Anda di halaman 1dari 37

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan budidaya adalah salah satu kegiatan yang dilakukan untuk

meningkatkan serta menambah jumlah produksi perikanan. Kegiatan budidaya

dapat dilakukan dengan syarat adanya hewan atau organisme hidup serta adanya

wadah atau tempat untuk pembudidaya. Salah satu organisme yang paling sering

dibudidayakan adalah udang vaname. Udang vaname adalah jenis udang yang

memiliki prospek dan profit yang menjanjikan (Dabu dkk., 2014 dalam Arsad

dkk., 2017). Kegiatan pembudidayaan udang vaname dimulai dari kegiatan

pembenihan hingga pembesaran. Kegiatan pemeliharaan dilihat dari dua aspek

yaitu aspek internal dan aspek ekstrenal. Aspek internal meliputi asal dan kualitas

benih sedangkan pada aspek eksternal meliputi kualitas air budidaya, pemberian

pakan, teknologi yang digunakan, serta pengendalian hama dan penyakit

(Haliman dan Adijaya 2005 dalam Arsad dkk., 2017).

Kegiatan budidaya udang vaname sering mengalami hambatan dalam

pemelihraan maupun pembesaran. Adapun faktor-faktor yang menghambat yaitu

pakan dan penyakit pada udang. Pakan merupakan faktor yang paling banyak

mengeluarkan biaya terutama pada kegiatan pembesaran udang. Karena biaya

pakan yang besar banyak pembudidaya udang tradisonal maupun modern belum

melakukan pemberian pakan yang efektif. Harga pakan yang makin naik menjadi

masalah besar dalam kegaiatan budidaya terutama pada budidaya intensif

(Nababan dkk., 2015). Penyakit juga merupakan faktor yang menghambat


2

budidaya udang. Penyakit yang sering menyerang udang vaname ada tiga

golongan yaitu White Spot Syndrome Virus (WSSV), Taura Syndrome Virus

(TVS), dan Infectious Hydrodermal and Hematopoletic Necrosis Virus (IHHNV),

sampai saat ini permasalahan virus tersebut masih menganggu budidaya udang

vaname (Utojo dan Tangko 2008).

Terdapatnya hama dan penyakit pada udang vaname dapat mengganggu

pertumbuhan serta kelangsungan hidup udang. Adanya hama dan penyakit pada

udang menyebabakan penurunan dan pertumbuhan udang, dikarenakan respon

pada makanan menurun yang diakibatkan oleh terganggunya fungsi organ tubuh

seperti antena dan antenulla, sehingga udang tidak lagi dapat mendeteksi makanan

dan menyebabkan perubahan metabolisme tubuh udang serta energi yang masuk

kedalam tubuh udang menjadi kurang dan juga dapat mempengaruhi aktivitas

renang udang menjadi pasif (Priatni 2006 dalam Rahma dkk., 2014).

1.2 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari pelaksanaan praktikum mata kuliah Penyakit Organisme

Akukultur tentang Hama pada Budidaya Udang Vaname diwadah terkontrol

adalah untuk melihat pengaruh dari keberadaan hama di wadah pemeliharaan

terhadap ketersediaan oksigen, pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup

udang vaname. Kegunaan dari praktikum adalaah untuk meningkatkan

pengetahuan dan pemahaman mahasiswa tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh

hama pada budidaya udang vaname didalam wadah.


3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Udang Vaname (Penaeus vaname)

Menurut Haliman dan Dian (2006), klasifikasi udang vaname (Penaeus

vaname) Bonne (1993), yaitu: Kingdom : Animalia; Sub Kingdom : Metazoa;

Filum : Arthopoda; SubFilum : Crustacea; Kelas : Malacostraca; Sub kelas :

Eumalacostraca; Super ordo : Eucarida; Ordo : Decapodas; Subordo :

Dendrobrachiata; Familia: Penaeidae; Sub genus : Litopenaeus; Spesies : Peneus

vaname.

Gambar 2-1. Morfologi udang vaname

Udang vaname adalah jenis udang yang memiliki bentuk tubuh berbuku-

buku dan aktivitas berganti kulit luar (eksoskeleton) secara periodic (moulting).

Udang vaname juga memiliki bagian tubuh yang sudah mengalami modifikasi

sehingga dapat digunakan untuk keperluan makan, bergerak membenamkan diri

kedalam lumpur (burrowing), dan memiliki organ sensor seperti, pada antenna

dan antenula (Haliman dan Adijaya, 2004 dalam Tobing, 2019). Udang adalah

jenis hewan yang memiliki bentuk tubuh yang dapat dilihat dari luar dan bentuk
4

tubuh udang dapat dilihat dari luar terdiri dari tiga bagian yaitu, bagian depan atau

yang disebut cephalothorax, bagian yang dapat menyatu dengan kepala serta

bagain belakang (perut) disebut abdomen dan bagian yang terakhir adalah ekor

atau yang disebut dengan uropod yang terletak diujungnya (Suyanto dan

Mujiman, 2001 dalam Tobing, 2019).

Perkembangan dan siklus udang vaname adalah dimulai dari proses

pembuhan telur yang kemudian berkembang menjadi naupli, mysis, post larva,

juvenile, dan yang terakhir berkembang menjadi udang dewasa. Udang yang telah

dewasa kemudian memijah secara seksual di air laut dalam. Setelah itu masuk ke

stadia larva dari stadia larva naupli sampai pada stadia juvenile dan kemudian

berpindah ke perairan yang lebih dangkal dimana terdapat lebih banyak vegetasi

yang berfungsi sebagai tempat pemeliharaan. Udang yang sudah mencapai tahap

remaja akan kembali kelaut lepas dan menjadi dewasa dan siklus udang

berkelanjutan kembali (Haliman dan Adijaya, 2006 dalam Tobing, 2019).

Siklus udang vaname juga terdiri dari beberapa proses dan tahap yaitu:

dimulai dari udang penaeid dewasa yang hidup dan bertelur di laut, setelah telur

menetas menjadi larva tingkat pertama yang disebut nauplius dan kemudian

berkembang menjadi protozoea setelah 45-60 jam. Setelah itu protozoea

berkembang menjadi Mysis setelah 5 hari. Mysis tadi akan berkembang menjadi

post larva setelah 4-5 hari. Post larva udang kaki bergerak mendekati pantai dan

menetap didasar perairan payau (estuary) sampai proses perkembangan udang

menjadi udang muda (juvenile). Perairan estuary adalah perairan yang banyak

terdapat kekayaan nutrient, yang mana sangat dibutuhkan untuk kehidupan larva
5

selama proses perkembang biakan. Proses dan tahapan inilah yang menyebabakan

banyak ditemukannya post larva disepanjang pantai dan didaerah hutan bakau

(Panjaitan, 2012).

Udang vaname adalah jenis udang laut yang habitat aslinya didaerah dasar

dengan kedalam 72 meter. Habitat udang kaki berbeda-beda tergantung dari jenis

dan persyaratan hidup dari tingkatan-tingkatan dalam daur hidupnya. Umumnya

udang kaki bersifat bentis dan hidup pada permukaan dasar laut. Habitat yang

paling disukai udang kaki adalah dasar laut yang bisanya ada campuran lumpur

dan pasir (Haliman dan Adijaya, 2006 dalam Tobing, 2019).

Secara alami udang vaname termaksud jenis katadromus (catadromous),

dimana udang yang telah dewasa hidup dilaut terbuka dan udang yang telah muda

bermigrasi kearah pantai. Habitat asli udang yang telah matang gonad, kawin dan

bertelur adalah berada diperairan lepas pantai dengan kedalam sekitar 70 meter

pada suhu 26-28oC dengan salinitas sekitar 35 ppt (Wyban dan Sweeney, 1991

dalam Panjaitan, 2012)

Pakan merupakan sumber nutrisi yang terdiri dari protein, lemak,

karbohidrat, vitamin dan mineral. Pakan sangat dibutuhkan dalam budidaya udang

karena didalam pakan terdapat nutrisi yang digunakan udang kaki sebagai sumber

energi untuk pertumbuhan dan perkembang biakan. Cara udang kaki

mendapatkan makan adalah dengan mengidentifikasi pakan menggunakan sinyal

kimiawi berupa getaran dengan bantuan organ sensor yang terdiri dari bulu-bulu

halus (seta). Bantuan sinyal kimiawi udang dapat merespon sumber pakan untuk

mendekati atau menjauhi sumber pakan tersebut. Udang secara alami tidak
6

mampu mensintesis protein dan asam amino serta senyawa anorganik, oleh karena

itu asupan protein dalam bentuk pakan buatan sangat dibutuhkan udang.

Pemberian pakan udang kaki disesuaikan dengan kebutuhan apabila peneberan

benih udang semakin padat memungkinkan ketersedian pakan alami akan semakin

sedikit dan udang akan bergantung pada pakan buatan. Pemberian pakan buatan

didasrkan pada sifat dan tingkah laku udang kaki (Nuhman, 2008).

Udang vaname mempunyai sifat mencari makan pada siang hari dan

malam hari (diunar dan nokturnal) dan sangat rakus. Sifat udang yang seperti itu

perlu diketahui karena menyangkut dengan jumlah pakan dan frekuensi

pemberian pakan yang diberikan (Nuhman, 2008). Kebiasaan makan udang kaki

dapat merespon dengan cepat pakan yang mengandung senyawa organik, seperti

protein, lemak dan asam lemak dengan cara mendekati sumber pakan tersebut

(Ghufran, 2007).

2.2 Biologi Congcong (Telescopium telescopium)

Congcong atau keong bakau adalah hewan yang sering ditemukan didaerah

lahan bekas tambak atau disekitaran pohon bakau. Klasifikasi dari congcong

menurut (Zipcodezoo, 2011 dalam Gita Rahmawati, 2013) yaitu: Filum :

Mollusca; Kelas : Gastropoda; Ordo : Neotaenioglossa; Famili; Potamididae;

Genus : Telescopium; Spesies : Telescopium telescopium; Linnaeus 1758; Nama

umum : Congcong.
7

Gambar 2-2. Morfologi Congcong (Telescopium telescopium).

Congcong memiliki cangkang yang berbentuk kerucut, panjang, ramping

dan agak sedikit mendatar pada bagian dasar cangkangnya. Congcong juga

memiliki warna cangkang yang sedikit gelap seperti berwarna coklat keruh, coklat

keunguan, dan coklat kehitaman serta lapisan luar cangkang congcong dilengkapi

garis spiral yang sangat rapat dan mempunyai jalur yang melengkung kedalam.

Cangkang keong memiliki panjang yang berkisar antara 7,5-11 cm (Barnes 1974

dalam Hamsiah 2000, dalam Gita Rahmawati,2013). Sedangkan, untuk ukuran

cangkang dewasa normal memiliki panjang mencapai 90-100 mm (Houbrick 1991

dalam Gita Rahmawati, 2013).

Lahan terbuka merupakan salah satu tempat yang paling disukai oleh

congcong kerena memiliki banyak sinar matahari serta memiliki substrat lumpur

halus ditengah hutan. Congcong merupakan jenis moluska asli mangrove yang

secara alami memilih hutan mangrove sebagai tempat hidup. Alasan congcong

memilih hutan mangrove sebagai tempat hidup karena hutan mangrove memiliki

genangan air yang cukup luas, kaya akan bahan organic serta tempatnya yang

terbuka (Budiman 1991 dalam Gita Rahmawati 2013).

Congcong (teselcopium telescopium) merupakan hewan atau organisme

yang berasal dari famili Potamididae yang hidupnya di air payau pada substrat
8

dasar berlumpur dan dipengaruhi oleh pasang surut. Saat air mengalami pasang

surut organisme ini akan berlindung dengan cara membenamkan cangkangnya

kedalam substrata tau bersembunyi dibawah perangkaran mangrove. Tingkah laku

seperti ini merupakan adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang disebabkan

oleh pasang surut pada hutan mangrove (Husein dkk., 2017).

2.3 Hama pada Budidaya Udang didalam wadah

Kendala yang paling sering dihadapi dalam pemeliharaan maupun

pembesaran udang ditambak ataupun dikolam adalah timbulannya serangan

penyakit. Penyakit yang biasanya menyerang udang disebabkan oleh bakteri,

virus, dan jamur. Hal ini merupakan masalah utama pada setiap budidaya udang

yang dapat menyebabkan kematian hingga kelangsungan hidup udang menjadi

rendah. Timbulanya penyakit pada udang disebabkan terjadinya interaksi yang

tidak seimbang antara kondisi udang, lingkungan, dan pathogen. Kesetimbangan

ini basanya terjadi dikarenakan salah satu faktor yaitu udang mengalami gangguan

seperti stress dan akan lebih mudah terserang penyakit (Rosnizar dkk., 2018).

2.4 Kualitas Air

Salah satu cara yang dilakukan untuk meningkatkan produksi budidaya udang

vaname adalah dengan mengontrol manajemen kualitas airnya. Memonitoring air

dapat dilihat dengan beberapa faktor seperti faktor fisika, kimia dan biologi.

Pengelolaan kualitas air dan perlakuan jika terjadi penyimpangan nilai optimal

parameter kualitas air (Putra dan Manan, 2014). Adapun beberapa kualiatas air

yang sering dikontrol dalam wadah pemeliharaan antara lain pH, suhu, salinitas,

oksigen terlarut.
9

2.4.1 Suhu

Suhu adalah salah satu faktor yang paling penting untuk kehidupan

organisme di perairan. Suhu merupakan salah satu faktor eksternal yang paling

mudah untuk diteliti dan ditentukan. Suhu pada perairan dapat mempengaruhi

aktivitas metobolisme serta penyebaran organisme air (Nontji, 2005 dalam

Hamuna dkk., 2018). Suhu yang optimal untuk budidaya udang adalah berkisar

27-30oc (Supratno dan Kasnadi, 2002 dalam Putra dan Manan,2014).

Suhu perairan berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan.

Terjadinya peningkatan suhu pada perairan dapat menyebabkan dekomposisi

bahan organik oleh mikroba (Effendi, 2003 dalam Hanuma dkk., 2018). Kenaikan

suhu pada perairan dapat menyebabkan stratifikasi atau pelapisan air, stratifikasi

air dapat berpengaruh terhadap pengadukan air dan diperlukan dalam rangka

penyebaran oksigen sehingga dengan adanya pelapisan air tersebut dilapisan dasar

maka tidak akan menjadi anaerob. Perubahan suhu pada permukaan juga dapat

berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi diperairan tersebut

(Kusumaningtyas dkk, 2014 dalam Hanuma dkk., 2018).

2.4.2 Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) adalah konsentrasi ion-ion hidrogen yang terlepas

dalam suatu cairan dan merupakan indikator baik buruknya suatu perairan. pH

pada suatu perairan merupakan salah satu parameter kimia yang cukup penting

dalam menentukan kestabilan perairan (Simanjuntak, 2009 dalam Hamuna dkk.,

2018).
10

pH yang optimal untuk budidaya udang vaname berkisar 7,5-8,5

(Sahrijannah dan Sahabuddin, 2014). Perbedaan nilai pH diperairan dapat

mempengaruhi kehidupan biota air. Tingginya nilai pH sangat menentukan

dominasi fitoplankton yang mempengaruhi tingkat produktivitas primer suatu

perairan (Megawati dkk., 2014).

2.4.3 Salinitas

Salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh dalam air,

dimana salinitas air berpengaruh terhadap tekanan osmotik air. Semakin tinggi

salinitas pada air maka akan semakin besar pula tekanan osmotiknya. Perbedaan

salinitas pada periaran dapat terjadi karena adanya perbedaan penguapan dan

presipitasi (Gufran dan Baso, 2007 dalam Widiadmoko., 2013).

Salinitas yang baik atau optimal untuk pertumbuhan udang vaname adalah

salinitas yang berkisar antara 15-25 ppt (Sahrijannah dan Sahabuddin, 2014).

Nilai salinitas dipengaruhi oleh dua faktor yaitu horizontal dan vertikal. Pada

sebaran horizontal salinitas dipengaruhi oleh pola sirkulasi air, penguapan dan

curah hujan. Sedangkan secara vertikal salinitas terbagi menjadi dua yaitu, pada

lapisan permukaan yang tercampur baik dan memiliki nilai salinitas yang

beragam, lapisan dengan perubahan salinitas yang relative besar atau yang disebut

lapisan haloklin, dan lapisan dengan nilai salinitas yang seragam dan berada

dibawah lapisan haloklin hingga lapisan dasar (Garrison, 2004 dalam Kalangi

dkk., 2013).

2.5.4 Oksigen terlarut


11

Oksigen adalah salah satu unusur kimia yang sangat pentig bagi kehidupan

organisme. Oksigen dimanfaatkan organisme perairan untuk proses respirasi dan

digunakan untuk mengurai zat organik. Oksigen terlarut dalam air berasal dari

difusi udara dan hasil proses fotosintesis organisme berklorofil yang hidup dalam

suatu perairan, oksigen terlarut juga dibutuhkan oleh organisme untuk

mengoksidasi zat hara yang masuk kedalam tubuhnya (Nybakken, 1988 dalam

Simanjuntak, 2007).

Kadar oksigen yang optimal untuk budidaya udang vaname adalah berksisar

3.55 mg/L (Sahrijannah dan Sahabuddin, 2014). Oksigen terlarut adalah salah satu

parameter yang sangat berperan penting dalam suatu perairan. Oksigen terlarut

memiliki karakteristik kimiawi yang sangat di butuhkan oleh organisme perairan.

Kadar oksigen terlarut suatu perairan dapat di pengaruhi oleh suhu. Selain di

pengaruhi oleh suhu, oksigen terlarut juga di pengaruhi oleh faktor lain seperti

tekanan uap air dan salinitas. Adanya fluktuasi suhu pada kolam perairan akan

merubah proses dan reaksi oksigen terlarut dan dapat merubah konsentrasi

oksigen terlarut pada perairan (Purba, 2010).


12

BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Mata Kuliah Penyakit Organisme Akuakultur mengenai Hama

dan Penyakit pada Budidaya Udang Vaname, yang dilaksanakan pada hari rabu

tanggal 24 Maret, pukul 15.00 Wita sampai selesai. Praktikum dilaksanakan

dilaboratorium Akuakultur, Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas

Tadulako, palu.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum mata kuliah Penyakit Organisme

Akuakultur mengenai Hama dan Penyakit pada Budidaya Udang Vaname, adalah

sebagai berikut:

Tabel 3-1. Alat yang digunakan pada praktikum Penyakit Organisme Akuakultur
Nomor Nama alat Kegunaan
1. Akuarium atau baksom Wadah tempat pemeliharaan organisme
2. Seser Untuk menangakap udang
3. Timbangan digital Menimbang udang dan pakan
4. Thermometer Mengukur suhu
5. pH meter Mengukur derajat keasaman
6. Aerator Penyuplai oksigen
8. DO meter Mengukur kadar oksigen terlarut
9. Refraktometer Mengukur salinitas
Adapun beberapa bahan yang digunakan pada praktikum, yaitu:

vaname,congcong, dan jembret.


13

3.3 Prosedur Kerja

Adapun beberapa prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum Penyakit

Organisme Akuakultur mengenai Hama dan Penyakit pada Budidaya Udang

Vaname, yaitu:

1. Hal yang pertama dilakukan adalah menyiapkan wadah pemeliharaan yaitu

akuarium atau baksom sebanyak 8 buah. Setelah itu melarutkan klorin

sebanyak 30 ppm yang dilakukan selama semalam. Kemudian wadah yang

telah direndam dengan klorin tadi dibias menggunakan air bersih hingga

larutan klorin menghilang.

2. Memasukkan air kedalam wadah yang telah dibersihkan tadi sebanyak 20

liter.

3. Menyiapkan hama yang akan digunakan yaitu congcong (Telescopium

telescopium) dan jembret (Mesopodopsi.sp). memasukkan hama tersebut

kedalam wadah pemeliharaan sesuai dengan perlakukan.

4. Mengaklimatisasi benur selama 30 menit kedalam wadah pemeliharaan

5. Menimbang benur dengan menggunakan timbangan digital (Wo).

6. Memasukkan benur sebanyak 20 ekor kedalam masing-masing wadah

pemeliharaan.

7. Mengukur kualitas air mulai dari pH, suhu, salinitas dan oksigen terlarut

dimasing-masing wadah pemeliharaan.

8. Setelah itu semua praktikan melakukan pengamatan terdahap masing-

masing percobaan yang dilakukan sebanyak 2 kali (pagi dan sore) selama
14

seminggu. Dan mengukur kualitas air setiap kali melakukan pengamatan

pada masing-masing wadah pemeliharaan.

9. Mengamati tingkah laku dan kondisi udang selama percobaan berlangsung.

Cacat jumlah udang yang mati setiap pengamatan yang dilakukan selama 2

kali sehari.

10. Memberikan pakan sebesar 10% dari berat biomassa organisme uji dan

dilakukan selama 2 kali sehari (selama pengamatan).

11. Pada akhir percobaan ukurlah kualiats air (suhu, pH, dan oksigen terlarut)

media pemeliharaan dan timbanglah berat akhir udang (Wt).

3.4 Analisa Data

3.4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup

Rumus atau persamaan tingkat kelangsungan hidup/sintasan:

( SR = (Nt/No) × 100% )
Dimana : SR = sintasan (%)

Nt = Jumlah udang yang hidup (ekor) pada akir percobaan

No = jumlah udang yang ditebar (ekor) pada awal percobaan

3.4.2 Pertumbuhan Mutlak


15

Rumus atau persamaan pertumbuhan mutlak:

( W = Wt - Wo )

Dimana : W = pertumbuhan bobot mutlak (g)


Wt = bobot rata-rata akhir (g)
Wo = bobot rata-rata awal (g)

3.4.3 Oksigen Terlarut

Rumus atau persamaan oksigen terlarut:

mg 1.000
O₂= × p × N ×8
L V

Keterangan:

8 = jumlah mg/L O2 setara 0,025 N Na2S2O3

V = volume air sampel yang dititrasi

N = noramalitas Na2S2O3 (0,025N)

P = volume titran (Na2S2O3) yang di gunakan


16

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tingkah Laku

Perlakuan Ulangan Hari Tingkah Laku Kondisi

Ikan
A1 1 H0 Organisme uji Organisme uji dalam keadaan lemah
bergerak aktif
H1 Organisme uji Organisme uji mulai normal
bergerak pasif
H2 Organisme uji Organisme uji dalam keadaan normal
bergerak pasif
H3 Organisme uji Organisme uji dalam keadaan normal
bergerak pasif
H4 Organisme uji Organisme uji dalam keadaan normal
bergerak pasif
H5 Organisme uji Organisme uji dalam keadaan normal
bergerak pasif
H6 Organisme uji Organisme uji dalam keadaan normal
bergerak sangat
aktif
H7 Organisme uji Organisme uji dalam keadaan normal
bergerak sangat
aktif
2 H0 Bergerak pasif Organisme uji dalam keadaan lemah
H1 Mulai aktif Organisme uji dalam keadaan sehat
bergerak
H2 Aktif bergerak Organisme uji dalam keadaan sehat
H3 Aktif bergerak Organisme uji dalam keadaan sehat
H4 Aktif bergerak Organisme uji dalam keadaan sehat
H5 Aktif bergerak Organisme uji dalam keadaan sehat
H6 Aktif bergerak Organisme uji dalam keadaan sehat
H7 Aktif bergerak Organisme uji dalam keadaan sehat
A2 1 H0 bergerak pasif Organisme uji dalam keadaan gelisah
H1 tidak ada gerakan Organisme uji dalam keadaan mati
sama sekali
17

H2 Tidak ada tidak ada pengamatan


pengamatan
H3 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H4 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H5 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H6 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H7 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
2 H0 bergerak dengan organisme aktif dalam wadah
lincah
H1 tidak ada organisme dalam keadaan mati
pergerakan
H2 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H3 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H4 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H5 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H6 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H7 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
B1 1 H0 bergerak organisme dalam keadaan baik
pasif
H1 Merespon dengan organisme dalam keadaan baik
baik pakan yang
diberikan
H2 Merespon dengan organisme dalam keadaan baik
baik pakan yang
diberikan
18

H3 pergerakan yang organisme dalam keadaan baik


lincah
H4 mengalami organisme dalam keadaan baik
molting
H5 mengalami organisme dalam keadaan baik
molting
H6 pergerakan lincah organisme dalam keadaan baik
H7 bergerak pasif organisme dalam keadaan baik
2 H0 bergerak aktif dalam keadaan baik
H1 Merespon dengan organisme keadaan gelisah
baik pakan yang
diberikan
H2 mengalami organisme dalam keadaan baik
molting
H3 Merespon dengan organisme mengalami molting
baik pakan yang
diberikan
H4 merespon pakan organisme tidak merespon pakan
H5 tidak bergerak organisme dalam keadaan baik
aktif
H6 bergerak pasif organisme dalam keadaan baik
H7 bergerak aktif organisme dalam keadaan baik
B2 1 H0 udang berenang dalam keadaan normal
normal
H1 mati massal sering muncul kepermukaan
H2 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H3 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H4 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H5 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H6 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H7 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
19

2 H0 udang berenang dalam keadaan normal


normal
H1 mati massal sering muncul kepermukaan
H2 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H3 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H4 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H5 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H6 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H7 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
C1 1 H0 udang memakan dalam keadaan normal
udang yang mati
H1 bergerak pasif dalam keadaan normal
H2 udang memakan dalam keadaan normal
udang yang mati
H3 bergerak pasif dalam keadaan normal
H4 bergerak aktif dalam keadaan normal
H5 bergerak aktif dalam keadaan normal
H6 bergeak aktf dalam keadaan normal
H7 bergerak aktif dalam keadaan normal
2 H0 udang tidak ada dalam keadaan gelisah
gerakan
H1 tidak ada gerakan dalam keadaan gelisah
sama sekali
H2 merespon pakan dalam keadaan baik
H3 bergerak pasif dalam keadaan normal
H4 bergerak pasif dalam keadaan normal
H5 tidak ada gerakan dalam keadaan normal
sama sekali
H6 bergerak pasif dalam keadaan normal
H7 bergerak pasif dalam keadaan normal
C2 1 H0 udang berenag organisme uji dalam keadaan normal
normal
20

H1 mati massal organisme mengalami kematian massal


H2 Tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H3 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H4 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H5 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H6 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H7 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
2 H0 udang berenang organisme dalam keadaan baik
normal
H1 mengalami organisme mengalami kematian massal
kematian massal
H2 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H3 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H4 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H5 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H6 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H7 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
D1 1 H0 bergerak dengan dalam keadaan normal
pasif
H1 merespon pakan dalam keadaan baik
dengan baik
H2 merespon pakan dalam keadaan tidak baik
H3 tidak bergerak dalam keadaan tidak baik
aktif
H4 bergerak aktif dalam keadaan baik
21

H5 bergerak aktif dalam keadaan baik


H6 bergerak pasif dalam keadaan baik
H7 bergerak pasif dalam keadaan tidak baik
2 H0 bergerak aktif keadaan udang normal
H1 merespon pakan keadaan udang normal
H2 merespon pakan keadaan udang normal
H3 bergerak pasif keadaan tidak normal
H4 merespon pakan keadaan normal
H5 merespon pakan keadaan normal
H6 bergerak aktif keadaan baik
H7 bergerak aktif keadaan baik
D2 1 H0 Merespon dengan organisme dalam keadaan normal
baik pakan yang
diberikan
H1 tidak merespon organisme dalam keadaan gelisah
pakan
H2 mati massal organisme mengalami kematian massal
H3 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H4 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H5 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H6 Tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H7 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
2 H0 merespon pakan organisme dalam keadaan baik
yang diberikan
H1 merespon pakan organisme malas makan
dengan lambat
H2 mati massal organisme mengalami kematian massal
H3 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H4 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
H5 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan
22

H6 tidak ada tidak ada pengamatan


pengamatan
H7 tidak ada tidak ada pengamatan
pengamatan

Berdasarkan tabel diatas tingkah laku udang disetiap wadah selama

pengamatan berbeda-beda. Perbedaan terjadi, karena perlakuan yang berbeda

disetiap wadah serta hama yang digunakan juga berbeda-beda disetiap wadah.

Pada awal pemeliharaan keadaan udang pada semua wadah masih bergerak aktif

dan normal, sedangkan pada hari kedua sebagian udang diwadah pemeliharaan

yang tidak menggunakan aerasi dan ada hama didalamnya mengalami kematian

massal. Kematian massal yang terjadi pada udang, karena udang tidak

mendapatkan oksigen dan hama yang ada didalamnya membuat ruang gerak

terbatas, sehingga udang mudah stress serta daya tahan tubuhnya kurang. Tingkah

laku udang pada wadah yang menggunakan aerasi, memiliki perubahan seperti

respon terhadap makanan menjadi lambat serta keadaan udang gelisah dan sering

muncul kepermukaan. Pemberian pakan dengan nutrisi yang sesuai dengan

kebutuhan udang bisa menjadi salah satu pengaruh terdapat pertumbuhan serta

tingkah laku udang, dimana nutrisi yang udang butuhkan untuk memenuhi energy

dalam tubuhnya, yaitu protein, karbohidrat, dan lemak. Pemberian pakan pada

udang juga harus menyesuaikan dari kebisaan makan serta tingkah laku ikan,

karena adanya sebagian udang yang respon terhadap pakan kurang baik (Tahe

dkk., 2011).

4.2 Kelangsungan Hidup


23

Tingkat kelangsungan hidup pada setiap udang berbeda-beda

sesuai dengan perlakuan dan pengamatan yang dilakukan. Berikut adalah hasil

tingkat kelangsungan hidup pada udang yang diamati, dapat dilihat pada diagram

Gamb

ar diagram 4-1. Pertumbuhan mutlak udang vaname

Berdasarkan hasil dari diagram diatas dapat kita lihat bahwa tingkat

kelangsungan hidup pada udang vaname kebanyakan wadah hanya 0%, tetapi

tidak disemua wadah melainkan ada wadah dengan perlakuan yang tidak

menggunakan hama tetapi menggunakan aerasi, tingkat kelangsungan hidup

udang dapat mencapai 10% dari wadah yang lain. Pengaruh hama dapat

menghambat kelangsungan hidup udang, dikarenakan hama dapat menjadi

kompetitor atau penyaing dalam wadah pemeliharaan. Masuknya hama kedalam

wadah pemelihraan dapat mengganggu pertumbuhan serta kelangsungan hidup

organisme, hama dapat menjadi kompetitor atau penyaing pada udang dalam hal

seperti pakan, oskigen terlarut serta ruang gerak organisme menjadi terbatas

dikarenakan keberadaan hama. Tidak hanya sebagai penyaing, tetapi hama juga
24

dapat menyebarkan penyakit didalam wadah pemeliharaan, dengan tersebarnya

penyakit organisme tidak dapat mempetahakan kelangsungan hidupnya (Ghufron

dkk., 2017).

4.3 Pertumbuhan Mutlak

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pertumbuhan mutlak pada udang

berbeda-beda setiap perlakuan. Berikut ini adalah hasil dari pengamatan yang

dilakukan, dapat dilihat pada diagram 4-18

Gambar diagram 4-2. Pertumbuhan mutlak udang vaname

Berdasarkan hasil dari pengamatan yang dilakukan tingkat pertumbuhan

udang vaname pada setiap wadah berbeda-beda. Pada wadah perlakuan B1dan C1

pertumbuhan udang vaname meningkat sedangkan pada wadah perlakuan yang

lainnya tidak mengalami peningkatan, yang terjadi hanya penurunan pertumbuhan

pada udang. Perbedaan pertumbuhan pada udang disetiap wadah dan perlakuan

terjadi karena, pada wadah terdapat hama serta tidak adanya bantuan oksigen atau

aerasi, sedangkan diwadah yang lain tidak ada hama dan ada bantuan
25

oksigen/aerasi, dan diwadah lainnya terdapat hama da nada bantuan

oksigen/aerasi.

Hama yang ada didalam wadah dapat membuat pertumbuhan udang

vaname melambat, dikarenakan adanya persaingan makanan dan oksigen, yang

mana sangat dibutuhkan udang untuk tumbuh dan bertahan hidup. Selain hama

yang mengganggu pertumbuhan udang, pemberian pakan juga mempengaruhi.

Pemberian pakan yang tidak sesuai dapat mempengaruhi laju pertumbuhan udang

vaname. Pakan yang diberikan pada udang harus sesuai dengan kebutuhan yang

diperlukan, karena pakan yang diberikan akan digunakan untuk tumbuh sehingga

pakan yang kurang dan tidak memenuhi kebutuhan udang dapat mengakibatkan

penurunan bobot atau berat tubuh udang, kerana cadang makanan yang ada

didalam tubuh digunakan untuk beraktivitas (Susilo dkk., 2002 dalam Mansyur

dkk., 2011).

4.4 Kualitas Air

4.4.1 Suhu

Berikut adalah hasil dari pengukuran suhu yang dilakukan selama

pengamatan pada setiap perlakuan dan wadah yang berbeda, suhu pada pagi hari

dan sore hari, dapat dilihat pada grafik 4-1.


26

Gambar grafik 4-3. Suhu pada waktu sore

Gambar grafik 4-4. Suhu pada waktu pagi

Berdasarkan grafik diatas dapat kita lihat dalam wadah pemeliharaan


udang suhu mengalami fluktuasi harian. Suhu diwaktu pagi hari di masing-masing
wadah dan perlakuan yang berbeda-beda, yang mana suhu tidak terlalau
mengalami fluktuasi yang berubah disetiap harinya. Sedangkan suhu pada waktu
sore hari mengalami pengingkatan serta terjadi fluktuasi harian yang sangat
berbeda pada setiap wadah. Perbedaan suhu diwaktu pagi dan sore hari biasanya
dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari. Suhu yang optimal untuk
pemeliharaan udang adalah berkisar antara 28-32oC, pada kisaran tersebut dapat
27

membuat pertumbuhan serta kelangsungan hidup udang dapat optimal (Kharisma


dan Manan, 2012 dalam Ghufron dkk.,2017).

4.4.2 Derajat Keasaman (pH)

Berikut adalah hasil yang didapatkan dari pengukuran pH disetiap perlakuan

dan wadah yang berbeda-beda. Hasil pengukuran pH diwaktu pagi dan sore dapat

Dilihat, pada grafik 4-5 berikut.

Gambar grafik 4-5. Derajat keasaman pada waktu pagi


28

Gamb

ar grafik 4-6. Derajat keasaman pada waktu sore

Berdasarkan hasil yang didaptkan selama melakukan pengukuran satu

minggu pH yang didapatkan berbeda-beda pada setiap wadah dan pH juga tidak

terlalu mengalami fluktusi, dan masih dalam keadaan yang optimal dalam harian.

pH yang paling tinggi terjadi pada waktu sore hari, dan waktu pagi hari pH tidak

mengalami peningkatan tetapi tidak juga mengalami penurunan. pH yang optimal

untuk pemelihraan udang vaname berkisar antara 7,5-8,5. pH mengalami

peningkatan pada sore hari, karena terjadinya penyerapan karbondioksida (CO2)

oleh fitoplankton melalui proses fotosintesis, sedangkan pada waktu pagi hari pH

rendah karena kadara CO2 digunakan udang untuk respirasi (Malik, 2014 dalam

Ghufron dkk., 2017).

4.4.3 Salinitas
29

Berdasarkan dari pengukuran yang dilakukan pada setiap perlakukan dan

wadah yang berbeda hasil dari salinitas pada udang vaname, dapat dilihat pada

grafik 4-5 berikut.

Gambar grafik 4-7. Salinitas awal dan akhir pemeliharaan

Berdasarkan dari hasil pengukuran yang dilakukan selama satu minggu

pada wadah pemeliharaan udang kadar salinitas dimasing-masing wadah

mengalami perbedaan, disebabkan karena perlakuan yang dilakukan juga berbeda

dan hama yang digunakan juga berbeda. Salinitas dalam wadah diwaktu pagi

mengalami fluktuasi disetiap wadah dan waktu sore hari pun sama mengalami

fluktuasi disetiap masing-masing wadah. Tingkat salinitas yang optimal untuk

udang vaname selama pemeliharaan adalah berkisar antara 15-25 ppt, sainitas

tersebut baik untuk pertumbuhan. Jika salinitas didalaam wadah pemeliharaan

menurun maka diperlukan adanya penambahan air yang bersalinitas tertentu serta

sudah steril (Malik, 2014 dalam Ghufron dkk., 2017).


30

4.4.4 Oksigen Terlarut

Hasil yang didapatkan dari pengukuran oksigen terlarut disetiap perlakuan

dan diwadah yang berbeda-beda, hasil dari oksigen terlaut dapat dilihat pada

grafik 4-7 berikut.

Gambar grafik 4-8. Oksigen terlarut awal dan akhir pemeliharaan

Grafik diatas menunjuka bahwa nilai oksigen terlarut diwadah

pemeliharaan dengan masing-masing perlakuan yang dilakukan mengalami

fluktuasi harian yang sangat ekstrim, yang mana terjadi perubahan yang sangat

besar pada setiap harinya dimasing-masing wadah pemeliharaan. Oksigen terlarut

pada awal pemeliharaan mengalami peningkatan pada perlakuan B1 diwadah C1

dengan 10 ppm, dan oksigen terlarut rendah pada wadah A1 dan B2 dengan

dengan kadar oksigen 4 ppm. Sedangkan pada akhir pemeliharaan oksigen terlarut

paling tinggi terjadi pada perlakuan C1 dan D2 diwadah dengan kisaran 15 ppm

dan terendah pada perlakuan A2, B2, C2 dan D2 diwadah dengan kisaran 5 ppm.
31

Kadar oksigen terlarut yang baik untuk udang adalah 4-8ppm (Amri,2006 dalam

Putra dan Manan, 20)


32

BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan dari praktikum yang dilakukan saya dapat menarik beberapa

kesimpulan, adalah sebagai berikut:

1. Tingkat pertumbuhan pada udang mengalami perbedaan dimasing-masing

wadah pemeliharaan sesuai dengan perlakuan yang dilakukan serta hama yang

ada didalam wadah. Pada wadah perlakuan A2.1 pertumbuhan udang vaname

meningkat sedangkan pada wadah perlakuan yang lainnya tidak mengalami

peningkatan, yang terjadi hanya penurunan pertumbuhan pada udang.

2. Tingkat kelangsungan hidup pada udang vaname kebanyakan wadah hanya

0%, tetapi tidak disemua wadah melainkan ada wadah dengan perlakuan yang

tidak menggunakan hama tetapi menggunakan aerasi, tingkat kelangsungan

hidup udang dapat mencapai 10% dari wadah yang lain. Pengaruh hama dapat

menghambat kelangsungan hidup udang, dikarenakan hama dapat menjadi

kompetitor atau penyaing dalam wadah pemeliharaan.

3. Tingkah laku pada udang selama pemeliharaan mengalami penurunan, yanga

mana pada awal pemeliharaan udang masing bergerak aktif dan keadaanya

masih normal, tetapi pada saat hari kedua pada perlakuan yang tidak

menggunakan aerasi serta terdapat hama udang mengalami kematian massa.

Sedangkan pada wadah lainnya udang mengalami respon yang lambat dan

sering muncul dipermukaan wadah.


33

4. Suhu mengalami fluktuasi harian. Suhu diwaktu pagi hari di masing-masing

wadah dan perlakuan yang berbeda-beda, yang mana suhu tidak terlalau

mengalami fluktuasi yang berubah disetiap harinya. Sedangkan suhu pada

waktu sore hari mengalami pengingkatan serta terjadi fluktuasi harian yang

sangat berbeda pada setiap wadah.

5. pH tidak terlalu mengalami fluktusi, dan masih dalam keadaan yang optimal

dalam harian. pH yang paling tinggi terjadi pada waktu sore hari, dan waktu

pagi hari pH tidak mengalami peningkatan tetapi tidak juga mengalami

penurunan. pH yang optimal untuk pemelihraan udang vaname berkisar antara

7,5-8,5.

6. Salinitas dalam wadah diwaktu pagi mengalami fluktuasi disetiap wadah dan

waktu sore hari pun sama mengalami fluktuasi disetiap masing-masing wadah.

Tingkat salinitas yang optimal untuk udang vaname selama pemeliharaan

adalah berkisar antara 15-25 ppt.

7. Oksigen terlarut pada pagi hari mengalami peningkatan pada perlakuan C1

diwadah 1 dengan 8 ppm, dan oksigen terlarut rendah pada wadah 1 dan 2

dengan perlakuan B1 dan B2 dengan kadar oksigen 2 ppm. Sedangkan pada

sore hari oksigen terlarut paling tinggi terjadi pada perlakuan C1 dan C2

diwadah 1 dan 2 dengan kisaran 8 ppm dan terendah pada perlakuan D2

diwadah 1 dan 2 dengan kisaran 5 ppm.


34

5.2 Saran

Saran saya untuk semua dalam pelaksanan praktikum mata kuliah Penyakit

Organisme Akuakultur, sebaiknya lebih tertib dan teratur agar dapat memahami

lebih jelas apa yang di jelaskan oleh asisten dosen. Praktikum yang dilakukan

sarana dan prasana yang digunakan belum memadai.


35

DAFTAR PUSTAKA

Arsad, S., Afandy, A., P, A., Purwadhi., Maya, B, V., Saputra, D, K., Buwono, R,
N. 2017. Studi Kegiatan Budidaya Pembesaran Udang Vaname dengan
Penerapan Sistem Pemelihraan Berbeda. Jurnal. Ilmiah Perikanan dan
Kelautan. Vol : 9 (1).

Ghufron, M., Lamid, M., Sari, P, D, W dan Suprapto, H. 2017. Teknik


Pembesaran Udang Vaname pada Tambak Pendampingan. Journal Of
Aquaculture and Fish Health. Vol 7 (2).

Husein, S., Bahtiar., Oetama, D. 2017. Studi Kepdatan dan Distribusi Keong
Bakau di Perairan Magrove. Jurnal. Manajemen Sumber Daya Perairan. Vol : 2
(3): 235-242.

Kurniawati, A., Bengen, D, G., Madduppa, H. 2014. Karakteristik pada Ekosistem


Magrove di Segera Anakan. Bonorowo Wetlands. Vol : 4 (2) : 71-81.

Megawati, NI, M, S., Putra, A, A, B., James, S. 2013. Pemanfaatan arang batang
pisang untuk menurunkan kesadahan air. Jurnal. Kimia. Vol 7 (2) : 153-162.

Mansyur, A., Suwoyo, H, S dan Rachmansyah. 2011. Pengaruh Pengurangan


Ransum Pakan Secara Periodik Terhadap Pertumbuhan, Sintasan, dan Produksi
Udang Vaname Pola Semi-Intensif Ditambak. Jurnal Ris. Akuakultur. Vol 6
(1): 71-80.

Nuhman. 2008. Pengaruh prosentasi pemberian pakan terhadap kelangsungan


hidup dan laju pertumbuhan udang vaname. Berkala Ilmiah Perikanan. Vol
3(1).

Nababan, E., Putra, I., Rusliadi.2015. Pemeliharaan Udang Vaname dengan


Presentasi Pemberian Pakan yang Berbeda. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Riau.
36

Purba, N, P dan Khan, A, M, A. 2010. Karakteristik fisika-kimia perairan pantai


dumai pada musim peralihan. Jurnal. Akuakultur. Vol 1(1).

Panjaitan, A, S. 2012. Pemeliharaan udang vaname dengan pemberian jenis


fitoplankton yang berbeda. Tesis. Program Pascasarjana, Univeristas Terbuka,
Jakarta.

Putra, F, R dan Manan, A. 2014. Monitoring Kualitas Air pada Tambak


Pembesaran Udang Vannamei. Jurnal. Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Vol : 6
(2).

Rosnizar, R., Fitria, F., Devira, C, N., Nasir, M. 2018. Identifikasi dan Prevalensi
Jenis-jenis Ektoparasit pada Udang Windu Berdasarkan Tempat Pemeliharaan.
Jurnal Bioleuser. Vol : 2 (1) : 12-19.

Rahmawati, G. 2013. Ekologi Keong Bakau pada Ekosistem Magrove Pantai


Mayangan, Jawa Barat. Skripsi. Dapartemen Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Supriyatno, M. 2007. Strategi Pemberian Pakan antara Pakan Alami Udang


Jambret Beku dan Pakan Komersial pada Lobster Air Tawar. Skripsi.
Manajemen Sumberdaya Perairan.

Sahrijanna, A dan Sahabuddin. 2014. Kajian Kualitas Air pada Budidaya Udang
Vaname dengan Sistem Pengairan Pakan di Tambak Intensif. Prosiding Forum
Inovasi Teknologi Akuakultur.

Tobing, S. Walsen, P, L. 2019. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang


vaname pada salinitas 5 ppt dengan kepadatan yang berbeda. Skripsi. Jurusan
Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar
Lampung.

Tahe, S dan Suwoyo, S, S. 2011. Pertumbuhan Dan Sintasan Udang Vaname


Dengan Kombinasi Pakan Berbeda Dalam Wadah Terkontrol. Jurnal Ris.
Akuakultur. Vol 6 (1) : 31-40
37

Utojo dan Tangko, A, M. 2008. Status, Masalah, dan Alternatif Pemecahan


Masalah pada Pengembangan Budidaya Udang Vannamei. Media Akuakultur.
Vol : 3 (2).

Anda mungkin juga menyukai