Oleh:
DEPARTEMEN KIMIA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya hingga terselesaikannya makalah ini. Makalah ini menjelaskan
tentang penentuan kadar sulfida terlarut di laut. Penyusun mengucapkan terima kasih
terutama kepada dosen pembimbing yang telah mengarahkan dan membimbing penyusunan
dalam menyelesaikan makalah ini, serta terimakasih kepada teman-teman yang telah
membantu.
Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan tentang cara analisa lingkungan
laut terkhusus pada penentuan kadar sulfida terlarut. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, kami mengharapkan saran- saran untuk
penyempurnaan makalah ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUMAN
A. Latar Belakang
Air yang kita pergunakan setiap hari tidak lepas dari pengaruh yang diakibatkan oleh
manusia juga. Beberapa bahan pencemar seperti bahan mikrobiologi (bakteri, virus, parasit),
bahan organic (pestisida, deterjen), dan beberapa bahan anorganik (garam, asam, logam),
serta beberapa bahan kimia lainnya misalnya sulfida, sudah banyak ditemukan dalam air yang
kita pergunakan.
Sulfur termasuk salah satu unsur yang terdapat melimpah di alam dengan kandungan
dalam kerak bumi mencapai 880 mg/kg. Kadar sulfur (sebagai total sulfur) dalam batuan
beku dan batuan sedimen berkisar antara 270-2400 mg/kg, dalam air laut 905 mg/L,
sementara dalam air tawar mencapai 3,7 mg/L. Senyawa sulfur yang ditemukan di alam
memiliki tingkat oksidasi bervariasi antara -2 sampai +6, dengan tingkat oksidasi yang
stabil yaitu -2, 0, dan +6.Sulfur memiliki peran penting dalam sistem biologis yaitu dalam
menstabilisasi struktur protein dan dalam proses transfer hidrogen secara enzimatis dalam
metabolisme redoks. Berkaitan dengan geomikrobiologi, terdapat setidaknya dua peranan
sulfur bagi prokaryot, yaitu: i) Dalam bentuk sulfur tereduksi, sulfur berperan sebagai
sumber energi dan tenaga pereduksi; ii) Dalam bentuk sulfur teroksidasi dan sulfur
elemental, sulfur berperan sebagai akseptor eletron terminal dalam respirasi anaerobik.
B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang keberadaan
sulfida di perairan sebagai salah satu parameter pencemaran air laut serta metode
analisisnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Sulfida merupakan salah satu gas terlarut di dalam air laut. Di dalam air, sulfida
berada dalam kesetimbangan dalam 3 bentuk senyawa yakni H2S, HS-, dan S2-. Sulfida
berasal dari oksidasi zat organik oleh bakteri Desulfovifrio desulfuricant. Dalam
menguraikan/mengoksidasi senyawa organik dibutuhkan oksigen bebas (O2), namun oksigen
bebas ini bersifat langkah sehingga digunakan oksigen yang terikat pada senyawa sulfat
SO42-, sehingga terjadi reduksi ion SO42- menjadi S2-. Dari reaksi reduksi ini kemudian
dihasilkan sulfida, dalam hal ini hidrogen sulfida (H2S).
2 CH2O + H2SO4 2 CO2 + 2 H2O + H2S
Selain itu, sulfida juga bisa berasal dari zat-zat organik yang masuk ke dalam laut,
contohnya hidrokarbon. Pembakaran bahan bakar hidrokarbon menghasilkan sulfida. Hal ini
yang menyebabkan kadar sulfida di derah tropis lebih tinggi dibandingkan dengan daerah
nontropis karena adanya aktifitas pembakaran hidrokarbon untuk menghasilkan minyak
bumi. Sulfida bebas (H2S, HS-, S2-) adalah zat yang sangat penting dalam lingkungan air.
Sulfida bebas banyak ditemukandi sampel air alami dan air limbah dan berfungsi sebagai
indeks polusi yang sangatpenting untuk air, terutama karena berpotensi meracuni banyak
organisme air bahkan pada mikromolarkonsentrasi. Adanya sulfida dalam air sebagai
hidrogen sulfida dapat menyebabkan rasa dan bau yang tidak diinginkanjuga memiliki efek
toksik pada kehidupan akuatik. Sulfida bisa jadidilepaskan ke lingkungan perairan melalui
degradasi anaerobik protein yang mengandung sulfur, asam amino, ataujenis komponen
organik lainnya. Garam sulfida adalahsering digunakan di aliran limbah industri untuk
meminimalkanpengangkutan beberapa logam beracun, misalnya merkuri dan timbal ke
dalamlingkungan melalui reaksi presipitasi. Tingkat totalsulfida dalam pembuangan limbah
dibatasi karena toksisitasnya,penipisan oksigen, dan produksi H 2S. Kasus klinis Keracunan
sulfida biasanya pada 30 sampai 3000 μg L -1 dan pada dosis mematikan, tergantung pada
paparan H2S, di kisaran 300-1000 μg L-1, Sulfida terlarut memegang peran penting dalam
proses biogeokimia, dan dilepaskanke lingkungan perairan dalam penambangan sulfida yang
mengandungmineral dan mobilisasi mereka oleh bakteri. Dalam pH dari media berair, sulfida
dapat ditemukan dalam berbagai bentuk,yaitu, H2S terlarut, ion bisulfida (HS, pKa1 = 6.88)
danion sulfida (S2-, pKa2= 14.15). Penentuan spesies sulfidaatau total sulfida di perairan
sangat pentingahli kimia lingkungan (Ardelean, dkk., 2014).
Siklus sulfur dan spesiasi telah dipelajari di berbagai bidang matrik air laut,
misalnya, Laut Hitam dan Laut Adriatik. Konsentrasi maksimumsulfida 423 μM
ditentukan,dan tiga zona air yang berbeda di cekungan pusatLaut Hitam ditemukan: oxic (0-
65 m), anoxic / nonsulfidik (65-100 m) dan zona sulfidik (> 100 m) (Ardelean, dkk., 2014).
Sulfida (H2S) tidak berwarna, mudah terbakar, dan gas beracundengan bautelur
busuk.Paparan pada level > 300 ppm dianggap berbahaya bagi kehidupan atau kesehatan,
sepertipaparan terus menerus terhadap level> 20 ppm. Proses industri yangmelibatkan
minyak dan gas alam, produksi pulp dan kertas,pengolahan limbah, dan pabrik produksi
belerang cenderungberpotensi tinggi tingkat H2S, baik yang terjadi secara alami atau berupa
produk sampingan dari metode industri.Dalam larutan berair di 20°C, kesetimbangan
protolitik pH tergantung berikut (Bitziou, dkk., 2014):
H2S + H2O(1) ⇌HS- (aq) + H3O+ (aq) pKa1= 6.88 (1)
Catatan HS- dapat dideteksi secara elektrokimia dan nilai pKa akan sedikit berbedadengan
kadar garam dan suhu yang berbeda. Selain itu, kelarutan H2S menurun seiring dengan
meningkatnya suhu dan salinitas(Bitziou, dkk., 2014).Berbagai metode telah dikembangkan
untuk mengukurkonsentrasi sulfida dalam sampel air dan air laut. Seperti titrimetrik,
kolorimetri, spektroskopi, metode kromatografi, dan elektrokimia yang telah berhasil
digunakan untuk penentuan sulfida (Ardelean, dkk., 2014).
Abstrak
Dekomposisi hidrogen sulfida (H2S) dalam air laut sangat bergantung pada
konsentrasi H2S terlarut dan oksigen terlarut (DO). Hubungan sederhana telah ditemukan
pada disosiasi H2S dan perbandingan [DO/H2S]. Saat perbandingan [DO/H2S] lebih dari satu,
H2S terdekomposisi dengan cepat menghasilkan waktu paruh yang panjang terhadap H 2S
dalam air laut (dalam skala waktu satu menit). Dalam kasus ini, H2S terdekomposisi dalam
reaksi orde dua semu. Reaksi orde dua semu umumnya dilakukan dalam peneltitian lain.
Studi ini juga melakukan penelitian hubungan antara konsentrasi H2S dan pH yang dapat
mengubah H2S selama terdiasosiasi dalam air laut. pH yang rendah meningkatkan konsentrasi
dari H2S pertama dalam air laut namun tercapai nilai rendah asimtotik sekitar 4 sebagai H 2S
terlarut yang mendekati batas kejenuhan dalam air laut yaitu sekitar 2.500 mg L-1.
Air laut yang digunakan dalam peneltian ini adalah air laut Cina Selatan wilayah
Terengganu. Air laut lalu disaring dan diaklimatisasi selama 1 minggu sebelum digunakan. 1
L peralatan Kipps digunakan untuk menghasilkan gas hidrogen sulfida (H2S) pada studi ini.
Dalam peralatan Kipps, kelebihan pirit (Fe2S) dibebaskan untuk bereaksi dengan asam
klorida (20%) untuk selanjutnya menjadi gas H2S. Gas menggelembung menjadi 1 L air
bebas oksigen selama 24 jam untuk menghasilkan sekitar 2000 mg L-1 H2S untuk penelitian
selanjutnya. Air bebas oksigen disiapkan untuk membersihkan air deioniasi dengan nitrogen
murni sebanyak 30 mL s-1 selama 40 menit. Kemurnian gas oksigen dan nitrogen yang
digunakan harus tinggi (>99%). Semua bahan kimia yang digunakan dalam studi ini adalah
analytical grade dan disuplai oleh Merck Co.
Tabung chamber seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 digunakan dalam penelitian ini.
Chamber ini terdiri dari empat komponen utama;
Chamber diinkubasi dalam bak air 20 L. Pembuluh reaktor pertama diisi dengan 2 L dari air
laut. Oksigen murni dan nitrogen dari tabung gas digunakan untuk mengatur tingkat oksigen
terlarut di dalam air laut. 50 mL syringe digunakan untuk menyuntikkan aliquot H 2S pekat
melalui port injeksi ke dalam reaktor. Volume larutan H 2S pekat yang disuntikkan ke dalam
reaktor diperoleh berdasarkan persamaan pengenceran:
M1V1 = M2V2
untuk membentuk konsentrasi H2S yang diinginkan. Volume injeksi dibatasi hingga kurang
dari 2% dari total volume reaktor. Tidak ada yang boleh keluar selama percobaan. Untuk
menghindari kebocoran, semua port disegel dengan lem silikon. Batang magnet dan
pengaduk (300 rpm) digunakan untuk menghomogenkan alikuot dan air laut dalam bejana
percobaan. Percobaan dilakukan di laboratorium pada 280C, pH 8 dan 30 ppt.
Percobaan dimulai satu menit setelah penyuntikan alikuot H2S. Ini untuk memastikan
homogenitas sampel dalam bejana.Pembacaan direkam terus menerus dengan menggunakan
camcorder dan kemudian secara manual ditransfer ke spreadsheet excel. Data kemudian
digunakan untuk menentukan urutan reaksi, laju dan konstanta. Semua percobaan dilakukan
sebanyak 3 kali.
Kelarutan H2S dan perubahan pH dalam air laut
Sebelum dilakukan percobaan tentang dekomposisi H2S, kelarutan H2S dalam air laut
diuji dengan menggunakan pengaturan eksperimental seperti yang ditunjukkan pada Gambar
2. Dalam percobaan, gas H2S yang dihasilkan dari peralatan Kipps digelembungkan melalui
air laut pada suhu 280C, 30 ppt dan pH 8.0 dalam bejana 2 L melalui port 2. Port 4 adalah
ventilasi untuk kelebihan gas. Selama penarikan sampel, port 4 dipotong dan jarum suntik (5)
digunakan sebagai piston untuk mengeluarkan sampel air bejana melalui port 3. Konsentrasi
H2S, suhu, pH dan oksigen terlarut ditentukan dengan segera. Percobaan dilakukan dalam bak
air 20 L untuk suhu yang konsisten pada 280C (±0.5 0C).Semua percobaan dilakukan
sebanyak 3 kali.
Hasil dan Pembahasan
Data yang diperoleh dengan menggunakan pendeteksi H2S (MS-AQUA) diperiksa silang
dengan metode standar APHA 4500-S2-F. Eksperimen dan analisis pada konsentrasi larutan
standar H2S yang berbeda dilakukan untuk memvalidasi pengukuran yang sesuai pada sensor.
Hasil yang diperoleh dari pendeteksi tidak berbeda secara signifikan (pasangan t-test, p>
0,05) dari yang diperoleh dengan menggunakan metode standar APHA dan ada korelasi
antara data nilai-nilai. (Pearson, P <0,05, R2 = 0,9974). Gambar 3 menunjukkan korelasi
konsentrasi H2S yang diperoleh dengan menggunakan pendeteksi dan metode standar.
Validasi pendeteksi H2S penting karena pendeteksi dianggap baru di pasar dan hanya ada
beberapa laporan tentang efisiensinya dalam pengukuran. Pendeteksi responsif terhadap H2S
sekalipun melebihi rentang pengukuran yang direkomendasikan oleh produsen meskipun dua
titik
Ketika H2S terus menggelembung ke dalam air laut, pH air laut turun dari nilai awal pH 8,01
turun ke pH 4,27 karena konsentrasi H2S mendekati 2312 mg L-1 (Gambar 4). Pada 28 0C,
konsentrasi H2S jenuh sekitar 2500 mg L-1 dalam 30 ppt air laut dalam percobaan.
Diperkirakan bahwa H2S akan seimbang dan berevolusi menjadi ruang uap pada keadaan
saturasi. Oleh karena itu, konsentrasi H2Sdigunakan dalam penelitian ini terbatas pada 1500
mg L-1 untuk mengurangi kesalahan eksperimental dan dalam hal pertimbangan keamanan.
Dekomposisi hidrogen sulfida dalam air laut dengan rasio [DO]/[H2S] yang berbeda
Adanya kelebihan oksigen terlarut dalam air laut, hidrogen sulfida terlarut (H 2S) dioksidasi
dengan cepat di dalam air laut. Gambar 5 menunjukkan kerusakan H2S terhadap waktu di air
laut dalam kondisi aerobik. Pada awalnya oksigen terlarut sebesar 10,2 mg O 2 L-1 (Gambar
5a), H2S didekomposisi dari awal 3,2 mg L -1 menjadi setengah dari awal konsentrasi pada 1,6
mg L-1 dalam waktu sekitar 10 menit ketika rasio [DO / H2S] adalah 3,4 (Gambar 5a).
Konsentrasi H2S selanjutnya diuraikan di air laut. Paruh berikutnya dari konsentrasi H 2S 1,6-
0,79 mg L-1 sekitar 9 menit. Penelitian ini juga menggunakan konsentrasi awal 5,2 mgL -1 H2S
di bawah rasio [DO / H2S] 3,2 (Gambar 5b) pada oksigen terlarut awal 17,4 mg O 2 L-1,
setelah 10,6 menit. Konsentrasi H2S turun menjadi setengah dari konsentrasi awalnya.
Konsentrasi H2S dalam eksperimen ini lebih lanjut didekomposisi menjadi 1,3 mgL -1 setelah
10,4 menit. Dalam percobaan kedua, oksigen terlarut tetap di atas 4 mgL -1 pada akhir dari
eksperimen. Rata-rata, kerusakan H2S pada 9,9 ± 0,8 menit di air laut ketika oksigen terlarut
berlebih. Reaksi dekomposisi H2S tampaknya merupakan reaksi orde pertama, ketika oksigen
terlarut bukan faktor pembatas.
Dekomposisi hidrogen sulfida di air laut dengan rasio molaritas rendah [DO/H 2S]
Di bawah rasio molaritas [DO / H2S] rendah, karena hidrogen sulfida (H2S)
teroksidasi, konsentrasi DO dalamair laut menurun seiring dengan penurunan konsentrasi
H2S. Dalam hal ini, dekomposisi H2S tidak lagi menyerupai reaksi orde pertama karena
deplesi oksigen terlarut di air laut. Kerusakan H 2S agakdiatur oleh ketersediaan oksigen
terlarut. Gambar 6 menunjukkan penurunan konsentrasi H 2S yang khas sebagaimana
adanyabereaksi dengan DO di bawah rasio konsentrasi [DO / H 2S] rendah. Waktu paruh H2S
pada kondisi awal percobaandiperkirakan berdasarkan persamaan (4) yang diberikan
sebelumnya. Percobaan lebih lanjut dilakukan pada rasio rendah [DO / H 2S]untuk
memperoleh korelasi kerusakan H2S dalam air laut dan menentukan perkiraan waktu paruh
H2S di bawahnyakondisi. Percobaan dilakukan sedemikian rupa sehingga rasio rasio
molaritas [DO / H2S] membentang dari kurang dari 0,1di atas 10. Ini akan memberikan bukti
yang memadai tentang korelasi antara rasio konsentrasi danwaktu paruh disosiasi. Tabel 3 di
bawah ini memberikan waktu paruh H2S yang terukur untuk berbagai rasio [DO / H2S].
Kesimpulan
Pemecahan hidrogen dalam air (H2S) dalam air laut sangat tergantung pada
konsentrasi H2S terlarut dankonsentrasi oksigen terlarut (DO). Tingkat kerusakan H 2S
umumnya dapat diperkirakan berdasarkan pada rasio molaritas [DO / H2S]. Pada rasio [DO /
H2S] tinggi (> 1), tingkat kerusakan H2S bisa cepat, sehingga singkat paruh waktu disosiasi
H2S (dalam 10 menit). Di bawah keadaan ini di mana oksigen terlarut bukanlah faktor
pembatas dalam oksidasi H2S, tingkat kerusakan muncul sebagai reaksi orde pertama.
Namun, ketika nilainya rasio [DO / H2S] lebih rendah dari 0,07, tingkat penguraian menjadi
lebih lambat, menghasilkan waktu paruh H2S yang lebih lama kerusakan (lebih dari satu jam).
Dalam hal ini, tingkat penguraian menampilkan formulir reaksi orde kedua, yang setuju
dengan laporan dari peneliti lain. Penelitian ini juga menyelidiki hubungan antara H2S terlarut
isi dan perubahan pH dalam air laut. PH air laut menjadi lebih rendah dengan peningkatan
H2S awal konsentrasi di air laut. Ini mencapai nilai rendah asimtotik sekitar 4 sebagai konten
H2S terlarut mendekati batas kejenuhannya di air laut sekitar 2.500 mg L-1.
2. PENENTUAN KADAR TOTAL SULFIDA DAN IODIDA DALAM AIR
DENGAN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI
ULTRAVIOLET
dalam sampel air untuk menentukan konsentrasi total dari bisulfida. Metode ini didasarkan
pada teori bahwa hidrogen sulfida dapat menyerap cahaya ultraviolet. Konsentrasi dari
bisulfida ini ditentukan melalui pengukuran absorbsi pada panjang gelombang 214 hingga
300 nm.
1. Metodologi penelitian
a. Reagen
Standar bisulfida disiapkan dengan 250 mL air di dalam botol aspirator gelas 500
mLyang dioksigenasi dengan gas N2 selama satu jam. Na2S. 9H2O dibilas dengan DW
ditambahkan ke dalam air yang sudah dioksigenasi untuk mendapatkan 100 mL larutan.
Aspirator gelas kemudian disegel untuk menghindari kontak dengan oksigen. Kemudia
reagen ditempatkan dalam botol polietilen coklat. Reagen ini harus dihaja dari cahaya
Sampel diambil dari perairan Seaside, Monterey County, CA, dalam botol polietilen
yang diisi hingga penuh dan ditutup. Sampel tidak perlu disaring atau diencerkan karena
akan dianalisis dengan UV. pH sampel sekitar 7,7 – 8,0. Sulfida total juga diukur degan
metode metilen biru, sedangkan nitratnya ditentukan dengan pengukuran kolorimetri
setelah direduksi menjadi nitrat. Selain menganalisis air dari perairan, pada jurnal ini
juga dilakukan analisis terhadap cairan hasil aktifitas vulkanik yang diambil pada
hidroksida (NH4OH) 0,44 M, dengan pH<7 menjadi sekitar 8,0, yang kemudian
diencerkan, yang nantinya juga akan dianalisis dengan metode metilen biru. Selain
kedua jenis sampel air tersebut, juga diambil sampel sedimen air tanah dari Elkhorn
Slough National Estuarine Research Reserve, Monterey Bay. Diperoleh 3 sampel dari
tempat yang berbeda-beda yang diisi dengan gas N2. Tabung sentrifugasi kemudian diisi
dengan sampel tadi yang masih berupa lumpur. Tabung yang disegel tersebut kemudian
disentrifugasi selama ~30 menit dengan kecepatan 2500 rpm untuk memisahkan air
tanahnya. Kemudian disaring dengan kertas saring 0,45 μm. Sampel kemudian dianaliss
c. Peralatan
Untuk mendapatkan data absorbansi dari 200 nm hingga 400 nm, digunakan alat
air perairan dan air tanah diukur absorbansinya dengan kuvet kuarsa. Sampel vent (yang
berasal dari aktifitas vulkanik diukur dengan kuvet alir Hellma 1cm dengan windows
Suprasil I. Semua data absorbansi disimpan dengan estimasi generalisasi komputer dari
menentukan total iodine dalam sampel. Sampel diencerkan hingga 250 kali dengan
puncak pada daerah 230 nm (figure 1b). Absorbansi 230 nm pada larutan yang
mengandung total sulfide 115 μM ditunjukkan pada pH tertentu (figure 1b). Nilai
absorbansi sangat dipengaruhi oleh pH. Persentasi dari sulfide total sebagai HS - pada
masing-masing sampel yang dihitung dengan nilai pK 1 sebesar 6,60 pada air laut pada
suhu 250C juga ditunjukkan pada grafik. Kesamaan antara dua garis tersebut
mempengarhi absorbsi UV pada H2S. spektrum yang lebih lemah dapat dilihat pada
larutan asam karena adanya H2S yang terdisosiasi (figure 1a). dominansi HS - pada
total dengan UV adalah pada pH 8,0 sampai 9,0, dimana HS- > 95% dari semua total
sulfida. Spektrum ini akan lebih rumit di atas pH 9 dengan adanya absorbansi
seperti bromide, nitrat, nitrit, dan iodide yang memunjukkan puncak pada panjang
gelombang 204, 202, 210, dan 226 nm. Namun hal ini tidak akan kita bahas pada
makalah ini karena kita hanya fokus pada penentuan kadar sulfida.
Puncak pada spektrum larutan bisulfida bisa diselesaikan dari spektra ion lain selain I -.
konsentrasi total dari iodin adalah <1 μM dalam air laut, dimana hal ini tidak cocok
untuk digunakan dalam penentuan kadar bisulfida dalam jumlah yang mikro. Penelitian
terdahulu telah melakukan studi dan menemukan bahwa spektrum dari material organik
yang terlarut di dalam air laut dapat dimodelkan sebagai sebagai suatu fungsi
eksponensial.
komponennya
Dimana € adalah absortivitas molar dari spesies yang tersubskripsi pada panjang
gelombang λ, dan L adalah lebar medium. Penjumlahan dari komponen (j) mewakili
semua kombinasi yang mungkin dari ion anorganikselain HS - yang mungkin ada di
dalam sampel. Intersep (b) dan slope (b) mewakili absorbsi dari zat-zat organik dalam
sampel air laut. Kemudian c mungkin ditambahkan untuk memenuhi offset spektral
Persamaan 1, pada prinsipnya dapat digunakan untuk menentukan HS-, NO3-, Br-, I-, dan
komponen lainnya.
Sampel air mewakili sampel alam yang paling sederhana yang diuji. Sampel ini
mengandung sedikit ion halida. Absorbansi dari semua sampel kurang dari 1,0 pada
panjang gelombang 214 nm. Grafik 2 menunjukkan spektrum absorbansi dari sampel
dan spektrum kompenen yang telah ditentukan dengan regresi dari persamaan 1 pada
kisaran panjang gelombang 220 sampai 300 nm. Batasan deteksi (3 x standar deviasi)
untuk 15 analisis bisulfida dari sampel perairan adalah 0,6 μm. Meskipun penentuan
kadar hidrogen sulfida ditemukan dalam setiap sampel, konsentrasi total sulfida di atas
ditemukan bahwa batas deteksi hanya ditemukan di salah satu sampel, baik itu dengan
metode ultraviolet (1,7 μm) maupun metode metilen biru (1,3 μm) (grafik 2).
Konsentrasi bisulfida pada air hidrotermal ditentukan dengan metode ultraviolet dan
kemudian dibandingkan dengan penentuan dengan metode metilen biru pada diagram 4.
Konsentrasi yang tinggi dari suatu sampel dapat dianalisis dengan metode ultraviolet
metilen biru. Standar deviasi dari pengukuran bisulfida adalah 0,26 μM, yang
Diagram tersebut menunjukkan adanya peak di dekat 260 nm pada sampel dengan
Selain itu, juga ditentukan kadar senyawa lain di dalam sampel melalui analisis dengan
pada sampel. Namun dalam makalah ini hanya membahas mengenai penentuan kadar
Jurnal tersebut di atas telah membahas mengenai penentuan kadar sulfida dan
beberapa senyawa lain dalam sutu perairan. Jurnal tersebut didasarkan pada penelitian yang
telah dilakukan, dimana dilakukan analisis terhadap tiga jenis contoh yaitu air biasa di
perairan, air tanah, dan air hidrotermal sebagai akibat dari aktifitas vulkanis. Analisis tersebut
dilakukan dengan dua metode yakni metode metilen biru dan metode ultraviolet sehingga
Jika dirangkumkan, maka proses analisis sulfida contoh air dapat dilakukan dengan
prosedur berikut:
1. Masukkan water sampler secara vertikal dan pelan2 ke dalam air laut. Setelah semua
6. Tutup kembali botol BOD dengan pelan-pelan. Hindari adanya gelembung udara.
Penentuan kadar sulfida dalam suatu perairan tidaklah semudah yang dibayangkan.
Penentuan kadar sulfida di dalam air laut bukan hanya melalui proses yang biasa-biasa saja
kadarnya. Ternyata ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan kadar
sulfida dalam air laut. Dalam analisis, sangat dibutuhkan ketelitian serta kehati-hatian karena
ada beberapa hal yang mungkin dianggap sepeleh namun ternyata sangat mempengaruhi hasil
akhir analisis. Kesalahan ini bisa menyebabkan lost (kadar sulfida > kadar sebenarnya) atau
contamination (kadar sulfida > kadar sebenarnya). Kesalahan-kesalahan tersebut bisa berasal
dari beberapa aspek, secara natural dari alam, maupun karena perlakuan-perlakuan yang
diberikan, mulai dari pengambilan sampel, hingga pada pengukuran absorbansi. Namun ada
beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghindari kesalahan tersebut sehingga tidak ada
pengaruh terhadap hasil akhir analisis. Berikut diuraikan beberapa sumber kesalahan dalam
1. Penggunaan tempat contoh air, dimana botol dengan model tutup diputar tidak dapat
diisi penuh dengan air. Masuknya udara ke dalam botol akan mendorong proses
Maka untuk menghindari kesalahan tersebut, digunakan botol BOD atau botol yang
dirancang khusus untuk analisis sulfida, dengan penutup botol yang tidak diputar tapi
langsung ditutup.
2. Kadar H2S dalam udara di daerah tropis tinggi sebagai hasil dari pembakaran bahan
bakar hidrokarbon sehingga udara bisa menjadi sumber kontaminasi yang potensil.
Kesalahan bisa terjadi saat pengambilan contoh air, dimana jika dilakukan
pengambilan contoh dengan cara penyidukan maka akan aa udara yang terperangkap
di dalam botol sehingga menyebabkan kadar sulfida > nilai yang sebenarnya
(contaminated).
menggunakan water sampler khusus, dimana water sampler dimasukkan ke dalam air
secara vertikal dan perlahan-lahan hingga semua bagian water sampler masuk ke
3. Penggunaan water sampler yang terbuat dari logam akan bereaksi dengan sulfida
sehingga akan mengurangi kandungan sulfia di dalam sampel dan kadar yang
diperoleh < kadar yang sebenarnya.Untuk menghindari hal ini, maka digunakan
digunakan water sampler yang terbuat dari bahan organik atau dari bahan gelas yang
tidak akan bereaksi dengan sulfida sehingga tidak akan mempengaruhi hasil analisis.
4. Suhu udara di atas kapal lebih tinggi daripada suhu air laut shingga suhu contoh akan
naik sewaktu tiba di atas kapal dan menyebabkan H2S keluar dari contoh. Hal ini
Untuk menghindari hal ini, maka saat contoh air tiba di atas kapal, segera pindahkan
ke dalam botol BOD. Namun penunangannya tidaka bisa dilakukan dengan cara biasa
karena dapat menyebabkan H2S menguap. Oleh sebab itu harus menggunakan selang
5. H2S bersifat gas. Kenaikan suhu atau goncangan yang terjadi selama transportasi
menyebabkan sebagian H2S menguap atau keluar dari contoh air sehingga akan
mempengaruhi hasil akhir dimana hasil analisis < kadar yang sebenarnya dalam
contoh air. Oleh sebab itu, sampel air yang diisikan ke dalam botol BOD harus benar-
benar sampai penuh sehingga tidak ada ruang bagi gas H 2S untuk keluar dari contoh
air.
6. Air laut umumnya mengandung zat padat tersuspensi yang tentunya akan
memantulkan cahaya sehingga akan ikut terukur pada saat pengukuran absorbansi.
Hal ini menyebabkan nilai absorbansi sampel > nilai absorbansi yang sebenarnya
Maka untuk menghindari hal ini, contoh air harus disaring terlebih dahulu dengan
7. H2S bersifat gas. Kenaikan suhu atau goncangan selama transportasi akan
menyebabkan H2S menguap atau keluar dari air contoh. Untuk menghindari hal ini
maka contoh harus segera dimasukkan ke dalam ice box, lalu didinginkan dengan es
batu.
8. Adanya aktivitas mikroorganisme yang mengubah senyawa sulfat (kadarnya sangat
tinggi di dalam air laut yaitu sekitar 2000 ppm) menjadi H 2S atau S2- sehingga
Untuk menghindari hal tersebut, maka contoh air harus ditaruh di tempat yang gelap.
Bila analisis contoh tidak dapat dilakukan 1 jam setelah pengambilan maka sampel air