Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN

“ASIDITAS DAN ALKALINITAS”


LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN

“ASIDITAS DAN ALKALINITAS”

Dosen Pembimbing :

Muhammad Abdus Salam Jawwad ST. Msc.

Disusun oleh :

Muhammad Fairuz Akmal (20034010050)


Komang Tegar Kurniawan (20034010062)
Achmad Afandi Oktavianto (20034010074)

TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
“VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA
2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Air merupakan senyawa yang berperan sebagai pelarut, artinya apabila ada senyawa-
senyawa lain yang masuk ke badan air maka akan larut di dalam air tersebut. Sumber-
sumber air baku yang menjalani tahap pengolahan air maupun yang digunakan langsung
dari sumbernya untuk berbagai keperluan tidak menutup kemungkinan bahwa sumber air
baku tersebut mengandung senyawa lain yang dapat mempengaruhi beberapa parameter
fisik penentu kualitas air, salah satunya yaitu pH air. Biasanya air alami, limbah cair
domestik dan limbah cair industri bersifat buffer, karena adanya sistem karbondioksida-
bikarbonat. Semua air yang memiliki pH dibawah 8.5 memiliki sifat asiditas, di mana
asiditas menggambarkan kapasitas kuantitatif air untuk menetralkan basa hingga
mencapai pH tertentu. Konsentrasi asiditas suatu perairan ditentukan berdasarkan proses
netralisasi ion-ion H+ dengan larutan basa kuat pada pH tertentu.
CO2 merupakan komponen normal dalam air alami dan merupakan komponen
terbesar penyebab asiditas pada air. Air permukaan biasanya mengandung CO2 bebas
kurang dari 10 mg/L sedangkan air tanah umumnya memiliki kadar CO2 bebas yang
lebih tinggi. Air permukaan secara konstan mengadsorpsi atau melepas CO2 untuk
menjaga keseimbangan dengan atmosfer. Keberadaan CO2 yang tidak seimbang di
dalam air dapat menyebabkan korosi. Asiditas pada perairan ini perlu dihitung guna
menentukan sifat air dan kandungan di dalamnya, sehingga diperlukan ketelitian selama
proses penentuan asiditas air karena kadar karbon dioksida bebas mudah hilang dari air
sampel.
Sumber air yang digunakan manusia guna memenuhi kebutuhan hidup dapat
diperoleh dari air tanah maupun air permukaan. Sungai merupakan salah satu dari air
permukaan yang menjadi sumber air keperluan manusia, di mana air sungai biasanya
diolah terlebih dahulu untuk dijadikan sumber air bersih. Seringkali sebagaimana
bahasan sebelumnya, badan air sungai menerima limbah domestik berupa grey water
yang tidak melalui proses pengolahan. Hal ini dapat mempengaruhi kondisi kualitas air
sungai yang akan digunakan sebagai sumber air baku pengolahan air bersih. Pengukuran
alkalinitas sangat diperlukan dalam mengontrol pengolahan air bersih dan air limbah
domestik, dimana biasanya air limbah domestik mempunyai nilai alkalinitas yang lebih
tinggi dibandingkan air bersih.
Alkalinitas itu sendiri secara umum menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang
mampu menetralisir keasaman di dalam air. Alkalinitas diperlukan untuk mencegah
terjadinya fluktuasi pH yang besar pada air, biasanya disebabkan oleh adanya garam-
garam basa lemah dan basa kuat yang terkandung. Alkalinitas juga berfungsi sebagai
reservoir untuk karbon organik, sehingga alkalinitas diukur sebagai faktor kesuburan air.
Peruntukan Sungai Grogol sebagai sumber air untuk perikanan dan peternakan sangat
memerlukan perhitungan alkalinitas air sungai tersebut, sehingga perlu diperhatikan
dengan baik semua tahapan dan hasil yang diperoleh.
Semua hal yang saling terkait di atas merupakan bekal yang harus diperhatikan dan
dikerjakan dengan baik agar praktikum laboratorium lingkungan yang dilangsungkan
dapat berjalan dengan lancar dan mendapatkan hasil yang baik.

