PROPOSAL PENELITIAN
Oleh :
201610220311112
2020
LEMBAR PENGESAHAN
201610220311112
Malang,……………………2020
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam.
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam.Hanya
skripsi yang berjudul “Karakteristik Fisik CMC dari Pelepah Batang Pohon Pisang
Kepok (Musa paradiciasa) dan CMC komersial dalam pembuatan Edible Film dari
Whey Keju”
Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian pada Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang.
Penyusunan skripsi ini, tidak terlepas dari peran berbagai pihak. Penulis mengucapkan
1. Bapak Dr. Ir. David Hermawan, MP., IPM selaku Dekan Fakultas
2. Bapak Mochammad Wachid, S.TP., M.Sc. selaku Ketua Jurusan Ilmu Dan Teknologi
3. Ibu Prof. Dr. Ir. Hj. Noor Harini, MS selaku Dosen Pembimbing I yang selalu
motivasi yang besar kepada penulis hingga selesai penyusunan skripsi ini.
5. Para Dosen jurusan ITP yang telah banyak memberikan banyak ilmu selama kuliah
6. Kedua orang tua saya Bapak dan Ibu serta keluarga yang senantiasa memanjatkan
maupun materi yang mendukung penyelesaian kuliah dan penyusunan skripsi ini.
8. Teman-teman dan keluarga besar Asisten Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan
Penulis menyadari masih ada kekurangan, oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran dan kritik yang membangun. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua. Amiin
Penulis
I. PENDAHULUAN
pisang di Indonesia mencapai 5 juta ton pada tahun 2008 (Apriliani, 2013). Sedangkan pada
tahun 2011 di Propinsi Jawa Timur, produksinya mencapai 1.188.724 ton dan produksi
Pisang Kepok (Musa paradiciasa) adalah yang paling tinggi yaitu sejumlah 40% dari total
produksi (BPS, 2012). Di Indonesia sendiri, penanaman pisang ini banyak ditemukan di
Kalimantan. Produksi pisang ini, di Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2012 adalah
sebesar 87.362 ton dari luas panen 1.877 Ha (Ditjen Hortikultura, 2013).
Pisang-pisang ini sebagian besar dikonsumsi oleh dalam negeri. Besarnya konsumsi
ini menandakan tingginya kebutuhan masyarakat Indonesia akan buah dan serat. Di sisi lain,
hal ini menimbulkan dampak baru, yaitu banyaknya limbah pelepah batang pisang ini
(Apriliani, 2013). Pelepah pisang ini oleh sebagian besar masyarakat belum dimanfaatkan
dengan baik, sehingga mereka tidak segan-segan untuk membuangnya atau membiarkan
begitu saja. Padahal limbah pelepah pisang tersebut mempunyai kandungan selulosa yang
Na-CMC/Carboxy Methyl Cellulose (CMC) adalah turunan dari selulosa dan ini
sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi CMC
pengemulsi, dan dalam beberapa hal dapat merekatkan penyebaran antibiotik (Winarno,
1985). Kondisi kebutuhan akan sodium karboksimetil selulosa yang semakin meningkat,
kandungan selulosa dan berlimpahnya limbah pelepah batang Pisang Kepok (Musa
paradiciasa), maka ini akan mejadi alternatif yang dapat dimanfaatakan sebagai salah satu
Edible film merupakan bahan pengemas yang berupa lapisan tipis. Biasa digunakan
untuk melapisi bahan pangan karena terbuat dari bahan yang dapat dikonsumsi. Fungsi
edible film selain sebagai pengemas makanan, juga dapat memperpanjang umur simpan,
maupun mekanik. Penggunaan edible film tidak mencemari lingkungan karena edible film
dapat dikonsumsi secara bersamaan dengan makanan yang dikemas. Inovasi polimer
penyusun edible film terus dikembangakan dengan memanfaatkan bahan pangan lokal.
1.2 Tujuan
pohon pisang kepok dan CMC komersial terhadap karakteristik edible film.
1.3 Hipotesa
1. Terjadi interaksi antara CMC dari pelepah batang pohon pisang kepok dan CMC
komersial terhadap karakteristik edible film.
2. Terjadi pengaruh penambahan konsentrasi CMC dari pelepah batang pohon pisang
kepok terhadap sifat fisik dan kimia edible film.
3. Terjadi pengaruh penambahan konsentrasi CMC dari pelepah batang pohon pisang
kepok terhadap sifat fisik dan kimia edible film.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 CMC
selulosa dengan perlakuan alkali dan monochloro acetic acid atau garam natrium yang
digunakan luas dalam industri pangan. CMC memiliki rumus molekul C8H16NaO8 bersifat
biodegradable, tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun, berbentuk butiran atau bubuk
yang larut dalam air namun tidak larut dalam larutan organik, stabil pada rentang pH 3-10
dan mengendap pada pH kurang dari 3, serta tidak bereaksi pada senyawa organik. Contoh
aplikasi CMC adalah pada pemrosesan selai, es krim, minuman, saus, jelly, pasta, keju, dan
sirup. Karena pemanfaatannya yang luas, mudah digunakan, serta harganya yang tidak
mahal, CMC menjadi salah satu zat yang diminati (De Man, 2000).
CMC digunakan dalam bentuk garam natrium carboxy methyl cellulose sebagai
minuman agar partikel padatannya tetap terdispersi merata ke seluruh bagian sehingga tidak
mengalami pengendapan (Prasetyo, dkk., 2014). CMC juga berperan sebagai pengikat air,
pengental, stabilisator emulsi, dan tekstur gum. CMC digunakan dalam ilmu pangan sebagai
bahan pengental dan untuk menstabilkan emulsi. CMC mampu menggantikan produk-
produk seperti gelatin, gum arab, agaragar, karageenan, tragacanth, dan lain-lain. Sebagai
pengemulsi, CMC sangat baik digunakan untuk memperbaiki kenampakan tekstur dari
produk berkadar gula tinggi. Sebagai pengental, CMC mampu mengikat air sehingga
molekul-molekul air terperangkap dalam struktur gel yang dibentuk oleh CMC (De Man,
1989). Jumlah CMC yang diperlukan untuk menjaga stabilitas produk yang baik tergantung
pada tingkat kekentalan sebelum dikonsumsi. Produk yang mengandung sejumlah besar
padatan yang kental hanya membutuhkan penambahan CMC dalam jumlah sedikit.
Sebaliknya, penambahan CMC dalam jumlah besar dapat digunakan untuk menciptakan
tekstur produk yang mengandung beberapa zat padat terlarut (Akkarachaneeyakorn and
Tinrat, 2015).
Carboxy Methyl Cellulose (CMC) adalah polisakarida linear, dengan rantai panjang,
anionik, dan larut dalam air serta merupakan gum alami yang dimodifikasi secara kimia
Menurut Glicksman (2005). CMC berupa tepung berwarna putih dan bersifat tidak berbau,
higroskopis, dapat didispersikan dengan segera dalam air dingin maupun air panas, pH
optimumnya adalah 5, dan bila pH 2,2 terlalu rendah misalnya kurang dari 3, maka CMC
tingkat substitusi dan keseragaman substitusi antara 0,65-0,85 biasa digunakan untuk bahan
tambahan pangan yang mana susunan selulosa ini mudah larut dalam air panas maupun air
dingin. Makin tinggi tingkat polimerisasi larutan yang diperoleh makin kental, tergantung
pada jenis Carboxy Methyl Cellulose, larutan 2% memiliki kekentalan antara 10.000-50.000
cps atau lebih. Kekentalan maksimum pada pH 7-9. CMC dapat berfungsi bersama-sama
dengan kebanyakan gum lain yang larut dalam air, tidak terpengaruh oleh adanya kation yang
CMC digunakan untuk memberi bentuk konsistensi dan tekstur produk, dimana CMC
berperan sebagai pengikat air, pengental dan penstabil. CMC dapat meningkatkan kekentalan
larutan, karena dapat mengikat air melalui ikatan hidrogen. Kekentalan larutan karena
penambahan CMC dapat dipengaruhi oleh pH dan suhu larutan. Larutan yang ditambah CMC
Pisang kepok (Musa paradisiaca L.) merupakan jenis pisang olahan yang paling sering
diolah terutama dalam olahan pisang goreng dalam berbagai variasi, sangat cocok diolah
menjadi keripik, buah dalam sirup, aneka olahan tradisional, dan tepung. Pisang dapat
digunakan sebagai alternatif pangan pokok karena mengandung karbohidrat yang tinggi,
sehingga dapat menggantikan sebagian konsumsi beras dan terigu (Prabawati dkk., 2008).
Menurut Prabawati dkk., (2008), pisang kepok memiliki kulit yang sangat tebal dengan
warna kuning kehijauan dan kadang bernoda cokelat, serta daging buahnya manis. Pisang
kepok tumbuh pada suhu optimum untuk pertumbuhannya sekitar 27 0C dan suhu
maksimum 38 0C. Bentuk buah pisang kepok agak gepeng dan bersegi. Ukuran buahnya
kecil, panjangnya 10-12 cm dan beratnya 80-120 gram. Pisang kepok memiliki warna
daging buah putih dan kuning. Berdasarkan klasifikasi taksonomi pisang kepok termasuk ke
dalam family Musaceae yang berasal dari India Selatan. Kedudukan taksonomi, tanaman
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae 5
Genus : Musa
Sewaktu pisang masih mentah asam organik utamanya adalah asam oksalat, tetapi
setelah tua dan matang asam organik yang utama adalah asam malat. Perubahan tersebut
mengakibatkan pH menurun dari 5,4 (mentah) menjadi 4,5 ketika pisang menjadi matang.
Edible film adalah lapisan tipis, tersusun dari bahan yang bisa dikonsumsi dan
berfungsi sebagai pengemas atau pelapis bahan pangan (Kusumawati dan Putri, 2013).
Edible film juga dapat digunakan sebagai pembawa komponen makanan, diantaranya
vitamin, mineral, antioksidan, antimikroba, pengawet, bahan untuk memperbaiki rasa dan
warna produk yang dikemas. Selain itu, bahan- bahan yang digunakan untuk membuat edible
film relatif murah, mudah dirombak secara biologis (biodegradable), dan teknologi
Salah satu fungsi utama dari edible film adalah peranannya sebagai penghalang (barrier),
baik gas, minyak, dan air. Edible film dapat digunakan sebagai pengemas bahan makanan
seperti kacang-kacangan dan biji-bijian (Krisna, 2011), sosis, buah-buahan dan sayuran
yaitu hidrokoloid, lemak dan kombinasi. Komponen hidrokoloid ialah bahan yang
mengandung protein, polisakarida atau alginate. Komponen lemak dapat berupa asam
lemak, acygliserol atau lilin (wax). Edible film juga dapat dibuat dari kombinasi berbagai
komponen penyusun dengan menyatukan dua substansi dari kedua kategori yaitu dari
hidrokoloid maupun lemak (Skurtys dkk, 2011). Edible film hidrokoloid (pati) umumnya
bersifat getas dan kurang elastis, sehingga perlu ditambahkan plasticizer berupa gliserol
untuk meningkatkan keplastisan, mengurangi resiko pecah, sobek, hancurnya edible film
yang terbentuk dan meningkatkan fleksibilitas film (Bureau, 1996, Krochta, 1997).
Parameter Nilai
Ketebalan <0,25 mm
Kuat tarik Min. 0,39 Mpa
Elongasi <10% buruk
10-50% baik
>50% sangat baik
WVTR <7 g/m2/hari
Sumber : Japanese International Standart (JIS, 1975)
2.3.1 Karakteristik Edible Film
Secara umum parameter yang sering digunakan dalam mengukur sifat mekanik edible
film adalah ketebalan, kuat tarik (tensile strength), kemuluran (elongation) dan ketebalan.
Faktor yang dapat mempengaruhi ketebalan edible film adalah konsentrasi padatan terlarut
dalam larutan pembentuk film dan ukuran cetakan. Semakin tinggi konsentrasi padatan
terlarut, maka ketebalan film akan meningkat (Krisna, 2011). Kekuatan tarik (tensile
strength) adalah ukuran besarnya gaya yang diperlukan untuk mencapai tarikan maksimum
pada setiap luas area film. Kuat tarik edible film ini dihitung dengan prinsip kekuatan tarikan
maksimum yang dapat dicapai sampai film tetap bertahan sebelum putus. Sifat kekuatan
tarik bergantung pada konsentrasi dan jenis bahan penyusun edible film (Krisna, 2011).
Kemuluran merupakan perubahan panjang maksimum pada saat terjadi peregangan hingga
sampel film terputus. Pada umumnya keberadaan plasticizer dalam proporsi lebih besar akan
membuat nilai persen kemuluran suatu film meningkat lebih besar. Elastis merupakan
kebalikan dari persen kemuluran karena akan semakin menurun seiring meningkatnya
jumlah plasticizer dalam film. Elastisitas menurun berarti fleksibilitas film meningkat.
Modulus elastisitas merupakan ukuran dasar dari kekakuan (stiffness) sebuah film (Banerjee
dkk, 1995).
Whey adalah bagian dari susu cair yang sebagian besar terdiri dari air dan beberapa
zat terlarut yang terpisah dari curd. Protein whey yang diperoleh karena penambahan rennet
mengandung kaseinomakropeptida sebagai hasil reaksi kimosin pada k-kasein. Protein whey
juga diketahui kaya akan cystein dan methionin yang merupakan asam amino penting untuk
sintesa glutathionine (Hidayat et al., 2006). Menurut Anjarsari (2010), protein whey
kompleks proteosa pepton. Komposisi whey susu dari limbah pembuatan keju dapat dilihat
maka cairan yang tersisa disebut sebagai whey. Penggunaan whey didalam industri pangan
sangat luas seperti dalam industri bakery, bahan campuran pada pembuatan sup,
confentionery, pada pengolahan margarin, makanan bayi, makanan untuk diet dan industri
minuman (Legowo et al., 2009). suhu 20˚C, maka cairan yang tersisa disebut sebagai whey.
Penggunaan whey didalam industri pangan sangat luas seperti dalam industri bakery, bahan
campuran pada pembuatan sup, confentionery, pada pengolahan margarin, makanan bayi,
Komposisi whey terdiri atas α- Laktalbumin dan β-laktoglobulin, laktosa dan mineral.
Beberapa jenis whey yang ada dibedakan berdasarkan pada jenis asam atau enzim yang
digunakan dalam pembuatan keju. Whey manis (Sweet whey) diperoleh dari metode koagulasi
menggunakan enzim, sedangkan whey asam diperoleh dari metode koagulasi yang
menggunakan asam(Marshal, 2004). Whey protein mengandung komponen protein yang
Laktalbumin dengan beberapa jenis protein lainnya berupa BSA (bovine serum albumin), Igs
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari – April 2020. Tempat pelaksanaan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, sendok, pemarut,
kain saring, baskom plastik, pisau, gunting. wadah penutup, ayakan 75 mesh, kertas
Whatmant 110 mm, pengaduk kecepatan 500 rpm, pengering oven, corong buchner, saringan,
labu leher, termometer, pipet volume 5 ml, spatula, penggaris, jangka sorong, gelas ukur 100
ml, gelas beker 500 ml, gelas arloji, cetakan ukuran 19 x 13 cm, sarung tangan, penggaris,
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelepah batang pohon Pisang Kepok, CMC
Komersial, Whey Keju, aquades, NaOH 10%, asam sitrat, asam asetat, natrium klorida,
dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi CMC eceng gondok (0,3%
b/v,0,6% b/v, 0,9% b/v), faktor kedua yaitu suhu pengeringana (50,60,70 0 C). Kombinasi perlakuan
dari kedua faktor yaitu 9 perlakuan. Kombinasi perlakuan (Tc) = 3x3=9, dengan jumlah ulangan
Tabel Kombinasi Perlakuan Konsentrasi CMC eceng godok dan suhu pengeringan edible
2. C2 P2= Konsentrasi CMC pelepah batang pisang 0,3% dengan suhu pengeringan 60 0 C
3. C3 P3 = Konsentrasi CMC pelepah batang pisang 0,3% dengan suhu pengeringan 700 C
4. C2P2 = Konsentrasi CMC pelepah batang pisang 0,6% dengan suhu pengeringan 50 0 C
5. C2P2 = Konsentrasi CMC pelepah batang pisang 0,6% dengan suhu pengeringan 60 0 C
6. C2P3 = Konsentrasi CMC pelepah batang pisang 0,6% dengan suhu pengeringan 70 0 C
7. C3P1 = Konsentrasi CMC pelepah batang pisang 0,9% dengan suhu pengeringan 50 0 C
8. C3P2 = Konsentrasi CMC pelepah batang pisang 0,9% dengan suhu pengeringan 60 0 C
9. C3P3 = Konsentrasi CMC pelepah batang pisang 0,9% dengan suhu pengeringan 700 C
Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan Analysis of Variant (ANOVA) dan
dilanjutkan uji banding DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dengan taraf nyata 5%
(α=0,05).
dahulu, kemudian dicuci untuk menghilangkan zat pengotor. Selanjutnya dijemur di bawah
sinar matahari dan dikeringkan dalam oven bersuhu 50 °C selama 2 jam. Pelepah pisang yang
sudah kering kemudian dihaluskan dan diayak hingga diperoleh dalam bentuk serbuk
berukuran 75 mesh. Serbuk ini ditimbang secara analitis, kemudian ditambahkan NaOH 10%
mol sebanyak 100 ml untuk menghilangkan kandungan ligninnya atau delignifikasi (Togrul
Padatan selulosa dan hemiselulosa dipisahkan dari larutan lignin (black liquor) dengan
filtrasi menggunakan kertas Whatmann 110 mm. Padatan bebas lignin kemudian dicuci
dengan akuades sebanyak dua kali. Padatan bebas lignin ditimbang sebanyak 25 g, kemudian
ditambahkan 100 mL akuades, 5 mL asam asetat (10% v/v), dan 2 g natrium klorida di dalam
gelas piala.
dengan kecepatan 500 rpm, kemudian disaring untuk memisahkan padatan selulosa dari
mL, lalu disaring kembali. Pulp selulosa kemudian dikeringkan pada suhu 50 °C selama 16
jam (Togrul and Arslan, 2004; Adinugraha dkk., 2005; , Yasar dkk., 2007).
alkohol dan 20 mL NaOH (10%, 20%, 30%, 40% mol) ke dalam labu leher tiga sambil diaduk
selama 90 menit dengan kecepatan 500 rpm pada suhu 30 °C. SCA (1, 2, 3, 4, dan 5g)
kecepatan 500 rpm selama 6 jam sambil dilakukan pemanasan pada 50, 60, 70, dan 80°C. Na-
CMC kasar disaring dengan menggunakan corong buchner dan dibilas menggunakan asam
pembilasan dengan metanol 70% (v/v), kemudian disaring. Padatan Na-CMC kemudian
dikeringkan pada suhu 50 °C sampai didapatkan massa yang konstan (Togrul and Arslan,
dengan tween 80 dan minyak kelapa sawit pada suhu 60oC selama 15 menit (Manab, 2008).
CMC 0,3%, 0,6%, 0,9% serta penambahan glukosa dengan konsentrasi 1%, 2% dan 3%.
Setelah itu dimasak dengan mengunakan suhu500C,600C, 700C dan diaduk pada kecepatan
420 rpm. Setelah terbentuk adonan, edible film dicetak mengguanakan spreder dengan ukuran
1 ml. Edible film yang telah terbentuk dianalisis kualitas fisik, kimia dan organoleptik.
Diagram alir percobaan
Pelepah Pisang
Di keringkan 5 hari
Di haluskan dan di
ayak
Toluena dan
etanol 2:1 dewaxing
H2O2, NaCIO,NaOH
Delignifikasi 1 PH 10
H2O2, NaCIO,NaOH
PH 10
Delignifikasi 2
Isopropanol,metanol
,NaOH,Natrium alkalisasi
kloroatet
Dinetralkan
CMC
Dicetak menggunakan
loyang
sampai jernih dan pendidihan dilanjutkan selama 30 menit. Setelah dingin labu kjedahl dicuci
dengan akuades dididihkan lagi selama 30 menit. Setelah dingin ditambahkan 140 ml akuades
dan 8 – 12 ml larutan NaOH – Na2S2O3, kemudian dilakukan destilasi.
Destilat yang dihasilkan ditampung dalam erlenmeyer 100 ml yang telah diiisi dengan 5
ml asam borat dan indikator PP 2 tetes. Destilat dihentikan pada saat destilat telah netral (
diketahui dengan terjadinya perubahan warna kertas lakmus ). Hasil destilat dititrasi dengan
HCL 0,02 N. Total N dalam sampel dapat dihitung dengan rumus:
N total= ml HCL ( sample – blanko )x N HCL x 14,008 x 100%(mg/ml)
gram bahan x 1000
Persentase protein = % N total x 6,25
( Sudarmadji dkk, 2000 )
7. Kadar air
Sebanyak 5 g sampel ditimbang dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.
Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 24 jam. Sampel dimasukkan
desiccator selama 20 menit dan dilakukan penimbangan. Penurunan berat merupakan
banyaknya air dalam bahan (Sudarmadji, 2000).
Kadar air (%) =berat awal - berat akhir x100%
berat awal
8. Warna
Digital color meter test (T 135) digunakan sebagai alat untuk pengukur nilai warna edible
film L, a dan b. Nilai warna L= 0 (hitam) hingga 100 (putih); a= -60 (hijau) hingga +60
(merah), dan b= -60 (biru) hingga +60 (kuning). Sebelum digunakan, alat dikalibrasi terlebih
dahulu dengan standar yang berwarna putih (nilai kalibrasi L = 94, 76, a = -0,795, dan b =
2,200) (Boutoom, dkk., 2006; Cho, dkk.,2007 dan Bae, dkk., 2008).