Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN

ALKALINITAS (ASAM BASA)

KELOMPOK II

Annisa Septi Dwiyanti 1706986132

Caleb Patrick Sidabutar 1706042503

Kayla Ashilla Putri M. 1706042636

Asisten Praktikum : Rendy Sinulingga

Tanggal Praktikum : 6 Maret 2019

Nilai :

Paraf Asisten :

LABORATORIUM TEKNIK PENYEHATAN LINGKUNGAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK
2019

I. TUJUAN

Mengetahui cara pengukuran keasaman dan kebasaan serta


mengetahui konsentrasi alkalinitas contoh air, yaitu Inlet Danau Agatis.
Konsentrasi alkalinitas digunakan untuk mengetahui kadar alkalinitas
dalam air.

II. DASAR TEORI


1. Definisi
Alkalinitas memiliki beragam definisi. Dalam KBBI (2016),
alkalinitas didefinisikan sebagai jumlah konsentrasi ion karbonat dan
bikarbonat terlarut, biasanya dinyatakan dengan miliekuivalen per liter
(meq/L) kemampuan air untuk menetralkan asam. Sedangkan dalam
literatur lain, alkalinitas merupakan suatu parameter kimia yang
menunjukkan jumlah ion karbonat, hidroksida serta bikarbonat yang
mampu menetralkan keasaman pada suatu perairan dalam rangkaian
reaksinya[ CITATION Ano \l 1057 ].
Secara sederhana, alkalinitas dinyatakan sebagai kemampuan air
dalam menetralkan asam atau dalam arti lain yaitu kuantitas anion di
dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Lebih spesifiknya,
alkalitas didefinisikan sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas buffer
dari ion bikarbonat, dan hingga tahap tertentu ion karbonat serta ion
hidroksida dalam air[ CITATION Rid04 \l 1057 ]. Semakin tinggi alkalinitas
air, maka kemampuan air untuk menetralkan pH dalam perairan tersebut
semakin tinggi, sehingga nilai pH akan semakin turun. Sebaliknya, bila
kadar alkalinitas di suatu perairan rendah maka, semakin besar
kemungkinan bahwa keasaman atau tingkat pH dalam perairan tersebut
tinggi. Alkalinatas biasanya memiliki satuan ppm atau mg/l CaCO 3
(kalsium karbonat).

2. Penyebab Alkalinitas
Dalam perairan, alkalinitas disebabkan oleh anion dan garam dari
asam lemah. Berikut adalah penyebab alkalinitas :
Tabel 2.1 Penyebab-penyebab alkalinitas

Anion Asam lemah


bikarbonat (HCO3) borat (H2BO3-)
hidroksida (OH-) silikat (HSiO3-)
karbonat (CO3-) fosfat (HPO42-)
Sumber : Limbong, 2008
Garam dari asam lemah juga memengaruhi kadar alkalinitas dalam air
meskipun hanya sedikit. Maka dari itu penyebab utama alkalinitas dalam
perairan ialah hidroksida, karbonat serta bikarbonat.
Kalsium karbonat (CaCO3) dihasilkan dari pengikisan batuan kapur
akibat pelapukan. Lalu, kalsium karbonat akan melepaskan karbon
dioksida (CO2) ketika CaCO3 mengalir menuju perairan. CO2 yang terlepas
pun bereaksi terhadap kesetimbangan. Reaksi yang terjadi dalam perairan
umum yaitu :
CO2 + H2O  H2CO3  H+ + HCO3  2H+ + CO32-
Di dalam reaksi di atas, ion karbonat (CO32-) dan bikarbonat (HCO3-)
berperan sebagai penangkap ion hidrogen (H+). Hal ini menyebabkan
terjadi reaksi buffer dan kesetimbangan akan bergeser ke kanan seraya
mempertahankan pH yang relatif konstan. Penambahan ion hidrogen ke
dalam reaksi tersebut akan membuat reaksi bergeser ke kiri, akhirnya
menyebabkan karbon dioksida dan molekul air terbebas. Dengan cara ini,
zat-zat penyebab alkalinitas mampu menahan atau mempertahankan pH
bahkan menurunkannya.
Seperti layaknya kalsium karbonat yang dihasilkan dari batuan,
hampir semua zat penyebab alkalinitas bersumber dari batuan yang
mengandung senyawa-senyawa tersebut. Selain itu, sumber alkalinitas
pada perairan adalah ganggang dan lumut. Pada siang hari, lumut dan
ganggang berfotosintesis. Hasil dari fotosintesis tersebut merupakan
oksigen, semakin banyak oksigen dihasilkan maka kadar karbon dioksida
dan anion bikarbonat akan sebaliknya, yaitu menurun. Ketika kadar
bikarbonat menurun maka kadar karbonat dan hidroksida meningkat. Hal
ini membuat alkalinitas dalam perairan tersebut meningkat.

Gambar 1. Grafik korelasi antara CO2, HCO3- dan CO3- dalam perairan

Sumber : Susana, T. (1988). Karbondioksida. Oseana, 4.

3. Metode Analisis Alkalinitas


3.1 Metode Indikator Warna
Dalam metode ini, larutan ditritasi dengan H2SO4 setelah
sebelumnya larutan diberikan indikator warna yaitu fenolftalein
dan metil jingga. Bila larutan memiliki pH lebih dari 8.3, maka
titrasi dilakukan dua kali. Pertama larutan ditetesi fenolftalein
hingga berubah warna menjadi merah muda pekat. Setelah itu,
larutan dititrasi dengan H2SO4 hingga warna merah muda
memudar. Hal ini menandakan pH sudah turun menjadi 8.2.
titrasi yang kedua, larutan perlu diberikan sedikit metil jingga
hingga warna berubah menjadi kuning. Setelah itu kembali
dititrasi hingga larutan berubah warna menjadi jingga pekat.
Hal tersebut menandakan pHnya kembali turun hingga 4.5.
Untuk larutan dengan pH dibawah 8.3 maka cukup dititrasi
satu kali dengan sebelumnya ditambahkan indikator metil
jingga.
Asam sulfat digunakan untuk titrasi dikarenakan sampel
larutan mengandung ion hidroksida, H+ akan mengikat
hidroksida dan nilai pH pun turun. Hingga pH 8.3, reaksi yang
berlangsung yaitu :
OH- + H+  H2O
CO32- + H+  HCO3

Sedangkan pada pH 4.5 terjadi reaksi :

HCO3- + H+  H2O +CO2

Terdapat tiga jenis alkalinitas, yaitu alkalinitas total,


alkalinitas fenolftalein, serta alkalnitas metil jingga. Ketiganya
merupakan indikator apakah ion hidroksida, ion karbonat, atau
ion bikarbonat yang menjadi penyebab alkalinitas dalam larutan.
Ketiga jenis alkalinitas tersebut dirumuskan sebagai berikut :

A × B × 1000× 50
Alkalinitas total (mg/L CaCO3) =
C

A= banyaknya volume asam sulfat yang digunakan hingga pH


mencapai 4.5 (ml)

B= normal larutan sampel

C= volume larutan sampel


A × B × 1000
Alkalinitas total (meq/L) =
C

A= banyaknya volume asam sulfat yang digunakan hingga pH


mencapai 4.5 (ml)

B= normal larutan sampel

C= volume larutan sampel

A × B × 1000× 50
Alkalinitas fenolftalein (mg/L CaCO3) =
C

A= banyaknya volume asam sulfat yang digunakan hingga pH


mencapai 8.3 (ml)

B= normal larutan sampel

C= volume larutan sampel

Alkalinitas metil jingga (mg/L CaCO3) =

(T −P)× B ×1000 × 50
C

T = banyaknya volume asam sulfat yang digunakan hingga pH


mencapai 4.3 – 4.9 (ml)

P= banyaknya volume asam sulfat yang digunakan hingga pH


mencapai 8.3 (ml)

B= normal larutan sampel

C= volume larutan sampel

Selain rumus-rumus di atas, terdapat pula rumus untuk


menjadi alaklinitas jenis karbonat dan alkalinitas jenis
bikarbonat, yaitu :
30
Alkalinitas karbonat (mg/L CO3) = 2 P×
50

P= alkalinitas fonolftalein (mg)

61
Alkalinitas metil jingga (mg/L CaCO3) = T ×
50

T = kelindihan total (mg/L)

3.2 Metode Potensiometri


Metode ini merupakan metode yang menggunakan pH
meter sebagai pelaksanaannya. Selain pH meter, dapat pula
digunakan kertas pH untuk mengetahui nilai pH yang ada pada
larutan. Setelah nilai pH diketahui, maka dilakukan titrasi
dengan asam sulfat (H2SO4).

4. Alasan Alkalinitas Sebagai Parameter


Alkalinitas dijadikan sebagai salah satu parameter air karena
berbagai permasalahan yang dapat ditimbulkan bila tidak terkontrol.
Sebagai contoh, air yang memiliki kadar alkalinitas tidak seimbang dengan
kadar kesadahannya akan menyebabkan 2 kerusakan. Kerusakan yang
pertama terjadi apabila kadar alkalinitas lebih sedikit daripada kadar
kesadahannya, maka akan terjadi kerak pada dinding saluran.
Gambar 2. Kerak pada pipa saluran air
Sumber : Yelp.com

Kerusakan yang kedua terjadi apabila sebaliknya, kadar alkalinitas


lebih tinggi dari kadar kesadahan maka akan menimbulkan korosi.

Gambar 3. Korosi pada pipa saluran air


Sumber :

Anonymous. (2010, November 24). Menghindari Korosi di dalam Pipa Boiler. p. 1.

Selain itu, kadar alkalinitas dalam suatu perairan juga akan


berdampak pada kehidupan makhluk hidup dalam perairan tersebut. Hal
tersebut menjadikan alkalinitas diperlukan sebagai sebuah parameter yang
menentukan kualitas air.
5. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Alkalinitas
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, faktor utama yang
memengaruhi kadar alkalinitas yaitu ion karbonat, bikarbonat dan
hidroksida. Namun, selain itu, terdapat beberapa faktor-faktor lain yang
mampu memengaruhi ketiga ion tersebut, sehingga akhirnya memengaruhi
kadar alkalinitas dalam suatu perairan.
5.1. Karbondioksida (CO2)
Kadar karbondioksida dalam perairan berhubungan dengan
aktivitas fotosintesis organisme dan tumbuhan air di dalamnya. Di sisi
lain, aktivitas manusia pun ikut andil dalam perkembangan kadar air
dalam perairan, seperti menggunakan bahan bakar minyak. Kadar
karbondioksida juga berkaitan erat dengan kadar pH, seperti yang
dipaparkan dalam grafik 1. Semakin tinggi kadar karbondioksida
dalam suatu perairan maka akan semakin rendah nilai pH dalam
perairan tersebut, atau dengan kata lain perairan tersebut cenderung
asam. Dalam perairan, karbondioksida cenderung bereaksi dengan
kalsium karbonat, sebagai berikut :
CO2 + H2O + CaCO3  Ca2+ + 2HCO3-
Reaksi di atas menghasilkan ion bikarbonat, yaitu salah satu
penyebab alkalinitas. Maka, meningkatnya kadar karbondioksida akan
berakibat pada turunnya pH perairan serta menjadikan kadar
alkalinitas menurun pula.
5.2. pH
Dalam perairan, nilai pH sangat berpengaruh terhadap kadar
alkalinitas. Ketika nilai pH rendah, maka keasamaan akan tinggi,
sehingga alkalinitas pun akan turun. Sedangkat dalam nilai pH yang
tinggi yaitu di atas 7.4, akan terjadi presipitasi kalsium karbonat dalam
perairan sehingga kadar alkalinitas akan meningkat. Hal tersebut
terjadi karena dalam keadaan basa, ion karbonat akan bereaksi dan
melepaskan ion hidrogen (bersifat asam) sehingga keadaan perairan
akan netral kembali. Jika perairan terlalu asam, maka ion karbonat
akan mengalami reaksi hidrolisis menjadi ion bikarbonat dan
sebaliknya akan melepaskan hidrogen oksida yang bersifat basa
sehingga pH perairan akan naik dan menjadi netral.

5.3. Kesadahan
Konsentrasi total alkalinitas sangat berkaitan dengan konsentrasi
atau kadar kesadahan suatu larutan (Kordi, 2019). Menurut Eriset al
(2003), pada kondisi umum, kadar alkalinitas akan sama dengan kadar
kesadahan. Hal ini terjadi karena jumlah ion-ion yang terkandung
dalam kesadahan (Ca2+ dan Mg2+) sama dengan ion-ion penyebab
alkalinitas (HCO3- dan CO32-). Sedangkan di lautan, kadar alkalinitas
akan berubah dikarenakan adanya unsur ion Na +, Cl- serta ion-ion
lainnya.
5.4. Suhu
Suhu berkaitan erat dengan kadar karbon dioksida dalam suatu
perairan. Pada air dengan suhu tinggi, karbondioksida akan sulit untuk
larut sehingga kadar karbondioksida dalam perairan tersebut akan
meningkat. Sementara bila kadar karbondioksida meningkat, maka
ion-ion alkalinitas akan semakin turun serta menyebabkan pH menjadi
turun atau perairan akan semakin asam.
5.5. Organisme Air
Organisme air dapat menjadi faktor yang memengaruhi alkalinitas
karena aktivitas yang dilakukannya. Sebagai contoh, alga dalam
perairan akan melakukan fotosintesis dengan menyerap
karbondioksida sekitarnya dan memproduksi oksigen. Hal ini
berpengaruh terhadap kadar alkalinitas karena ketika kadar
karbondioksida berkurang, maka kadar karbonat akan meningkat yang
menyebabkan pH perairan akan meningkat dan kadar alkalinitas
perairan akan meningkat pula.

6. Dampak Alkalinitas
6.1. Terhadap Lingkungan
Alkalinitas dapat diartikan sebagai besaran ion karbonat,
bikarbonat dan hidroksida di dalam suatu perairan. Ketika ketiga ion
tersebut berada dalam perairan, ketiganya akan mengikat ion hidrogen
yang bersifat asam. Akibatnya, pH perairan akan meningkat. Seperti
yang telah disebutkan, bahwa alkalinitas dapat menetralkan nilai pH
atau mempertahankannya. Hal tersebut merupakan dampak positif
bagi kehidupan perairan atau akuatik. Dalam perairan, diketahui
terdapat reaksi :
CO2 + H2O  H2CO3  H+ + HCO3-  CO3- + 2H+
Ion karbonat dalam reaksi di atas, melambangkan kadar alkalinitas
pada perairan. Dalam reaksi tersebut, diketahui bila pH diturunkan
dengan cara menambahkan ion hidrogen, maka reaksi akan bergerak
ke kiri. Ion hidrogen akan diikat oleh karbonat dan kemudian
menghasil karbondioksida.
6.2. Terhadap Kesehatan
Alkalinitas tidak berpengaruh banyak terhadap kesehatan manusia.
Kadar alkalinitas yang tinggi dalam air akan membuat rasa air tersebut
menjadi anta, sehingga manusia merasa tidak nyaman ketika
meminumnya.
6.3. Terhadap Penggunaan Pipa untuk Saluran Air
Seperti yang telah dipaparkan, bahwa ketidakseimbangan kada
alkalinitas dengan kesadahan akan menyebabkan dua kerusakan.
Pertama yaitu karat pada pipa. Karat pada pipa menyebabkan air yang
melalui bagian berkarat tersebut terkontaminasi dan warnanya
berubah menjadi kekuningan. Yang kedua, yaitu kerak pada pipa.
Kerak pada pipa yang disebabkan oleh alkalinitas akan berwarna
kekuningan dan bila tidak ditangani, lama-kelamaan kerak akan
menutupi saluran sehingga aliran air akan berhenti.

7. Standar Baku Mutu Alkalinitas


Standar baku mutu air terdapat dalam Permenkes Indonesia Nomor
32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan
Dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi,
Kolam Renang, Solus Per Aqua, Dan Pemandian Umum. Lebih
sederhananya dituangkan dalam tabel berikut :
Tabel 7.1 Baku mutu alkalinitas dalam berbagai penggunaan air
kolam renang

Standar Baku Mutu


No
Parameter Unit (kadar Minimum Keterangan
.
atau Kisaran)
Apabila
menggunakan
1 pH 7 -7.8 khlorin dan
diperiksa minimum
3 kali sehari
Semua jenis kolam
2 Alkalinitas Mg/L 80-200
renang
Sisa Khlor Kolam panas dalam
3 Mg/L 2-3
bebas ruangan
Sumber : Permenkes Indonesia Nomor 32, 2017

Tabel 7.2 Baku mutu alkalinitas dalam berbagai penggunaan air solus
per aqua

No. Parameter Unit Standar Baku Keterangan


Mutu (kadar
Minimum atau
Kisaran)
Apabila menggunakan
1 pH 7.2 -7.8 khlorin sebagai
disinfektan
Mg/
2 Alkalinitas 80-200
L
Sisa Khlor Mg/
3 2-3 SPA panas ruangan
bebas L
Sumber : Permenkes Indonesia Nomor 32, 2017
8. Aplikasi Data Alkalinitas Dalam Teknik Lingkungan
8.1. Koagulasi Bahan Kimia
Koagulasi adalah peristiwa destabilisasi pada partikel-partikel
koloid dimana gaya tolak-menolak (repulsi) di antara partikel-partikel
tersebut dikurangi ataupun ditiadakan[ CITATION Jep09 \l 1057 ] . Ion-ion
alkalinitas berperan sebagai penyangga atau buffer dalam reaksi
koagulasi bahan kimia. Zat-zat koagulan akan bereaksi dan
membentuk ion hidroksida. Lalu ion hidrogen akan terlepas dan
bereaksi dengan ion-ion alkalinitas.
8.2. Pengendalian Korosi
Telah disebutkan sebelumnya, bahwa air yang memiliki
ketidakseimbangan kadar antara alkalinitas dengan kesadahan akan
menyebabkan kerusakan pada saluran air atau pipa. Salah satu
kerusakanannya yaitu korosi pada pipa. Maka dari itu, dengan
mengetahui kadar alkalinitas yang terdapat dalam air, perkaratan pada
pipa dapat dicegah.
8.3. Water Softening
Water softening atau proses pelunakan air merupakan proses yang
dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan unsur-unsur
kesadahan (hardness) dalam air sehingga didapatkan air yang
memiliki kandungan mineral rendah[ CITATION Dit15 \l 1057 ]. Unsur-
unsur yang dikurangi dalam proses pelunakan air yaitu kalsium,
magnesium, dan ion lainnya yang terkategorikan sebagai kandungan
air keras (hard water). Proses ini menggunakan metode presipitasi,
dan alkalinitas berguna sebagai parameter jumlah soda abu serta kapur
yang dibutuhkan dalam proses pelunakan air.
8.4. Sifat Penyangga
Ion-ion alkalinitas (bikarbonat, karbonat, dan hidroksida) yang
terdapat dalam perairan, akan berperan sebagai penyangga atau buffer
terhadap perubahan pH yang terjadi. Terutama ion bikarbonat yang
memiliki nilai alkalinitas total tinggi. Dalam keadaan perairan yang
basa, maka ion bikarbonat akan bereaksi engan asam karbonat
sehingga menghasilkan garam bikarbonat yang akan berubah menjadi
karbonat. Sedangkan bila keadaan asam, maka bikarbonat memiliki
fungsi sebagai pengkonversi karbonat menjadi bikarbonat dan
bikarbonat menjadi asam karbonat. Hal tersebut mampu menstabilkan
pH lautan atau perairan.

9. Treatment Untuk Menghilangkan Alkalinitas


9.1. Water Softening
Dalam pelunakan air, tidak hanya unsur-unsur kesadahan yang
berkurang, namu terdapat pula unsur alkalinitas yang berkurang.
Dalam prosesnya, pelunakan air menggunakan abu soda dan kapur
untuk menghilangkan atau mengurangi CaCO3. Sedangkan, CaCO3
sendiri merupakan hasil reaksi dari kalsium dengan ion karbonat.
Pelunakan air dapat mengurangi hidrogen yang terkandung dalam
asam karbonat, sehingga kadar alkalinitas pun berkurang.
9.2. Reverse Osmosis
Seperti namanya, reverse osmosis atau osmosis balik merupakan
kebalikan dari proses osmosis. Dalam proses ini, diberikan tekanan
balik yang lebih besar dari tekanan osmotik pada permukaan perairan
yang lebih kental, maka cairan yang lebih murni akan menembus
permukaan membran [ CITATION Ast11 \l 1057 ]. Dalam hal ini,
membran yang digunakan adalah membran semipermeabel.
9.3. Penggunaan Anion Resin dan NaCl
Treatment ini akan mampu menghilangkan anion-anion seperti
sulfat, nitrat, bikarbonat serta karbonat dalam prosesnya. Anion resin
digunakan sebagai filtrasi yang kemudian akan diaktifkan dengan
NaCl.
9.4. Pemberian Asam Mineral
Penambahan asam mineral mampu mengurangi kadar alkalinitas
dalam suatu larutan atau air. Asam yang digunakan dalam proses ini
adalah asam hidroklorin, asam sulfat, atau keduanya. Proses
penghilangan alkalinitas yang terjadi yaitu perubahan karbonat dan
bikarbonat menjadi asam karbon.

III. ALAT & BAHAN


1. Alat
● Kertas pH (4 buah)
● Buret 25 ml (1 buah)
● Gelas ukur 100 ml (2 buah)
● Pipet ukur 10 ml (1 buah)
● Pipet volume 25 ml (1 buah)
● Pipet tetes (1 buah)
● Spatula (1 buah)
● Kertas titar (1 buah)
● Tisu
● Label
● Statif (1 buah)
● Erlenmeyer 300 ml dan 500 ml (1 buah)
2. Bahan

● Larutan A, B, C
● Larutan D, yaitu Inlet Danau Agatis
● Indikator PP
● Larutan fenoltalin
● Methyl Jingga
● Larutan H2SO4 0,02 N
● Air Suling

IV. CARA KERJA

1. Menyiapkan larutan A, B, 2. Memipet 25 mL larutan ke 3. Mengukur pH setiap larutan


C, D dalam beaker glass erlenmeyer

a. Larutan A

1. Meneteskan 2-3 pp ke 2. Menitrasi hingga larutan 3. Mencatat perubagan volume


larutan hingga pink menjadi pink seulas H2SO4 yang digunakan
b. Larutan B

1. Meneteskan pp 2-3 tetes 2. Menitrasi hingga larutan 3. Mencatat perubahan volume


hingga larutan pink menjadi pink seulas H2SO4 yang digunakan

4. Membubuhkan MO hingga 5. Menitrasi hingga larutan 6. Mencatat H2SO4 yang


larutan kuning jingga digunakan
c. Larutan C

1. Membubuhkan MO hingga 2. Menitrasi hingga menjadi 3. Mencatat perubahan volume


larutan menjadi kuning jingga H2SO4 yang digunakan

d. Larutan D

1. Membubuhkan MO hingga 2. Menitrasi hingga menjadi 3. Mencatat perubahan volume


larutan menjadi kuning jingga H2SO4 yang digunakan
V. DATA PENGAMATAN
Larutan pH Indikator V titrasi (mL) ΔV (mL)

A 10 PP 14,2 17,2 3

PP 21,4 23,3 1,9


B 9
MO 7,1 9,1 2,0

C 6 MO 19,1 19,9 1,5

D (Air 6 MO 19,9 21,4 1,9


Sampel)

VI. PENGOLAHAN DATA


A × B × 1000× 50
a. Alkalinitas Fenolftalin (mg/L CaCO3) =
C

A: Banyaknya larutan baku dalam asam yang digunakan (ml)


B: Kenormalan larutan baku asam
C: Volume larutan contoh (ml)
b. Alkalinitas MO (mg/L CaCO3) =

( T −P ) B ×1000 ×50
C

T: Banyaknya larutan baku asam yang digunakan sampai pH 4,3-


4,9

P: Banyaknya laritan baku asam yang digunakan sampai pH 8,3

B: Kenormalan larutan baku asam

C: Volume larutan contoh (ml)

A × B × 1000
c. Alkalinitas Total (m eq/L) =
C

A: Banyaknya larutan baku dalam asam yang digunakan (ml)


B: Kenormalan larutan baku asam
C: Volume larutan contoh (ml)
A × B × 1000× 50
d. Alkalinitas Total (mg/L CaCO3) =
C

A: Banyaknya larutan baku dalam asam yang digunakan (ml)


B: Kenormalan larutan baku asam
C: Volume larutan contoh (ml)

e. Alkalinitas Hidroksida

30
Alkalinitas Hidroksida Larutan A = 2A×
50

30
Alkalinitas Hidroksida Larutan B = 2B×
50

f. Alkalinitas Bikarbonat

61
Alkalinitas Bikarbonat Larutan C = C×
50

C: Alkalinitas larutan C

30
Alkalinitas Bikarbonat Larutan D = D×
50

D: Alkalinitas larutan D

1. Larutan A
A × B × 1000× 50
Alkalinitas Fenolftalin (mg/L CaCO3) =
C

3× 0,02× 1000 ×50


=
25
= 120 mg/L CaCO3

A × B × 1000
Alkalinitas Total Larutan A (m eq/L) =
C

3× 0,02× 1000
=
25

= 2,4 m eq/L

2. Larutan B (mg/L CaCO3)


Alkalinitas MO (mg/L CaCO3) =

( T −P ) B ×1000 ×50
C

( 2, 0−1 , 9 ) × 0,02× 1000× 50


25

= 4 mg/L CaCO3

A × B × 1000× 50
Alkalinitas Fenolftalin (mg/L CaCO3) =
C

1,9× 0,02× 1000× 50


25

= 76 mg/L CaCO3

A × B × 1000× 50
Alkalinitas Total (mg/L CaCO3) =
C

3,5× 0,02× 1000× 50


25

= 140 mg/L CaCO3


3. Larutan C
Alkalinitas Larutan C (mg/L CaCO3) =

( T −P ) B ×1000 ×50
C

1,5× 0,02× 1000× 50


25

= 30 mg/L CaCO3

A × B × 1000× 50
Alkalinitas Total =
C

1,5× 0,02× 1000× 50


25

= 30 mg/L CaCO3

4. Larutan D
Alkalinitas Larutan D (mg/L CaCO3) =

( T −P ) B ×1000 ×50
C

1,9× 0,02× 1000× 50


25

= 76 mg/L CaCO3

A × B × 1000× 50
Alkalinitas Total =
C
=

1,9× 0,02× 1000× 50


25

= 1,52 mg/L CaCO3

5. Alkalinitas Hidroksida
30
Alkalinitas karbonat larutan A (mg/L CaCO3) = 2A×
50
30
= 2(120)×
50
= 144 (mg/L CO3)
30
Alkalinitas karbonat larutan B (mg/L CaCO3) = 2B×
50
30
= 2(6)×
50
= 7,2 (mg/L CO3)

6. Alkalinitas Bikarbonat (mg/L HCO3)


61
Alkalinitas Bikarbonat Larutan C = C×
50
61
= 30×
50
= 36,6 mg/L HCO3
30
Alkalinitas Bikarbonat Larutan D = D×
50

61
= 76×
50
= 92,72 mg/L HCO3

VII. ANALISIS
 Analisis Percobaan
Pada kesempatan kali ini, praktikan melakukan
percobaan modul alkalinitas atau asam basa dengan tujuan yaitu
untuk mengetahui cara pengukuran keasaman dan kebasaan serta
mengetahui konsentrasi alkalinitas contoh air, yaitu Inlet Danau
Agatis. Tujuan pengukuran untuk mengetahui kadar alkalinitas
dalam air. Metode yang digunakan adalah metode titrimetri, yaitu
metode yang berdasar pada pengukuran penggunaan titran yang
bereaksi terhadap zat yang ingin diketahui konsentrasinya.
Metode ini adalah salah satu metode analisa volumetrik. Untuk
mengetahui titik ekivalen pada titrasi, digunakan perubahan
warna sebagai indikatornya.
Alat yang dibutuhkan dalam percobaan kali ini yaitu
kertas pH untuk mengukur pH larutan A, B, C, dan D, buret 25
mL sebagai alat untuk meneteskan titran (H2SO4) dalam proses
titrasi secara presisi, gelas ukur 100 mL untuk mengukur volume
larutan, pipet ukur 10 mL untuk memipet (memindahkan) larutan
dengan volume 10 mL, pipet volume 25 mL untuk memipet
(memindahkan) larutan dengan volume 25 mL, pipet tetes untuk
memipet (memindahkan) larutan dengan volume sangat kecil,
beaker glass untuk menampung masing-masing larutan yang
akan diuji, labu erlenmeyer 300 dan 500 mL sebagai tempat uji
coba larutan yang telah diukur masing-masing sebanyak 25 mL,
spatula, kertas titar, tisu, dan label. Bahan yang dibutuhkan
dalam percobaan ini yaitu larutan A, B, C, dan D sebagai larutan
yang akan diuji, larutan fenolftalein PP sebagai indicator pH,
methyl orange sebagai indikator pH, larutan H2SO4 0,02 N
sebagai titran, dan air suling.
Praktikan menyiapkan larutan A, B, C, dan D masing-
masing ke dalam beaker glass. Hal pertama yang ingin praktikan
ketahui adalah pH dari masing-masing larutan. Praktikan
memindahkan 25 mL masing-masing larutan dengan cara
memipetnya menggunakan pipet volume 25 mL ke dalam labu
Erlenmeyer untuk memudahkan pengukuran pH. Setelah itu,
praktikan mengukur pH larutan dengan menggunakan kertas pH.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui indikator pH apa yang harus
digunakan untuk masing-masing larutan.
Larutan A menghasilkan warna kertas pH yang
menunjukkan bahwa larutan tersebut memiliki pH 10. Karena
larutan yang diuji memiliki pH diatas 8,3, hal pertama yang
dilakukan yaitu meneteskan 2-3 tetes fenolftalein PP ke dalam
larutan hingga berubah warna menjadi merah muda. Indikator ini
digunakan pada larutan rentang pH 8-10 dan digunakan untuk
mengetahui titik akhir titrasi serta menentukan alkalinitas
karbonat. Perubahan warna ini menjadi indikasi bahwa reaksi
telah mencapai titik evikalen. Kemudian, praktikan melakukan
titrasi menggunakan titran H2SO4 0,02 N hingga larutan berubah
warna menjadi merah muda seulas. Praktikan mencatat volume
awal dan akhir dari titran dan perubahan volume H2SO4 0,02 N
yang telah digunakan.
Larutan B menghasilkan warna kertas pH yang
menunjukkan bahwa larutan tersebut memiliki pH 9. Hal pertama
yang dilakukan yaitu meneteskan 2-3 tetes fenolftalein PP ke
dalam larutan hingga berubah warna menjadi merah muda.
Perubahan warna ini menjadi indikasi bahwa reaksi telah
mencapai titik ekuivalen. Kemudian, praktikan melakukan titrasi
menggunakan titran H2SO4 0,02 N hingga larutan berubah warna
menjadi merah muda seulas. Hal ini mengindikasikan bahwa
larutan bersifat basa dan terdapat ion karbonat. Praktikan
mencatat volume awal dan akhir dari titran dan perubahan
volume H2SO4 0,02 N yang telah digunakan. Setelah itu,
praktikan membubuhkan methyl orange hingga larutan berubah
warna menjadi kuning. Kemudian, praktikan melakukan titrasi
menggunakan titran H2SO4 0,02 N hingga larutan berubah warna
menjadi oranye. Praktikan mencatat volume awal dan akhir dari
titran dan perubahan volume H2SO4 0,02 N yang telah digunakan.
Larutan C menghasilkan warna kertas pH yang
menunjukkan bahwa larutan tersebut memiliki pH 6. Karena
larutan yang diuji memiliki pH dibawah 7, hal ini menunjukkan
bahwa larutan tersebut adalah larutan asam. Hal pertama yang
dilakukan yaitu membubuhkan methyl orange hingga larutan
berubah warna menjadi kuning. Kemudian, praktikan melakukan
titrasi menggunakan titran H2SO4 0,02 N hingga larutan berubah
warna menjadi oranye. Praktikan mencatat volume awal dan
akhir dari titran dan perubahan volume H2SO4 0,02 N yang telah
digunakan.
Larutan D (sampel) menghasilkan warna kertas pH
yang menunjukkan bahwa larutan tersebut memiliki pH 6.
Larutan yang diuji memiliki pH dibawah 7 yang menunjukkan
bahwa larutan tersebut adalah larutan asam, maka dilakukan
prosedur yang smaa dengan larutan C. Hal pertama yang
dilakukan yaitu membubuhkan methyl orange hingga larutan
berubah warna menjadi kuning. Kemudian, praktikan melakukan
titrasi menggunakan titran H2SO4 0,02 N hingga larutan berubah
warna menjadi oranye. Praktikan mencatat volume awal dan
akhir dari titran dan perubahan volume H2SO4 0,02 N yang telah
digunakan.

 Analisis Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapat
hasil percobaan sebagai berikut
Tabel 7.1 Data Praktikum Alkalinitas

No Laruta pH Alkalinitas Alkalinitas Alkalinitas Methyl


n Total (mg/L Phenol (mg/L Orange (mg/L
CaCO3) CaCO3) CaCO3)
1. A 10 2,4 120 -
2. B 9 140 6 76
3. C 6 30 - 30
4. Sampel 6 1,52 - 76
Sumber: Analisis Penulis, 2019

Larutan A tidak dapat dicari alkalinitas methyl orange karena


larutan A dititrasi dengan larutan fenolftalein sampai titik batas
phenol yaitu 8,3. Larutan A memiliki pH 10 dan mengandung
alkalinitas karbonat sebesar 144 mg/L CO3 sehingga diuji
menggunakan indikator fenolftalein. Larutan A memiliki
alkalinitas total 2,4 mg/L CaCO3 dan alkalinitas phenol sebesar
120 mg/L CaCO3. Larutan B memiliki pH 9 dan mengandung
alkalinitas karbonat bikarbonat sebesar 7,2 mg/L CO3 sehingga
diuji menggunakan indikator fenolftalein dan methyl oranye.
Larutan B memiliki alkalinitas total 140 mg/L CaCO3, alkalinitas
phenol sebesar 6 mg/L CaCO3, alkalinitas MO sebesar 76 mg/L
CaCO3. Larutan C memiliki pH 6 dan mengandung alkalinitas
bikarbonat sebesar 36,6 mg/L HCO3 sehingga diuji menggunakan
indikator methyl orange hingga pH menyentuh angka 4,5.
Larutan C memiliki alkalinitas total 30 mg/L CaCO3 dan
alkalinitas methyl orange sebesar 30 mg/L CaCO3. Larutan D
memiliki pH 6 dan mengandung alkalinitas bikarbonat sebesar
92,72 mg/L HCO3 sehingga diuji menggunakan indikator methyl
orange hingga pH menyentuh angka 4,5. Larutan D memiliki
alkalinitas total 1,52 mg/L CaCO3 dan alkalinitas methyl orange
sebesar 76 mg/L CaCO3.
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI
No. 1 Tahun 2010, diketahui bahwa untuk alkalinitas rendah
memiliki kadar alkalinitas dalam CaCO3 sebesar 50 mg/L
CaCO3, untuk alkalinitas sedang memiliki kadar alkalinitas
dalam CaCO3 sebesar 100 mg/L CaCO3, dan untuk alkalinitas
tinggi memiliki kadar alkalinitas dalam CaCO3 sebesar 150 mg/L
CaCO3. Oleh karena itu, larutan A termasuk alkalinitas yang
mendekati tinggi, larutan B termasuk alkalinitas rendah, dan
larutan C termasuk alkalinitas rendah.
Setiap larutan memiliki nilai alkalinitas yang berbeda-
beda. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
kandungan karbondioksida, kesadahan, dan aktivitas
mikroorganisme kimiawi. Alkalinitas yang tinggi tidak
memberikan dampak yang signifikan bagi kesehatan namun
memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan.

 Analisis Kesalahan
Pada percobaan kali ini, praktikan mendapatkan
mendapatkan beberapa data yang kurang tepat karena terjadi
kesalahan dalam proses praktikum. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor, berapa diantaranya yaitu:
1. Ketidaktelitian praktikan dalam memipet larutan
sehingga volume yang digunakan tidak sesuai dengan
yang dibutuhkan
2. Ketidaktepatan praktikan saat membaca buret karena
kurang lurusnya garis penglihatan mata (tidak tegak
lurus)
3. Kurang sigapnya praktikan saat melihat perubahan
warna sehingga volume titran yang digunakan tidak
sesuai dengan yang seharusnya diperlukan
4. Praktikan tidak membersihkan alat dengan bersih
sehingga masih terdapat sisa larutan yang telah
digunakan sebelumnya, hal ini mempengaruhi hasil
percobaan
VIII. KESIMPULAN
 Larutan A dengan pH 10 memiliki alkalinitas fenolftalein sebesar
120 mg/L CaCO3, serta mengandung alkalinitas karbonat sebesar
144 mg/L CO32-
 Larutan B memiliki pH 9 dengan kadar alkalinitas fenolftalein 6
mg/L CaCO3, alkalinitas metil jingga sebesar 76 mg/L CaCO3,
serta alkalinitas karbonat sebesar 7.2 mg/L CO32-
 Larutan C memiliki pH 6 dengan kadar alkalinitas metil jingga
30 mg/L CaCO3 dan alkalinitas bikarbonat sebesar 36.6 mg/L
HCO3-
 Larutan D memiliki pH 6 dengan kadar alkalinitas metil jingga
sebesar 76 mg/L CaCO3 dan alkalinitas bikarbonat 92.72 mg/L
HCO3-
 Terdapat dua cara pengukuran alkalinitas yaitu metode indikator
warna dan metode potensiometri
 Berdasarkan Permenkes Nomor 1 tahun 2010, larutan A
termasuk ke dalam golongan alkalinitas yang mendekati tinggi,
larutan B dan C masuk kedalam golongan alkalinitas rendah.

IX. SARAN
 Lebih menyiapkan alat dan bahan dengan hati-hati dan teliti
sebelum praktikum dilakukan
 Membaca volume titrasi dengan lebih teliti
 Melakukan titrasi dengan hati-hati dan teliti
 Memahami alat, bahan, serta langkah kerja yang akan dilakukan
sebelum praktikum
 Membersihkan alat-alat praktikum dengan hati-hati setelah usai
praktikum
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, R., Yulfiperius, Toelihere, M. R., & Subardja, D. (2004). Pengaruh
Alkalinitas Terhadap Kelangsungan Hidup dan Perumbuhan Ikan Lalawak
Barbodes sp. Jurnal Iktiologi Indonesia, 1.
Anonymous. (2010, November 24). Menghindari Korosi di dalam Pipa Boiler. p.
1.
Anonymous. (n.d.). Alkalinitas. 3.
Dito, I., Koesumasari, G., Kumalasari, N. M., & Hurayah, N. (2015, Januari 3).
Proses Pelunakan Air. p. 7.
KBBI daring. (2016). Retrieved from KBBI Daring:
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/alkalinitas
Limbong, A. (2008). Alkalinitas : Analisa dan Permasalahannya untuk Air
Industri. 8-13.
Manurung, J. (2009). Studi Efek Jenis dan Berat Koagulan Terhadap Penurunan
Nilai COD dan BOD pada Pengolahan Air Limbah dengan Cara
Koagulasi. 8.
Sawitri, A. (2011). Reverse Osmosis (Osmosis Balik). 1-2.
Sungkar, O. F. (2015). Alkalinitas dan Kesadahan. 4-5.
Susana, T. (1988). Karbondioksida. Oseana, 4.

Anda mungkin juga menyukai