Oleh :
Nama : Dea Hidayatul Syafitri
NIM : 190210103102
Program Studi : Pendidikan Biologi
VI. PEMBAHASAN
Cicak memiliki kemampuan istimewa untuk melalkukan autotomi
yaitu proses memutuskan ekornya apabila merasa tidak aman. Cicak tembok
(Cosymbotus platyurus) merupakan cicak yang sering dijumpai di dalam
rumah. Autotomi pada cicak dilakukannya untuk melindungi diri dari
predator sekaligus mengelabuhinya. Cicak memiliki kemampuan untuk
meregenerasi ekornya setelah melakukan proses autotominya.
Regenerasi merupakan proses terbentuknya kembali bagian yang
rusak. Pada cicak misalnya pada ekor yang telah putus. Proses regenerasi
memerlukan energi dari hasil metabolisme aerob pada tubuh cicak. Proses
regenerasi menghasilkan ukuran ekor yang relatif lebih kecil daripada
ukuran sebelumnya. Proses regenerasi dapat dilakukan karena adanya
lapisan ependymal pada sumsum tulang belakang yang tersisa, sehingga
ekor dapat terbentuk kembali namun dengan ukuran yang berbeda.
Daya regenerasi antar organisme berbeda-beda. Ada yang memiliki
daya regenerasi tinggi, adapula yang rendah. Daya regenerasi yang paling
tinggi terdapat pada echinodermata dan platyhelminthes dimana setiap
potongan tubuhknya akan membentuk individu yang baru. Vertebrata
memiliki daya regenerasi yang lebih rendah dibandingkan dengan hewan
invertebrata. Pada reptil misalnya pada cicak memiliki daya regenerasi yang
rendah, hanya sebatas ujung bagian tubuhnya yaitu ekor.
Alat yang digunakan pada percobaan ini merupakan alat-alat
sederhana seperti kotak makan bekas untuk tempat cicak, plastik klip untuk
membungkus cicak ketika ditangkap dan akan dipindahkan serta untuk
difoto sebagai dokumentasi. Alat semprot burung juga digunakan untuk
berburu cicak, sarung tangan untuk memegang cicak. Cicak yang diambil
adalah cicak tembok yang berada di tembok-tembok rumah. Pengambilan
cicak dilakukan dimalam hari karena cicak lebih aktif dimalam hari.
Makanan yang diberikan yaitu ulat kandang (Lesser mealworm) atau
ulat yang biasanya diberikan kepada burung dan jenis pakan yang lain yang
diberikan adalah Laron (Isoptera). Kedua jenis hewan tersebut diberikan
secara berbarengan secara waktu kepada cicak yang berbeda. Kedua hewan
tersebut diberikan kepada cicak karena cicak merupakan hewan insektivora
atau hewan pemakan serangga sehingga sangat cocok untuk diberikan
kepada cicak dan untuk mengetahui pengaruh jenis makanan apa saja yang
mempengaruhi regenerasi ekor pada cicak.
Pemberian pakan dilakukan sehari sekali sebanyak 1 ekor ulat
kandang pada cicak A dan laron pada cicak B. Begitupun pada
pengulangannya. Pada percobaan kali ini, dilakukan pengamatan terhadap
regenerasi ekor cicak tembok yang diamati selama 12 hari dengan
pencatatan pengamatan selama 4 hari sekali. Berdasarkan tabel pada bab
sebelumnya, dilakukan 2x pengulangan dengan menggunakan 2 cicak pada
setiap pengulangannya.
Pada tabel pertama, dihasilkan data pada cicak A dengan jenis pakan
ulat kandang (Lesser mealworm) yaitu pada hari pertama, cicak diputuskan
ekornya. Pada hari ke 4 yaitu pengamatan pertama setelah diputuskannya
ekor cicak, cicak belum mengalami pertambahan panjang regenerasi dari
ekornya. Pada hari ke 8 dengan jenis pakan ulat kandang (Lesser melaworm)
tidak mengalami pertamban panjang paa ekornya. Pada hari ke 12, ekor
cicak mengalami pertambahan panjang pada ekornya sebanyak 0,1 cm.
Sedangkan pada cicak B dengan pemberian pakan Laron (Isoptera)
didapatkan pertambahan panjang pada hari ke 8 sepanjang 0,1 cm dan di
hari ke 12 tidak mengalami pertambahan panjang ekor.
Pada tabel pengulangan atau tabel kedua didapatkan data pada cicak
C dengan pemberian pakan ulat kandang tidak memberikan hasil yang
berbeda dengan percobaan pertama yaitu sampai pada hari ke 12 baru
mengalami perubahan atau prambahan panjang pada ekornyasebanyan 0,1
cm. Pada cicak D dengan pemberian pakan laron (Isoptera) mengalami
perubahan data jika dibandingkan dengan percobaan pertama, yaitu baru
mengalami pertambahan panjang pada hari ke 12 sebanyak 0,1 cm. Dari
hasil tersebut, makanan yang diberikan untuk proses regenerasi ekor pada
cicak tidak terlalu mempengaruhinya.
Ekor baru tidak mengandung notochord dan vertebrae yang baru
hanya terdiri dari ruas-ruas tulang rawan. Ruas-ruas ini hanya meliputi
batang syaraf (medula spinalis), jumlah ruas itu pun tidak lengkap seperti
semula. Proses perbaikan pertama pada regenerasi ekor cicak adalah
penyembuhan luka dengan cara penumbuhan kulit di atas luka tersebut.
Faktor yang mempengaruhi regerasi adalah temperatur, proses
biologi, dan faktor bahan makanan. Semakin naik suhunya maka proses
regenerasi akan lebih cepat. Regenerasi dapat optimal pada suhu 29,7
derajat Celcius. Namun, makanan tidak begitu mempengaruhi proses
regenerasi pada ekor cicak. Hal ini kemungkinan besar juga dipengaruhi
oleh suhu yang menjadi tempat tinggal cicakkurang ideal mengingat cicak
tersebut hidup terkurung di dalam kotak nasi bekas sehingga tidak dapat
bergerak dengan bebas sehingga cicak yang diamati menjadi stress dan
mempengaruhi kerja proses biologisnya sehingga menyebabkan regenerasi
cicak menjadi lambat. Terdapat beberapa kendala di luar faktor tersebut
yang dialami selama percobaan dilakukan. Kendala pertama yaitu kesalahan
praktikan yang sembarangan dalam menangkap cicak sehingga cicak yang
didapatkan terlalu stress sehingga cicak mati dan hanya bisa melakukan
pengamatan di 12 hari terakhir selama 1 bulan proses penangkapan cicak
yang salah sehingga selalu mengalami kegagalan. Untuk tempat
memelihara cicak juga dirasa kurang memadai karena kotakk makan bekas
yang digunakan kecil dan untuk tutup kotak makanannya menggunakan
kain kaos yang lumayan tebal sehingga cicak kekurangan oksigen ketika
berada di dalam kotak.
VII. PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Cicak memiliki kemampuan untuk memutilasi dirinya (autotomi) yaitu
pada ekor ketika dirinya merasa terancam untuk upaya melarikan diri dari
predator yang kemudian akan melakukan proses regenerasi pada ekor yang
telah putus dengan energi yang dihasilkan melalui metabolisme aerob.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi regenerasi. Makanan yang
diberikan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi regenerasi tetapi
pada eksperimen kali ini (pada cicak) tidak terlalu signifikan. Pemberian
Laron (Isoptera) lebih baik daripada lalat kandang (Lesser mealworm)
dalam proses regenerasi cicak. Kendala lain yang menjadi penghambat
adalah kondisi biologis cicak karena selama pengamatan terkurung di dalam
kotak plastik bekas dengan ruang yang sempit.
7.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya diharapkan lebih baik lagi dengan
menggunakan efisiensi waktu dan meminimalisirkan kesalahan yang
dilakukan oleh praktikan sehingga didapatkan hasil praktikum yang
lebih memuaskan
DAFTAR PUSTAKA
Eprilurahman, R dan H. A. Asti. 2018. Kekayaan Fauna Gianyar Bali. Yogyakarta
: Gadjah Mada University Press.
Novianti, T., V. Juniantito., A.A. Jusuf., E. A. Arida., S.Widia., A. Jusman., dan M.
Sadikin. 2019. Prediksi DNA Primer Gen PGC-1 Cecak (Hemidactylus
platrurus) dengan Metoda Phylogenetic. Multiple Alignmet, dan qPCR.
Indonesian Journal of Biotechnology and Biodiversity. 3 (1) : 39 – 47.
Putra, A. R., A. Sudhartono., dan S. Ramlah. 2017. Eksplorasi Jenis Reptil di Suaka
Margasatwa Tanjung Santigi Kabupaten Parigi Moutong. Warta Rimba. 5
(2) : 87 – 92.
Rakhmiyati dan M. J. Luthfi. 2018. Alizarin Red S-Alcian Blue Staining for
Regenerate Tail of Common House Gecko (Hemmidactylus frenatus).
Biology, Medicine, & Natural Product Chemistry. 7 (2) : 57 – 59.
Rakhmiayti dan M. J. Luthfi. 2016. Histologycal Study of Common House Gecko
(Hemisactulus frenatus) Regenerated Tail. Biology, Medicine, & Natural
Product Chemistry. 5 (2) : 49 – 53.
Sumarmin, Ramadhan. 2016. Perkembangan Hewan. Jakarta : Kencana.
Wiradarma, H., K. Baskoro., M. Hadi., A. Hamidy., dan A. Riyanto. 2019. Variasi
Karakter Morfologi Cyrtodactylus marmoratus Gray, 1831 (Reptilia :
Squamata: Gekkonidae) dari Pulau Jawa. Bioma. 21(2) : 173 – 184.
LAMPIRAN
LAMPIRAN BUKU DAN JURNAL