oksigen maka semakin
memacu laju respirasi. Tingkat respirasi tinggi memacu laju metabolisme, energi
yang dihasilakn ditranslokasikan ke dalam embrio
Kebutuhan oksigen pada respirasi kecambah sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan subtrat sebagai bahan utamanya, ketersediaan oksigen pada proses
oksidasi untuk membentuk energi perkecambahan, suhu yang berpengaruh
terhadap laju respirasi, jenis dan umur tumbuhan. Respirasi merupakan suatu
proses pengambilan oksigen untuk memecah senyawa-senyawa organik menjadi
karbondioksida, air, dan energi (Riana dan Hermawati, 2014).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen (O2) pada respirasi
tumbuhan antara lain umur dan jenis tumbuhan, ketersediaan jumlah substrat,
ketersediaan oksigen, kelembaban serta suhu lingkungan. Oleh karena itu,
kecambah yang berbeda jenisnya, kebutuhan akan oksigennya bisa berbeda,
karena di dalamnya terdapat proses metabolik dan kandungan substrat respirasi
yang berbeda pula (Riana dan Hermawati, 2014).
2.4 Peranan Larutan Ca(OH)2 dan Larutan NaCl pada Respirasi
Larutan Ca(OH)2 biasa disebut dengan air kapur. Larutan Ca(OH)2 ini
merupakan golongan senyawa basa kuat. Ketika senyawa basa kuat yang
dilarutkan ke dalam air, maka larutan akan terionisasi sempurna. Semakin lama
perendaman dan semakin tinggi konsentrasi Ca(OH)2, maka kadar Ca2+ yang
dihasilkan semakin tinggi. Peningkatan tersebut karena semakin banyak ion Ca 2+
yang masuk ke dalam jaringan melalui proses difusi, yaitu larutan akan bergerak
dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah, sehingga kadar Ca 2+ meningkat.
Larutan Ca(OH)2, akan menjadi keruh bila dilewatkan karbondioksida, karena
mengendapnya kalsium karbonat (Mursida et al., 2018).
Penurunan kandungan klorofil disebabkan adanya penurunan fotosintesis
akibat salinitas tinggi sehingga tekanan turgor menurun, menyebabkan stomata
tertutup dan suplai CO2 untuk fotosintesis berkurang sehingga mengakibatkan
fotosintat menurun. Tingginya konsentrasi larutan NaCl pada daun dapat
menurunkan kandungan klorofil karena peningkatan aktivitas klorofilase dan
menyebabkan penyimpangan metabolisme dalam memproduksi senyawa nitrogen
seperti prolin. Kandungan NaCl yang tinggi dapat menyebabkan potensial
osmotik larutan mengurangi ketersediaan air tanaman (Rahmawati et al., 2012).
Penurunan jumlah dan luas daun disebabkan juga oleh persediaan hara dan
air yang rendah serta adanya akumulasi ion Na+ dan Cl- yang tinggi dalam
jaringan tanaman sehingga menghambat proses diferensiasi sel pada titik tumbuh.
Semakin tinggi konsentrasi NaCl, semakin menurunkan bobot kering tanaman.
Semakin meningkatnya konsentrasi NaCl menyebabkan meningkatnya Na+ dan
Cl- yang terserap kedalam jaringan yang kemudian akan menghambat
metabolisme dalam pertumbuhan. Meningkatnya kadar garam menghambat
penyerapan air oleh akar tanaman sehingga proses fotosintesis terhambat
menyebabkan produksi O2 menurun (Rahmawati et al., 2012).
2.5 Reaksi Respirasi Aerob dan Respirasi Anaerob
Respirasi aerob merupakan suatu pemecahan molekul glukosa dengan
bantuan oksigen guna menghasilkan energi (ATP) yang digunakan tumbuhan
untuk melakukan aktivitas yang memerlukan suatu energi. Proses respirasi aerob
pada tumbuhan yaitu merubah glukosa menjadi senyawa sederhana dengan
melepas energi, proses tersebut dinamakan katabolisme. Proses respirasi secara
aerob dibagi menjadi 4 tahap yaitu, glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus
krebs, dan transfer elektron, pada tahap glikolisi terjadi di sitoplasma, sedangkan
tahap lainya terjadi di mitokondria. Proses repirasi aerob banyak dilakukan oleh
tumbuhan tingkat tinggi (Rusydiana, 2016).
Proses respirasi anaerob merupakan suatu proses respirasi yang tidak
menggunakan oksigen. Respirasi anaerob merupakan suatu respirasi atau
fermentasi dimana fermentasi glukosa merupakan substrat awal pada tahap
respirasi. Pada tahap respirasi anaerob glukosa dipecah menjadi asam piruvat ,
NADH, dan ATP. Proses fermentasi tidak bisa melakukan pemecahan glukosa
secara sempurna menjadi air dan karbon dioksida, alhasil ATP yang dihasilkan
tidak terlalu banyak seperti respirasi aerob (Pardede, 2020).
Tumbuhan juga menyerap O2 untuk pernafasannya, umumnya diserap
melalui daun (stomata). Pada keadaan aerob, tumbuhan melakukan respirasi
aerob. Bila dalam keadaan anaerob atau kurang oksigen, jaringan melakukan
respirasi secara anaerob. Misal pada akar yang tergenang air. Respirasi aerob,
terjadi pembakaran (oksidasi) zat gula (glukosa) secara sempurna, sehingga
menghasilkan energi jauh lebih besar (36 ATP) daripada respirasi anaerob (2
ATP). Demikian pula respirasi yang terjadi pada jasad renik (mikroorganisma).
Sebagian mikroorgaanisma melakukan respirasi aerobik (dengan zat asam),
anerobik (tanpa zat asam) atau cara keduanya (aerobik fakultatif) (Pardede, 2020).
2.6 Enzim yang Berperan dalam Respirasi
Enzim merupakan suatu zat organik yang dapat memengaruhi berbagai
reaksi yang terjadi dalam suatu makhluk hidup. Selama proses respirasi, terjadi
proses pemecahan energi kimia hasil fotosintesis berupa glukosa. Respirasi
memech glukosa dan oksigen yang menghasilkan zat yang lebih sederhana seperti
karbon dioksida, uap air dan energi (ATP). Enzim diperlukan sebagai katalis
untuk memulai reaksi respirasi tumbuhan dari eneergi yang reendah dan
mempercepat prosesnya. Enzim juga mempercepat reaksi reespirasi, sehingga laju
reaksi respirasi dapat meemenuhi kebutuhan energi tumbuhan. Sehingga,
tumbuhan mendapat asupan energi yang cukup (Warganegara, 2015).
Enzim respirasi terkandung di dalam mitokondria. Enzim yang berperan
dalam respirasi tersebut terbagi atas beberapa kelompok seperti transfosforilase,
yaitu enzim yang mengirimkan H3PO4 dari satu molekul ke molekul lain.
Desmolase, yaitu enzim yang membantu pemindahan atau penggabungan ikatan-
ikatan karbon. Dehidrogenase, yaitu memidahkan hidrogen dari suatu zat ke zat
lain. Amilase, yaitu enzim yang berfungsi untuk menghidrolisis amilum (pati)
menjadi gula-gula sederhana seperti dejstrin dan glukosa. Katalase, yaitu enzim
peroksida khusus dalam reaksi dekomposisi (Warganegara, 2015).
Menurut Rahmatan (2021), enzim diperlukan sebagai katalis untuk memulai
reaksi respirasi tumbuhan dari energi yang rendah dan juga mempercepat
prosesnya. Tanpa adanya enzim, respirasi tumbuhan akan sulit berjalan karena
memerlukan tingkat energi yang tinggi dan sulit untuk dicapai. Enzim juga