1.2. Tujuan
Tujuan diadakannya praktikum kali ini adalah untuk memahami pengertian dari
asiditas dan alkalinitas. Selain itu pada praktikum kali ini bertujuan juga untuk
mengetahui nilai asiditas larutan sampel. Pada praktikum kali ini mahasiswa diharapkan
mengamati proses titrasi basa kuat terhadap sampel air yang akan mengalami perubahan
warna sebagai titik akhir titrasi.

1.3. Ruang Lingkup


Karena keadaan pandemi Covid-19 yang sedang terjadi, praktikum kali ini harus
dilaksanakan dengan metode daring. Dalam pelaksanaannya praktikum dibuat dengan
sdemikian rupa sehingga mahasiswa dapat merasakan sensasi praktikum di laboratorium.
Praktikum dilaksanakan dengan pengamatan dan metode kuantitatif. Mahasiswa
melakukan pengamatan tehadapa proses asiditas yang terjadi. Metode kuantitatif
dimanfaatkan untuk mengetahui proses asiditas dan mengetahui nilai asiditas larutan
sampel yang diperoleh setelah melalui serangkaian proses asiditas.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asiditas

Asiditas merupakan kapasitas kuantitatif air untuk bereaksi dengan basa kuat sehingga
menstabilkan pH hingga mecapai 8,3 atau kemampuan air untuk mengikat OH-[1]. Pada
dasarnya asiditas menggambarkan kapasitas kuantitatif air untuk menetralkan basa sampai ph
tertentu, yang dikenal dengan baseneutralizing capacity (BNC). pH sendiri hanya
menggambarkan konsentrasi ion hidrogen. Pada kebanyakan air alami, air buangan domestik,
dan air buangan industri bersifat buffer karena sistem karbondioksida-bikarbonat. Pada titrasi
beberapa asam lemah, dapat diketahui bahwa titik akhir stoikiometri dari asam karbonat tidak
dapat dicapai sampai ph sekitar 8,5[2]. Asiditas lebih sukar ditentukan daripada alkalinitas,
karena terdapat dua kontributor utamanya yakni CO 2 dan H2S yang merupakan larutan
volatile yang segera hilang dari sample[3]. Rumus yang digunakan untuk menghitung asiditas

1000
Asiditas (mg/l) = x P x N. senyawa x BE
V sampel

2.1 Alkalinitas

Alkalinitas merupakan penyangga (buffer) perubahan pH air dan indikasi kesuburan


yang diukur dengan kandungan karbonat. Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan
tambahan asam tanpa penurunan nilai pH larutan. Alkalinitas merupakan ketidakmurnian air
karena adanya karbonat dan bikarbonat dan hidroksida dalam air. Kebanyakan air bersifat
alkalin karena garam-garam alkalin sangat umum berada di tanah. Alkalinitas tidak memiliki
hubungan dengan pH tetapi berhubungan dengan kemampuan air untuk menahan perubahan
pH. Air dengan alkalinitas rendah sangat mudah untuk merubah nilai pH. Sedangkan, air
dengan alkalinitas tinggi dapat menahan perubahan nilai pH [4]. Sebagai pembentuk alkalinitas
yang utama adalah bikarbonat, karbonat, dan hidroksida, dan bikarbonat adalah paling
banyak terdapat pada perairan alami. Perbedaan antara basa tingkat tinggi dengan alkalinitas
yang tinggi adalah tingkat basa tinggi ditunjukkan oleh pH tinggi, alkalinitas tinggi
ditunjukkan dengan kemampuan menerima proton tinggi. Alkalinitas umumnya dinyatakan
sebagai alkalinitas fenolftalein yaitu proses situasi dengan asam untuk mencapai pH 8,3
dimana HCO3- merupakan ion terbanyak, dan alkalinitas total, yang menyatakan situasi
dengan asam menuju titik akhir indikator metil jingga (pH 4,3), yang ditunjukkan oleh
berubahnya kedua jenis ion karbonat dan bikarbonat menjadi CO2 [5]. Rumus yang digunakan
untuk menghitung alkalinitas :

1000
Alkalinitas (mg/l) = x P x N. senyawa x BE
V sampel

2.3 Fenolftalein

Fenolftalein adalah pewarna yang berperan sebagai indikator pH. Fenolftalein


adalah senyawa kimia dengan rumus molekul C20H14O4 dan sering ditulis sebagai "HIn" atau
"PP" dalam notasi singkat. Fenolftalein sering digunakan sebagai indikator dalam titrasi
asam–basa[6]. Fenolftalein tidak mempunyai warna dalam larutan asam atau yang mendekati
netral, tetapi akan berwarna merah muda pada larutan basa. Pengukuran menunjukkan bahwa
pada pH < 8,3 indikator terlihat tidak berwarna tetapi mulai berubah menjad berwarna merah
muda jika pH melebihi 8,3. Indikator yang paling tepat untuk titrasi asam basa kuat
sebenarnya adalah BTB (6,0 - 7,0) tetapi memiliki harga yang cukup mahal sehingga
digunakan indikator fenolftalein. Indikator ini cocok digunakan untuk titrasi asam lemah dan
basa kuat[7].

2.4 Metil Orange

Metil orange adalah salah satu zat warna anionik yang mengandung gugus azo. Zat
warna ini pada umumnya banyak digunakan pada proses pewarnaan dan indikator dalam
penentuan titik akhir titrasi. Walaupun metil orange ini tidak terlalu berbahaya tetapi dapat
menyebabkan hypersensitivity dan alergi[8]. Metil orange merupakan indikator pH yang
sering digunakan dalam titrasi karena perubahan warnanya yang jelas dan kontras. Oleh
karena indikator ini berubah warna pada pH sedikit asam, maka biasa digunakan dalam titrasi
asam. Dalam larutan yang agak asam, metil orange ini berubah warna dari merah menjadi
jingga dan akhirnya menjadi kuning, dan sebaliknya jika keasaman larutan bertambah.
Seluruh perubahan warna terjadi dalam kondisi asam. Dalam kondisi asam berwarna merah,
dan dalam kondisi basa berwarna kuning. Metil jingga memiliki pH 3,47 dalam air pada
25 °C[9].
2.5 NaOH

Natrium hidroksida (NaOH), juga atau juga sering dikenal sebagai soda kaustik


merupakan sejenis basa logam kaustik. NaOH terbentuk dari oksida basa Natrium Oksida
dilarutkan dalam air. NaOH membentuk larutan alkalin yang kuat ketika senyawa ini
dilarutkan ke dalam air. NaOH sendiri adalah basa yang paling umum digunakan dalam
laboratorium kimia. NaOH murni berbentuk putih padat dan terdapat pula dalam bentuk
pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50% yang biasa disebut larutan Sorensen. Ia
bersifat lembap cair dan sangat larut dalam air serta akan melepaskan panas ketika dilarutkan,
karena pada proses pelarutannya dalam air bereaksi secara eksotermis. Ia juga larut
dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil
daripada kelarutan KOH. Ia tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar
lainnya. Larutan NaOH akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas. Senyawa
NaOH sendiri memiliki massa molar sebesar 39,9971 gr/mol, titik leburnya 318 0 C serta
mempunyai titik didih 13900 C[10].

2.6 HCl

Asam klorida merupakan larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). Senyawa ini


adalah asam kuat, dan merupakan komponen utama dalam asam lambung. Senyawa ini juga
digunakan secara luas dalam industri maupun laboratorium kimia. HCl harus ditangani
dengan prosedur keselamatan yang tepat karena merupakan cairan yang sangat korosif. HCl
merupakan asam pilihan dalam titrasi untuk menentukan jumlah basa. Asam yang lebih kuat
akan memberikan hasil yang lebih baik oleh karena titik akhir yang jelas. HCl sering
digunakan dalam analisis kimia untuk mencerna sampel-sampel analisis. HCl pekat
melarutkan banyak jenis logam dan menghasilkan logam klorida dan gas hidrogen. Sifat fisik
HCl, seperti titik didih dan lebur, rapat jenis, dan pH, tergantung pada konsentrasi
atau molaritas HCl dalam larutan akuatik[11].
BAB III

PROSEDUR PRAKTIKUM

3.1. Peralatan Praktikum

 Erlenmeyer
 Pipet Tetes
 Pipet Gondok
 Buret dan Statif

3.2. Bahan yang Digunakan

 Air sungai, air PDAM


 Larutan NaOH 0,1 N
 Larutan HCl 0,1 N
 Indikator pp
 Indikator MO

3.3. Prosedur Kerja

1. Mengukur pH sampel
2. Karena pH sampel = 7, maka pengujian dilakukan dengan prosedur asiditas
3. Setelah itu memipet sampel sebanyak 100 ml kemudian dimasukan ke dalam
erlenmeyer
4. Menambahkan 3 tetes indikator pp (fenolftalein)
5. Titrasi dengan NaOH sampai TAT (Titik Akhir Titrasi) = berwarna rose pucat
6. Catat volume NaOH yang dibutuhkan sebagai P (11 ml)
7. Pada sampel yang sama, tambahkan 3 tetes indikator MO
8. Titrasi HCl sampai TAT (Titik Akhir Titrasi) = berwarna metil jingga
9. Catat volume HCl yang diperlukan sebagai Q (15 ml)
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

Berdasarkan hasil titrasi yang ada pada video analisis asiditas dan alkalinitas,
diperoleh volume NaOH 0,1N dengan indikator pp dan HCl 0,1 N dengan indikator mo yang
diperlukan dalam bentuk data sebagai berikut :

V Sampel V NaOH 0,1N (P) V HCl 0,1N (Q)

100 mL 11,2 mL 15,1 mL

Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa P < Q.

4.2 PEMBAHASAN

Pada video praktikum asiditas dan alkalinitas, kegiatan diawali dengan mengukur pH
sampel. Setelah diukur, diketahui bahwa sampel memiliki pH 7. Karena diketahui pH sampel
adalah 7, maka pengujian dilanjutkan dengan prosedur asiditas.

Indikator yang digunakan dalam proses pengujian sampel lebih tepatnya pada proses
titrasi adalah indikator fenolftalein (pp) dan indikator metil orange (mo). Indikator pp
digunakan pada saat titrasi menggunakan NaOH 0,1N. Proses titrasi dihentikan ketika warna
sampel berubah menjadi warna rose pucat. Indikator pp sendiri memiliki trayek pH 8,3 – 9,83
dengan perubahan warna merah muda menjadi tidak berwarna dimana fenolftalein tidak akan
berwarna apabila ada pada larutan asam atau netral sedangkan akan berwarna merah muda
ketika ada pada larutan basa.

Sementara itu, proses titrasi dengan HCl 0,1N menggunakan indikator mo. Proses
titrasi dihentikan ketika sampel berubah warna menjadi merah jingga. Indikator mo sendiri
memiliki trayek pH 3,1 – 4,4 dengan perubahan warna merah menjadi kuning dimana metil
orange akan berwarna merah jika ada pada larutan asam dan akan berwarna kuning pada
larutan basa atau netral.

Berdasarkan pengujian yang dilakukan, diperoleh data volume NaOH 0,1N sebagai P
dan volume HCl 0,1N sebagai Q dimana P < Q. Karena P < Q, maka asiditas disebabkan oleh
HCO−¿
3
¿
dan CO2.

−¿ ¿
Untuk kandungan CO2 dan HCO 3 pada sampel dimana P < Q, dapat ditentukan
dengan rumus sebagai berikut :

1000
CO2 ( mg/L ) ¿ × P × N NaOH × BE CO2
V sampel
1000
¿ ×11,2 ×0,1 × 44
100
¿ 492,8 mg/L
1000
× [ ( Q × N HCl )−( P × N NaOH ) ] × BE HCO3
−¿ ¿
HCO −¿
3
¿
( mg/L ) ¿
V sampel
1000
¿ × [ ( 15,1 ×0,1 )− (11,2 × 0,1 ) ] ×61
100
¿ 237,9 mg/L

Berdasarkan dari hasil perhitungan tersebut, diperoleh kandungan CO2 sebesar 492,8
−¿ ¿
mg/L dan kandungan HCO3 sebesar 237,9 mg/L.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

- Asiditas merupakan kapasitas kuantitatif air untuk bereaksi dengan basa kuat sehingga
menstabilkan pH hingga mecapai 8,3 atau kemampuan air untuk mengikat OH-.

- Alkalinitas merupakan penyangga (buffer) perubahan pH air dan indikasi kesuburan yang
diukur dengan kandungan karbonat. Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan
tambahan asam tanpa penurunan nilai pH larutan.

- Data yang diperoleh berdasarkan hasil titrasi yang ada pada video analisis asiditas dan
alkalinitas sebagai berikut, V sampel sebanyak 100 mL, V NaoH 0,1 N (P) sebanyak 11,2 mL
dengan indikator fenolftalein, dan V HCl 0,1 N (Q) sebanyak 15,1 mL dengan indikator metil
orange.

- Pada video praktikum asiditas dan alkalinitas, diawali dengan mengukur pH sampel. Setelah
diukur, diketahui pH sampel 7. Karena diketahui pH sampel adalah 7, maka pengujian
dilanjutkan dengan prosedur asiditas.

- Dari data volume NaOH (P) dengan HCL (Q), diketahui P < Q, maka asiditas disebabkan
−¿ ¿
oleh HCO 3 dan CO2.

- Rumus yang digunakan untuk menghitung asiditas adalah sebagai berikut :

1000
Asiditas (mg/l) = x P x N. senyawa x BE
V sampel

Dari data yang telah diperoleh dan setelah dilakukan dengan perhitungan rumus diatas
−¿ ¿
didapatkan hasil bahwa kandungan CO2 sebanyak 492,8 mg/L dan kandungan HCO 3 adalah
sebanyak 237,9 mg/L.
5.2 Saran

Saat melakukan praktikum asiditas dan alkalinitas, proses titrasi harus dilakukan
dengan hati-hati dan teliti, volume yang tercampur dalam proses titrasi harus diamati dan
dicatat secara tepat sehingga dalam perhitungan teoritisnya tidak terjadi kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA

1. id.scribd.com. Asiditas Adalah Kapasitas Kuantitatif Air Untuk. 2014 [cited 2020 16
Desember].
2. Effendi, H., Telaah kualitas air, bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan perairan.
2003: Kanisius.
3. docplayer.info. 2017 [cited 2020 16 Desember].
4. ainzha.blogspot.com. Air. 2009 [cited 2020 16 Desember].
5. Achmad, R., Kimia lingkungan. Yogyakarta: Andi, 2004.
6. rest-app.belajar.kemdikbud.go.id. Titrasi Asam Basa. [cited 2020 16 Desember].
7. Obei L, B.A., Talbot D, Jaafar SB, Dupuis V, Abramson S, Cabuil V, & Welschbillig M,
chitosan/maghemite composite: a magsorbent for the adsorption of MO. 2013: p. . J Colloid
Interfac 410: 52–58.

8. Hidayat, A. (2009). "Asiditas dan Alkalinitas." Retrieved 16 Desember, 2020, from


https://environmental-ua.blogspot.com/2009/04/asiditas-dan-alkalinitas.html.

Anda mungkin juga menyukai