Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN

DISSOLVED OXYGEN (METODE IODOMETRI)

KELOMPOK II

Annisa Septi Dwiyanti 1706986132

Caleb Patrick Sidabutar 1706042503

Kayla Ashilla Putri M. 1706042636

Asisten Praktikum : Rendy

Tanggal Praktikum : 24 April 2019

Nilai :

Paraf Asisten :

LABORATORIUM TEKNIK PENYEHATAN LINGKUNGAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2019
I. TUJUAN

Mengukur kadar oksigen terlarut dalam air sampel, yaitu Inlet dan Outlet
Danau Ulin.

II. DASAR TEORI


1. Definisi DO
Oksigen terlarut atau dissolved oxygen merupakan suatu zat kimiawi
yang dibuthkan oleh semua makhluk hidup. Oksigen terlarut atau yang biasa
disingkat dengan DO dibutuhkan makhluk hidup untuk bernapas, melakukan
metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian akan menghasilkan energi
yang digunakan untuk pertumbuhan serta perkembangbiakkan. Selain itu,
oksigen juga diperlukan dalam oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik
dalam proses aerobik. Dalam suatu perairan, sumber utama oksigen biasanya
berasal dari suatu proses difusi dengan udara bebas serta hasil fotosintesis
organisme yang hidup dalam perairan tersebut.
Kadar oksigen yang dibutuhkan bagi makhluk hidup berespirasi serta
mengurai zat-zat organik oleh mikroorganisme dinyatakan dalam Apparent
Oxygen Utilization (AOU). Umumnya dalam perairan, nilai AOU adalah
positif. Namun, tidak dipungkiri ada beberapa perairan yang memiliki nilai
AOU negatif. Hal ini dapat terjadi karena jumlah oksigen yang dibutuhkan
lebih banyak dibandingkan jumlah oksigen yang tersedia.

2. Faktor yang memengaruhi BOD


1) Garam terlarut
Hubungan antara garam terlarut dengan DO adalah berbanding
terbalik. Bila terdapat banyak konsentrasi garam terlarut di suatu perairan,
maka oksigen justru akan semakin sulit untuk terlarut sehingga kadar DO
akan rendah. Hal ini disebabkan oleh karena bila garam terlarut tinggi
maka tekanan parsial akan menurun yang akan berimbas pada oksigen
yang sulit terlarut. Selain hal itu, garam terlarut juga akan mengganggu
ikatan afinitas oksigen, bahkan memutus ikatan tersebut dan pada
akhirnya oksigen akan terlepas dari air naik ke udara.

2) Suhu
Sama seperti garam terlarut, hubungan suhu dengan oksigen terlarut
ialah berbanding terbalik. Peningkatan suhu di perairan dapat memengaruhi
banyak hal. Dalam keadaan suhu yang meningkat, kecepatan pernapasan
makhluk hidup dalam air akan meningkat pula sehingga DO akan menurun
dikarenakan kebutuhan oksigen yang meningkat. Hubungan ini disajikan
dalam gambar grafik berikut :

Gambar 1. Hubungan antara persen konsentrasi DO dengan temperatur


perairan
Sumber : [ CITATION Gus15 \l 1057 ]

Selain itu, dalam keadaan suhu yang meningkat, oksigen dalam air
juga rentan untuk menguap, maka dari itu oksigen terlarut atau DO akan
menurut konsentrasinya.
3) Tekanan
Seperti yang dijelaskan sebelumnya dalam faktor garam terlarut,
bahwa tekanan yang menurun menyebabkan kadar DO menurun pula. Hal
ini menunjukkan bahwa hubungan antara tekanan dengan DO adalah
berbanding lurus.

4) Eutrofikasi
Eutrofikasi memiliki penjelasan yaitu proses kelimpahan nutrisi dan
bahan organik dalam air yang berlebihan sehingga timbulnya pencemaran
air. Kelimpahan nutrisi ini tidak seimbang dan merata bagi semua
makhluk hidup air, dikarenakan ada yang membutuhkan nutrisi tersebut
ada juga yang tidak. Maka dari itu, banyak makhluk hidup air yang subur
akibat kelimpahan ini, namun ada banyak juga yang mati. Kematian
makhluk hidup ini menyebabkan tingkat penguraian yang meningkat oleh
mikroorganisme aerob. Kondisi ini membutuhkan banyak oksigen
sehingga kadar DO menurun.

5) Kecepatan angin dan kecepatan aliran


Kecepatan angin memiliki hubungan berbanding lurus dengan DO.
Kecepatan angin pada perairan menyebabkan turbulensi atau keadaan air
yang koyak sehingga udara akan bersentuhan langsung dengan air. Hal ini
membuat oksigen di udara masuk langsung ke dalam air. Sementara itu,
kecepatan aliran air menyebabkan aerasi pada air menjadi cepat sehingga
oksigen terlarut menjadi semakin banyak.

6) Kedalaman
Semakin dalam kedalaman suatu perairan, akan semakin sulit cahaya
matahari masuk. Hal ini menyebabkan sulitnya proses fotosintesis yang
terjadi di dalam perairan dalam. Fotosintesis yang sulit terjadi akan
menyebabkan sedikitnya kandungan oksigen yang terlarut di dalamnya.
3. Metode pemeriksaan DO
a) Metode titrasi dengan cara Winkler
Metode Winkler umum digunakan untuk menentukan kadar oksigen
terlarut dalam suatu sampel perairan. Metode ini menggunkan prinsip
titrasi iodometri. Indikator-indikator yang ditambahkan ke sampel
sebelum melakukan titrasi diantaranya adalah MnCl2, NaOH – KI, H2SO4
atau asam sulfat, serta indikator amilum. Setelah penambahan dilakukan,
larutan sampel akan mengalami bermacam-macam reaksi. Pertama,
larutan sampel ditambahkan indokator MnCl2 dan alkali iodida azida
sehingga terjadi endapan. Kemudian, ditambahkan lagi dengan asam
sulfat atau H2SO4, maka endapan akan kembali larut. Larutan ini
selanjutnya ditambahkan indikator amilum kemudian dilanjutkan dengan
titrasi larutan sampel menggunakan larutan standar natrium triosulfat atau
Na2S2O3. Reaksi-reaksi yang terjadi dirumuskan sebagai berikut :
MnCl2 + NaOH  Mn(OH)2 + 2 NaCl
2 Mn(OH)2 + O2  2 MnO2 +2 H2O
MnO2 + 2 KI + 2 H2O  Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH
I2 + 2 Na2S2O3  Na2S4O6 + 2 NaI

b) Metode elektrokimia
Metode ini dilakukan untuk menentukan kadar oksigen terlarut secara
langsung dengan menggunakan alat yang dinamakan DO meter. Prinsip
kerjanya yaitu menggunakan probe oksigen yang terdiri atas katoda serta
anoda. Katoda dan anoda tersebut direndam di dalam larutan elektrolit.
Katoda yang digunakan biasanya berbahan perak atau (Ag), sedangkan
anoda yang digunakan yaitu timbal (Pb). Umumnya, elektroda dilapisi
dengan membran plastik yang sifatnya permeable terhadap oksigen.
Difusi yang terjadi antara oksigen dari sampel ke katoda akan berbanding
lurus dengan konsentrasi oksigen terlarut.
Reaksi kimia yang terjadi adalah sebagai berikut :
Katoda : O2 + 2 H2O + 4-  4 HO-
Anoda : Pb + 2 HO-  PbO + H2O + 2e-

4. Dampak DO Terhadap Lingkungan


DO atau oksigen terlarut merupakan jumlah kandungan oksigen yang
terdapat di dalam suatu perairan. Tentu saja terdapat hal positif juga negatif
yang diakibatkan oleh berbagai kondisi dari kadar DO dalam lingkungan
perairan ini. Dampak positifnya yaitu ketika kadar DO tinggi di suatu perairan
maka kebutuhan oksigen makhluk hidup di dalam perairan tersebut terpenuhi.
Sehingga lingkungan perairan tersebut menjadi layak dihuni dan sehat untuk
ditinggali oleh berbagai makhluk hidup perairan. Sementara, dalam kondisi
perairan yang tercemar, kadar DO atau oksigen terlarut sedikit sedangkan
kadar BOD atau kebutuhan oksigen tinggi. Hal ini disebabkan oleh benyaknya
polutan atau pencemar yang ada dalam perairan tersebut. Banyaknya polutan
membuat perkembangbiakan bakteri menjadi meningkat, disebabkan bakteri
harus mengoksidasi karbon serta nitrogen yang terkandung di dalam polutan.
Oksidasi ini yang menyebabkan kadar DO rendah sedangkan kadar kebutuhan
oksigen tinggi oleh karena oksidasi yang dilakukan bakteri menggunakan
oksigen. Selain itu, dalam perairan yang tercemar, bakteri harus melakukan
penguraian bahan-bahan organik. Hal ini akan meningkatkan aktifitas bakteri
sehingga kebutuhan oksigen pun meningkat dan oksigen terlarut semakin
menipis.

5. Hubungan DO dengan BOD


BOD sendiri memiliki pengertian sebagai kebutuhan oksigen
biokimia, hal ini dimaksudkan untuk lingkungan perairan. Hubungan antara
kadar oksigen terlarut atau DO dengan BOD adalah berbanding terbalik. Hal
ini didapatkan dari pengayaan yaitu bila kebutuhan oksigen di suatu perairan
semakin tinggi, maka akan semakin sedikit oksigen yang terlarut atau tersisa.
Dalam perairan tercemar, mikroorganisme yang terdapat dalam perairan
berperan sebagai pengurai bahan-bahan organik yang terkandung dalam
polutan. Dalam penguraian yang dilakukan, mikroorganisme membutuhkan
oksigen sehingga dalam hal ini tingkat BOD akan meningkat, sedangkan
oksigen terlarut atau DO akan menurun.

6. Hubungan DO dengan COD


COD atau Chemical Oxygen Demand memiliki pengertian yaitu
jumlah oksigen yang diperlukan untuk menguraikan bahan-bahan organik
yang terdapat dalam air. Hasil dari penguraian ini akan menjadi CO2 dan H2O.
Dalam perairan yang tercemar, makin banyak zat-zat organik yang perlu
diuraikan. Penguraian merupakan peran dari mikroorganisme yang ada dalam
perairan tersebut. Penguraian yang meningkat diartikan sebagai aktifitas
mikroorganisme yang meningkat. Hal ini menyebabkan kebutuhan oksigen
dari mikroorganisme dalam perairan tersebut meningkat. Sehingga semakin
tinggi COD, maka semakin rendah konsentrasi DO atau oksigen terlarut.

7. Alasan DO menjadi parameter


Dalam hal ini, DO memegang peranan penting dalam kualitas
perairan. Hal ini disebabkan oleh peran DO sendiri dalam proses oksidasi
serta reduksi bahan organik dan anorganik. Dalam perairan dengan kondisi
aerobik, peranan oksigen yaitu untuk mengoksidasi bahan-bahan anorganik
serta organik dan kemudian akan menghasilkan nutrien yang dapat
meningkatkan kesuburan perairan. Semantara dalam perairan yang memiliki
kondisi anaerobik, oksigen akan berperan sebagai pereduksi senyawa-senyawa
kimia. Senyawa-senyawa kimia ini akan direduksi hingga menjadi lebih
sederhana dalam bentuk nutrien juga gas. Sebagaimana dengan peranan-
peranan DO di atas, maka DO sangat penting bagi perairan. Dengan peranan-
peranan tersebut, DO mampu mengurangi pencemaran pada perairan secara
alami. Selain itu, oksigen juga berperan penting bagi kelangsungan makhluk
hidup di perairan yaitu untuk metabolisme serta pernapasan. Hal ini juga
disambungkan dengan peranan beberapa mikroorganisme yang berfungsi
sebagai pengurai senyawa kimia beracun. Oleh karena hal itu, DO atau
oksigen terlarut dijadikan sebagai parameter kualitas air.

8. Standar Baku Mutu DO


a) Permenkes RI Nomor 416 Tahun 1990 Tentang Syarat-Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air

Tabel 1. Daftar Persyaratan Air Kolam Renang

Kadar yang
No
Parameter Satuan diperbolehkan Keterangan
.
Minimum Maksimum
Kebutuhan oksigen
1. Mg/L - 5.0
biokimia (BOD)
Sebagai O2
2. Oksigen terlarut (DO) Mg/L 4.0 -
3. pH 6.5 8.5
Sumber : Permenkes No 416, 1990

b) Permenkes RI Nomor 32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu


Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan
Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan Pemandian Umum

Tabel 2. Parameter Kimia dalam Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan


untuk Media Air Pemandian Umum

Standar baku mutu


No. Parameter Unit (kadar Keterangan
minimum/kisaran)
1. pH - 5–9 -
≥ 80 %
Oksigen
2. Mg/L ≥4 saturasi
terlarut (DO)
(jenuh)
Sumber : Permenkes No 32, 2017
c) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

Tabel 3. Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas

Paramete Kelas
Satuan Keterangan
r I II III IV
BOD Mg/L 2 3 6 12
COD Mg/L 10 25 50 100
Angka batas
DO Mg/L 6 4 3 0
minimum
Sumber : PP No 82, 2001
Dalam PP nomor 82 tahun 2001 juga dijelaskan pengertian dari kelas-
kelas dalam tabel di atas, yaitu :
 Kelas I merupakan air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
air baku air minu, dan atau peruntukan lain yang menper-syaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut
 Kelas II merupakan air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana atau sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama degan kegunaan
tersebut
 Kelas III merupakan air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut
 Kelas IV merupakan air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut
9. Aplikasi DO dalam Bidang Teknik Lingkungan
 Kontrol Lingkungan
Konsentrasi DO digunakan untuk mengetahui kondisi lingkungan
yang dikontrol sedang baik atau buruk. Seperti yang sudah dijelaskan,
bahwa dalam keadaa DO yang tinggi maka lingkungan perairan tersebut
sehat dan mendukung makhluk hidup untuk tinggal.
 Pengolahan Air
Kadar DO menjadi salah satu parameter air minum yang harus
dipenuhi. Hal ini menjadikan kadar DO sebagai penentu sistem
pengolahan apa yang harus dilakukan supaya suatu air minum layak
didistribusikan dan diminum oleh konsumen.
 Pengolahan Air Limbah
Sama seperti air minum, air limbah pun memiliki parameter tersendiri
sebelum akhirnya dibuang ke perairan. Hal ini dilakukan supaya air
limbah nantinya tidak mencemari perairan dan membuat perairan tersebut
menjadi buruk kualitasnya untuk ditinggali makhluk hidup laut. Besar
kadar DO yang terukur dalam suatu air limbah menentukan sistem
pengolahan yang dilakukan sebelum akhirnya air limbah yang telah
memenuhi parameter dibuang ke lingkungan sekitar.

10. Pengolahan untuk DO


Pengolahan air untuk oksigen terlarut dapat dilihat dari penyebab
mengapa kadar DO dapat dibawah dari batas minimun. Seperti yang telah
dipaparkan di poin-poin sebelumnya bahwa ada banyak hal yang mampu
memengaruhi tinggi atau rendahnya kadar oksigen terlarut dalam suatu
perairan. Secara umum, kadar DO yang rendah disebabkan oleh tercemarnya
perairan sehingga konsentrasi COD dan BOD dalam perairan tersebut tinggi.
Maka dari itu, pengolahan yang digunakan merupakan pengolahan untuk
limbah atau polutan yang mencemari perairan itu sendiri. Pengolahan air
limbah yang dapat dilakukan yaitu dengan membuat kolam stabilisasi. Kolam
stabilisasi yang cukup umum digunakan yaitu kolam anaerobik, kolam
fakultatif untuk air limbah yang tercemar dengan bahan organik, sera kolam
maturasi untuk pemusnahan mikroorganisme patogen.
Selain pembuatan pengolahan dalam bentuk kolam, pembuatan IPAL
atau Instalasi Pengolahan Air Limbah dapat dilakukan. Dalam IPAL, limbah
dinetralisasi melalui tiga tahapan, yaitu primary treatment, secondary
treatment serta tertiary treatment. Melalui ketiga pengolahan tersebut, air
limbah akan ternetralisasi dengan baik sehingga dapat dialirkan ke sungai.

III. ALAT & BAHAN

1. Alat
 Botol winkler (1)
 Buret (1)
 Pipet volume 50 ml (1)
 Pipet ukur 5 ml (1)
 Erlenmeyer (1)
 Statif dan klem (1)
 Bulb (1)
 Kertas titar (1)
2. Bahan
 Air sampel, yaitu Inlet dan Outlet Danau Ulin
 Air suling
 Larutan MnSO4
 Amilum
 H2SO4 pekat
 Na2S2O3.5H2O 0,099N
 Alkali iodide azida
IV. CARA KERJA

1. Menuang sampel ke 2. Menutup botol winkler 3. Menambahkan 1 ml


botol winkler hingga hingga rapat MnSO4 dan 1 ml alkali
meluap iodida azida

4. Menutup botol dan 5. Mendiamkan 10 menit 6. Menambahkan 1 ml


menghomogenkan hingga mengendap H2SO4 pekat

7. Menutup botol dan 8. Memipet 50 ml larutan 9. Menuang larutan ke


menghomogenkan erlenmeyer
hingga larut sempurna

10. Menambahkan 3 tetes 11. Menitrasi dengan 12. Mencatat volume


amilum Na2S2O3 0,099N hingga titrasi
berwarna bening
V. DATA PENGAMATAN

Tabel 4. Data hasil pengamatan Outlet Danau Ulin

Volume Na2S2O3 (mL) Perubahan warna


Vo 7,7
Hitam menjadi
V1 8,2
bening
ΔV 0,5
Sumber: Data praktikan, 2019

Tabel 5. Data hasil pengamatan bagian Inlet Danau Ulin

Volume Na2S2O3 (mL) Perubahan warna


Vo 23
Hitam menjadi
V1 24,4
bening
ΔV 1,4
Sumber: Data praktikan, 2019

VI. PENGOLAHAN DATA


V x N x 8000 x f
DO (mg/L O2) =
ml sampel

Dimana :
V = volume titrasi (mL)
N = normalitas Na2S3O2
8000 = gram ekuivalen O2
volume botol
F = faktor =
volume botol−(volume MnSO 4+ volume alkali iodide azida)

Maka dari itu, nilai DO air sampel adalah:


300
0,5 x 0,099 x 8000 x
DO Outlet Danau Ulin (mg/L O2) = 300−(1+1)
50 ml

= 7,97 mg/L O2
300
1,4 x 0,099 x 8000 x
DO Inlet Danau Ulin (mg/L O2) = 300−(1+1)
50 ml

= 22,325 mg/L O2

VII. ANALISIS
 Analisis Percobaan
Pada kesempatan kali ini, praktikan melakukan percobaan dengan
tujuan untuk mengukur kadar oksigen terlarut dalam air sampel, yaitu Inlet
dan Outlet Danau Ulin. Alat yang digunakan yaitu botol winkler, buret, pipet
volume 50 ml, pipet ukur, erlenmeyer, statif dan klem, bulb, beaker glass dan
kertas titar. Bahan yang digunakan yaitu air sampel, air suling, larutan MnSO4,
amilum, H2SO4 pekat, Na2S2O3.5H2O 0,099N, dan alkali iodide azida.
Pertama-tama, praktikan menuang sampel ke botol winkler di wastafel
hingga meluap kemudian menutupnya hingga rapat agar tidak ada rongga
udara di dalam botol sehingga menghindari kontak antara air dan oksigen dari
luar agar perhitungan kadar oksigen terlarut dalam air tidak terganggu. Sisa-
sisa air yang keluar kemudian dibuang ke wastafel. Setelah itu, praktikan
menambahkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml alkali iodida azida. MnSO 4 berfungsi
dan alkali iodide azida berfungsi untuk mengetahui adanya oksigen yang
ditandai dengan terbentuknya endapan MnO2.
2Mn(OH)2 + O2  2MnO2 + 2H2O
Praktikan kemudian menutup botol dan menghomogenkannya agar
seluruh larutan tercampur dengan merata, kemudian mendiamkannya selama
10 menit hingga mengendap. Botol harus selalu langsung ditutup dengan rapat
agar kontak dengan oksigen luar dapat dihindari sehingga tidak
mempengaruhi hasil perhitungan. Waktu tersebut dianggap ideal untuk
mengendapkan seluruh I2 yang terdapat di dalam larutan ke dasar botol
sehingga pengukuran oksigen dapat dilakukan dengan mudah. Selanjutnya,
praktikan menambahkan 1 ml H2SO4 pekat dengan tujuan untuk melarutkan
seluruh endapan I2 yang terdapat di dasar botol winkler sehingga iodium
berada pada kondisi bebas dan memunculkan kondisi asam pada larutan,
kemudian botol ditutup dan dihomogenkan hingga larut sempurna. Reaksinya
adalah sebagai berikut:

MnO2 + 2H2SO4 + 2NaI  MnSO4 + Na2SO4 + 2H2O + I2


Kemudian dilakukan titrasi menggunakan larutan natrium thiosulfate
dengan langkah awal yaitu memipet 50 ml larutan ke erlenmeyer dan
menambahkan tiga tetes amilum hingga warnanya menjadi hitam.
Penambahan amilum dilakukan sebagai indikator perubahan warna yang
menandakan adanya reaksi pengikatan antara amilum dengan iodium, dengan
reaksi:

2S2O3(2-) + 12  S4O6(2-) + 2I(-)

Praktikan lalu menitrasi larutan dengan Na2S2O3 0,099N hingga


berwarna bening dengan reaksi sebagai berikut:
I2 + 2 Na2S2O3 → Na2S4O6 + 2 NaI

Titrasi Na2S2O3 0,099N ini berfungsi untuk melepaskan ikatan antara iodium
dan amilum. Setelah dititrasi, praktikan mencatat volume hasil titrasi yang
digunakan.

 Analisis Hasil
Berdasarkan hasil percobaan dengan sampel Inlet dan Outlet Danau
Ulin, praktikan mendapatkan volume natrium thiosulfate yang digunakan
untuk titrasi yaitu sebesar 0,5 ml. Setelah melalui proses perhitungan,
didapatkan nilai dissolved oxygen sebesar 7,97 mg/L O2. Jika dibandingkan
dengan inlet Danau Ulin, inlet memiliki nilai dissolved oxygen yang lebih
besar yaitu 22,325 mg/L O2. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain suhu, semakin tinggi suhu maka semakin rendah nilai DO,
hal ini terbukti dengan suhu di outlet yang lebih panas daripada inlet sehingga
makhluk yang hidup di dalam air membutuhkan lebih banyak oksigen untuk
bernapas. Kecepatan angin pada bagian inlet lebih tinggi, tingginya turbulensi
mengakibatkan oksigen di udara masuk langsung ke dalam air. Outlet danau
cenderung tenang, sedangkan pada bagian inlet kecepatan alirannya lebih
besar yang menyebabkan aerasi sehingga oksigen terlarut menjadi lebih
banyak.
Jika dibandingkan dengan Permenkes RI Nomor 416 Tahun 1990
Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air yang menyatakan
bahwa minimal oksigen terlarut dalam air kolam renang adalah 0,4 mg/l,
sampel Outlet Danau Ulin memenuhi standar dan termasuk ke dalam kualitas
air yang baik. Berdasarkan Permenkes RI Nomor 32 Tahun 2017 Tentang
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air
untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan
Pemandian Umum, dinyatakan bahwa standar baku mutu untuk air mandi
adalah ≥4 mg/l, sehingga dapat disimpulkan bahwa air Outlet Danau Ulin
tergolong air yang dapat digunakan untuk mandi. Berdasarkan PP No. 82
Tahun 2001, air Outlet Danau Ulin tergolong ke dalam kelas I dengan nilai
DO minimal 6, sehingga dapat disimpulkan bahwa air sampel dapat
dijadikan alternatif air baku untuk pengolahan air minum.
Pengolahan (treatment) yang dapat dilakukan yaitu membuat kolam
stabilisasi (kolam anaerobik, kolam fakultatif, serta kolam maturasi). Selain
pembuatan pengolahan dalam bentuk kolam, pembuatan IPAL atau Instalasi
Pengolahan Air Limbah dapat dilakukan.
 Analisis Kesalahan
Beberapa kesalahan yang kerap dilakukan praktikan ketika praktikum
ialah :
1. Ketika menuangkan 50 mL larutan dari botol Winkler ke labu
erlenmeyer, posisi labu tidak tepat 45o sehingga terdapat kontaminasi
udara dari luar yang masuk ke dalam larutan
2. Pembacaan larutan titrasi pada buret kurang teliti sehingga hasil yang
ditulis atau didata kurang akurat
3. Praktikan melakukan titrasi di bawah kipas angin sehingga
mempengaruhi hasil percobaan akibat faktor lingkungan.

VIII. KESIMPULAN
1. Nilai dissolved oxygen untuk sampel Outlet Danau Ulin adalah 7,97 mg/L O2,
dan sampel Inlet Danau Ulin adalah 22,325 mg/L O2
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai DO yaitu garam terlarut, suhu,
tekanan, eutrofikasi, kecepatan angin dan kecepatan aliran, serta kedalaman
3. Perbandingan dengan peraturan yang berlaku:

Peraturan Isi Terpenuhi/tidak


Permenkes RI Nomor 416 Minimal oksigen Memenuhi standar
Tahun 1990 terlarut dalam air dan termasuk ke
kolam renang adalah dalam kualitas air
0,4 mg/l yang baik
Permenkes RI Nomor 32 Standar baku mutu Air Outlet Danau
Tahun 2017 untuk air mandi adalah Ulin memenuhi
≥4 mg/l standar dan tergolong
air yang dapat
digunakan untuk
mandi
PP No. 82 Tahun 2001 Kelas I minimal DO = Tergolong ke dalam
6, kelas II minimal DO kelas I dengan nilai
= 4, kelas III minimal DO minimal 6,
DO = 3, dan kelas IV sehingga dapat
minimal DO = 0 disimpulkan bahwa
air sampel dapat
dijadikan alternatif
air baku untuk
pengolahan air
minum

IX. DAFTAR PUSTAKA

Gusniani, I. (2015). Dissolved Oxygen.


Parameter Kimia Air (pH, DO, CO2, BOD, COD, TOM, Kesadahan). (2017,
May). Retrieved from Malalea.com: www.malalea.com
Penggunaan DO Meter pada Berbagai Bidang. (n.d.). Retrieved from
Artikel Teknologi: artikel-teknologi.com
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 32. (2017).
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416. (1990).
Peraturan Pemerintah Nomor 82. (2001). 25.
Salmin. (2005). Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi
(BOD) Sebagai Salah Satu Indokator untuk Menentukan Kualitas
Perairan. Oseana, 23-25.
Sawyer, C., McCarty, P. L., & Parkin, G. F. (2003). Chemistry for
Environmental Engineering and Science fifth edition. McGraw Hill.

Anda mungkin juga menyukai