Anda di halaman 1dari 12

EFEK HORMONAL PADA OVULASI DAN PEMIJAHAN IKAN

Oleh :
Nama
NIM
Rombongan
Kelompok
Asisten

:
:
:
:
:

Rini Darmawati
B1J013058
VII
1
Anisa Rahmawati

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2015

I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang

Adanya penyediaan benih ikan yang memadai baik secara kuantitas maupun
kualitasnya sangat diperlukan untuk menunjang perkembangan akuakultur.
Adanya usaha pembenihan sangat diperlukan agar dapat menyediakan benih ikan
dalam jumlah banyak dan berkualitas tinggi, secara berkesinambungan. Langkah
awal usaha tersebut dapat dimulai dengan cara mengembangkan pemuliaan ikan
(breeding program), baik melalui teknik reproduksi alami maupun teknik
reproduksi buatan. Faktor yang sangat menentukan di dalam pengembangan usaha
pembenihan ikan adalah kesinambungan penyediaan induk matang gonad yang
sehat dan berkualitas, karena hanya dari induk unggul akan didapatkan benih ikan
yang mempunyai kecepatan tumbuh tinggi dan kebal penyakit (Itishom, 2008).
Teknik hipofisasi adalah teknik untuk memproduksi benih dengan
menggunakan bantuan kelenjar hipofisasi dari ikan donor yang menghasilkan
hormon yang merangsang pemijahan seperti gonadotropin. Teknik hipofisasi
didukung oleh beberapa hal yaitu ikan donor (ikan yang diambil kelenjar
hipofisisnya) dan ikan resipien (ikan yang akan diinduksi) harus benar-benar telah
matang kelamin, karena ikan-ikan yang telah matang kelamin, kelenjar
hipofisisnya mengandung hormon gonadotropin dalam jumlah yang maksimal
(Susanto, 1996).
Teknik hipofisasi telah memberikan manfaat yang besar terhadap
pembenihan, tetapi masih belum lepas dari berbagai masalah yang dihadapi
seperti dosis dan sumber kelenjar hipofisa. Teknik ini dapat mengontrol fase kritis
dalam pembenihan ikan. Fase kritis yaitu fase telur sampai penetasan
(Simanjuntak, 1985). Hipofisasi bermanfaat untuk mempercepat pemijahan ikan
melalui injeksi kelenjar hipofisa dengan tujuan untuk merangsang dan
mempercepat terjadinya ovulasi dan memacu pemijahan sehingga dapat
meningkatkan produksi ikan, khususnya untuk budidaya perikanan (Susanto,
2001).

I.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah merangsang ikan untuk ovulasi dan
memijah dengan induksi kelenjar hipofisis.

II. MATERI DAN CARA KERJA


II.1

Materi

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan karper matang
kelamin yaitu ikan Mas (Cyprinus carpio) dan ikan resipien yakni ikan Nilem
(Osteochilus hasselti).
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah spuit volume 1 cc dan
5 cc, sterofom berukuran 40 X 30 cm, ember plastik, homogeniser, centrifuge,
pisau besar dan kecil.
II.2

Cara Kerja

II.2.1 Pengamatan Efek Hormonal pada Ovulasi dan Pemijahan Ikan.


1. Bak penampungan dan bak pemijahan disiapkan dan di isi dengan air
bersih dan diberi aerasi.
2. Ikan resipien diaklimasi selama 3-4 hari.
3. 1 cc akuabidest dimasukan kedalam homogeniser.
4. Kepala Ikan Mas (donor) dipotong dengan menggunakan pisau besar tepat
dibelakang telinga sampai putus.
5. Pemotongan kedua dilakukan dengan meletakkan kepala ikan Mas dengan
mulut menghadap keatas, selanjutnya potong bagian belakang kepala
dimulai tepat dari lubang hidung di atas otak sampai putus sama sekali
sehingga tengkorak kepala terbuka.
6. Berkas saraf sebelah depan yang berwarna putih dipotong, kemudian otak
diangkat sehingga akan terlihat kelenjar hipofisis tepat di bawah otak.
7. Kelenjar hipofisis diambil dibawah otak pada tulang spenoid, di cekungan
selaturiska

dengan

menggunakan

pinset,

dimasukkan

kedalam

homogeniser, dicuci dengan akuabisdest, lalu akuabidest dibuang. 1 cc


akuabidest ditambahkan, kemudian kelenjar hipofisis digerus sampai
lumat.
8. Akuabidest ditambahkan sesuai kebutuhan, dibiarkan beberapa saat hingga
endapan dan suspensi terpisah. Ekstrak kelenjar hipofisis bagian atas
diambil dan dimasukkan kedalam tabung reaksi.
9. Tabung reaksi dimasukan kedalam centrifuge dan diputar selama 10 menit
dengan kecepatan 3000 rpm.
10. Ekstrak kelenjar hipofisis diambil dengan menggunakan spuit, lalu
disuntikan ke tubuh ikan resipien.

11. Ikan yang telah disuntk dimasukan ke dalam bak pemijahan.


12. Diamati waktu yang diperlukan sampai ikan memijah.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


III.1 Hasil
Tabel 3.1.1 Pengamatan Rasio Hipofisasi Rombongan I
/
1:3
1:2
1:1

Memijah
_
_
_

Tidak memijah

Tabel 3.1.2 Pengamatan Dosis Hipofisasi Rombongan II


/
2 cc
4 cc

III.2

Memijah
_
_

Tidak memijah

Pembahasan

Berdasarkan pengamatan, percobaan hipofisasi yang dilakukan didapatkan


hasil yang diperoleh, yaitu Keseluruhan dari percobaan baik dengan perlakuan
rasio maupun dosis menunjukan hasil ketidak berhasilan pemijahan setelah
dilakukan teknik hipofisasi. Ketidak berhasilan pemijahan setelah dilakukan
teknik hipofisasi selain pengaruh hormon, dapat dikarenakn ovulasi yang juga
sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan , dimana oosit matang akan gagal
diovulasikan yang dikenal dengan istilah artresia bila keadaan lingkungan yang
tidak mendukung, hal ini karena terjadi penyerapan materi oosit oleh sel-sel
granulosa yang selanjutnya membentuk massa seluler yang tidak beraturan serta
memiliki pigmen tertentu berwarna kuning (Hardjamulia, 1987).
Ikan tidak berhasil memijah dimungkinkan oleh faktor lingkungan yang
tidak kondusif sehingga ikan mengalami stress. Faktor lingkungan seperti suhu,
cahaya, sifat fisik dan kimia juga mempengaruhi tingkah laku ikan. Suhu dan
cahaya akan mempengaruhi saraf dan otak pada pemijahan. Suhu optimal ikan
memijah adalah 28-30 C. (Sumartidinata, 1981).
Perlakuan menggunakan dosis yang berbeda bertujuan untuk mengetahui
dosis optimal yang dapat digunakan pada teknik hipofisasi berdasarkan hasil yang
ditunjukan oleh tiap-tiap dosis yang diberikan. Sesuai dengan pernyataan Putra
(2010), kualitas telur dan spermatozoa yang dihasilkan oleh induk ikan betina dan

jantan sangat menentukan keberhasilan pemijahan buatan yang dilakukan, oleh


sebab itu pada saat melakukan pemijahan buatan penentuan jenis dan dosis
hormon yang tepat untuk merangsang ovulasi dalam menghasilkan telur dan
spermiasi untuk menghasilkan spermatozoa yang berkualitas perlu dilakukan.
Pada praktikum acara efek hormonal pada ovulasi dan pemijahan ikan, ikan
donor digunakan ikan mas (Cyprinus carpio) sedangkan ikan resipien yang
digunakan adalah ikan nilem (Osteochillus hasselti). Ikan donor adalah ikan yang
diambil kelenjar hipofisisnya yang masih dalam satu jenis atau satu famili dengan
ikan resipien, sedangkan ikan resipien adalah ikan yang akan diinjeksi atau
disuntik dengan ekstrak kelenjar hipofisis dari ikan donor.. Adapun persyaratan
dari ikan resipien antara lain ikan harus benar-benar masak kelamin, sehat dan
memiliki berat tubuh ideal yaitu antara 150 gram/ekor 200 gr/ ekor. Ikan donor
harus sudah matang kelamin dan benar-benar sehat (Pickford dan Atz, 1957).
Menurut Santoso (1993) Ciri-ciri ikan yang matang kelamin pada ikan
jantan adalah gerakannya lincah dan gesit mengejar betinanya, jika bagian
abdomen distriping akan mengeluarkan milt, sisiknya kasar jika diraba. Ciri ikan
betina matang kelamin adalah badannya, terutama bagian perut membesar atau
buncit, apabila diraba terasa lembek, gerakannya lambat atau lamban, memberi
kesan malas bergerak, jika distriping akan mengeluarkan sel telur, pada malam
hari biasanya meloncat-loncat.
Pemijahan dapat dibagi menjadi tiga, antara lain pemijahan alami yang
terjadi jika ikan berada di tempat yang sama. Pemijahan semi buatan, jika ikan
sebelumnya telah dirangsang atau dipacu untuk memijah lalu dibiarkan memijah
dengan sendirinya dengan diletakkan di lokasi yang sama. Pemijahan lainnya
adalah pemijahan buatan, dilakukan dengan menstriping milt dan ovum lalu
keduanya dipertemukan dalam suatu tempat (tanpa ada indukan). Fase yang
sangat penting teknologi reproduksi buatan pada ikan adalah perolehan produk
sperma yang berasal dari stimulasi hormon yang telah masak, ovulasi, dan
spermiasi yang dilakukan secara bersamaan (Ville et al., 1988).
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemijahan yaitu suhu, lingkungan,
teknik penyuntikan, keadaan fisiologis ikan, cahaya dan arus air serta sifat fisik
dan kimia. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemijahan diantaranya adalah
kematangan gonad, tingkat stress, dosis kelenjar hipofisa dan makanan. Ikan yang

akan digunakan haruslah yang telah benar-benar matang kelamin. Jika yang
digunakan belum matang kelamin maka ikan tersebut tidak dapat memijah
ataupun volume kelenjar hipofisanya masih sedikit. Stress yng dialami oleh ikan
dapat disebabkan karena adanya sisik yang terkelupas, lamanya waktu
penyuntikan, kualitas airnya tidak sesuai dengan habitat ikan. Pemberian dosis
yang kurang tepat dapat mempengaruhi kecepatan ikan dalam memijah, hal ini
berarti agar ikan tersebut memijah dalam waktu yang relatif cepat diperlukan
dosis yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Makanan yang diberikan pada ikan
haruslah yang mencukupi dalam hal kebutuhan nutrisinya, hal ini karena ikan
yang memijah memerlukan pasokan nutrisi yang cukup banyak untuk mensuplai
telurnya (Susanto, 1996).
Hipofisasi adalah suatu cara untuk merangsang ikan untuk memijah atau
terjadinya pengeluaran telur ikan dengan suntikan ekstrak kelenjar hipofisa.
Teknik penyuntikan dengan pemijahan buatan atau induced breeding yaitu
merangsang ikan untuk kawin (Simanjuntak, 1985). Metode hipofisasi adalah
usaha untuk memproduksi benih dari induk yang tidak mau memijah secara alami
tetapi memiliki nilai jual tinggi dengan kelenjar hipofisasi dari ikan donor yang
menghasilkan hormon yang merangsang pemijahan seperti gonadotropin
Pemijahan sistem hipofisasi ialah merangsang pemijahan induk ikan dengan
menyuntikkan kelenjar hipofisa (Susanto, 1996).
Menurut Bond (1979), mekanisme hipofisasi dimulai ketika rangsangan dari
syaraf pusat diantarkan ke hipotalamus, setelah lebih dahulu diolah oleh reseptor
seperti mata dan sirip. Hipotalamus akan mengeluarkan GnRH yang akan
merangsang gonad untuk menghasilkan hormon gonadotropin yang dibutuhkan
dalam proses pemijahan. Hormon-hormon tersebut akan segera mempengaruhi
kerja dari alat-alat kelamin pada ikan yaitu testis dan ovarium. Testis akan
menghasilkan androgen steroid dan ovarium akan menghasilkan estrogen.
Mekanisme hormon kelamin adalah hormon steroid seperti estrogen, kortisol,
aldosteron dan lain-lain, masuk ke dalam sasaran kemudian merangsang aktivitas
gen maka ikan akan segera memijah. GnRH merupakan inisiator neuroendokrin
utama dari hormonal yang mengendalikan reproduksi, melalui stimulasi tindakan
pada sintesis dan sekresi hipofisis gonadotropin. Seperti di banyak teleost lainnya,

tiga gen GnRH berbeda hadir. Tipe 1 GnRH (GnRH-1), gen diekspresikan dalam
neuron otak depan bagian ventral. Tipe 2 GnRH (GnRH-2) menghasilkan varian
gen yang disebut ayam GnRH-II (cGnRH-II) yang disintesis oleh neuron yang
terletak pada transisi diencephalic-mesencephalic. Tipe 3 GnRH (GnRH-3), gen
mengkodekan varian lain bernama salmon GnRH (sGnRH) yang terutama
dihasilkan di olfactory bulb/neuron telencephali (Servili et al., 2010).
Penyuntikan hormon dilakukan untuk merangsang terjadinya peningkatan
proses fisiologis reproduksi akibat adanya peningkatan jumlah hormon dalam
tubuh.

Secara prinsip, penambahan hormon dapat dilakukan baik melalui

penyuntikan maupun melalui oral. Menurut Kay (1998), teknik penyuntikan dapat
mempengaruhi pemijahan. Penyuntikan yang umum adalah penyuntikan secara
intra muscular. Penyuntikan dilakukan pada bagian pinggang dari ikan yaitu
penyuntikan pada 3-4 sisik kebawah. Menurut Sumantadinata (1981), terdapat 3
cara penyuntikan hipofisasi yaitu intra muscular, intra cranial dan intra peritonial.
1. Secara musculer, dengan cara menyuntik lewat punggung atau otot batang
ekor.
2. Secara intra peritonial, dengan cara menyuntikkan kedalam rongga perut,
lokasinya antara kedua sirip perut sebelah depan atau antara sirip dada
sebelah depan. Suntikan ini disejajarkan dengan dinding perut.
3. Secara intra cranial, dengan cara menyuntikkan lewat kepala. Suntikan ini
dengan memasukkan jarum injeksi kedalam rongga otak melalui tulang
occipitial pada bagian yang tipis.
Luka atau hilangnya sisik dapat mengakibatkan ikan resipien tidak dapat
memijah walaupun telah diberikan suntikan ekstrak hipofisa karena gangguan
secara fisiologis pada ikan. Efek dosis yang lebih tinggi dari penyuntikan ekstrak
kelenjar hipofisis ini terbukti akan menyebabkan makin cepatnya masa laten
pemijahan. Kemampuan ovulasi ikan sangat berkaitan dengan penggunaan dosis
yang efektif untuk tiap spesies. Peningkatan dosis kelenjar hipofisa mempercepat
masa laten pemijahan. Hal ini diduga berhubungan dengan meningkatnya
konsentrasi 17, 20 dihidroksiprogesteron yang merangsang inti bermigrasi dari
tengah ke tepi sel telur dan menyebabkan terjadinya GVBD. Meningkatnya

plasma progesteron seperti 17, 20 dihidroksiprogesteron berhubungan dengan


meningkatnya plasma gonadotropin (Muhammad, 2003).

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1. Penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisis pada ikan resipien menyebabkan
terjadinya ovulasi dan pemijahan pada ikan resipien tersebut.
2. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemijahan yaitu

suhu,

lingkungan, teknik penyuntikan, keadaan fisiologis ikan, cahaya dan arus

air serta sifat fisik dan kimia, sedangkan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pemijahan diantaranya adalah kematangan gonad, tingkat
stress, dosis kelenjar hipofisa dan makanan.
3. Kegagalan pemijahan setelah hipofisasi dapat disebabkan karena
kesalahan dalam penyuntikan yang mengakibatakan ikan dalam keadaan
stres.

DAFTAR REFERENSI
Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. WB Soundary Company, Phyladelphia.
Hardjamulia. 1980. Pembenihan dan Teknik Hipofisasi. BBAT, Sukabumi.
Kay, I. 1998. Introduction of Animal Physiology. Bion Scientific Publisher Ltd,
Canada.
Muhammad, Sunusi, H., Ambas, I., 2003. Pengaruh Donor dan Dosis Kelenjar
Hipofisa terhadap Ovulasi dan Daya Tetas Telur Ikan Betok (Anabas
testudienus Bloch). J. Sains & Teknologi,. Vol.3 No.3: 87-94.
Putra, Manda Ridwan., 2010. Pengaruh Kombinasi Penyuntikan hcG dan Ekstrak
Kelenjar Hipofisa Ikan Mas Terhadap Daya Rangsang Ovulasi dan kualitas
Ikan Pantau ( Rasbora lateristariata Blkr). Jurnal Perikanan dan
Kelautan ,.Vol. 15 No. 1: 1-15.
Santoso, B. 1993. Petunjuk Praktis Budidaya Ikan Mas. Kanisius, Yogyakarta.
Simanjuntak, R. H. 1985. Pembudidayaan Ikan Lele. Bathara Jaya Aksara,
Jakarta.
Sumantadinata, K.1981. Pengembangbiakan Ikan-Ikan Peliharaan di Indonesia.
Sastra Budaya, Bogor.
Susanto, H. 1996. Budidaya Kodok Unggul. Swadaya. Jakarta.
Susanto, H. 2001. Teknik Kawin Suntik Ikan Ekonomis. Penebar Swadaya, Jakarta.
Servili, Arianna, Christe` le Lethimonier, Jean-Jacques Lareyre, Jose Fernando
Lo pez-Olmeda, Francisco Javier Sa nchez-Va zquez, Olivier Kah, and
Jose Antonio Mun oz-Cueto. 2010. The Highly Conserved
Gonadotropin-Releasing Hormone-2 Form Acts as a Melatonin-Releasing
Factor in the Pineal of a Teleost Fish, the European Sea Bass
Dicentrarchus labrax. Journal of Endocrinology, Vol 151 No. 5. Hal.
22652275. ISSN 1945-7170.
Itishom, Reny. 2008. Pengaruh sGnRHa+Domperidon dengan Dosis Pemberian
Dosis yang berbeda Terhadap Ovulasi Ikan Mas (Cyprinus carpio L.)
Strain Punten. Berkala Ilmiah Perikanan. Vol. 3 No.1.
Ville, C. A, W. D Wallon and F. E. Smith. 1988. Zoologi. Erlangga. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai