Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOLOGI SEL

SOLUBILITAS LIPID PADA MEMBRAN

oleh :

Nama : Puji Rahayu


NIM :185090101111017
Kelompok : 2 (dua)
Tanggal : 22 Oktober 2019
Asisten PJ : Naila Izzatul Mukhoyyaroh

LABORATORIUM BIOLOGI DASAR


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
SOLUBILITAS LIPID PADA MEMBRAN
Puji Rahayu
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Brawijaya malang

ABSTRAK

Tujuan dari praktikum kali ini yaitu membuktikan sifat membran kimia dan
menentukan laju penetrasi berbagai pelarut organik. Praktikum topik “Solubilitas Lipid
Pada Membran” dilaksanakan pada hari Selasa, 22 Oktober 2019 tepatnya pukul
07.30-09.30 WIB di Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang. Metode dari praktikum kali
ini yaitu menggunakan 3 kali pengulangan pada percobaan. Analisis data dari praktikum
kali ini yaitu dengan cara mendeskripsikan data serta menghitung dan membuat grafik
laju penetrasi dengan menggunakan microsof excel. Hasil dari praktikum kali ini yaitu
semakin banyak atom C maka laju penetrasi semakin cepat sedangkan larutan atau
senyawa yang mengandung banyak atom H atau air akan mempersulit senyawa
tersebut dalam masuk ke membrane. Dari praktikum ini di dapatkan hasil berturut-turut
bahwa pengenceran mempengaruhi laju penetrasi dan koefisien partisi dalam senyawa
tersebut, selain itu dari praktikum ini didapatkan hasil bahwa laju penetrasi paling
rendah ke tinggi yaitu dari buthanol, propanol, etanol dan methanol. Sedangkan
kelarutan paling tinggi ke rendah yaitu dari methanol,etanol,propanol dan butanol.
Saran dari praktikum kali ini yaitu sebaiknya praktikan tidak gaduh saat asisten
menerangkan sehingga kondisi laboratorium kondusif dan data yang dihasilkan akan
baik. Selain itu diharapkan asisten lebih baik lagi dalam mengatur waktu sehingga kami
praktikan tidak tergesa-gesa dalam akhir praktikum.

Kata Kunci: Membran, Solubilitas, Lipid dan Pelarut Organik.


LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini


NAMA : PUJI RAHAYU
NIM : 18509010111017
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa isi laporan yang ditulis berikut ini
merupakan murni dari hasil pemikiran saya dan tidak ada unsur plagiat.