mempercepat reaksi respirasi, sehingga laju reaksi respirasi dapat memenuhi
kebutuhan energi tumbuhan. sehingga tumbuhan mendapat asupan energi yang
cukup untuk tumbuh dan berkembang.
2.7 Fotorespirasi
Fotorespirasi (respirasi cahaya) merupakan respirasi yang terjadi bersamaan
dengan fotosintesis terjadi pada siang hari. Fotorespirasi dapat menurunkan
efisiensi fotosinteesis pada tanaman C3. Tanaman C3 merupakan tanaman yang
memiliki kemampuan adaptif pada lingkungan yang memiliki kandungan CO 2
atmosfeer tinggi. Ketika terjadi fotorespirasi, enzim rubisco akan menerima O2
sebagai pengganti CO2, sehingga rubisco memberikan O2 dalam siklus kelvin.
Efisiensi tanaman C3 pada saat terjadinya fotorespirasi rendah karena enzim
rubisco berperan ganda yaitu untuk pengikatan CO2 (Aryani et al., 2020).
Fotorespirasi berasal dari foto (cahaya) dan respirasi yang memiliki arti
menghasilkan O2 dari CO2. Fotorespirasi atau respirasi cahaya merupakan
respirasi pada tumbuhan yang dibangkitkan oleh penerimaan cahaya yang
diterima oleh daun. Fotorespirasi terjadi karena mengkonsumsi O2 dan
menghasilkan CO2 tanpa meenghasilkan ATP ataupun karbohidrat secara
langsung. Setelah itu karbondioksida masuk ke jaringan tumbuhan melalui
stomata yang teerbuka. Namun, pada siang hari stomata tertutup untuk
mengurangi penguapan air. Dari peenguapan akan berdampak pada suplai CO2
menuju jaringan daun teerganggu, sebagai akibatnya pada ruang antar sel daun
terjadi penurunan konsentrasi CO2 dan peningkatan O2. Keadaan ini akan memicu
terjadinya proses fotorespirasi (Song, 2012).
Fotorespirasi ialah suatu reaksi pada tanaman dimana enzim rubisco
mengkatalisis reaksi antara RuBP dan oksigeen. Fotorespirasi teerjadi karena
enzim rubisco selain mempunyai kemampuan untuk mengikat CO2 (karboksilasi)
juga mempunyai kemampuan untuk mengikat O2. Karbondioksida dan oksigen
mempunyai sisi aktif yang sama pada enzim rubisco sehingga terjadi kompetensi
dan memyebabkan berkurangnya efisiensi fotosintesis (Song, 2012).
Pada suhu 25⁰ C laju (RuBP) mempunyai laju 4 kali lebih cepat dari pada
laju oksidasi (fotorespirasi) yang artinya efisiensi fiksasi karbon pada kondisi
tersebut berkurang 20%. Kenaikan suhu diatas 25⁰ C akan lebih menurunkan
efisiensi fiksasi karbon karena laju oksidasi (fotorespirasi) meningkat seiring
dengan peningkatan suhu lingkungan. Pada suhu rendah pertumbuhan dapat
terhambat karena enzim RuBisco mengikat banyak oksigen dengan meningkatnya
suhu dapat memacu fotorespiasi yang menyebabkan kehilangan karbon dan
nitrogen sehingga meenghambat pertumbuhan (Song, 2012).
2.8 Keterkaitan Respirasi dengan Fotosintesis
Keterkaitan atau persamaan antara fotosintesis dan respirasi sama-sama
melibatkan pertukaran gas di dalam sel. Perbedaan antara fotosintesis dan
respirasi ialah fotosintesis menyerap karbon dioksida dari udara, dan melepaskan
oksigen ke udara. Sementara respirasi menyerap oksigen dari udara, dan
melepaskan karbon dioksida ke udara. Keterkaitan antara respirasi dan fotosintesis
juga dapat disebut sebagai fotorespirasi, dimana fotorespirasi merupakan
respirasi pada tumbuhan yang dibangkitkan oleh penerimaan cahaya yang
diterima oleh daun. Diketahui pula bahwa kebutuhan energi dan ketersediaan
oksigen dalam sel juga memengaruhi fotorespirasi (Prasetyo dan Yuliadi, 2018).
Tumbuhan melakukan proses respirasi untuk kegiatan pembongkaran atau
pembakaran suatu zat sumber energi di dalam tubuh untuk menghasilkan energi.
Zat makanan yang mengandung sumber tenaga paling utama adalah karbohidrat.
Oleh karena itu, tumbuhan sangat penting melakukan proses respirasi karena
untuk mempertahankan kehidupannya dengan menyediakan energi. Energi-energi
tersebut terbentuk dari energi kimia dalam suatu molekul organik yang sudah
disintesis pada proses fotosintesis. Pada saat tumbuhan berfotosintesis, glukosa
akan diproduksi yang kemudian akan digunakan oleh sel tumbuhan untuk
melakukan respirasi selular (Utomo, 2016).
Didalam kloroplas, membran talakoid adalah tempat berlangsungnya reaksi
terang tumbuhan, sedangkan siklus Calvin berlangsung di dalam stroma. Reaksi
terang menggunakan energi matahari untuk membentuk ATP dan NADPH, yang
masing-masing keduanya berfungsi sebagai energi kimia dan tenaga pereduksi
didalam siklus Calvin. Siklus Calvin CO2 menjadi molekul organik, yang
dikonversikan menjadi gula (Utomo, 2016).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Agroklimatologi dan
Biostatistika, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Hasanuddin, Makassar pada Sabtu, 15 Oktober 2022 pukul 13.20-15.00 WITA.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah gelas jar, stopwatch, timbangan dan ATK.
Bahan yang digunakan adalah benih dan kecambah Vigna radiata, kain
kasa, benang wol, wrapping, label, larutan NaCl dan larutan Ca(OH)2
3.3 Prosedur Praktikum
Prosedur kerja pada praktikum kali ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Menyiapkan benih Vigna radiata yang belum dan telah dikecambahkan
2. Membersihkan benih Vigna radiata yang telah berkecambah, dari kulitnya.
3. Menimbang benih Vigna radiata dan kecambah Vigna radiata masing-
masing sebanyak 10 gr.
4. Memasukkan larutan NaCl pada dua gelas jar sebagai perlakuan pertama dan
kedua, memastikan bahwa larutan NaCl mencapai ½ dari keseluruhan gelas
jar.
5. Memasukkan larutan Ca(OH)2 pada dua gelas jar sebagai perlakuan ketiga
dan keempat, memastikan bahwa larutan Ca(OH)2 mencapai ½ dari
keseluruhan gelas jar
6. Membungkus masing-masing benih dan kecambah Vigna radiata dengan
menggunakan kain kasa kemudian mengikatnya dengan benang wol.
7. Memasukkan benih dan kecambah kacang hijau ke dalam masing-masing
gelas perlakuan, dengan memposisikan bungkusan dalam keadaan
tergantung, tanpa menyentuh permukaan larutan.
8. Menutup gelas jar kemudian membungkus bagian atas (penutup) gelas jar
dengan wrapping agar kedap udara.
9. Memastikan benih dan kecambah Vigna radiata tidak mengenai air.
10. Mengamati dan mencatat perubahan yang terjadi pada setiap gelas
perlakuan.
11. Mengamati perubahan warna larutan, terbentuknya H2O dan endapan.
12. Mencatat hasil pengamatan, kemudian memasukkan hasil pengamatan ke
dalam tabel yang telah disediakan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil yang
dapat ditampilkan sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Pengamatan terhadap Warna Larutan
Perlakuan
Pengamata
Kecambah Benih Keterangan
n
NaCl Ca(OH)2 NaCl Ca(OH)2

I - + - +
+ : Ada
II - + - +
++ : Banyak
III + + - +
- : Tidak Ada
IV + + - +

Sumber: Data primer setelah diolah, 2022.


Tabel 4. Hasil Pengamatan terhadap Endapan
Perlakuan
Pengamata
Kecambah Benih Keterangan
n
NaCl Ca(OH)2 NaCl Cao(OH)2

I - + - +
+ : Ada
II - + - +
++ : Banyak
III - + - +
- : Tidak Ada
IV + ++ - +

Sumber: Data primer setelah diolah, 2022.


Tabel 5. Hasil Pengamatan terhadap Uap Air Embun (H2O)
Perlakuan
Pengamata
Kecambah Benih Keterangan
n
NaCl Ca(OH)2 NaCl Ca(OH)2

I - + - -
+ : Ada
II + + - -
++ : Banyak
III + + - +
- : Tidak Ada
IV + ++ - +

Sumber: Data primer setelah diolah, 2022.


Pembahasan
Setelah melakukan praktikum mengenai respirasi, telah didapatkan hasil
yang kemudian dimasukkan ke dalam tabel. Dapat diketahui bahwa ada dua
perlakuan yang diamati yaitu, benih dan kecambah. Masing-masing perlakuan
diberi pengamatan sebanyak 4 kali setiap 6 jam, hal tersebut dilakukan untuk
melihat penguapan, endapan, dan perubahan warna larutan yang terjadi terhadap
kedua perlakuan tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Utomo (2016),
yang mengatakan bahwa untuk mendapatkan perbandingan antara kedua
perlakuan yaitu benih dan kecambah, perlu dilakukan pengamatan sebanyak 4 kali
setiap 6 jam.
Pada pengamatan terhadap warna larutan dapat dilihat bahwa pada
kecambah dan benih yang diberi perlakuan natrium klorida tidak mengalami
perubahan sejak pengamatan pertama hingga pengamatan terakhir. Kemudian
pada kecambah dan benih yang diberi perlakuan kalsium hidroksida sama-sama
pada pengamtan pertama tidak mengalami perubahan, pada pengamatan kedua
dan ketiga ada perubahan namun tidak banyak, dan pada pengamatan terakhir
memiliki banyak perubahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Magfiroh (2017),
yang mengatakan bahwa benih dan kecambah yang diberi perlakuan respirasi
dengan menggunakan larutan natrium klorida tidak akan mengalami perubahan
hingga pengamatan terakhir.
Pada pengamatan endapan juga dapat dilihat pada benih dan kecambah yang
diberikan perlakuan dengan larutan natrium klorida, hingga pengamatan akhir
tidak mengalami perubahan. Namun, pada benih dan kecambah yang diberi
perlakuan dengan menggunakan larutan kalsium hidroksida pada pengamatan
1,2,3 ada perubahan endapan yang terjadi dan pad pengamatan terakhir terjadi
banyak perubahan endapan. Hal ini sesuai dengan pendapat Laila (2018), yang
mengatakan bahwa larutan kalsium hidroksida sangat berpengaruh pada
perubahan endapan pada benih dan kecambah.
Pada hasil uap air embun dapat dilihat pada perlakuan kecambah dengan
kedua larutannya sama-sama mengalami perubahan disetiap pengamatannya.
Sedangkan, pada benih pengamatan tidak mengalami perubahan pada pengamatan
pertama, hal ini mungkin terjadi karena pada pengamatan pertama kedua larutan
tersebut belum berfungsi pada benih. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Hartawan (2012), yang mengatakan bahwa pada 4 jam pertama larutan kalsium
hidroksida dan larutan natrium klorida belum dapat berfungsi pada benih sehingga
tidak mengalami penguapan.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari praktikum pengaruh larutan
terhadap laju respirasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Proses respirasi pada tumbuhan menghasilkan air (H2O) yang dapat dilihat
dari terbentuknya uap air ada perlakuan penambahan larutan Ca(OH)2 pada
kecambah kacang hijau.
2. Perbedaan warna larutan pada penambahan larutan NaCl dan Ca(OH)2
dipengaruhi oleh peristiwa respirasi yang menghasilkan karbondioksida.
Karbondioksida mengakibatkan adanya tumbukan antara air dan
karbondioksida sehingga mengakibatkan larutan berubah warna atau keruh.
3. Adanya uap air menjadi indikator menunjukkan bahwa terjadi proses
repirasi karena proses respirasi membutuhkan O2 dan menghasilkan zat sisa
metabolisme berupa uap air (H2O) dan karbondioksida (CO2). Selain itu,
karbondioksida akan bereaksi dengan air kapur membentuk endapan
kalsium karbonat.
5.2 Saran
Sebaiknya tinjauan pustaka tidak perlu terlalu banyak.
DAFTAR PUSTAKA

Aryani, P., Kusdiyantini, E., dan Suprihadi, A. 2020. Isolasi Bakteri Endofit
Daun Alang-Alang (Imperata cylindrica) dan Metabolit Sekundernya yang
Berpotensi sebagai Antibakteri. Jurnal Akademika Biologi, 9(2), 20-28.

Ali, A., Poniran, M., dan Misrianti, R. 2021. Pertumbuhan Indigofera (Indigofera
Zollingeriana) Setelah Pemangkasan Di Lahan Gambut. Pastura: Journal of
Tropical Forage Science. 2(3), 56-63.
Fidiastuti, H. R., dan Suarsini, E. 2017. Potensi Bakteri Indigen Dalam
Mendegradasi Limbah Cair Pabrik Kulit Secara In Vitro. Bioeksperimen:
Jurnal Penelitian Biologi, 3(1), 1-10.

Hartawan, R. (2012). Kadar air dan karbohidrat berperan penting dalam


mempertahankan kualitas benih karet. Agrovigor: Jurnal
Agroekoteknologi, 5(2), 103-112.
Hayati, N., dan Setiono, S. 2021. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap
Viabilitas Benih Kedelai (Glycine max (L) Merrill) Varietas
Anjasmoro. Jurnal Sains Agro, 6(2), 66-76.

Laila, I. N. (2018). Pengaruh kultivar dan umur perkecambahan terhadap


kandungan protein dan vitamin E pada kecambah kedelai (Glycine max (L.)
merril) (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim).
Lamona, A., dan Purwanto, Y. A. 2015. Pengaruh Jenis Kemasan dan
Penyimpanan Suhu Rendah Terhadap Perubahan Kualitas Cabai Merah
Keriting Segar. Jurnal Keteknikan Pertanian, 3(2), 42-47.

Maghfiroh, J. (2017). Pengaruh intensitas cahaya terhadap pertumbuhan tanaman.


In Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi Jurusan
Pendidikan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta (pp.
51-58).
Mursida, M., Tasir, T., dan Sahriawati, S. 2018. Efektifitas Larutan Alkali pada
Proses Deasetilasi dari Berbagai Bahan Baku Kitosan. Jurnal Pengolahan
Hasil Perikanan Indonesia, 21(2), 356-366.
Pardede, E. 2020. Pengemasan Buah dan Sayur Dengan Atmosfir
Termodifikasi. Jurnal Visi Eksakta, 1(1), 11-20.
Prasetyo, A. B., dan Yuliadi, L. P. S. 2018 . Keterkaitan tipe substrat dan laju
sedimentasi dengan kondisi tutupan terumbu karang di perairan Pulau
Panggang, Taman Nasional Kepulauan Seribu. Jurnal Perikanan
Kelautan, 9(2).
Rahmatan, H. 2021. Pengetahuan Awal Calon Guru Biologi Tentang Konsep
Katabolisme Karbohidrat (respirasi seluler). Jurnal Pendidikan IPA
Indonesia, 1(1).
Rahmawati, H., Sulistyaningsih, E., dan Putra, E. T. S. 2012. Pengaruh Kadar
NaCl Terhadap Hasil dan Mutu Buah Tomat (Lycopersicum esculentum
Mill.). Jurnal Vegetalika, 1(4), 44-54.
Riana, R., dan Hernawati, D. 2014. Perbedaan Konsumsi Oksigen (O2) Pada
Proses Respirasi Kecambah. Perbedaan Konsumsi Oksigen (O2) Pada
Proses Respirasi Kecambah, 1-7.
Rusydiana, E. 2016 Analisis Butir Tes Pilihan Ganda Dua Tingkat untuk
Mengidentifikasi Miskonsepsi Siswa pada Konsep Fotosintesis dan
Respirasi Tumbuhan. BioEdu, 5(2), 99-104.
Sari, R., dan Prayudyaningsih, R. 2017. Karakter Isolat Rhizobia dari Tanah
Bekas Tambang Nikel dalam Memanfaatkan Oksigen untuk Proses
Metabolismenya. Jurnal Buletin Eboni, 14(2), 123-136.
Song, A. N. 2012. Evolusi fotosintesis pada tumbuhan. Jurnal Ilmiah Sains, 12(1),
28-34.
Surbakti, S. 2014. Pengaruh Latihan Jalan Kaki 30 Menit Terhadap Penurunan
Tekanan Darah Pada Pasien Penderita Hipertendi Di Rumah Sakit Umum
Kabanjahe. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. 20(77), 77-79.
Utomo, S. B. 2016. Dinamika Suhu Udara Siang-Malam terhadap Fotorespirasi
Fase Generatif Kopi Robusta dibawah Naungan yang berbeda pada Sistem
Agroforestry. Jurnal Agroekoteknologi, 5(2), 103-112.
Warganegara, G. R., Ginting, Y. C., dan Kushendarto, K. 2015. Pengaruh
Konsentrasi Nitrogen Dan Plant Catalyst Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil
Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) Secara Hidroponik. Jurnal Penelitian
Pertanian Terapan, 15(2).
Wimudi, M., dan Fuadiyah, S. 2021. Pengaruh Cahaya Matahari Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.). Jurnal Ilmu-Ilmu
Pertanian. 1(1), 587-592.
LAMPIRAN
Laporan Praktikum
Fisiologi Tumbuhan

PENGARUH ANGIN DAN SUHU TERHADAP TRANSPIRASI

NAMA : RISKA NURJANNAH


NIM : G011211012
KELAS : FISIOLOGI TUMBUHAN E
KELOMPOK : 16 (ENAM BELAS)
ASISTEN :1.MUTHIA MUHSANA MUKHLIS
2.FADHILLA AZZAHRA BADARUDDIN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam aktivitas hidup tanaman, dapat mengeluarkan sejumlah air yang besar
berbentuk uap air ke atmosfer, hal ini dapat disebut sebagai transpirasi.
Banyaknya air yang ditranspirasikan oleh tumbuhan yang menjadi kejadian khas.
Meskipun memiliki perbedaan antara satu spesies dan spesies yang lain.
Transpirasi sama dengan aktivitas fisiologi penting yang dinamis, berperan
sebagai mekanisme regulasi dan adaptasi dengan kondisi internal dan eksternal
tubuhnya, terutama terkait dengan kontrol cairan tubuh atau turgidias sel,
penyerapan dan transportasi air, garam-garam mineral, serta mengendalikan suhu
jaringan. Jika air menguap ke atmosfer maka lapisan atas antara permukaan tanah
dan udara menjadi jenuh oleh penguapan air sehingga proses penguapan akan
terhenti (Ningsih dan Entin, 2022).
Salah satu faktor yang mempengaruhi transpirasi ialah suhu, peningkatan
suhu dapat menyebabkan peningkatan juga bagi peningkatan transpirasi tanaman.
Suhu yang semakin tinggi akan menyebabkan kelembaban yang relatif di udara
menjadi makin rendah sehingga mengakibatkan perbedaan tekanan uap air di
dalam rongga daun dengan di udara menjadi semakin besar, kemudian dapat
meningkatkan laju transpirasi (Papuangan dan Djurmudi, 2014).
Selain suhu, angin juga dapat berpengaruh pada transpirasi. Angin dengan
kecepatan yang sedang dapat menambah kegiatan dari transpirasi, hal tersebut
dikarenakan angin dapat memindahkan uap air yang bertimbun di dekat stomata.
Dengan demikian, uap yang masih ada di dalam daun akan mendapat kesempatan
untuk berdifusi keluar. Angin memiliki pengaruh ganda yang cendrung saling
bertentangan terhadap jalur transpirasi (Silaen, 2021).
Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan praktikum fisiologi tumbuhan
tentang pengaruh angin dan suhu terhadap laju transpirasi, untuk menemukan
fakta tentang terjadinya transpirasi dan pengaruh angin terhadap laju transpirasi.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Menemukan fakta tentang terjadinya transpirasi
2. Mengamati pengaruh angina, suhu, kelembaban dan cahaya terhadap laju
transpirasi.
Kegunaan dari praktikum ini yaitu sebagai bahan informasi dan referensi
kepada para pembaca mengenai pengaruh angin dan suhu terhadap transpirasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komponen Fisiologis Daun Tanaman Kapas
Tanaman kapas termasuk kedalam tanaman sub tropis yang dimana,
tanaman kapas ini dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis. Hal ini disebabkan
oleh kebutuhan akan iklim yang hangat dalam hal pertumbuhan tanaman kapas
ini. Beberapa faktor iklim yang turut mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan kapas antara lain adalah suhu dan kelembaban udara, curah hujan,
intensitas cahaya matahari serta angin (Mutaqin et al., 2016).
Berdasarkan golongan tanaman, kapas termasuk dalam tanaman golongan
C3. Pada daun tanaman C3 khususnya tanaman kapas ini, enzim yang
menyatukan CO2 dengan RuBP (substrat untuk pembentukan karbohidrat dalam
proses fotosintesis) dalam proses awal asimilasi, juga dapat mengikat O 2
bersamaan untuk proses fotorespirasi. Fotorespirasi adalah proses pembongkaran
karbohidrat untuk menghasilkan energi dan hasil samping, yang terjadi pada siang
hari. Jika konsentrasi CO2 di atmosfir ditingkatkan, hasil dani kompetisi antara
CO2 dan O2 akan lebih menguntungkan CO2, sehingga fotorespirasi terhambat dan
assimilasi akan bertambah besar (Anggraini et al., 2015).
Daun tanaman kapas mempunyai stomata yang berguna untuk proses
fotosintesis dan transpirasi. Jumlah stomata yang ada pada daun tanaman kapas
terletak di permukaan bawah daun. Jumlah stomata di bawah permukaan daun
berjumlah dua kali lipat jumlah stomata pada pemukaan atas daun. Kapas secara
umum mempunyai laju fotosintesis yang rendah. Hal ini dimungkinkan karena
sistem kanopi kapas, dimana daun yang saling menutupi sehingga cahaya yang
diterima oleh daun-daun yang ternaungi akan lebih rendah (Lailati, 2021).
2.2 Transpirasi Tanaman Kapas
Sel hidup tumbuhan berhubungan langsung dengan atmosfer melalui
stomata dan lenti sel sehingga transpirasi terjadi melalui kutikula pada daun
tanaman kapas. Sel hidup itu berada dalam keadaan turgid dan bertranspirasi
dilapisi oleh lapisan tipis air yang diperoleh dari dalam sel. Sebalikya, persediaan
air ini diperoleh dengan cara translokasi air dan unsur-unsur penghantar dari akar
melalui xilem. Seluruh proses ini digerakkan oleh energi yang diberikan pada
daun. Daun pada tumbuhan mengalami kekurangan air dan akan menutup
stomata, yang merupakan lubang kecil dipermukaan daun tersebut. Respons
darurat ini akan membantu tumbuhan menghemat air dengan cara mengurangi
transpirasi, yaitu hilangnya air dari daun melalui penguapan (Dewi, 2016).
Pada tanaman kapas terdapat proses penguapan air atau transpirasi melalui
stomata. Proses ini menyebabkan sel daun kehilangan air sehingga timbul tarikan
terhadap air yang ada di sel-sel bawahnya, dan tarikan ini akan diteruskan menuju
ke bawah sehingga menyebabkan air tertarik ke atas dari akar menuju ke daun.
Oleh karena itu, adanya transpirasi membantu tumbuhan dalam proses penyerapan
dan transportasi air pada tumbuhan (Wahyuni dan Mar’atul, 2022).
Proses transpirasi pada tanaman kapas dimulai dari absorbs air tanah oleh
akar tanaman yang kemudian ditransport melalui batang menuju daun dan
dilepaskan sebagai uap air ke atmosfir. Transpirasi terjadi siang hari saat panas,
melalui stomata dan lentisel. Transpirasi berlangsung melalui bagian tumbuhan
yang berhubungan dengan udara luar, yaitu melalui pori-pori daun seperti
stomata, lubang kutikula, dan lentisel oleh proses fisiologi tanaman. Jadi semakin
cepat laju transpirasi berarti semakin cepat pengangkutan air dan zat hara terlarut,
demikian pula sebaliknya. Pergerakan air dimulai dengan air diserap ke dalam
akar secara osmosis melalui rambut akar, sebagian besar bergerak menurut
gradien potensial air melalui xylem (Dewi, 2016).
2.3 Mekanisme Transpirasi Melalui Daun
Transpirasi merupakan proses kehilangan air dalam bentuk uap yang berasal
dari jaringan tumbuhan melalui celah yang disebut stomata. Kehilangan air dari
jaringan tumbuhan melalui bagian tumbuhan yang lain mungkin dapat saja
terjadi, tetapi jumlah kehilangan air tersebut sangat kecil dibandingkan dengan
yang hilang melalui stomata. Oleh karena itu, besarnya jumlah air yang hilang
dari jaringan tumbuhan pada proses transpirasi umumnya dihitung berdasarkan air
yang hilang melalui stomata (Lailati, 2021).
Transpirasi diawali dari penguapan air oleh sel-sel mesofil ke rongga antar
sel yang ada pada daun. Terdapat jaringan bunga arang yang memiliki rongga
yang besar sehingga dapat menampung air dalam jumlah yang banyak. Penguapan
air ke rongga antar sel akan terus berlangsung selama rongga natar sel belum
jenuh terhadap uap air. Air akan diuapkan oleh sel-sel ke rongga antar sel
sehingga potensial airnya menurun. Hal tersebut akan digantikan oleh air yang
berasal dari xilem tulang daun yang selnjutnya tulang daun akan menerima air
dari batang dan batang menerima dari akar. Uap air yang terkumpul dalam rongga
antar sel akan tetap berada ditempat tersebut selama stomata pada epidermis daun
tidak membuka (Wahyuni dan Mar’atul, 2022).
Tumbuhan mengalami kehilangan air melalui penguapan. Proses kehilangan
air disebut transpirasi. Mekanisme transpirasi melalui daun yakni dimulai dengan
penguapan oleh sel-sel mesofil ke rongga antar sel (terutama yang memiliki
jaringan spon), kemudian penguapan akan terus berlanjut selama rongga antar sel
belum jenuh dengan uap air yang mengakibatkan uap air dalam rongga antar sel
akan tetap sampai dengan stoamta membuka yang merupakan penghubung antara
rongga antar sel dengan atnosfer. Ketika adanya penguapan di dalam sel dan
membukanya stomata terjadi trasnpirasi di tumbuhan (Aini et al., 2019).
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Transpirasi
Faktor yang dapat mempengaruhi transpirasi yaitu kelembaban udara. Uap
air dapat lepas ke atmosfir ketika ada perbedaan kelembaban antara tumbuhan dan
udara. Kelembaban udara yang tinggi dapat menghambat proses transpirasi karena
uap air bergerak dari daerah yang lembab ke daerah yang lebih kering. Akibatnya,
laju transpirasi jadi menurun. Sebaliknya, ketika kelembaban udara rendah, maka
laju transpirasi akan meningkat karena kelembaban tumbuhan lebih tinggi
(Anggraini et al., 2015).
Faktor lingkungan yang mempengaruhi transpirasi yaitu cahaya dan angin..
Pada dasarnya semakin tinggi inteensitas cahaya maka akan mendorong stomata
terbuka dan kecepatan transpirasi akan semkin tinggi. Angin mempunyai
pengaruh ganda yang cenderung saling bertentanganterhadap laju transpirasi.
Angin menyapu uap air hasil transpirasi sehinggaangin menurunkan kelembaban
udara di atas stomata, sehingga meningkatkankehilangan neto air. jika angin
menyapu daun, maka akan mempengaruhi suhu daun (Anggraini et al., 2015).
Suhu daun akan menurun dan hal ini dapat meenurunkan tingkat transpirasi.
Pengaruh angin secara langsung dapat disebabkan oleh gerakandaun secara
mekanis. Pengurangan pembukaan stomata dalam keadaan berangin akan
mengurangi pembukaan stomata apabila laju evaporasi potensialnya tinggi
(Mastur, 2015).
2.5 Mekanisme Toleransi Tanaman pada Proses Transpirasi
Transpirasi juga berperan dalam proses pertukaran energi. Transpirasi
merupakan proses pendinginan, bila tidak terjadi transpirasi maka daun akan lebih
panas. Penguapan air merupakan proses pendinginan yang lebih kuat. Dimana
molekul air yang berkecepatan tinggi akan menguap dan ketika meninggalkan zat
cair, kecepatan molekul yang tertinggal menjadi lebih kecil berarti zat cair
tersebut lebih dingin. Pada kondisi cekaman kekeringan, stomata akan menutup
agar dapat menekan laju transpirasi yang terjadi. Asam abisat (ABA) merupakan
senyawa yang paling banyak berperan dalam proses membuka dan menutupnya
stomata (Rahmah et al., 2020).
Cekaman kekeringan merupakan istilah untuk menyatakan bahwa tanaman
mengalami kekurangan air akibat keterbatasan air dari lingkungannya yaitu media
tanam. Cekaman kekeringan pada tanaman dapat disebabkan oleh kekurangan
suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun
akibat laju evapotranspirasi yang melebihi laju absorpsi air walaupun keadaan air
tanah tersedia dengan cukup. Tanaman yang mengalami cekaman air stomata
daunnya menutup sebagai akibat menurunnya turgor sel daun sehingga
mengurangi jumlah CO2 yang berdifusi ke dalam daun. Kecuali itu dengan
menutupnya stomata, laju transpirasi menurun sehingga mengurangi suplai unsur
hara dari tanah ke tanaman, karena traspirasi pada dasarnya memfasilitasi laju
aliran air dari tanah ke tanaman, sedangkan sebagian besar unsur hara masuk ke
dalam tanaman bersama-sama dengan aliran air Proses yang sensitif terdapat
kekurangan air adalah pembelahan sel (Mutaqin et al., 2016).
Menutupnya stomata dipicu oleh hormon ABA yang diproduksi di akar dan
dibawah ke duan sebagai informer stomata ketika terjadi cekaman kekeringan.
Hormon ABA diproduksi di akat ketika terjadi kekurangan air. Hormon ini
kemudian ditranslokasikan ke daun sehingga stomata menutup dan laju transpirasi
menurun. Upaya ini dapat meenjaaga sehingga tanaman dapat mempertahankan
status airnya. Menutupnya stomata juga menyebabkan meningkatnya suhu daun
karena laju transpirasi (Aini et al., 2019).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Agroklimatologi dan
Biostatistika, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Hasanuddin, Makassar pada Sabtu, 29 Oktober 2022 pukul 13.45-15.00 WITA.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah transpirometer sederhana, lampu LED, pipet
skala, spoit besar, selang plastik, gunting, korek api, lap halus dan lap kasar.
Bahan yang digunakan adalah tanaman kapas dengan akar dan tanpa akar,
air, gabus dan wrapping.
3.3 Prosedur Praktikum
3.3.1 Pembuatan Alat Transpirometer Sederhana
Prosedur kerja pada praktikum kali ini dapat diuraikan sebagai berikut:
37. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk membuat alat
transpirometer sederhana.
38. Membuat statif sederhana dari kayu.
39. Memasang spoit besar pada sisi kanan statif dan memasang pipet skala pada
sisi kiri statif.
40. Memastikan bahwa ujung pipet skala dan spoit sejajar.
41. Menghubungkan pipet skala dan spoit dengan menggunakan selang
transparan, memastikan bahwa selang tidak terlalu panjang.
42. Menggunakan korek api untuk membakar ujung selang agar air tidak bocor.
43. Memasukkan air ke dalam spoit dan memastikan bahwa air yang berada di
pipet skala dan spoit sejajar.
44. Membuat penutup spoit dari gabus yang diberi lubang.
3.3.2 Mengukur Laju Transpirasi Tanaman Kapas
1. Mencabut tanaman kapas secara hati-hati dari media tanah, kemudian
membersihkan tanah dari akar.
2. Memilih dua tangkai tanaman kapas yang memiliki jumlah daun yang sama.
3. Memotong akar dari salah satu tanaman kapas dengan memotong akar
tanaman pada batas pangkal akar.
4. Memasang sumbat spoit pada pangkal batang, kemudian memasangnya pada
spoit secara rapi.
5. Membungkus rapi ujung sumbat spoit dengan menggunakan wrapping.
6. Mengukur pengaruh angin terhadap transpirasi dengan menggunakan kipas
angin kecil, kemudian memposisikan kipas angin sekitar 50-75 cm dari
transpirometer.
8. Mengukur pengaruh cahaya terhadap transpirasi dengan menggunakan
lampu LED berwarna putih, kemudian memposisikan lampu sorot sekitar 40
cm dari transpirometer.
9. Memastikan bahwa kipas angin dan lampu LED menghadap ke daun
tanaman.
10. Mencatat posisi awal air dalam pipet skala dan spoit.
11. Menghidupkan kipas angin dan lampu LED selama 40 menit.
12. Melakukan pengamatan sebanyak satu kali setiap 10 menit waktu
pengamatan.
13. Mematikan kipas angin dan lampu LED kemudian melepaskan tangkai
tanaman kapas dari sumbat spoit.
14. Mengukur masing-masing luas daun dari tangkai tanaman kapas dengan
menggunakan aplikasi Petiole.
15. Menghitung jumlah air yang hilang per total luas daun tanaman dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

Laju transpirasi = Jumlah air yang hilang


Total luas daun
Ket: Laju transpirasi (mL/menit/cm2)
Jumlah air yang hilang (mL)
Total luas daun (cm2)
16. Memasukkan hasil yang telah diperoleh ke dalam tabel pengamatan.
17. Membuat grafik hubungan antara waktu pengamatan dengan jumlah air yang
di transpirasikan.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, N., Yamika, W. S. D., Aini, L. Q., Azizah, N., dan Sukmarani, E. 2019.
Pengaruh Rhizobacteria Pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang
Merah (Allium ascalonicum L.) pada Kondisi Salin. Jurnal Hortikultura
Indonesia, 10(3), 182-189.
Anggraini, N., Faridah, E., dan Indrioko, S. 2015. Pengaruh Cekaman Kekeringan
Terhadap Perilaku Fisiologis dan Pertumbuhan Bibit Black Locust (Robinia
Pseudoacacia). Jurnal Ilmu Kehutanan, 9(1), 40-56.
Lailati, M. 2021. Kajian Beberapa Tanaman Dataran Tinggi Koleksi Kebun Raya
Cibodas dalam Kemampuan Penyerapan dan Konservasi Air. Seminar
Nasional Biologi. Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya
LIPI: Bogor.
Mastur. 2015. Sinkronisasi Source dan Sink untuk Peningkatan Produktivitas Biji
pada Tanaman Jarak Pagar. Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak
Industri, 7(1): 52-68.
Mutaqin, A. Z., Budiono, R., Setiawati, T., Nurzaman, M., dan Fauzia, R. S. 2016.
Studi Anatomi stomata daun kapas (Gossypium hirsutum) Berdasarkan
Perbedaan lingkungan. Jurnal Biodjati, 1(1), 13-18.
Ningsih, C. S., dan Entin, D. 2022. Ketebalan Daun dan Laju Transpirasi
Tanaman Hias Monokotil (Leaf Thickness and Transpiration Rate of
Monocotyledon Ornamental Plants). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 27
(4): 514-520.
Papuangan, N., dan Djurumudi, M. 2014. Jumlah dan Distribusi Stomata pada
Tanaman Penghijauan di Kota Ternate. Jurnal Bioedukasi, 3(1): 287-292.
Rahmah, Normela, R., dan Eny, D. P. 2020. Karakteristik Stomata Nyawai (Ficus
variegata Blume) dari 3 Sumber Benih Asal Kalimantan di Khdtk Riam
Kiwa Desa Lobang Baru. Jurnal Sylva Scienteae, 3(6): 1078-1085.
Wahyuni, S., dan Mar’atul, A. 2022. The Estimation of Ketapang (Terminalia
catappa Linn.) Tree’s Transpiration. Jurnal Biologi Tropis, 22(3): 889 –894.

Anda mungkin juga menyukai