Anda di halaman 1dari 16

BAB I.

SEJARAH FARMASI KLINIK

1.1 Pemgertian Secara Umum

Secara fisiologis, tujuan dari farmasi klinis adalah agar efek terapi bias
tercapai secara maksimal, meminimalkan resiko yangtidak diinginkan, meminimalkan
biaya pengobatan, serta menghormati pilihan pasien terhadap pemilihan terapi yang
akan mereka lakukan.

Farmasi klinik adalah mutu keahlian professional dalam bidang bidang


kesehatan yang bertanggung jawab untuk keamanan, kerasionalan, dan penggunaan
terapi obat oleh pasien melalui penerapan ilmpu pengetahuan dan fungsi terpesialisasi.

Farmasi klinik merupakan penerapan pengetahuanobat untuk kepentingan


pasien dengan memperhatikan kondisi penyakitn pasien dan kebutuhannya untuk
mengerti terapi obat. Memerlukan data dan interprestasi data penderita serta
keterlibatan penderita dan interaksi langsung dengan penderita.

Farmasi klinik didefinisikan sebagai suatu keahlian khas ilmu kesehatan yang
bertanggung jawab untuk memastikan penggunaan obat yang aman dan sesuai dengan
kebutuhan pasien, melalui penerapan pengetahuan dan berbagai fungsi terspesialisasi
dalam perawatan pasien yang memerlukan pendidikan khusus dan atau pelatihan
terstruktur. ( Siregar, 2004 )

Kesimpulannya, farmasi klinis merupakan suatu disiplin ilmu keshetan


dimana farmasis memeberikan asuhan ( care ) dan bukan hanya memberikan jasa
pelayanan klinis saja kepada pasien tetapi juga bertujuan unyuk mengoptimalkan
terapi obat dan mempromosikan kesehatan dan preventif terhadap pnyeakit.

1.2 Sejarah Perkembangan Pelayanan Kefarmasian

Istilah farmasi klinik mulai dikenal masyarakat pada tahun 1960-an


pertamakali di Amerika Serikat, karena adanya penekanan fungsi farmasis untuk
dapat bekerja secara langsung besentuhan dengan pasien. Pada tahubn ini farmasi
klinik merupakan dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang focus kepada pelayanan
kefrmasian.

Pada tahun 1960-an di Amerika kefarmasian bersifat pada pelayanan


kesehatan yang sangat terpusat pada dokter, dimana hubungan frmasis dengan pasien
sangat minimal. Konsep farmasis klinis muncul dari sebuah konferens tentang
iunformasi obat tahun 1965 yang diselenggarakan carnahan house, dan didukung oleh
American society of Hospital Pharmacity (ASHP). Pada saat itu disajikan proyek
percontohan yang disebut 9th floore project yang diselenggarakan oleh University of
California. Penyatuan antara pemberian informasi obat dengan pemantauan terapi
pasien oleh farmasis dirumah sakit mengawali adanya suatu konsep baru dalam
pelayanan kefarmasian oleh para anggota delegasi konferensi yang disebut dengan
farmasi klinik ( Dipiro,2002 )

Dampak revolusi industry merambah dunia salah satunya industry farmasi


dengan timbulnya industry-industri obat, sehingga terpisahlah kjegiatan farmasi di
bidang inudtsri obat dan di bidang penyedia obat. Dalam hal ini keahlian kefarmasian
jauh lebih dibutuhkan di sebuah industry farmasi dari pada di apotek.

Buku Pharmaceutical Handbook menyatakan bahwa farmasis merupakan


bidang yang menyangkut semua aspek obat, meliputi isolasi/sintesis, pembuatan,
pengendalian, distribusi dan penggunaan. Sedangkan herfindal dalam bukunya
“ clinical pharmacy and theurapetics” (1992), menyatakan bahwa Pharmaceutical
harus memberikan” theurapetics judgment” dari pada hanya sebagai sumber
informasi obat.

Secara historis, perubahan-perubahan dalam profesi kefarmasian di inggris,


khususnya dalam abad ke-20 dapat dibagi dalam perioede, yaitu :

A. Periode traditional
Dalam periode ini, fungsi farmasis yaitu menyediakan, membuat dan
mendistribusikan produk yang berkhasiat obat.

B. Periode Transisional

Perkembangan dan kecenderungan pada awal mula dikenalnya farmasi


klinik diantaranta yaitu :

a. Ilmu kedokteran cenderung semakin spesialitis


Kemajuan dalam ilmu kedokteran yang pesat, khususnya dibidang
frmakologi dan banyaknya macam obat yang mulai membanjiri dunia,
menyebabkan para dokter merasa ketinggalan dengan ilmunya. Satu
profesi tidak dapat lagi menangani semua pengetahuan baik tentang
penyakit maupun merangkap tentang obat.
b. Obat-obat baru
Obat ibat baru yang efektif secara terapetik berkembang pesat dalam
decade-dekade tersebut. Akan tetapi keuntungan dari segi terapi
membawa masalah tesendiri dengan meningkatnya pula masalah baru
yang menyangkut obat, anatara lain efek samping obat, teratogenis,
interaksi obat-obat, interaksi obat-makanan, interaksi obat uji
laboratorium.
c. Meningkatnya biaya kesehata sector public
Meningkatnya biaya kesehatan sector public antara lain disebabkan
oleh penggunaan oba canggih yang mahal , meningkatnya permintaan
pelayanan kesehatan secara kualitatif, serta meningkatnya jumlah
penduduk lanjut usia.
d. Tuntunan masyarakat dalam pelayanan medis dan pelayanan farmasi
Tuntunan masyarakat dalam pelayanan medis dan pelayanan farmasi
yang bermutu tinggi disertai tuntunan pertanggung jawaban para
dokter dan farmasis, sampai gugatan atas setiap kekurangan keselahan
pengobatan.
Kecenderungan –kecenderungan tersebut terjadi secara pararel dengan
perubahan peranan farmasis yang semakin sempit. Banyak orang
mempertanyakan peranan farmasis yang overtrained dan underutilize,
yaitu pendidikan yang tinggi akan tetapi tidak dimanfaatkan sesuai
dengan pendidikan mereka. Situasi ini memunculkan perkembangan
farmasi bangsal atau farmasi klinik.

C. Periode Masa Kini

Peiode ini dimulai terjadi penngeseran paradigm yang semula pelayanan


farmasi berorientasi pada produk, beralih ke pelayanan farmasi yang
berorientasi lebih pada pasien. Farmasis ditekankan pada kemampuan
memberikan pelayana pengobatan rasional. Terjadi perubahan yang
mencolok pada praktek kefarmasian khususnya di rumah sakit, yaitu dengan
ikut sertanya tenaga farmasi di bangsal dan terlibat langsung dalam
pengobatan pasien.

D. Tahap Masa depan pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical Care)

Gagasan ini masih dalam proses perkembangan pelayanan kefarmasian


(Pharmaceutical Care) didefinisikan oleh Cipolle, Stard, dan Morley (1998)
sebagai ‘ A Practice in which the practitioner takes responbility for a patient’s
drug therapy need, and is accountable for this commitment”.

Salah satu jenis tenaga kefarmasian antara lain apoteker yang oleh
Federasi Farmasi International (FIP) diefiniskan sebagai kemampuan individu
apoteker untuk melakukan praktek kefarmasian sesua dengan aturan yang
berlaklu serta memenuhi syarat kompetensi dan etik kefarmasian.
BAB 4
PELAYANAN KEFARMASIAN

4.1 Pengertian pelayan Kefarmasian

Pelayan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab


kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil
yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien(PP 51,2009)

Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelaksanaan yang fungsinya


teroganisir, terstruktur meliputi pelayanan langsung sehari-hari yang tidak dapat
dipisahkan dari system pelayanan kesehatan yang ada dilaksanakan secara utuh dan
lebih focus ada berorientasi kepada pasien dalam hal penyembuhan pasien juga dalam
penyediaan obat yang aman dan efektif serta harga obat yang terjangkau oleh semua
lapisan masyarakat yang berstandar pasien.

Masalah terkait pelayanan kefarmasian

Dalam pelaksanaan kegiatan farmasi klinis, banyak hambatan yang menjadi kendala
dan menghambat tercapainya kegaiatan farmasi klinis, masalah yang terkait dalam
pelayanan farmasi klinis yaitu :

a. Dokumentasi oemantauan dan evaluasi pengelolaan sediaan farmasi


b. Wawancara riwayat obat secara rutin dan terdokumentasi
c. Dokumentasi survey kepuasaan pasien dalam pelayanan obat
d. Dispensing khusus
e. Kujungan secara rutin
f. Pemantauan terapi obat dan monitoring efek samping obat secara rutin
g. Kajian penggunaan obat secara rutin dan terdokumentasi
h. Konseling pasien rawat inap maupun jalan secara rutin
4.2 Pelayanan Residensial

Pelayanan kegiatan residensial merupakan salah satu bagian terpadu system


kesehatan di Negara-Negara maju dan pelayana kefarmasian yang dilakukan oleh
farmasis meruapakan bagian yang tidak dapat terpisahkan di dalamnya(Reidt S, et al,
2013).

Pelayanan residensial yang dilakukan farmasis merupakan salah satu bentuk


pendampingan dan pelayanan kefarmasian kepada pasien atas persetujuan pasien atau
keluarga pasien yang dilakukan di tempat tinggal pasien.

A. Jenis kegaiatan pelayanan kefarmasian residensial

Jenis klegaiatan farmasis dalam pelayanan residensial dapat berupa


(larasanty FPL,dkk,2015):

a) Identifikasi Kepatuhan pasien


b) Konsultasi masalah obat
c) Konsultasi kesehatan secara umum
d) Efektivitas dan kemanan dari obat
e) Adanya dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah
B. Fase pelayanan kefarmasian residensial

Pelayanan kefarmasian residensial dapat dilakukan dengan beberapa fase,


yaitu :

1. Fase Intensif
2. Fase maintenance
C. Permasalahan Pengunaan obat Dalam Jangka Waktu Yang Panjang

Penggunaan obat dalam jangkwa waktu yang panjang seperti obat untuk
penyakit hipertensi, diabetes, jantung, kemungkinan memiliki permasalahan-
permasalahan seperti:
1. Aturan pakai yang menjadi tidak jelas
2. Kejenuhan pasien dalam mengkonsumsi obat
3. Lupa minum obat
4. Merasa sudah sembuh
5. Pengetahuan pasien yang kurang tentang pentingnya pengobatan yang
dilakukan secara berkesinambungan
6. Kurangnya pengetahuan pasien mengenai efek samping obat

4.3 Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan informasi obat merupakan suatu kegiatan untuk memberikan


pelayanan informasi obat yang akurat dan objektif dalam hubungannya dengan
perawatan pasien, pelayanan informasi obat sangat penting dalam upaya menunjang
budaya pengelolaab dan penggunaan obat secara rasional(julianti danWidyanti 1996).
Pelayanan informasi obat sangat diperlukan, terlebih lagi banyak pasien yang belum
mendapatkan informasi obat yang digunakan, karena penggunaan obat yang tidak
benar bias membahayakan (Herman JM, dkk, 2013).

Pelayanan informasi obat adalah kegiatan penyediaan dalam pemberian


informasi, rekomendasi obat yang independen, komprehensif, terkini oleh farmasis
kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memerlukan (Abdulkadir, W, 2011).

Terapi obat yang aman dan efektif, paling sering tetapi apabila pasien
diberikan informasi yang cukup tentang obat, serta penggunaannya. Pasien yang
berpengetahuan tentang obatnya menunjukan peningkatan ketaatan pada regimen
obat yang tertulis dan mengakibatkan hasil terapi yang meningkat
(Abdulkadir,W,2011).

A. Tujuan Pelayanan Informasi Obat yaitu:


1. Menunjang ketersediaan informasi dalam rangka penggunaan obat
yang rasional, dan berorientasi kepada pasien.
2. Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien tenaga
kesehatan dan pihak lain.
3. Menyediakan informasi untuk kebijakan-kebijakan yang berhubungan
dengan obat

B. Sasaran Informasi Obat


Pelayanan informasi obat dilakukan secara merata dan menyeluruh di
lingkungan dimana ada pasien, sasaran informasi obat tersebut yaitu:
1. Tenaga Kesehatan
2. Pihak lain yaitu manajemen, tim/kepanitiaan klinik
3. Pasien atau keluarga pasien

C. Manfaat pelayanan Informasi Obat


Pelayanan informasi obat yang diberikan farmasis memberikan beberapa
manfaat yaitu:
1. Manfaat bagi staf farmasis meliputi:
a. Citra farmasis meningkat
b. Kepuasaan kerja meningkat
c. Mendukung kegiatan pharmaceutical care
d. Pelayanan farmasi yang telah dikenal oleh masyarakat
2. Manfaat bagi Pasien meliputi:
a. Keselahan penggunaan obat menurun
b. Efek obat yang tidak diinginkan menurun
3. Bagi dokter/paramedic antara lain:
a. Meningkatkan penggunaan obat yang rasional
b. Menjamin keamanan dan efektivitas pengobatan’
c. Membantu pemecahan masalah terkait obat
4.4 Kunjungan ke Pasien (Ward Pharmacy)

Berubahnya paradigm farmasi yang semula kepada obat beralih farmasi ke


pasien, sehingga mengharuskan farmasi klinik melakukan kunjungan ke ruang
rawatan pasien, namun kunjungan farmasi ke pasien ini belum dilaksanakan.
Kunjungan yang telah dilakukan oleh farmasi seperti kunjungan mandiri pada pasien
ginjal, hati dan pada penggunaan obat dengan indeks terapi sempit, penaganan
sitostatika.

4.5 Evaluasi Efek Samping Obat

Kegaiatan farmasi klinik berupa evaluasi efek samping penggunaan obat


sudah diterapkan dan dilaksanakan meskipun ada yang belum atau yang kurang tertib,
evaluasi dilakukan setiap tiga bulan. Data yang dievaluasi oleh panitia farmasi dan
terapi dengan tujuan sebagai masukan untuk periode berikutnya, misalnya pemberian
ketoprofen ke pasien, jika timbul alergi, akan didiskusikan dalam forum. Selain itu
secara internal setiap 2 minggu sekali dipresentasikan untuk dipelajari, dan dicari
solusinya berdasarkan jurnal terbaru.

4.6 Konseling Penggunaan Obat

Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang standar


pelayanan kefarmasian di apotek,, farmasis tidak sekedae meracik obat untuk pasien,
namun interkasi dengan pasien dan profesi kesehatan sehingga dituntut meningkatkan
pengetahuan, keterampilan prilaku dengan tujuan untuk memberikan pelayanan
informasi obat dan konseling.

Konseling adalah diskusi, nasehat, edukasi tentang penyimpanan dan


pengobatan sehingga pasien memeroleh keuntungan yang optimal dalam
meningkatkan kualitas hdup dan perawatannya.
Konseling farmasis dapat berpengaruh secara positif terhadap kepatuhan
pasien dalam minum obat, dan terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan
pasien dengab hasil terapi pada pasien (Mulyasih, BA, dkk,2011)

Manfaat koneling bagi farmasis yaitu legal protection, memelihara status


professional sebagai tim kesehatan, meingkatkan kepuasaan pekerjaan,
mengurangistress pekerjaan, tambahan pelayanan untuk mengikat pasien dan
memebantu dalam berkompetisi, meningkatkan pendapatan.

Cara farmasis meningkatkan sikap saat melakukan kegaiatan konseling, yaitu:

1. Menggunakan pesan secara non-verbal


2. Percaya diri
3. Belajar terus-menerus
4. Dapat meyakinkan
5. Dapat membujuk
6. Tegas
7. Mengikuti teknologi baru

4.7 Meminimalkan Biaya Pengobatan

Pengetahuan mengenai pembiayaan kesehatan adalah pembiayaan obat dalam


konsep farmakoekonomi yang dilakukan oleh pengetahuan makro dan mikro
ekonomi farmasi menjadi peranan penting dalam pemilihan obat yang terjangkau
memberikan hasil terapi yang optimal (Pane AH, 2003).

Biaya pengobatan terhadap penyakit salah satunya penyebab yang disebakan


oleh kuman atau bakteri harus diketahui dengan pasti bakteri penyebab penyakitnya,
sehingga pemberian antibakteri tepat dan dapat menimimalkan biaya pengobatan.

Manfaat meminimalka biaya pengobatann pada pasien memberikan dampak


yang positif terutama bagi pasien dan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien
dengan tidak terlalu lama berada di rumah sakit, yang memungkinkan akan
bertambahnya penyakit lain atau semakin parah.

Bukti pentingnya dilakukan meminimilasi biaya yaitu :

a. Terbantu pasien dalam pembiayaan pengobatan seperti pada kasus sepsis.


b. Adanya perbedaan biaya rata-rata total biaya perawatan tersebut.

4.8 Interaksi Obat

Interaksi obat merupakan perubahan aktivitas farmakologi suatu obat dengan


adanya pemakaian bersama dengan obat lain. Interkasi yang terjadi berupa efek dari
suatu obat akan meningkatkan atau berkurang toksisitas.

Interaksi obat merupakan masalah utama pada kombinasi obat dalam terapi.
Sampai saat ini sulit untuk memprediksi kapan terjadinya interaksi pada seorang
pasien yang menggunakan dua atau lebih obat yang mempunyai potensi untuk
berinteraksi (Patsalos et al., 2002)

Interaksi obat didefinisikan sebagai modofikasi efek suatu obat akibat obat
lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan atau bila dua atau lebih
obat berinteraksi sehingga keefektifan atau toksisitas suatu obat atau lebih berubah
(Merle L., et al, 2005).

Farmasis juga harus bertanggung jawab atas adanya interaksi obat dan
menginformasikan kepada dokter dan kepada pasien tentang masalah yang mungkin
terjadi terkait interaksi obat (Ansari JA, 2010).

Penyebab dan signifikan interaksi obat melibatkan beberapa factor anatara lain:

a. Dosis obat
b. Kadar dalam serum
c. Cara pemberian
d. Metabolism obat
e. Durasi terapi
f. Factor pasien seperti umut, gender, berat badan, genetic.
A. Factor-faktor pemberian obat yang dapat berpotensi polifarmasi
Factor-faktor pemberian obat yang dapat berpotensi polifarmasi, yaitu :
1. Farmakokinetika dan farmakodinamika mengalami perubahan pada usia
geriatric
2. Pada usia geriatric perubahan terjadi pada saluran cerna yang diduga
mengubah absorbs obat
3. Interaksi farmakodinamika pada usia geriatric dapat menyebabkan respons
reseptor obat dan target organ berubah
B. Peranan farmasis dalam hal interaksi obat (Anisa N , Abdulah R,2012)

Kepedulian farmasis adalah salah satunya mencoba kemungkinan adanya interaksi


dari penggunaan obat, peran farmasi dalam hak pencegahan kemungkinan adanya
interaksi obat dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Memastikan bahwa obat-obatan yang digunakan atau dikonsumsi oleh pasien


dapat bekerja dengan aman dan efektif.
2. Menyadari factor-faktor paling umum yang dapat mengubah efektivitas obat,
salah satunya adalah interaksi obat
3. Memberikan pengarahan atau informasi kepada pasien yang menggunakan
obat secara swamedikasi termasuk obat-obat tradisional
4. Memberikan informasi keapada pasien tentang interaksi obat baik interaksi
obat dengan obat, interaksiobat dengan makanan dan hasil laboratorium.
5. Memastikan kepada pasien dalam hal kesadaran pasien efek samping obat dan
memberikan informasi penaganannya.
6. Memberikan edukasi tentang pengobatan pasien.
7. Farmasis harus mempunyai kemampuan untuk menghubungkan gejala yang
tak terduga yang dialami oleh pasien untuk efek samping yang mungkin
tiombul.

BAB 5

PHARMACEUTICAL CARE

5.1 Pengertian pharmaceutical care

Kepedulian farmasi adalah penyediaan pelayanan langsung dan bertanggung


jawab berkaitan dengan obat, dengan maksud pencapaian hasil yang pasti dan
meningkatkan mutu kehidupan pasien.

5.2 Uraian Kepedulian Farmasi klinis

Uraian kepedulian farmasi yaitu :

a. Bertanggung jawab terhadap pasien yang berkaitan dengan obat


b. Pelayanan langsung
c. Hasil terapi yang pasti dan maksimal
Hasil terapi atau outcome yang diharapkan dari pengobatan pasien yaitu :
1. Kesembuhan pasien
2. Peniadaan atau pengurangan gejala penyakit pasien
3. Mengentikan atau memperlambat proses penyakit
4. Pencegahan penyakit atau gejala

Hasil terapi bias diperoleh dengan memperhatikan penggunaan obat secara benar,
dengan melaukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Melakukan identifikasi kemungkinan atau adanya masalah yang nyata
kesalahan yang berkaitan dengan penggunaan obat
b. Mengadakan solusi pada masalah nyata yang berkaitan dengan penggunaan
obat
c. Pencegahan masalah yang mungkin berkaitan dengan penggunaan obat

Masalah yang beriktan dengan obat yang berpotensi merugikan pada


penggunannya biasa yang disebut dengan DRPs ( Drug Related Problems), yang
nantinya mempengaruhi hasil terapi, yaitu :

1. Indikasi yang tidak tepat


2. Selsksi obat yang tidak tepat
3. Dosis substerapi (dosis terlalu rendah)
4. Gagal menerima obat
5. Dosis terlalu tinggi
6. Reaksi obat yang merugikan (ROM)
7. Interaksi obat

5.3 Keterampilan Farmasi Klinis

Keterampilan dalam melakukan praktik farmasi klinis memerlukan


pemahaman berbagai keilmuan, seperti :

1. Konsep-Konsep penyakit
2. Penatalaksanaan penyakit
3. Teknik komunikasi dan konseling yang baik kepada pasien
4. Pemahaman Evidence Based Medicine (EBM)
5. Keilmuan farmasi praktis lainnya
6. Pengetahuan tentang farmakologi, indikasi, dosis, interaksi obat, efek samping,
toksikologi dari obat-obat yang sering digunakan.
7. Pengetahuan tentang tanda-tanda klinik, patofisiologi, diagnosis,
penatalaksanaan dan clinical outcomes dari penyakit yang sering dijumpai.
8. Kemampuan untuk mengembangkan dan menginplemenasikan strategi
monitoring terapi obat untuk pasien secara individual
9. Kemampuan untuk melakiukan wawancara riwayat pengobatan pasien
10. Kemampuan untuk melakukan konseling mengenai pengobatan pasien
11. Kemampuan untuk mengidentifikasi, menyarankan, penatalaksanaan dan
mendokumentasikan kejadian adverse drug reaction
12. Pengetahuan mengenai sumber informasi obat, dan keahlian untuk mengambil
dan mengevaluasi informasi.
13. Kemampuan unbtuk berkomunikasi secara efektif dengan tenaga kesehatan
lain untuk emndukung terapi obat yang rasional dan efektif.

5.4 Proses Pelayanan Kefarmasian

Kegiatan pelayanan kefarmasian, meliputi beberapa proses yang terbagi atas tiga
komponen , yaitu :

1. Penilaian ( Assesment )
2. Pengembangan perencanaan perawatan ( Development of a care plan )
3. Evaluasi

Kegiatan farmasi klinis yaitu memberikan saran professional pada saat peresepan
dan setelah peresepan. Kegiatan farmasi klinis sebelum peresepan meliputi setiap
kegiatan yang mempengaruhi kebijakan peresepan seperti :

1. Penyusunan formularium rumah sakit


2. Mendukung informasi dalam menetapkan kebijakan peresepan rumah sakit
3. Evaluasi obat
Farmasi klini berperan dalam mengdentifikasi adanya Drug Related Problems,
DRPs adalah suatu kejadian atau situasi yang menyangkut terapi obat, yang
mempengaruhi secara potensial atau actual hasil akhir panen.

5.5 Elemen Pharmaceutical care

Kepedulian kefarmasian dalam melakukan farmasi terbagi dalam beberapa


elemen yaitu ada tujuh elemen dalam pharmaceutical care diantaranta adalah

1. Review semua obat


2. Hubungkan obat dengan indikasi
3. Drug related Problems (DRPs)
4. Cegah dan pecahkan masalah DRPs yang terjadi
5. Care Plan (rencana perawatan)
6. Follow up/Monitor
7. Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai