Secara fisiologis, tujuan dari farmasi klinis adalah agar efek terapi bias
tercapai secara maksimal, meminimalkan resiko yangtidak diinginkan, meminimalkan
biaya pengobatan, serta menghormati pilihan pasien terhadap pemilihan terapi yang
akan mereka lakukan.
Farmasi klinik didefinisikan sebagai suatu keahlian khas ilmu kesehatan yang
bertanggung jawab untuk memastikan penggunaan obat yang aman dan sesuai dengan
kebutuhan pasien, melalui penerapan pengetahuan dan berbagai fungsi terspesialisasi
dalam perawatan pasien yang memerlukan pendidikan khusus dan atau pelatihan
terstruktur. ( Siregar, 2004 )
A. Periode traditional
Dalam periode ini, fungsi farmasis yaitu menyediakan, membuat dan
mendistribusikan produk yang berkhasiat obat.
B. Periode Transisional
Salah satu jenis tenaga kefarmasian antara lain apoteker yang oleh
Federasi Farmasi International (FIP) diefiniskan sebagai kemampuan individu
apoteker untuk melakukan praktek kefarmasian sesua dengan aturan yang
berlaklu serta memenuhi syarat kompetensi dan etik kefarmasian.
BAB 4
PELAYANAN KEFARMASIAN
Dalam pelaksanaan kegiatan farmasi klinis, banyak hambatan yang menjadi kendala
dan menghambat tercapainya kegaiatan farmasi klinis, masalah yang terkait dalam
pelayanan farmasi klinis yaitu :
1. Fase Intensif
2. Fase maintenance
C. Permasalahan Pengunaan obat Dalam Jangka Waktu Yang Panjang
Penggunaan obat dalam jangkwa waktu yang panjang seperti obat untuk
penyakit hipertensi, diabetes, jantung, kemungkinan memiliki permasalahan-
permasalahan seperti:
1. Aturan pakai yang menjadi tidak jelas
2. Kejenuhan pasien dalam mengkonsumsi obat
3. Lupa minum obat
4. Merasa sudah sembuh
5. Pengetahuan pasien yang kurang tentang pentingnya pengobatan yang
dilakukan secara berkesinambungan
6. Kurangnya pengetahuan pasien mengenai efek samping obat
Terapi obat yang aman dan efektif, paling sering tetapi apabila pasien
diberikan informasi yang cukup tentang obat, serta penggunaannya. Pasien yang
berpengetahuan tentang obatnya menunjukan peningkatan ketaatan pada regimen
obat yang tertulis dan mengakibatkan hasil terapi yang meningkat
(Abdulkadir,W,2011).
Interaksi obat merupakan masalah utama pada kombinasi obat dalam terapi.
Sampai saat ini sulit untuk memprediksi kapan terjadinya interaksi pada seorang
pasien yang menggunakan dua atau lebih obat yang mempunyai potensi untuk
berinteraksi (Patsalos et al., 2002)
Interaksi obat didefinisikan sebagai modofikasi efek suatu obat akibat obat
lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan atau bila dua atau lebih
obat berinteraksi sehingga keefektifan atau toksisitas suatu obat atau lebih berubah
(Merle L., et al, 2005).
Farmasis juga harus bertanggung jawab atas adanya interaksi obat dan
menginformasikan kepada dokter dan kepada pasien tentang masalah yang mungkin
terjadi terkait interaksi obat (Ansari JA, 2010).
Penyebab dan signifikan interaksi obat melibatkan beberapa factor anatara lain:
a. Dosis obat
b. Kadar dalam serum
c. Cara pemberian
d. Metabolism obat
e. Durasi terapi
f. Factor pasien seperti umut, gender, berat badan, genetic.
A. Factor-faktor pemberian obat yang dapat berpotensi polifarmasi
Factor-faktor pemberian obat yang dapat berpotensi polifarmasi, yaitu :
1. Farmakokinetika dan farmakodinamika mengalami perubahan pada usia
geriatric
2. Pada usia geriatric perubahan terjadi pada saluran cerna yang diduga
mengubah absorbs obat
3. Interaksi farmakodinamika pada usia geriatric dapat menyebabkan respons
reseptor obat dan target organ berubah
B. Peranan farmasis dalam hal interaksi obat (Anisa N , Abdulah R,2012)
BAB 5
PHARMACEUTICAL CARE
Hasil terapi bias diperoleh dengan memperhatikan penggunaan obat secara benar,
dengan melaukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Melakukan identifikasi kemungkinan atau adanya masalah yang nyata
kesalahan yang berkaitan dengan penggunaan obat
b. Mengadakan solusi pada masalah nyata yang berkaitan dengan penggunaan
obat
c. Pencegahan masalah yang mungkin berkaitan dengan penggunaan obat
1. Konsep-Konsep penyakit
2. Penatalaksanaan penyakit
3. Teknik komunikasi dan konseling yang baik kepada pasien
4. Pemahaman Evidence Based Medicine (EBM)
5. Keilmuan farmasi praktis lainnya
6. Pengetahuan tentang farmakologi, indikasi, dosis, interaksi obat, efek samping,
toksikologi dari obat-obat yang sering digunakan.
7. Pengetahuan tentang tanda-tanda klinik, patofisiologi, diagnosis,
penatalaksanaan dan clinical outcomes dari penyakit yang sering dijumpai.
8. Kemampuan untuk mengembangkan dan menginplemenasikan strategi
monitoring terapi obat untuk pasien secara individual
9. Kemampuan untuk melakiukan wawancara riwayat pengobatan pasien
10. Kemampuan untuk melakukan konseling mengenai pengobatan pasien
11. Kemampuan untuk mengidentifikasi, menyarankan, penatalaksanaan dan
mendokumentasikan kejadian adverse drug reaction
12. Pengetahuan mengenai sumber informasi obat, dan keahlian untuk mengambil
dan mengevaluasi informasi.
13. Kemampuan unbtuk berkomunikasi secara efektif dengan tenaga kesehatan
lain untuk emndukung terapi obat yang rasional dan efektif.
Kegiatan pelayanan kefarmasian, meliputi beberapa proses yang terbagi atas tiga
komponen , yaitu :
1. Penilaian ( Assesment )
2. Pengembangan perencanaan perawatan ( Development of a care plan )
3. Evaluasi
Kegiatan farmasi klinis yaitu memberikan saran professional pada saat peresepan
dan setelah peresepan. Kegiatan farmasi klinis sebelum peresepan meliputi setiap
kegiatan yang mempengaruhi kebijakan peresepan seperti :