Malang,22 Oktober 2019


Yang menyatakan,

Puji Rahayu
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Dasar Teori


Struktur penyusun membran sel tersusun atas beberapa protein baik itu
protein perifer (polar) dan protein integral (non polar). Sedangkan berdasarkan
analisiskimia membrane sel tersusun atas lipid dan protein (glikoprotein). Lipid berupa
fosfolipid, glikolipid dan sterol. Membran sel sendiri berfungsi sebagai transport protein,
untuk mengontrol molekul diantara sel interior dengan sel lingkungan, menjalankan
adhesi dan sel signaling pada sel lainnya serta untuk metabolisme tubuh. Sedangkan
pada sel fungsi dasar dari membran yaitu sebagai pemisahan yang artinya pada lapisan
lipid dari membran sel digunakan untuk difusi semi-permeabel dimana mengubah polar
dan membuat molekul. Sel membrane digunakan untuk transport dan translokasi dari
metabolisme, sebagai komunikasi sel ke sel lain, dan digunakan untuk metabolisme,
mengatur pertukaran zat antara media internal dan eksternal, eksternalisasi sinyal fisik
dan kimia yang penting untuk sel, mempertahankan secara aktif asimetri ion antara sisi-
sisinya (Lukas,2015).
Menurut Benga (2018) menyatakan bahwa membran sel memiliki tiga sifat
yaitu impermeable, semipermeabel dan permeable. Impermeable yaitu sifat yang tidak
mengizinkan zat apapun di luar sel untuk masuk kedalam sel. Semipermeable sifat
membran dimana hanya zat-zat tertentu yang dibutuhkan oleh sel yang bisa masuk ke
dalam sel. permeable yaitu sifat dimana zat dapaat melewati membran sel yang
berfungsi untuk masuk kedalam sel tersebut.
Mekanisme masuknya nutrisi dalam sel yaitu diawali pada sitoplasma sel,
dimana bagian ini yang bertanggung jawab untuk transport nutrient ke dalam sel.
transport ini melintasi melintasi membrane sitoplasma yang pada umunmya bersifat
spesifik, dan hanya nutrient yang sesuai yang dapat masuk ke dalam sel. mekanisme
transport zat dapat dibedakan menjadi beberapa proses, dua diantaranya yaitu hanya
mengangkut dan transport secara aktif yang mengakibatkan akumulasi zat di dalam sel.
transport zat sendiri dibagi menjadi difusi biasa atau difusi pasif, transport aktif, dan
translokasi gugus (Michael,2009).
Koefisien partisi merupakan kelarutan relatif antara dua fasa yang tidak
bercampur. Koefisien ini ditetapkan dengan melarutkan zat dalam larutan yang
mengandung air dan dikocok dengan pelarut yang bersifat organik. Koefisien ini
biasanya ditentukan dengan menggunakan n-oktanol sebagai fase lipid dan fosfat
dengan pH 7,4 sebagai fase air. Apabila obat tidak sama dengan komponen sel maka
tidak dapat ditranspor melalui dinding sel dengan transport aktif. Dalam penelitian
koefisien partisi digunakan untuk mengetahui obat yang cocok oleh tubuh, untuk
mengetahui zat yang digunakan dalam percobaan baik bakteri maupun tumbuhan,
untuk anestesi bakteri, antiviral agent serta anestesi umum (Muchtaridi ,2018).
Hidrofobisitas sel merupakan salah satu aktivitas virulensi sel yang dapat
menentukan jalur patogenisitas suatu sel. Pada bakteri hidrofobisitas dapat diukur
dengan mengukur kemampuan penempelan sel terhadap berbagai polimer atau afinitas
bakteri terhadap pelarut hidrokarbon.Apabila hidrofobisitas sel tinggi maka solubilitas
pada suatu senyawa tersebut rendah karena sulit untuk larut dalam air. Sedangkan
apabila hidrofobisitas sel rendah maka solubilitas akan larut dalam air (Dewi.2018).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini antara lain :
1. Membuktikan sifat membran kimia
2. Menentukan laju penetrasi berbagai pelarut organik
BAB II
METODE

2.1 Waktu dan Tempat


Praktikum topik “Solubilitas Lipid Pada Membran” dilaksanakan pada hari
Selasa, 22 Oktober 2019 tepatnya pukul 07.30-09.30 WIB di Laboratorium Biologi
Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Brawijaya, Malang.

2.2 Alat & Bahan


Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu beet root segar,
larutan methanol, larutan etanol, larutan n-propanol, dan larutan n-butanol, aquades,
cutter, pipet tetes, obyek dan cover gelas, pencatat waktu, cawan petri,mikroskop
cahaya biasa, portable mikrotom, dan cork bor.

2.3 Cara Kerja


Langkah pertama yang dilakukan pada praktikum kali ini yaitu Beet root dipotong
berbentuk silinder menggunakan cork bor. Kedua, Beet root dipotong dengan
menggunakan mikrotom. Ketiga, irisan tipis Beet root diletakkan ke dalam cawan petri
yang berisi aquades. Keempat, irisan Beet root dibagi menjadi 4 bagian. Kelima, Beet
root diamati pada perbesaran 40x. Keenam, penambahan pelarut organik dengan
meneteskan pelarut organik pada tepi cover glass dan dicatat waktunya hingga pigmen
pada beet root memudar. Ketujuh, pengulangan prosedur pada irisan kedua dan ketiga.
Prosedur 5-7 diulangi dengan penambahan pelarut yang berbeda dengan konsentrasi
bertingkat. Dicatat dan dihitung laju penetrasi masing-masing larutan organik. Terakhir ,
data dikompilasi dan dibuat grafik laju penetrasi.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Analisa Prosedur


Alat dan bahan yang digunakan untuk mendukung percobaan kali ini yaitu cork
bor yang berfungsi untuk memotong Beet root menjadi bentuk silinder. Mikrotom
berfungsi untuk memotong Beet root yang berbentuk silinder menjadi irisan tipis yang
berbentuk lingkaran. Cawan petri berfungsi untuk meletakkan irisan Beet root tipis.
Cutter yang berfungsi untuk membagi irisan lingkaran Beet root menjadi 4 bagian.
Mikroskop yang berfungsi untuk mengamati irisan Beet root saat diberi pelarut organik
ataupun sebelum pemberian pelarut organik. Pencatat waktu atau jam berfungsi untuk
menghitung waktu saat irisan Beet root diberi pelarut organik. Pipet tetes berfungsi
untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit serta untuk menetesi pelarut organik ke
dalam irisan Beet root. Obyek glass berfungsi untuk meletakkan irisan Beet root yang
akan diamati dan diuji. Cover glass berfungsi untuk menutup irisan Beet root yang akan
diuji. Pelarut organik yang berfungsi untuk melihat solubilitas membran pada Beet root.
Aquades yang berfungsi untuk melarutkan pigmen yang rusak akibat pemotongan atau
membersihkan potongan Beet root.
Langkah perlakuan pada praktikum kali ini yaitu Beet root dipotong berbentuk
silinder menggunakan cork bor berfungsi untuk mendapatkan potongan Beet root
berbentuk silinder. Kedua, Beet root dipotong dengan menggunakan mikrotom yang
berfungsi untuk mendapatkan irisan Beet root yang tipis. Ketiga, irisan tipis Beet root
diletakkan ke dalam cawan petri yang berisi aquades yang berfungsi untuk melarutkan
pigmen yang akibat pemotongan. Keempat, irisan Beet root dibagi menjadi 4 bagian
yang berfungsi untuk mendapatkan 4 irisan Beet root untuk pengulangan prosedur.
Kelima, Beet root diamati pada perbesaran 40x yang berfungsi untuk melihat kondisi
awal pigmen Beet root sebelum diberi pelarut organik. Keenam, penambahan pelarut
organik dengan meneteskan pelarut organik pada tepi cover glass yang berfungsi
untuk melihat solubilitas membrane setelah ditetesi pelarut organik, dan dicatat
waktunya hingga pigmen pada Beet root memudar berfungsi untk mengetahui berapa
lama pewarnaan pelarut terhadap membrane Beet root. Ketujuh, pengulangan prosedur
pada irisan kedua dan ketiga untuk membuktikan sifat membran dan mencatat waktu.
Prosedur 5-7 diulangi dengan penambahan pelarut yang berbeda dengan konsentrasi
bertingkat berfungsi untuk melihat serta membandingkan sifat membran terhadap
konsentrasi yang berbeda. Dicatat dan dihitung laju penetrasi masing-masing larutan
organik berfungsi untuk mendapatkan nilai laju masing-masing pelarut organik. Terakhir
data dikompilasi dan dibuat grafik laju penetrasi untuk mendapatkan grafik laju
penetrasi masing-masing larutan.
3.2 Analisa Hasil
3.2.1 Pengaruh Konsentrasi Terhadap Laju Penetrasi Larutan
Berdasarkan hasil praktikum menunjukkan bahwa pada saat penambahan
methanol pada membrane beet root didapatkan hasil bahwa pada saat percobaan
pertama dengan stok awal waktu berkisar 7,94 detik, pada percobaan kedua dengan
pengenceran ½ waktu saat methanol mensolubilitas membrane pada beet root selama
5,80 sedangkan pada pengulangan ketiga dengan konsentrasi 1/4 waktunya turun
berkisar 5,50 sehingga didapatkan hasil laju penetrasi dari methanol dengan
pengenceran ¼ yaitu 0,85. Seharusnya pada saat penambahan methanol pada
membrane membutuhkan waktu yang lama dalam melihat solubilitas lipid tersebut rusak
tetapi pada percobaan ini waktu yang dihasilkan dalam mensolubilitas membrane pada
beet root sangatlah cepat, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada irisan beet root ini
telah terlalu lama terendam air saat penghilangan pigmen atau irisan beet root sudah
rusak. Karena semakin banyak air atau H yang masuk ke dalam membrane maka
methanol tersebut semakin sulit untuk masuk ke membran beet root. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa konsentrasi pengenceran pada larutan organik berpengaruh pada
solubilitas membran tersebut sehingga pigmen yang ada di membrane beet root
menjadi pudar atau rusak.

(A) (B)

(C) (D)

(E) (F)
Tabel 1. (A,C,E) Pigmen beet root sebelum, dan sesudah (B,D,F) diberi pelarut
Metanol 5,5 M
Berdasarkan dari hasil tabel pengamatan koefisien partisi pada masing-
masing larutan membuktikan bahwa semakin banyak pengenceran larutan organik
maka semakin lama membrane lipid rusak. Selain itu, di dalam tabel membuktikan
bahwa methanol memiliki laju penetrasi lebih lama daripada ethanol dan seterusnya
sampai buthanol. Selain itu, buthanol memiliki laju penetrasi yang rendah dikarenakan
buthanol memiliki atom H yang sedikit sehingga memudahkan untuk masuk ke dalam
membran beet root. Sedangkan yang memiliki atom H banyak maka akan sulit untuk
menembus pada membrane beet root. Selain itu pengenceran pada konsentrasi yang
berbeda serta pengenceran ½ dan ¼ memiliki laju penetrasi yang berbeda semakin
pengenceran ¼ maka waktu yang dibutuhkan untuk mengamati solubilitas membrane
lipid yang rusak semakin lama. Sedangkan menurut Rothman (2012), menyatakan
bahwa ketika konsentrasi pelarut organic turun maka laju penetrasi tersebut turun.
Selain itu, laju penetrasi akan menunjukkan tren fluktuatif dan tidak selalu menurun
ketika diencerkan
Pelarut Pengenceran Konsentrasi Durasi Melewati Membran Laju
Organik Penetrasi
Ulangan ke Rata-rata
Methanol Stok awal 22 M - 37,64 0,58
½x 11M 1. 127 74 0,149
2. 50
3. 45
¼x 5,5 M 1. 7,94 6, 41 0,85
2. 5,10
3. 5,50
Ethanol Stok awal 8,5 M - 9,38 0,906
½x 4,25M 1. 31,68 27, 96 0,152
2. 24,98
3. 27,83
¼x 2,13 M 1. 10,99 10,21 0,208
2. 10,64
3. 9,00
Propanol Stok awal 3M - 4 0,75
½x 1,5 M 1. 7 6,26 0,239
2. 6,8
3. 5
¼x 0,75 M 1. 5,4 6,1 0,49
2. 6,8
3. 6,2
Buthana Stok awal 1,1 M 1. 3 3,3 0,33
2. 3
3. 4
½x 0,55 M 1. 4 3,11 0,177
2. 2,66
3. 2,69
¼x 0,28 M 1. 3,63 4,67 0,58
2. 2,8
3. 7,52
Tabel 2. Tabel Pengamatan Koefisien Penetrasi

Gambar 1. Perbandingan Laju Penetrasi Pelarut Terhadap Konsenrasi

Berdasarkan dari grafik diatas methanol pada stok awal memiliki laju
penetrasi 0,58, setelah terjadi pengenceran ½ laju penetrasi turun menjadi 0,149
sedangkan pada saat pengenceran ¼ laju penetrasi meningkat yaitu 0,85. Sedangkan
menurut literature menyatakan bahwa lipid sangat larut terhadap pelarut organik seperti
methanol, seharusnya saat terjadi pengenceran laju penetrasi turun dikarenakan atom
H atau air banyak di pelarut tersebut sehingga menyulitkan pelarut tersebut masuk
kedalam membrane lipid (Dewi, 2018).
Sedangkan pada pelarut ethanol stok awal memiliki laju penetrasi 0,906
sedangkan saat diencerkan ½ laju penetrasi turun menjadi 0,152 dan saat pengenceran
¼ laju penetrasi naik menjadi 0,208. Pada pelarut propanol sendiri saat stok awal laju
penetrasi 0,75 sedangkan saat diencerkan menjadi ½ laju penetrasi menjadi 0,152
sedangkan pada pengenceran ¼ laju penetrasi naik menjadi 0,208. Propanol saat stok
awal memiliki laju penetrasi 0,75 sedangkan saat pengenceran ½ menjadi 0,239
sedangkan saat pengenceran ¼ menjadi 0,49. Pada buthanol stok awal memiliki laju
penetrasi 0,33 sedangkan pada pengenceran ½ mempunyai laju penetrasi 0,177 saat
pengenceran ¼ laju penetrasi pada butanol naik melebihi stok awal aitu 0,58
sedangkan semakin banyak pengenceran maka laju penetrasi akan turun dikarenakan
pada saat pengenceran pelarut organik tidak murni dan mengandung banyak air
sehingga sulit untuk masuk ke membrane. Sedangkan menurut literature menyatakan
bahwa lipid dapat larut terhadap pelarut organik seperti aseton,alcohol,kloroform, dan
benzene apabila pelarut organic tersebut memiliki ukuran molekul yang besar misalnya
methanol maka membrane akan sulit untuk menyerapnya sehingga membutuhkan
waktu yang lama (Urry,dkk 2017).
3.2.2 Pengaruh Koefisien Partisi Masing-Masing Larutan Terhadap Laju Penetrasi
Koefisien partisi merupakan nilai kelarutan suatu senyawa terhadap
membrane plasma sel. nilai koefisien ini berbanding lurus dengan jumlah atom C yang
ada di dalam suatu senyawa. Semakin sedikit nilai atom C maka semakin kecil nilai
koefisien partisinya dan sebaliknya. Selain itu semakin banyak atom C maka nilai
koefisien partisi semakin besar sehingga senyawa tersebut semakin larut dalam
membran plasma sel (Rothman,2012). Koefisien partisi dapat dilihat di tabel dibawah
ini:
Tabel 3. Koefisien partisi pelarut organik
Pelarut Rumus Molekul Berat Molekul Koefisien Partisi
Metanol CH3OH 32,04 0,01
Etanol C2H5OH 46,07 0,03
Propanol C3H7OH 60,09 0,13
Butanol C4H9OH 74,12 0,17

Gambar 2. Pengaruh Koefisien Partisi Terhadap Laju Penetrasi

Dari grafik dan tabel koefisien partisi diatas menunjukkan bahwa kelarutan
pelarut organic dari tinggi ke rendah berturut-turut yaitu butanol, propanol, ethanol serta
methanol. Sedangkan berdasarkan praktikum menunjukkan bahwa pengenceran pada
¼ memiliki laju penetrasi yang tinggi sehingga dapat disimpulkan bahwa koefisien
partisi mempengaruhi laju penetrasi saat pengenceran karena semakin encer larutan
tersebut maka laju penetrasi semakin turun, karena banyak mengandung atom H atau
air yang berpengaruh terhadap atom C pada saat senyawa tersebut masuk dalam
membrane plasma sel. sedangkan menurut Muchtaridi (2018) menyatakan bahwa
semakin tinggi koefisien partisi maka semakin larut senyawa tersebut pada membran.
3.2.3 Pengaruh Pelarut Organik Terhadap Membran Fosfolipid
Membrane plasma merupakan layer yang memisahkan sitoplasma dengan
lingkungan luar sel. Membran plasma terdiri dari fosfolipid, protein, karbohidrat dan
kolesterol. Pelarut organik dalam membrane plasma berfungsi untuk meningkatkan
fluiditas membrane tersebut. Peningkatan ini mengakibatkan membrane plasma
membuka dan menyebabkan molekul lipid larut dalam membrane tersebut seperti
pigmen yang akan berubah warna menjadi pudar. Apabila pelarut organic ini memiliki
molekul yang besar maka senyawa tersebut sulit untuk masuk ke membrane fosfolipid.
Membrane yang telah rusak karena pelarut organic tersebut dapat dilihat dibawah
mikroskop dengan perbesaran tertentu (Urry dkk, 2017).

3.2.3 Troubleshooting
Troubleshooting dari praktikum kali ini konsentrasi pelarut organik yang digunakan
seharusnya serupa dengan laju penetrasi. Selain itu seharusnya pada saat percobaan
pengenceran methanol ¼ laju penetrasi turun tetapi pada percobaan kali ini laju
penetrasi meningkat. Hal ini dapat disebabkan irisan tipis beet root telah terkontaminasi
atau membrane sudah rusak karena terlalu lama terendam di air saat penghilangan
pigmen warna beet root. Selain itu, masalah selanjutnya yaitu kesulitan dalam mencari
atau menentukan durasi saat membrane terwarnai atau rusak sehingga setiap
kelompok memiliki data yang kurang signifikan.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari praktikum ini dapat diambil kesimpulan bahwa struktur penyusun
membran sel tersusun atas beberapa protein baik itu protein perifer (polar) dan protein
integral (non polar). Sedangkan berdasarkan analisis kimia membrane sel tersusun atas
lipid dan protein (glikoprotein). Lipid berupa fosfolipid, glikolipid dan sterol. Selain itu
semakin banyak atom C maka laju penetrasi semakin cepat sedangkan larutan atau
senyawa yang mengandung banyak atom H atau air akan mempersulit senyawa
tersebut dalam masuk ke membrane. Dari praktikum ini di dapatkan hasil berturut-turut
bahwa pengenceran mempengaruhi laju penetrasi dan koefisien partisi dalam senyawa
tersebut, selain itu dari praktikum ini didapatkan hasil bahwa laju penetrasi paling
rendah ke tinggi yaitu dari buthanol, propanol, etanol dan methanol. Sedangkan
kelarutan paling tinggi ke rendah yaitu dari methanol,etanol,propanol dan butanol.

4.2 Saran
Saran dari praktikum kali ini yaitu sebaiknya praktikan tidak gaduh saat
asisten menerangkan sehingga kondisi laboratorium kondusif dan data yang dihasilkan
akan baik. Selain itu diharapkan asisten lebih baik lagi dalam mengatur waktu sehingga
kami praktikan tidak tergesa-gesa dalam akhir praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Benga.2018.Structure and Properties of Cell Membrane.Vol 1.CRC Revivals.USA


Dewi.2018.Pengujian hidrofobisitas dan aktivitas antibiotic terhadap Staphylococcus
aureus isolate preputium sapi Aceh.Jurnal Kimia Farmatology.1(2):72-75.ISSN
2621-0878.
Lukas.2015.Cell Membranes. Garland Science.New York.
Michael.J.2009.Industrial Microbiology:An Introduction.Blackwell Science.London.
Muchtaridi.2018.Kimia Medisinal:Dasar-Dasar Dalam Perancangan Obat.1st edition.
Prenadamedia Group.Jakarta.
Rothman.2012.Methods in Cell Biology.Elsevier .USA.
Urry,dkk.2017.Biology.Pearson.USA.
LAMPIRAN

1. Berkaitan dengan praktikum solubilitas lipid pada membran, membran


plasma memiliki fungsi sebagai pengatur pertukaran zat antara sel dengan
lingkungan sekitar. Sel harus menyerap nutrisi seperti glukosa, O2, ion,
mineral dan dari lingkungan sekitar. Sel juga harus mengeluarkan
metabolit sekunder seperti CO2, amonia, ion, dan mineral ke lingkungan.
Membran plasma mengatur transport dan laju pertukaran senyawa antara
sel dan lingkungan
2. Metanol, etanol, dan propanol dapat merusak membran sel karena bilayer
fosfolipid membran sel larut terhadap pelarut organik. Pelarut organik
dapat meningkatkan fluiditas membran plasma dan menghancurkan ikatan
lemah van der waals antarfosfolipid penyusun membran plasma. Akibat
yang ditimbulkan adalah difusi organel dan senyawa penting sel menuju
lingkungan luar dan sel mengalami lisis.
3. Membran plasma yang terdedah oleh senyawa toksik seperti pelarut
organik akan mengalami peningkatan fluiditas. Peningkatan fluiditas
membran plasma mengganggu proses transportasi, pertukaran nutrisi, dan
komunikasi sel terkait. Sel akan mengalami kematian (nekrosis) apabila
terdedah senaywa toksik secara terus menerus. Nekrosis sangat
merugikan karena mampu menginduksi kematian sel disekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai