Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM LINGKUNGAN
TIMBULAN DAN KOMPOSISI FOOD WASTE

Kelompok : Jumat IV
Anggota : Caleb Patrick Sihar S. (1706042503)
Elang Nur Reiz M N I. (1706042642)
Naqiya Asfarina (1706042472)
Asisten : Irene Yulianto
Tanggal : Jumat, 20 September 2019

LABORATORIUM LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
I. Tujuan
Untuk mendapatkan besaran timbulan food waste yang digunakan dalam
perencanaan pengelolaan sampah.

II. Dasar Teori


2.1. Definisi Sampah
Aktivitas manusia pasti akan selalu menghasilkan limbah yang sering
dibuang karena dianggap tidak berguna. Limbah ini biasanya berbentuk padat.
Sedangkan kata sampah menunjukkan bahwa bahan tersebut tidak berguna dan
tidak diinginkan. Namun, banyak dari limbah padat yang dapat digunakan
kembali sehingga dapat menjadi sumber daya untuk produksi industri atau
pembangkit energi jika dikelola dengan baik (Tchobanoglous,et,al., 2002).

Menurut UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, limbah


padat didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses
alam yang berbentuk padat. Sedangkan timbulan limbah padat adalah jumlah
atau banyaknya limbah padat yang dihasilkan oleh manusia pada suatu daerah.
Limbah padat yang dihasilkan dapat dibedakan berdasarkan komposisi dan
sumbernya. Hal ini dinyatakan dengan persentase (%) berat atau volume dari
limbah padat tersebut.

Sampah didefinisikan sebagai semua buangan yang dihasilkan dari


aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah
tidak berguna atau diperlukan lagi (Tchobanoglous,et,al., 1993).

Menurut World Health Organization (WHO), sampah adalah sesuatu


yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang
berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra,
2007).

Sampah diklasifikasikan sebagai berikut (Dirjen Cipta Karya, 1992):


a. Sampah basah (garbage), merupakan samapah yang berasal dari sisa
hasil pengolahan, sisa makanan atau sisa makanan yang telah
membusuk, tetapi masih dapat digunakan sebagai makanan
organisme lainnya.

b. Sampah kering (rubbish), yaitu sampah sisa pengolahan yang tidak


mudah membusuk. Sampah kering dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk tetapi mudah
terbakar.
c. Sampah lembut, yaitu sampah yang berasal dari berbagai jenis abu,
merupakan partikel-partikel kecil yang mudah berterbangan dan
dapat mengganggu pernafasan dan mata.

d. Sampah berbahaya, terdiri dari sampah patogen (berasal dari rumah


sakit atau klinik), sampah beracun (yaitu sampah sisa-sisa pestisida,
kertas bekas pembungkus bahan-bahan beracun, dan lain-lain),
sampah radioaktif (sampah dari bahan nuklir), dan sampah yang
dapat meledak (petasan, mesiu, dan sebagainya).

e. Sampah balokan (bulky waste), seperti mobil rusak, kulkas rusak,


pohon tumbang, balok kayu, dan sebagainya.

f. Sampah jalan, yaitu sampah atau kotoran yang berserakan di


sepanjang jalan seperti sisa-sisa pembungkus dan sisa makanan,
kertas, dan daun.

g. Sampah binatang mati, seperti bangkai tikus, ayam, dan lain-lain.

h. Sampah bangunan, seperti potongan kayu, pecahan atap genteng,


bata, buangan adukan.

i. Sampah industri, merupakan sampah yang berasal dari kegiatan


industri.

j. Sampah khusus, yaitu sampah dari benda-benda berharga, atau


sampah dokumentasi.

Salah satu contoh dari sampah yang dekat dengan kehidupan sehari-hari
kita adalah food waste atau sisa makanan. Sisa makanan pasti akan selalu
dihasilkan setiap harinya. Pengertian sisa makanan menurut Food Agriculture
Organization of the United Nations adalah semua makanan yang terbuang
namun masih dapat dimakan namun tidak dimakan karena beberapa hal seperti
tidak dimakan tepat waktu sehingga menjadi basi, atau karena terlalu banyak
mengambil makanan pada piring sehingga berlebih dan dibuang.

Makanan hilang dan terbuang pada berbagai tahap siklus: produksi,


pemrosesan, distribusi, ritel, dan konsumsi. Sementara di negara-negara
berkembang kehilangan makanan terjadi terutama pada tahap produksi,
pengolahan dan distribusi, karena kurangnya infrastruktur, limbah makanan di
negara-negara maju terutama terjadi pada tahap ritel dan konsumsi karena pola
dan harapan konsumsi.

Gambar:
Sumber: http://www.worldbiogasassociation.org, 2018

Permasalahan sisa makanan ini tidak hanya berkaitan dengan persoalan


kesehatan, namun jauh lebih kompleks dari itu. World Biogas Association
memaparkan tiga fakta besar yang dihadapi dunia akibat sisa makanan:

1. Sepertiga dari makanan yang diproduksi untuk konsumsi manusia secara


global (sekitar 1,6 miliar ton per tahun) hilang atau terbuang sia-sia.
2. Limbah makanan merupakan penyumbang 4,4 giga-ton (Gt) CO2 per
tahun, yang berkontribusi sebesar 8% emisi GRK antropogenik global.
Sebagai contoh, emisi keseluruhan dari Cina, Amerika Serikat dan India
adalah 12.45, 6.34, dan 3.00 Gt CO2 per tahun.

3. Biaya yang dikeluarkan akibat limbah makanan secara global


diperkirakan sekitar 2,6 triliun USD. Dari keseluruhan angka tersebut, 1
triliun USD dikeluarkan dalam pembiayan akibat yang dihasilkan dari
emisi gas rumah kaca, kelangkaan air, hilangnya keanekaragaman
hayati, meningkatnya konflik dan hilangnya mata pencaharian karena
masalah seperti erosi tanah, kerugian nutrisi, berkurangnya hasil panen,
erosi angin dan paparan pestisida.

2.2. Sumber Sampah


Sedangkan bila dilihat dari sumbernya, limbah padat perkotaan
dikategorikan dalam beberapa kelompok, yaitu (Tchobanoglous et al., 1993):

1. Limbah padat pemukiman


Limbah padat pemukiman berasal dari hasil kegiatan rumah tangga.
Kelompok ini meliputi rumah tinggal yang ditempati oleh sebuah keluarga
atau sekelompok rumah yang berada dalam suatu kawasan pemukiman,
maupun unit rumah tinggal yang berupa rumah susun.

2. Limbah padat komersial


Limbah padat komersial berasal dari hasil aktivitas pusat kota,
seperti kantor, toko, restoran, pasar, hotel, motel, dan bengkel. Pada
umumnya limbah padat dari sumber ini mirip dengan limbah padat
domestik, namun memiliki komposisi yang berbeda.

3. Limbah padat institusional


Limbah padat institusional berasal dari hasil aktivitas institusi,
seperti pusat pemerintahan, sekolah, penjara, dan rumah sakit. Khusus untuk
limbah padat rumah sakit ditangani dan diproses secara terpisah dengan
limbah padat lain.
4. Limbah padat konstruksi
Limbah padat konstruksi berasal dari hasil aktivitas konstruksi,
seperti limbah padat dari lokasi pembangunan konstruksi, perbaikan jalan,
dan perbaikan bangunan.

5. Limbah padat pelayanan umum


Limbah padat pelayanan umum berasal dari hasil aktivitas pelayanan
umum, seperti pembersihan dan penyapuan jalan, tempat rekreasi, tempat
olah raga, tempat ibadah, tempat parkir, taman, dan saluran drainase kota.

6. Limbah padat instalasi pengolahan


Limbah padat instalasi pengolahan berasal dari hasil aktivitas
instalasi pengolahan, seperti instalasi pengolahan air bersih, air kotor, dan
limbah industri yang menghasilkan lumpur. Karakteristik dari instalasi
pengolahan tergantung pada proses pengolahannya.

7. Limbah padat industri


Limbah padat industri berasal dari hasil aktivitas pabrik, konstruksi, industri
ringan dan berat, instalasi kimia, dan pusat pembangkit tenaga.

8. Limbah padat pertanian dan peternakan


Limbah padat pertanian dan peternakan berasal dari hasil aktivitas
pertanian dan peternakan, seperti kegiatan penanaman dan pemanenan serta
kegiatan pemotongan hewan.
2.3. Karakteristik Sampah (Fisika, kimia)
Berdasarkan Dirjen Cipta Karya (1992), sampah-sampah memiliki
kekhasan yang berbeda tergantung komponen sampah. Karakteristik sampah
tersebut berpedoman pada peraturan tersebut:

1. Komposisi sampah
Komposisi sampah yang dihasilkan masyarakat bergantung kepada
pertumbuhan tingkat ekonomi dan pendidikan masyarakat. Komposisi
sampah yang dihasilkan negara maju akan berbeda dengan negara
berkembang. Secara garis besar, komposisi sampah dapat dibagi menjadi
dua:

a. Komposisi fisik
Komposisi fisik sampah mencakup besarnya prosentase dari
komponen pembentuk sampah yang terdiri dari organik, kertas, kayu,
logam, kaca, plastik, dan lain-lain.

b. Komposisi kimia
Umumnya komposisi kimia sampah terdiri dari unsur Karbon,
Hidrogen, Oksigen, Nitrogen, Sulfur, Fosfor, serta unsur lainnya yang
terdapat dalam protein, karbohidrat, dan lemak. Komposisi kimia
sampah erat kaitannya dengan pemilihan alternatif pengolahan dan
pemanfaatan tanah.

Komposisi sampah dipengaruhi beberapa faktor:


1) Cuaca
Daerah dengan curah hujan tinggi menyebabkan komposisi
sampah di daerah tersebut memiliki tingkat kelembaban yang tinggi.

2) Frekuensi Pengumpulan
Sampah akan semakin menumpuk sejalan dengan tingginya
frekuensi pengumpulan sampah. Sampah yang menumpuk ini beberapa
akan membusuk seperti sampah organik.

3) Tingkat sosial ekonomi


Komposisi sampah yang dihasilkan di tiap-tiap daerah
pemukiman bergantung dengan tingkatan sosial ekonomi
masyarakatnya. Akan berbeda komposisi sampah pada daerah
pemukiman elit dengan menengah ke bawah.

4) Musim
Musim buah-buahan merupakan salah satu penentu dari
komposisi sampah yang dihasilkan.

5) Pendapatan per kapita


Masyarakat dengan penghasilan rendah biasanya akan
menghasilkan komposisi sampah yang homogen dan lebih sedikit
dibanding masyarakat berpenghasilan lebih tinggi. Hal ini berkaitan
dengan kemampuan daya beli.

6) Kemasan produk.
Penggunaan kemasan produk di berbagai belahan negara
berbeda-beda, seperti contohnya di Indonesia yang dominan masih
menggunakan plastik sebagai bahan pembungkus kemasan sehingga
jumlah produksi sampah plastik di Indonesia cukup tinggi di dunia.
2. Kepadatan sampah
Kepadatan sampah menyatakan berat sampah persatuan volume
(Tchobanoglous, et al, 1993). Dirjen Cipta Karya (1992) menyebutkan
bahwa informasi kepadatan sampah diperlukan untuk menentukan
ketebalan dari lapisan sampah yang akan dibuang pada sistem Sanitary
Landfill. Sedangkan bila menggunakan sistem pengolahan maka informasi
ini diperlukan untuk merencanakan dimensi unit proses.

3. Kadar air sampah


Kadar air sampah merupakan perbandingan antara berat air dengan
dengan berat sampah total atau berat kering sampah tersebut.

2.4. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Lokasi pengambilan sampel berada di kantin Dallas Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia.
Waktu pengambilan sampel pada hari Jum’at 20 September 2019 pada jam
11.00 WIB - 14.00 WIB. Kantin yang baru selesai direnovasi ini berada di
sebelah lapangan parkir roda empat. Bangunan kantin ini terdiri dari dua lantai
di mana lantai satu digunakan sebagai area kantin, sementara lantai dua
difungsikan sebagai mushalla.
Area pemilahan yang dipilih berada di belakang kantin dekat dengan
pintu masuk mushalla dan ruang cuci. Pada saat pengambilan sampel, cuaca di
lokasi sedang terik. Tempat pemisahan food waste yang dipilih tidak terlindung
dari apapun sehingga mengalami kontak langsung dengan sinar matahari.

Beberapa tantangan yang dihadapi pada saat pengambilan sampel


seperti angin kencang yang bertiup beberapa kali sehingga beberapa sampel
makanan dan kemasan terbang atau tercampur daun. Di samping itu lokasi yang
terbuka juga mengundang binatang seperti kucing datang sehingga cukup
mengganggu jalannya pekerjaan.

2.5. Pengolahan Sampah Eksisting Kantin


Sistem pengolahan sampah kantin FMIPA belum dilakukan secara
mandiri oleh civitas akademika FMIPA, namun masih menggunakan jasa Office
Boy.
Piring-piring sehabis makan akan ditinggalkan di meja dan OB bergerak
mengumpulkannya ke satu titik. Biasanya sampah sisa makanan akan dibuang
langsung, namun disebabkan adanya penelitian mengenai manfaat food waste
sebagai kompos, sampah sisa makanan dikumpulkan dalam satu bak
penampung. Botol-botol dan kemasan sisa makanan akan dipilah sesuai dengan
jenisnya dan dibuang ke tong sampah. Sementara piring-piring kotor akan
diangkut menuju ruang cuci di belakang kantin.

2.6. Aplikasi Sampling Sampah di Bidang Teknik Lingkungan


Sampling sampah banyak dimanfaatkan di berbagai sendi kehidupan,
terutama di bidang teknik lingkungan. Beberapa di antaranya:

1. Sampling sampah berfungsi untuk mengetahui persebaran jenis


sampah di tiap-tiap lokasi
2. Dengan mengetahui jenis-jenis sampah yang dihasilkan dapat dicari
metode pengolahan yang benar sesuai dengan jenis-jenis sampah di
tiap lokasi
3. Mengetahui persentase sampah organik dan non organik yang
dihasilkan di tiap lokasi pengambilan sampel
4. Sebagai pedoman dalam merancang pengolahan jaringan limbah
padat terpadu
5. Mengetahui pola perilaku masyarakat terkait limbah padat sehingga
dapat dirancang aturan-aturan yang berkaitan dengan linbah padat
6. Mentaksir total massa dan volume limbah padat yang dihasilkan dari
sampling sebagai pedoman berapa banyak limbah padat yang harus
dikelola

2.7. Tantangan dalam Menangani Food Waste


Penanganan limbah padat terutama food waste tidak akan berhasil tanpa
adanya kegigihan, kesadaran diri masing-masing, dan perencanaan yang tidak
matang. Oleh karenanya pelu diperhatikan tantangan-tantangan dalam
penanganan food waste:

1. Kredibilitas dalam pengambilan keputusan


Dalam sebuah wacana untuk mengurangi food waste harus
direncanakan sematang mungkin dari awal, dimulai dari pembuatan
peraturan-peraturan yang diperlukan hingga eksekusi di lapangan.

2. Mekanisme Implementasi yang Efisien


Dalam membuat suatu program harus dibuat mekanisme yang
efisien, efektif, tidak membutuhkan banyak biaya, dan mudah dimengerti
masyarakat. Mekanisme yang berbelit-belit berpotensi menyusahkan
masyarakat sehingga mereka rentan memilih untuk tidak menjalankan
program tersebut.

3. Perhatian Penting pada Program Kompos


Salah satu cara bermanfaat dalam mengurangi limbah padat adalah
dengan mendaur ulang sampah tersebut menjadi bahan yang dapat
digunakan kembali. Untuk food waste, kompos menjadi salah satu cara yang
dapat diaplikasikan pada limbah makanan agar menjadi sesuatu yang
berguna. Program kompos harus direncanakan dengan matang dan
berkelanjutan agar keluaran dari program ini memberi manfaat kembali,
bukan sebaliknya.

4. Partisipasi masyarakat
Dalam menjalankan komitmen untuk mengurangi jumlah food
waste, keikutsertaan masyarakat sangat berperan penting dalam
menyukseskannya. Komitmen tersebut tidak bisa hanya berjalan satu arah,
masyarakat harus diajak berpartisipasi dimulai dari memberi pemahaman
kepada masyarakat mengenai dampak dari food waste serta memberi solusi
pencegahan sehingga mereka mau untuk diajak bekerja sama dalam
mengubah perilaku membuang-buang makanan.

5. Komitmen berkelanjutan
Kesadaran dari masyarakat untuk sama-sama mengurangi food
waste harus tumbuh atas dasar kemauan sendiri. Oleh sebab itu,
pemahaman tentang dampak bahaya dari food waste harus benar-benar
ditekankan kepada masyarakat, sehingga komitmen untuk sama-sama
mengurangi food waste tidak hanya berlangsung untuk jangka waktu
tertentu saja. Semua usaha yang sudah dilakukan sebelumnya untuk
mengurangi food waste akan sia-sia jika masyarakat tidak menerapkannya
secara berkelanjutan. Di samping itu, taktik berupa pemberian penghargaan
kepada masyarakat yang telah berhasil menjalankan komitmen tersebut
dinilai cukup efektif dalam meningkatkan keberlanjutan misi mengurangi
food waste.

6. Evaluasi program
Evaluasi harus dilakukan secara berkala untuk memastikan
efektivitas dari keberlangsungan program yang dipilih, termasuk
mengevaluasi peraturan-peraturan yang dibuat apakah berfungsi dengan
baik. Evaluasi ini juga bermanfaat untuk mengetahui hambatan-hambatan
apa yang dialami selama program tersebut berlangsung sehingga dapat
dicari solusi permasalahannya secepatnya. Hambatan program ini sangat
berbahaya karena dapat menghilangkan rasa kepercayaan masyarakat dan
yang terparah dapat menghentikan program tersebut.

III. Reaksi
-

IV. Alat dan Bahan


Alat :
● Pakaian siap kotor ● Kantong plastik putih
● Masker ukuran sedang
● Sarung tangan karet ● Label kertas
● Sepatu tertutup ● Sikat
● Terpal ● Sabun colek
● Timbangan 3 kg ● Gunting
● Baskom kecil (2 buah) ● Karet gelang
● Kantong plastik kiloan
ukuran (1 kg)

Bahan :
● Sisa makanan di kantin FMIPA UI

V. Cara Kerja

Menggelar terpal di tempat Menyiapkan kantong plastik


yang telah disediakan sesuai kategori yang telah tersedia

Memilah food waste yang Menimbang baskom dengan


didapatkan dari piring bekas timbangan kemudian mencatat
makanan beratnya


Memasukkan food waste yang Menimbang food waste sesuai


telah dipilah ke dalam kantong dengan jenisnya, kemudian
plastik sesuai kategori yang dicatat.
telah tersedia

Merapihkan food waste yang Menjumlahkan massa masing-


telah dipilah, memastikan tidak masing komposisi (edible dan
non-edible)
ada yang tercecer dan
mengotori kontainer.

VI. Data Pengamatan

Kategori Total Berat Edible Food


(gram) Waste (gram)

ORGANIK

Cereals Beras 135 135

Tepung terigu 70 70

Mie 10 10

Kacang- Tempe 40 40
kacangan
Tahu 25 25

Bumbu kacang 150 150

Umbi-umbian Singkong 10 10

Bawang 15 15

Sagu/Tepung 160 160


Sagu

Sayur Sayuran hijau 55 55

Bumbu cabe 165 165

Buncis 10 10

Kol 90 90

Selada 70 70
Wortel 20 20

Terung 15 15

Kuah 160 160

Timun 195 195

Tomat 20 20

Jeruk nipis 20 -

Buah-buahan Nangka 50 50

Kambing 100 100

Ayam 365 180

Ikan 75 20

Telur dan Telur 50 50


produk susu
Keju 30 30

Minyak Penyedap 5 5

Minuman Air putih 240 240

Teh 5 5

Kopi 100 100

Susu 40 40

Jus 135 135

ANORGANIK

Tissue 55 -
Kemasan 180 -

Kertas 35 -

Kayu 110 -

Tabel 6.1 Data pengamatan


sumber: laboran, 2019

VII. Perhitungan
Timbulan food waste
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔
3010
=
100
= 30,1 𝑔𝑟/𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐸𝑑𝑖𝑏𝑙𝑒
𝐸𝑑𝑖𝑏𝑙𝑒 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔
2370
=
100
= 23,7 𝑔𝑟/𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔
Persentase
Persentase edible food waste terhadap total berat :
𝐸𝑑𝑖𝑏𝑙𝑒 23,7
( ) 𝑥 100% = ( ) 𝑥 100% = 78,738%
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 30,1
Gambar 7.1 Chart persentase edible food waste dan non-edible food waste
sumber: pengolahan laboran, 2019

Persentase per kategori edible food waste terhadap total edible food waste :

No Kategori Berat (gr) Persentase


(%)

1 Beras 135 5.696

2 Tepung terigu 70 2.954

3 Tepung terigu 10 0.422

4 Tempe 40 1.688

5 Tahu 25 1.055

6 Bumbu kacang 150 6.329

7 Singkong 10 0.422

8 Bawang 15 0.633

9 Sagu / tepung sagu 160 6.751

10 Sayuran hijau 55 2.321

11 Bumbu cabe 165 6.962

12 Buncis 10 0.422

13 Kol 90 3.797
14 Selada 70 2.954

15 Wortel 20 0.844

16 Terung 15 0.633

17 Kuah 160 6.751

18 Timun 195 8.228

19 Tomat 20 0.844

20 Nangka 50 2.11

21 Kambing 100 4.219

22 Ayam 180 7.595

23 Ikan 20 0.844

24 Telur 50 2.11

25 Keju 30 1.266

26 Penyedap 5 0.211

27 Air putih 240 10.126

28 Teh 5 0.211

29 Kopi 100 4.219

30 Susu 40 1.688

31 Jus 135 5.696


Tabel 7.1 Persentase edible food waste per kategori terhadap total edible food waste
Sumber: pengolahan data laboran, 2019
Gambar 7.2 Chart persentase edible food waste per kategori
sumber: pengolahan laboran, 2019

VIII. Analisis
● Analisis Percobaan
Pada percobaan kali ini, praktikan melakukan percobaan Timbulan
dan Komposisi Sampah. Percobaan kali ini bertujuan untuk mendapatkan
besaran timbulan food waste yang digunakan dalam perencanaan
pengelolaan sampah. Praktikan melakukan percobaan di kantin Fakultas
MIPA UI pada hari Jumat 20 September 2019, pada jam 11.00 WIB sampai
14.00 WIB. Pada percobaan ini, praktikan mencari tahu berat total food
waste dan berat edible food waste dari sisa makanan yang didapat di kantik
Fakultas MIPA UI. Praktikan menggelarkan dan menempatkan terpal di
belakang kantin untuk menata food waste yang telah dikumpulkan oleh
praktikan sesuai dengan kategorinya. Praktikan juga menyiapkan kantong
plastik ukuran sedang yang dilabeli untuk menimbang tiap kategori food
waste. Praktikan mengumpulkan food waste dari 100 orang. Praktikan
menggunakan masker dan sarung tangan agar menjaga kebersihan praktikan
dan mencegah terjadinya kontaminasi dari sisa-sisa makanan yang mungkin
bersifat kontaminan. Praktikan mengumpulkan food waste dari setiap
bagian kantin agar hasil yang didapat representatif. Food waste yang
dikumpulkan dari setiap piring dan gelas, kemudian dipilah berdasarkan
tabel 6.1 di atas terpal. Setelah semua food waste sudah terkumpul di atas
terpal, dipilah kembali berdasarkan edible atau non-edible, lalu dimasukkan
ke dalam kantong plastik berukuran sedang untuk ditimbang, lalu dicatat di
tabel 6.1. Setelah itu praktikan dapat menghitung timbulan limbah padat dan
berat limbah padat, timbulan sampah. Lalu food waste yang sudah
ditimbang dikumpulkan dan lalu dibuang. Terpal yang sudah digunakan
kemudian dicuci menggunakan sabun colek dan sikat.

● Analisis Hasil
Setelah melakukan langkah-langkah percobaan, praktikan
mendapatkan jumlah food waste menurut kategorinya sebanyak:

Kategori Total Berat Edible Food


(gram) Waste (gram)

ORGANIK

Cereals Beras 135 135

Tepung terigu 70 70

Mie 10 10

Kacang- Tempe 40 40
kacangan
Tahu 25 25

Bumbu kacang 150 150

Umbi-umbian Singkong 10 10

Bawang 15 15

Sagu/Tepung 160 160


Sagu

Sayur Sayuran hijau 55 55

Bumbu cabe 165 165


Buncis 10 10

Kol 90 90

Selada 70 70

Wortel 20 20

Terung 15 15

Kuah 160 160

Timun 195 195

Tomat 20 20

Jeruk nipis 20 -

Buah-buahan Nangka 50 50

Kambing 100 100

Ayam 365 180

Ikan 75 20

Telur dan Telur 50 50


produk susu
Keju 30 30

Minyak Penyedap 5 5

Minuman Air putih 240 240

Teh 5 5

Kopi 100 100

Susu 40 40
Jus 135 135

ANORGANIK

Tissue 55 -

Kemasan 180 -

Kertas 35 -

Kayu 110 -

Tabel 8.1 Data pengamatan


sumber: laboran, 2019

a. Organik
Untuk kategori cereals, didapatkan berat beras 135 g, tepung
terigu 70 g, dan mie 10 g. Dalam kacang-kacangan, didapatkan berat
tempe 40 g, tahu 25 g, dan bumbu kacang 150 g. Untuk umbi-
umbian, didapat berat singkong 10 g, bawang 15 g, dan sagu/tepung
sagu 160 g. Untuk sayur didapatkan berat sayuran hijau 55 g, bumbu
cabe 165 g, buncis 10 g, kol 90 g, selada 70 g, wortel 20 g, terung
15 g, kuah 160 g, timun, 195 g, tomat 20, dan jeruk nipis 20 g, namun
edible nya 0 g karena yang tersisa hanyalah kulitnya. Untuk buah-
buahan, didapatkan berat nangka 50 g. Untuk daging, didapat berat
kambing 100 g, ayam 365 g namun setelah dipisahkan tulang dan
dagingnya, didapat berat daging ayam atau edible nya 180 g, dan
ikan 75 g dengan edible nya 20 g setelah dipisahkan duri dan kepala
ikan dari dagingnya yang edible. Untuk telur dan produk susu
didapatkan berat telur 50 g dan keju 30 g. Untuk minyak didapat
berat penyedap 5 g. Untuk minuman diperoleh berat air putih 240,
teh 5 g, kopi 100 g, susu 40, dan jus 135 g.
Didapat berat beras 135 g yang merupakan salah satu yang
terbanyak dikarenakan orang-orang terkadang disediakan nasi yang
berlebihan dibandingkan yang mereka akan makan, sehingga
terdapat sisa. Terdapat tepung terigu yang merupakan kerupuk dan
pangsit 70 g karena terkadang sudah tercampur dengan kuah mie
atau soto, sedangkan orang terkadang tidak menghabiskan kuah
tersebut. Didapat juga mie hanya 10 g, dikarenakan orang-orang
pada kantik FMIPA UI cenderung untuk menghabiskan makanan
tersebut. Didapat juga berat tahu dan tempe 40 g dan 25 g, yang
termasuk sedikit. Orang cenderung hanya akan memesan makanan
tersebut karena ingin menghabiskannya, berbeda dengan bumbu
kacang. Bumbu kacang biasanya disajikan bersama dengan sate,
yang jumlah disediakannya cenderung banyak. Orang cenderung
tidak menghabiskan bumbu kacang setelah sate yang mereka makan
telah habis, yang menyebabkan berat bumbu kacang yang praktikan
dapatkan sebesar 150 g, yang termasuk banyak dibanding kategori
makanan yang lain. Praktikan juga mendapatkan berat sagu/tepung
sagu yang merupakan kulit batagor, dan cimol, sebesar 160 gr, yang
termasuk banyak. Praktikan mendapatkan berat bumbu cabe sebesar
165 g. Beratnya dapat setinggi itu karena cenderung penjual
memberikan sambal cabe yang lebih banyak ketimbang yang
diperlukan oleh pembeli, sehingga orang yang makan terkadang
tidak menghabiskannya. Terdapat juga sisa-sisa lalapan, seperti
timun, kol, selada, dan tomat. Orang-orang menyisakan lalapan
karena tidak semua orang suka untuk memakan lalapan, yang
merupakan sayuran mentah, sehingga terkadang masih tersisa
hampir tidak tersentuh di tiap piringnya. Praktikan juga
mendapatkan beberapa tusuk sate yang masih tersisa lemaknya.
Kebanyakan dari sate tersebut adalah daging kambing. Orang
cenderung jarang untuk makan lemak karena kurang sehat dan
teksturnya yang berbeda dari daging biasa. Praktikan juga
mendapatkan ayam dengan berat total 365 g, dan berat edible nya
180 g. Pada saat mengukur total berat ayam, masih termasuk tulang-
tulangnya, namun pada saat mengukur berat edible nya, yang
ditimbang hanyalah dagingnya saja, sehingga berkurang setengah
dari berat totalnya. Praktikan juga mendapatkan berat jus sebesar
135 g, dengan menemukan hampir satu gelas penuh.
b. Anorganik
Didapatkan berat tissue 55 g, kemasan 180 g, kertas 35 g,
dan kayu 110 g.
Praktikan mendapatkan berat tissue sebesar 55 g karena
orang cenderung menggunakan tissue untuk membersihkan mulut,
tangan, dan terkadang meja mereka setelah makan. Praktikan juga
mendapat berat kemasan sebesar 180 g yang cukup besar dibanding
kategori lainnya. Kemasan yang dimaksud adalah gelas plastik
untuk jus dan air mineral, botol plastik, kotak susu, dan kotak
makanan.

c. Timbulan Food Waste Terhadap Jumlah Orang


Setelah melakukan perhitungan, didapat toal jumlah food
waste sebesar 3010 g, dan didapat rasio jumlah total food waste
terhadap jumlah orang (100 orang) adalah 30,1 g/orang. Sedangkan
jumlah edible food waste sebesar 2370 g, dan rasio jumlah edible
terhadap jumlah orang adalah 23,7 orang. Berdasarkan Economist
Intelligence Unit, rata-rata setiap orang di Indonesia menghasilkan
300 kg food waste dalam satu tahun. Artinya, rata-rata setiap orang
menghasilkan 821.92 gr food waste setiap harinya. Jika hanya
memperhitungkan dalam sekali makan pada hari tersebut, maka
setiap orang di Indonesia menghasilkan 273.97 gr setiap kali makan.
Jika dibandingkan dengan data yang disediakan oleh Economic
Intelligence Unit, mahasiswa yang makan di Kantin FMIPA UI
termasuk menghasilkan jumlah food waste di bawah rata-rata,
dengan hanya menghasilkan 30,1 gr/orang dibandingkan dengan
rata-rata yang sebesar 273,97 gr/orang. Maka dapat disimpulkan
budaya makan mahasiswa di kantin FMIPA UI tidak menghasilkan
banyak sisa makanan.
d. Persentase
Praktikan juga mencari persentase edible food waste
terhadap berat total, dan didapat sebesar 78,738 %, sedangkan
persentase non edible food waste terhadap berat total sebesar 21,262
%. Dapat dilihat bahwa non edible food waste tidak mencapai
seperempat dari total food waste. Berarti dari keseluruhan food waste
yang diperoleh, masih banyak sisa makanan yang sebenarnya masih
bisa dihabiskan oleh orang yang memakannya, seperti nasi, air putih,
bumbu kacang, cabai, dll.
Praktikan juga mencari persentase tiap kategori edible food
waste terhadap total edible food waste. Persentase yang terbesar
adalah air putih, sebanyak 10,126 % dari tota edible food waste. Air
putih merupakan yang terbesar karena orang cenderung hanya
minum air putih secukupnya, sehingga sisa dari air putih yang
mereka punya ditinggalkan di meja di mana mereka makan. Setelah
air putih, yang terbesar kedua adalah timun, yaitu sebanyak 8,228 %
dari total edible food waste. Hal tersebut dikarenakan tidak banyak
orang yang suka untuk mengkonsumsi timun, namun pada saat
pembelian berbagai jenis ayam dan ikan, nasi goreng, dll, cenderung
disediakan bersamaan dengan lalapan, yang salah satu bagian dari
lalapan adalah timun. Maka dari itu, timun selalu ikut disajikan
dengan beberapa makanan namun cenderung orang tidak
memakannya, sehingga banyak timun yang menjadi food waste.
Praktikan juga mengumpulkan ayam dengan persentase 7,595 %
dari total edible food waste. Jumlah ayam termasuk banyak karena
mayoritas orang memakan ayam, sehingga daging ayam yang
terkumpul menjadi banyak. Namun ayam juga ditemukan dari
daging-daging pada mie ayam, soto, dan sup. Namun, daging ayam
yang paling banyak ditemukan adalah yang masih terdapat pada
tulang ayam. Terkadang orang menyisakan daging ayam yang masih
terdapat pada tulang ayam karena sulit untuk dimakan, dan dengan
jumlah tulang ayam yang banyak, maka daging yang masih terdapat
pada tulang ayam juga akan banyak.
● Analisis Kesalahan
Dalam melakukan percobaan ini, praktikan dapat melakukan
beberapa kesalahan, seperti:
1. Praktikan tidak memilah sampah dengan baik, sehingga beberapa
makanan masih bercampur dengan kategori makanan lainnya.
Contohnya seperti pada kuah mie ayam; bawang, mie, ayam,
pangsit, dan sayuran sudah bercampur, sehingga sulit untuk
dipisahkan.
2. Praktikan tidak memisahkan food waste edible dari yang non edible,
sehingga berat edible yang didapatkan kurang tepat. Contohnya
seperti pada saat memisahkan daging ayam dan ikan dari tulangnya.
Daging masih dapat menempel pada tulang, sehingga pada saat
ditimbang, data yang didapat kurang tepat.
3. Praktikan dapat membuat kesalahan pada saat membaca angka di
timbangan.
4. Food waste yang berwujud cairan dapat menguap pada saat
praktikan sedang memilah food waste, sehingga berat pada saat
ditimbang menjadi lebih kecil dari yang sebenarnya.

IX. Kesimpulan
 Setelah melakukan praktikum dan perhitungan, didapatkan total
timbulan food waste sebesar 30,1 gr/orang. Didapat juga timbulan
edible food waste sebesar 23,7 gr/orang.
 Didapatkan juga persentase edible food waste sebesar 78,738% dari
berat total food waste, dengan persentase non-edible 21,3% dari
berat total food waste.
 Didapat persentase kategori edible food waste yang paling besar
adalah air putih, sebesar 10.126%. Sisa air putih merupakan yang
terbanyak karena orang membeli air putih hanya untuk diminum
secukupnya, sehingga tersisa cukup banyak. Didapat persentase
terkecil adalah penyedap dan teh, sebesar 0,211%. Sisa penyedap
dan teh sedikit karena biasanya penyedap langsung tercampur
dengan makanan, sedangkan teh tersisa paling sedikit karena orang
yang membeli teh hanya sedikit dan biasanya dihabiskan.

Anda mungkin juga menyukai