Anda di halaman 1dari 12

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kira-kira dua per tiga luas bumi terdiri dari perairan yang meliputi

lautan, rawa-rawa, sungai, danau dan air tanah. Air merupakan komponen

lingkungan yang penting bagi kehidupan. Makhluk hidup di muka bumi ini tak

dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Air merupakan kebutuhan utama bagi

proses kehidupan di bumi, sehingga tidak ada kehidupan seandainya di bumi

tidak ada air. Namun demikian, air dapat menjadi malapetaka bilamana tidak

tersedia dalam kondisi yang benar, baik kualitas maupun kuantitasnya. Air yang

relatif bersih sangat didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan hidup

sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi kota, maupun

untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya.

Air yang kita pergunakan setiap hari tidak lepas dari pengaruh yang

diakibatkan oleh manusia juga. Beberapa bahan pencemar seperti bahan

mikrobiologi (bakteri, virus, parasit), bahan organic (pestisida, deterjen), dan

beberapa bahan anorganik (garam, asam, logam), serta beberapa bahan kimia

lainnya misalnya sulfida, sudah banyak ditemukan dalam air yang kita

pergunakan. (Darmono, 2001)

Sulfur termasuk salah satu unsur yang terdapat melimpah di alam

dengan kandungan dalam kerak bumi mencapai 880 mg/kg. Kadar sulfur

(sebagai total sulfur) dalam batuan beku dan batuan sedimen berkisar antara

270-2400 mg/kg, dalam air laut 905 mg/L, sementara dalam air tawar mencapai
2

3,7 mg/L. Senyawa sulfur yang ditemukan di alam memiliki tingkat oksidasi

bervariasi antara -2 sampai +6, dengan tingkat oksidasi yang stabil yaitu -

2, 0, dan +6. Sulfur memiliki peran penting dalam sistem biologis yaitu dalam

menstabilisasi struktur protein dan dalam proses transfer hidrogen secara

enzimatis dalam metabolisme redoks. Berkaitan dengan geomikrobiologi,

terdapat setidaknya dua peranan sulfur bagi prokaryot, yaitu: i) Dalam bentuk

sulfur tereduksi, sulfur berperan sebagai sumber energi dan tenaga

pereduksi; ii) Dalam bentuk sulfur teroksidasi dan sulfur elemental, sulfur

berperan sebagai akseptor eletron terminal dalam respirasi anaerobik (Ehrlich

and Newman, 2009 dalam Hermayani, 2010).

1.2 Tujuan dan Manfaat

tujuan dari diadakannya praktikum ini ialah untu mengetahui konsentrasi

sulfide di kolam budidaya perikanan.

Sedangkan manfaat dari praktikum ini ialah, agar mengetakui konsentrasi

sulfide di kolam bididaya perikanan serta memahami prosedur mengambilan sampel

dan cara pengukurn sulfide.


3

II. TINJAUAN PUSTAKA

Hidrogen sulfida (H2S) adalah gas yang tidak berwarna, beracun, mudah

terbakar dan berbau seperti telur busuk. Gas ini dapat timbul dari aktivitas biologis

ketika bakteri mengurai bahan organik dalam keadaan tanpa oksigen(aktivitas

anaerobik), seperti di rawa, dan saluran pembuangan kotoran. Gas ini juga muncul

pada gas yang timbul dari aktivitas gunung berapi dan gas alam (anonim, 2017).

Hidrogen sulfida (H2S) merupakan gas yang tidak berwarna, toksik dengan

bau yang sangat busuk. Menurut Wyk dan Scarpa (1999), H2S terjadi karena

dekomposisi bahan organik dalam keadaan anaerob. Reduksi anion sulfat menjadi

hidrogen sulfida dalam proses dekomposisi bahan organik (persamaan 1.1 dan 1.2)

menimbulkan bau yang kurang sedap dan meningkatkan korosivitas logam.

Sumber utama H2S adalah dekomposisi bahan organik oleh bakteri heterotrof

tanah (Desulfovibrio spp) dalam kondisi anaerob. Bakteri heterotrof juga dapat

mereduksi sulfit (SO32-), tiosulfat (S2O32-), dan hiposulfat (S2O42-) serta unsur sulfur

menjadi hidrogen sulfida (H2S) (Effendi, 2003). Mikroorganisme tersebut melakukan

respirasi secara anaerob dengan mengunakan sulfat (SO42-) sebagai elektron aseptor

pengganti oksigen (Hanggono, 2005 dalamRezqi Velyan S.K. 2009)

Pada kondisi aerob, hidrogen sulfida akan dioksidasi oleh bakteri Thiobacillus

menjadi sulfat. Beberapa bakteri, misalnya Chlorobactriaceae danThiorhordaceae

dapat mengoksidasi hidrogen sulfida menjadi sulfur. Perubahan hidrogen sulfida

menjadi sulfur juga dapat terjadi dalam proses sintesis karbohidrat. Dalam reaksi
4

tersebut (persamaan 1.3), hidrogen sulfida digunakan sebagai sumber hidrogen donor

untuk membentuk kembali unsur sulfur, sebagai hasil samping dari sintesis

karbohidrat (Effendi, 2003 dalamRezqi Velyan S.K. 2009)

Toksisitas H2S akan meningkat seiring dengan penurunan kadar oksigen

terlarut. Selain itu, H2S juga berdisosiasi ke dalam suatu kesetimbangancampuran

dari HS- dan H+, proporsinya ditentukan oleh pH, suhu, dan salinitas. Kadar sulfida

total kurang dari 0,002 mg/liter dianggap tidak membahayakan kelangsungan hidup

organisme akuatik (Wyk dan Scarpa, 1999). Hidrogensulfida sangat beracun bagi

udang vaname meskipun pada konsentrasi rendah 0,05 mg/liter (Hanggono, 2005

dalamRezqi Velyan S.K. 2009)

penentuan kadar sulfide dibedakan menjadi total sulfide, sulfide terlarut

(dissolved sulfide) dan H2S (hidrogen sulfida atau unonizer hidrogen sulfide). Sulfide

dalam bentuk H2S tak terionisasi (unionized H2S) bersifat sangat toksik dan korosiv

terutama terhadap bahan-bahan yang tersusun dari logan (metal). Kadar H2S tak

terionisasi sebesar 0.025-0.25 ug/L dalam air bersih sudah menimbulkan bau telur

busuk (Penuntun Praktikum Dinamika Ekosistem, 2017).


5

III. METODOLOGI PRATIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Dinamika Ekosistem tentang sulfide dilakukan pada hari selasa

tanggal 28 November 2017 pukul 15.30 WIB bertempat di kolam budidaya perikanan

dan di laboratorium produktifitas perairan.

3.2 Bahan dan Alat

Alat yang digunakan pada saat praktikum adalah, buku penuntun praktikum

yang digunakan sebagai pedoman selama dilapangan, botol BOD, Erlenmeyer, pipet

tetes, dan gelas ukur.

Bahan yang digunakan pada saat praktikum adalah, air sample, Zn-acetat,

NaOH 6 N, iodine 0.025 N, HCl 6 N, Na-tiosulfat, amilum.

3.3 Metodelogi Praktikum

Metode yang digunakan adalah metode Titrimetrik untuk penentuan sulfide.

3.4 Prosedur Praktikum

3.4.1. Pre Treatment

1. mengambil air sampel dengan mengunakan botol BOD dan dijaga supaya

tidak terjadi bubling (gelembung udara).

2. menambahkan 8 atau 9 tetes Zn-acetat (3 tetes per 100 ml sampel).

3. menambahkan 5-6 tetes NaOH 6 N hingga ph mencapai 9. Tutup dengan

tanpa adanya gelembung udara,aduk hingga terbentuk endapan putih.

4. Biarkan selama 30 menit atau disentrifuge agar semua bahan tersuspensi

mengendap.
6

3.4.2. prosedur menentuan sulfide

1. Piper 5 ml iodine 0,025 N, masukkan kedalam erlemenyer

2. Tambahkan 0.5 ml HCl 6 N (masukkan ujung pipet dalam cairan)

3. Pipet 50 ml supernatant dan masukkan kedalam erlenmenyer diatas.

4. Titran dengan Na-tiosulfat hingga kuning muda, kemudian tambahkan 2-3

tetes amilum, lanjutkan titran hingga terjadi perubahan warna dari biru

menjadi tidak berwarna.

5. Hitung dengan rumus:

Sulfide (mg/L) = 0.4 X 1000 X lm io X N ml thio X N


0.025 0.025
Ml sampel
7

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan, diperoleh data sebagai

berikut:

Sulfide (mg/L) = Soluble sulfide (A) + insoluble sulfide (B)

= 31.2 + 28

= 59.2 mg/L.

4.2. Pembahasan

Dari hasil praktikum yang telah dilaksanankan didapatkan hasil sulfide yaitu

59.2 mg/L. Tingginya kadar sulfide di perairan karena tidak adanya aerasi.

Pada umumnya bentuk sulfur di air permukaan adalah sulfat (SO42-) (boyd,

1988). Pada perairan alami yang mendapat cukup aerasi biasanya tidak ditemukan

adanya H2S karena telah teroksidasi menjadi sulfat (effendi, 2003). Sulfat merupakan

sulfur yang paling banyak dioksidasi, dan menjadi salah satuanion utama dalam air

laut (madigan et al., 1996). kadar sulfat pada perairan tawar alami berkisar antara 2-

80 mg/liter (effendi, 2003 dalam Rezqi VelyanS.K. 2010)


8

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan terhadap pengukuran sulfide di

kolam percobaan budidaya perairan fakultas perikanan dan kelautan universitas riau,

maka dapat disimpulkan bahwa kandungan sulfide di perairan tersebut ialah sebesar

59.2 mg/L. Tingginya kandungan sulfide tersebut disebabkan tidak adanya aerasi di

perairan ini sehingga H2S tidak dapat dioksidasi.

1.2. Saran

Sebelum melakukan praktikum, sebaiknya praktikan menguasai teori terlebih

dahulu supaya praktikum dapat berjalan dengan lancar, serta melakukan pengamatan

dan perhitungan secara teliti.


9

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2017. Hidrogen Sulfida. https://id.wikipedia.org/wiki/Hidrogen_sulfida.

dikases 11 desember 2017.

Anwar. H. 2010. Penentuan Batas Deteksi Metode (Method Detection Level) dan

Batas Kuantifikasi (Limit Of Quantitation) Pengujian Sulfida dalam Air dan

Air Limbah dengan Biru Metilen Secara Spektrofotometri. Ecolab Vol. 4 No.

2 Juli 2010: 55-96

Rezqi Velyan S.K. 2010. Pengaruh Tiga Cara Pengolahan Tanah Tambak terhadap

Pertumbuhan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Program Studi

Teknologi dan Manajemen Akuakultur Departemen Budidaya Perairan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor


10

LAMPIRAN
11

Lampiran 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum

Larutan Ammmonium molybdate Erlenmeyer

Larutan Titran
12

Lampiran 2. Perhitungan
Pengukiran DO

8000
DO (mg/L) =

2,7 0,025 8000


DO (mg/L) = 125 4
50
125

DO1 (mg/L) = 11,15 mg/L

Pengukuran CO2 Bebas

44/2 1000
CO2 (mg/L) =

0,4 0,0454 44/2 1000


DO5 (mg/L) = 125

DO5 (mg/L) = 3,19 mg/L

Anda mungkin juga menyukai