Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang
banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus
dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup
yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan generasi sekarang maupun
generasi mendatang (Effendi, 2003). Air limbah adalah air yang tidak bersih dan
mengandung berbagai zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia dan makhluk
hidup lainnya dan lazimnya muncul karena hasil aktivitas manusia (Sutrisno, 2002).
Sedimentasi adalah operasional pemisahan padatan dari larutannya
menggunakan gaya gravitasi. Proses sedimentasi seringkali digunakan dalam proses-
proses industrial untuk menjernihkan air limbah, dalam proses pengendapan partikel
dalam pembuatan makanan, pengendapan kristal dari larutan induk, pengendapan bubur
kertas atau pulp pada industry pembuatan kertas dan sebagainya. Kecepatan sedimentasi
didefinisikan sebagai laju pengurangan atau penurunan ketinggian daerah batas slurry
(cairan lumpur) dengan supernatant (liquid jernih) pada suhu seragam untuk mencegah
pergeserean fluida karena konveksi (Foust A.S, 1980).
Proses sedimentasi berperan penting dalam berbagai proses industri, misalnya
pada proses pemurnian air limbah, pengolahan air sungai, pengendapan partikel padatan
pada bahan makanan cair, pengendapan kristal dari larutan induk, penyisihan pasir,
slime atau lanau pada pengolahan air limbah dan masih banyak lagi (Abbuzar S.S,
2010).
1.2. Tujuan
1. Mengetahui secara nyata batas pemisahan antara liquid dan solid pada
interval waktu tertentu
2. Mengetahui kecepatan pengendapan partikel dan persen partikel
terendapkan pada interval waktu tertentu.
3. Menghitung kedalaman zona settling
1.3. Ruang Lingkup
1. Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis, 10 November 2022 secara luring
di laboratorium UPN Veteran Jawa Timur
2. Menggunakan air sampel berupa air permukaan yaitu Sungai Bonagung,
Raya Medokan Sawah Timur, Surabaya.
3. Uji yang dilakukan adalah Uji Sedimentasi tipe I
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prasedimentasi (Grit Chamber)
Prasedimentasi merupakan langkah pertama dalam pengolahan air bersih.
Fungsi bangunan ini adalah sebagai tempat pengendapan partikel-partikel diskrit
seperti pasir, kotoran yang terbawa dan padatan lainnya. Karena prosesnya bergantung
pada gravitasi dan tidak melibatkan koagulasi dan flokulasi, prasedimentasi dapat juga
disebut plain sedimentation. Oleh karena itu, prasedimentasi merupakan proses
gravitasi sederhana tanpa campuran bahan kimia koagulasi (Arfiani, 2007).
Grit chamber adalah bak yang berfungsi untuk menyisihkan grit, termasuk di
dalamnya pasir, kerikil, atau biji-bijian dan material lainnya yang tidak dapat
membusuk dan mempunyai spesific gravity yang lebih besar dibanding material
organik. Material ini harus disisihkan untuk melindungi peralatan dari penggerusan
dan kerusakan, mencegah penyumbatan pada pipa dan pengendapan pada saluran,
mencegah timbulnya kerak pada dasar sludge digester serta mengurangi akumulasi
material inert pada tangki aerasi dan sludge digester yang dapat menyebabkan
berkurangnya volume dari tangki. Terdapat dua tipe grit chamber, yaitu horizotal flow
velocity grit chamber dan aerated grit chamber. Tipe pertama merupakan bak panjang
dengan pengontrolan kecepatan aliran. Pengontrolan kecepatan aliran biasanya
dipasang pada akhir bak berupa alat ukur parshal flume ataupun proportional weir.
Sedangkan tipe kedua adalah berupa bak yang dilengkapi sistem aerasi (diffused
compressed air) sehingga terjadi aliran keluar dari grit chamber. Tipe grit chamber
yang digunakan adalah tipe horizontal flow velocity controlled. Tipe ini dipilih karena
biaya operasional dan konstruksinya lebih murah dan pengoperasiannya juga lebih
mudah. Pengontrol kecepatan yang digunakan adalah proportional weir.
2.2. Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan padatan dan cairan menggunakan gravitasi untuk
memisahkan zat tersuspensi dari cairan (AWWA, 1999). Dengan kata lainsedimentasi
adalah pemisahan solid-liquid menggunakan pengendapan secara gravitasi untuk
menyisihkan suspended solid. Sedimentasi dibagi menjadi 4 kategori; (1) pemisahan
partikel diskrit, (2) pengendapan flokulan, (3) pengendapan terhambat, (4)
pengendapan terkompres (Davis, 2010). Dalam pengolahan air, proses pemisahan
padatan biasanya terjadi dalam bentuk presipitasi partikel terpisah (pra-sedimentasi
atau ruang pasir) dan stratifikasi flokulasi (sedimentasi) (Reynold, 1996).
Kecepatan pengendapan partikel yang terdapat dalam air bergantung pada berat
jenis, bentuk dan ukuran partikel, viskositas air dan kecepatan aliran dalam bak
pengendapan. (Huisman, 1977).
Berdasarkan sifat partikelnya, bangunan sedimentasi dikelompokkan menjadi
(Mayasari, 2007) :
1. Sedimentasi tipe I (prasedimentasi)
2. Sedimentasi tipe II (sedimentasi)
3. Sedimentasi tipe III (final clarifier)
4. Sedimentasi tipe IV (sludge thickener)
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Sedimentasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi Sedimentasi (Strand dan Pemberton 1982,
dalam Budi Indra. 1999), adalah :
1. Tataguna lahan dengan adanya penggunaan lahan, seperti penanaman tanaman di
sekitar Daerah Aliran Sungai DAS dengan tataguna lahannya terganggu atau rusak,
maka akan mengurangi kapasitas infiltrasi, sehingga dengan demikian aliran
permukaan akan meningkat dan dapat menimbulkan erosi yang menyebabkan adanya
sedimentasi.
2. Jumlah hujan yang besar tidak selalu menyebabkan erosi berat jika intensitasnya
rendah, dan sebaliknya hujan lebat dalam waktu singkat mungkin juga hanya
menyebabkan sedikit erosi karena jumlahhujanya sedikit. Jika jumlah dan intensitas
hujan keduanya tinggi, maka erosi tanah yang terjadi cenderung tinggi dan
mengakibatkan terjadinya sedimentasi yang tinggi juga.
3. Formasi geologi dan tanah Tanah yang mempunyai nilai erodibilitas tinggi berarti
tenah tersebut peka atau mudah tererosi, sebaliknya tanah dengan erodibilitas rendah
berarti tanah tersebut resisten atau tahan terhadap erosi.
4. Tepografi tampakan rupa bumi atau tepografi seperti kemiringan lahan, kerapatan
parit atau saluran dan bentuk-bentuk cekungan mempunyai pengaruh pada
sedimentasi.
5. Erosi di bagian hulu Erosi merupakan faktor yang mempengaruhi sedimentasi
karena sedimentasi merupakan akibat lanjud dari erosi itu sendiri.
BAB III
PERALATAN DAN BAHAN
3.1 Peralatan yang digunakan
1. Coloum Test (Settling coloum)
2. Erlemeyer 100 ml
3. Beaker glass 100 ml
4. Peralatan analisa Tss
5. Peralatan analisa Kekeruhan
3.2 Bahan yang digunakan
1. Air permukaan/Air Limbah
2. Sampel setelah proses koagulasi dan flokulasi
3. Sampel proses hasil pengolahan biologi
4. Sampel pengolahan lumpur
5. Kertas saring
BAB IV
PROSEDUR KERJA DAN GAMBAR KERJA ALAT

4.1 Prosedur Kerja

No Prosedur Gambar

1. Siapkan sampel air asli


(air permukaan/air
limbah) aduk merata.
2. Ambil 100 ml sampel
awal lakukan analisa pH,
Kekeruhan dan TSS
sebagai nilai parameter
sampel awal.
3. Masukkan sampel pada
alat settling coloum yang
telah dibersihkan dan
diukur tinggi titik
sampling dan
diameternya.
4. Aduklah perlahan-lahan
agar sampel homogen
kembali dan hentikan

5. Mulailah sampling pada


titik sampling dengan
variasi waktu 0,5 menit,1
menit, 2 menit, 4 menit, 6
menit, 8 menit, 10 menit,
dan 12 menit
6. Setiap sampling yang
diambil, dianalisa pH,
kekeruhan dan TSS nya.

7. Buatlah grafik untuk (Grafik di BAB V)


menghitung fraksi
removal dan kecepatan
settlingnya (settling type
1).
BAB V
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Pengamatan
Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Uji Sedimentasi

Waktu pH Kekeruha Berat awal (a) Berat akhir Vol contoh TSS
(menit) n (NTU) (Gram) (b) (Gram) (L) (mg/L)

0 8,51 8,1 0,1128 0,1133 0,01 50

0,5 8,32 8,2 0,1137 0,1140 0,025 12

1 8,33 8,33 0,1133 0,1151 0,025 72

2 8,75 8,4 0,1135 0,1144 0,01 50

4 8,47 8,5 0,1133 0,1135 0,025 8

6 8,63 8,63 0,1134 0,1142 0,025 32

8 8,68 8,7 0,1129 0,1142 0,01 130

10 8,13 9,4 0,1137 0,1141 0,025 16

12 8,69 10,7 0,1142 0,1150 0,025 32

Perhitungan mencari nilai TSS


Rumus :
(𝒃−𝒂) 𝒙 𝟏𝟎𝟎𝟎 𝒎𝒈
TSS (mg/L) = 𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 𝑪𝒐𝒏𝒕𝒐𝒉 (𝑳)
(𝟎,𝟏𝟏𝟑𝟑−𝟎,𝟏𝟏𝟐𝟖) 𝒙 𝟏𝟎𝟎𝟎 𝒎𝒈
1. TSS awal (0 menit) = = 50 mg/L
𝟎,𝟎𝟏 (𝑳)
(𝟎,𝟏𝟏𝟒𝟎−𝟎,𝟏𝟏𝟑𝟕) 𝒙 𝟏𝟎𝟎𝟎 𝒎𝒈
2. TSS (0,5 menit) = = 12 mg/L
𝟎,𝟎𝟐𝟓 (𝑳)
(𝟎,𝟏𝟏𝟓𝟏−𝟎,𝟏𝟏𝟑𝟑) 𝒙 𝟏𝟎𝟎𝟎 𝒎𝒈
3. TSS (1 menit) = = 72 mg/L
𝟎,𝟎𝟐𝟓 (𝑳)
(𝟎,𝟏𝟏𝟒𝟒−𝟎,𝟏𝟏𝟑𝟓) 𝒙 𝟏𝟎𝟎𝟎 𝒎𝒈
4. TSS awal (2 menit) = = 50 mg/L
𝟎,𝟎𝟏 (𝑳)
(𝟎,𝟏𝟏𝟑𝟓−𝟎,𝟏𝟏𝟑𝟑) 𝒙 𝟏𝟎𝟎𝟎 𝒎𝒈
5. TSS (4 menit) = = 8 mg/L
𝟎,𝟎𝟐𝟓 (𝑳)
(𝟎,𝟏𝟏𝟒𝟐−𝟎,𝟏𝟏𝟑𝟒) 𝒙 𝟏𝟎𝟎𝟎 𝒎𝒈
6. TSS (6 menit) = = 32 mg/L
𝟎,𝟎𝟐𝟓 (𝑳)
(𝟎,𝟏𝟏𝟒𝟐−𝟎,𝟏𝟏𝟐𝟗) 𝒙 𝟏𝟎𝟎𝟎 𝒎𝒈
7. TSS awal (8 menit) = = 130 mg/L
𝟎,𝟎𝟏 (𝑳)
(𝟎,𝟏𝟏𝟒𝟏−𝟎,𝟏𝟏𝟑𝟕) 𝒙 𝟏𝟎𝟎𝟎 𝒎𝒈
8. TSS (10 menit) = = 16 mg/L
𝟎,𝟎𝟐𝟓 (𝑳)
(𝟎,𝟏𝟏𝟓𝟎−𝟎,𝟏𝟏𝟒𝟐) 𝒙 𝟏𝟎𝟎𝟎 𝒎𝒈
9. TSS (12 menit) = = 32 mg/L
𝟎,𝟎𝟐𝟓 (𝑳)
5.2 Pembahasan
5.2.1 Identifikasi Sampel

Praktikum sedimentasi tipe 1 ini bertujuan untuk mengetahui kecepatan pengendapan


partikel dan persen partikel terendapkan pada interval waktu tertentu dalam menurunkan
parameter TSS. Air sampel yang digunakan adalah air sungai. Karakteristik air sampel tersebut
yaitu pH sebesar 8,51, kadar TSS sebesar 50 mg/L, dan kekeruhan 8,1 NTU. Digunakan variasi
waktu pengendapan yaitu 0,5 menit, 1 menit, 2 menit, 4 menit, 6 menit, 8 menit, 10 menit, dan
12 menit. Variasi waktu tersebut digunakan untuk dilakukannya proses sedimentasi tipe 1 yang
diuji coba dengan sampel air kemudian data hasil proses sedimentasi dihitung kecepatan
pengendapan dan % fraksi tersisa.

5.2.2 Kecepatan Pengendapan

Kecepatan pengendapan merupakan jumlah sedimen yang mengendap di dasar perairan


selama periode waktu tertentu, biasanya dinyatakan dalam satuan tebal pengendapan per waktu.
Dari data yang diperoleh maka dapat diketahui kecepatan pengendapan dengan formula sebagai
berikut:

𝐾𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 (𝑚)
𝑉𝑜 =
𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛
𝟏,𝟓 𝒎
1. Vo (0,5 menit) = 𝟑𝟎 𝒅𝒆𝒕𝒊𝒌 = 0,05 m/ detik
𝟏,𝟓 𝒎
2. Vo (1 menit) = 𝟔𝟎 𝒅𝒆𝒕𝒊𝒌 = 0,025 m/ detik
𝟏,𝟓 𝒎
3. Vo (2 menit) = 𝟏𝟐𝟎 𝒅𝒆𝒕𝒊𝒌 = 0,013 m/ detik
𝟏,𝟓 𝒎
4. Vo (4 menit) = = 0,006 m/ detik
𝟐𝟒𝟎 𝒅𝒆𝒕𝒊𝒌
𝟏,𝟓 𝒎
5. Vo (6 menit) = 𝟑𝟔𝟎 𝒅𝒆𝒕𝒊𝒌 = 0,004 m/ detik
𝟏,𝟓 𝒎
6. Vo (8 menit) = 𝟒𝟖𝟎 𝒅𝒆𝒕𝒊𝒌 = 0,0031 m/ detik
𝟏,𝟓 𝒎
7. Vo (10 menit) = 𝟔𝟎𝟎 𝒅𝒆𝒕𝒊𝒌 = 0,0025 m/ detik
𝟏,𝟓 𝒎
8. Vo (12 menit) = 𝟕𝟐𝟎 𝒅𝒆𝒕𝒊𝒌 = 0,0021 m/ detik

5.2.3 Persen Fraksi Tersisa

Persen fraksi tersisa merupakan persentase perbandingan TSS awal dengan TSS titik uji
berdasarkan variasi waktu yang sudah ditentukan. Persen fraksi tersisa memiliki korelasi
dengan kecepatan mengendap (Vo). Menurut T.D. Reynolds (1996), Semakin banyak partikel
yang mengendap, konsentrasi pada bagian atas bertambah, gerak partikel semakin sukar, dan
kecepatan turunnya partikel semakin kecil. Berikut data % fraksi tersisa dari praktikum
pengendapan yang sudah dilakukan,

Tabel 5.2 Persentase Fraksi Tersisa


TSS awal TSS akhir %
50 12 24,00%
50 72 144,00%
50 50 100,00%
50 8 16,00%
50 32 64,00%
50 130 260,00%
50 16 32,00%
50 32 64,00%

Grafik 5.1 Hubungan % Fraksi Tersisa dengan Kecepatan Pengendapan


Gambar 5.1 Uji Korelasi

Dilakukan perbandingan kecepatan pengendapan dan fraksi tersisa terhadap waktunya.


Fraksi tersisa yang diperoleh yaitu 64%, 32%, 260%, 64%, 16%, 100%, 144%, dan 24%.
Berdasarkan data yang telah dihitung dan di-plot-- ke grafik fraksi tersisa terhadap kecepatan
pengendapan, didapati bahwa tidak terdapat keterkaitan antara % fraksi tersisa dengan
kecepatan endapan. Hal ini berlawanan dengan teori yang ada. Menurut T.D. Reynolds (1996),
Semakin banyak partikel yang mengendap, konsentrasi pada bagian atas bertambah, gerak
partikel semakin sukar, dan kecepatan turunnya partikel semakin kecil. Selain itu, berdasarkan
hasil uji statistik didapatkan juga nilai R atau koefisien korelasi sebesar -0,195 yang juga bahwa
variabel y (fraksi tersisa) dan variabel x (kecepatan pengendapan) tidak memiliki hubungan
yang kuat. Beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab tidak adanya korelasi dalam hasil
tersebut diantaranya adalah kurangnya ketelitian praktikan dalam menjalankan praktikum serta
kondisi alat rusak atau tidak di maintenance.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
● Praktikum sedimentasi tipe 1 ini bertujuan untuk mengetahui kecepatan pengendapan
partikel dan persen partikel terendapkan pada interval waktu tertentu dalam menurunkan
parameter TSS.
● Lokasi pengambilan Air sampel berasal dari Sungai Bonagung di Raya Medokan sawah
timur dengan kondisi :keruh,berwarna kecoklatan dan sedikit berbusa. Karakteristik air
sampel tersebut yaitu pH sebesar 8,51, kadar TSS sebesar 50 mg/L, dan kekeruhan 8,1
NTU. Digunakan variasi waktu pengendapan yaitu 0,5 menit, 1 menit, 2 menit, 4 menit,
6 menit, 8 menit, 10 menit, dan 12 menit yang diujikan pada coloumn test.
● Pengujian sampel berdasarkan variabel variasi waktu pengendapan dengan parameter
pH yaitu 8,32; 8,33; 8,75; 8,47; 8,63; 8,13; dan 8,69, parameter kekeruhan yaitu 8,1;
8,2; 8,33; 8,4; 8,5; 8,63; 8,7; 9,4; dan 10,7 serta parameter TSS yaitu 50; 12; 72; 50; 8;
32; 130; 16; dan
● Dilakukan perbandingan kecepatan pengendapan dan fraksi tersisa terhadap waktunya.
Kecepatan pengendapan yaitu 0,05 m/det, 0.025 m/det, 0,013 m/det, 0,006 m/det,
0,004m/det, 0,0031 m/det, 0,0025 m/det, dan 0,0021 m/det. Fraksi tersisa yang
diperoleh yaitu 64%, 32%, 260%, 64%, 16%, 100%, 144%, dan 24%. Setelah di plot
grafik dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat keterkaitan antara % fraksi tersisa
dengan kecepatan endapan.

5.2. Saran
Sebelum column test digunakan pastikan tidak ada partikel zat dari praktikum sebelumnya.
Saat mengambil sambil dari titik kran yang direncanakan sebaiknya biarkan air mengalir
sebentar agar pengambilan sampel efektif dan tidak mengandung zat dari praktikum
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Abuzar S.S., 2010, Sedimentasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.


Foust A.S, 1980, Principle of Unit Operation, 4 ed, John Willey and Sons, New York.
Sutrisno, Totok.et al. 2002. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Huisman, L., 1977, ”Sedimentation and Flotation”, Delft University Of Technology, hal. 3-2 –
3-40.
Davis, M. 2010. Water and Wastewater Engineering, Mc Graw Hill Company, New York,
USA.
Mayasari, Bety, 2007, ”Pengaruh Jenis Inlet dan Bentuk Outlet Bak Prasedimentasi Rectangular
Terhadap Kinerja Bak Prasedimentasi Rectangular”, Skripsi, Jurusan Teknik
Lingkungan, ITS, Surabaya.
Reynold, T.D., and Richards, P.A. 1996. Unit Operation and Processes in Environmental
Engineering. California: Brooks/Cole Engineering Division
Setiawan, Budi Indra. 1999. Land Use Planning For Cigulung Maribaya Sub Watershed Using
ANSWERS Model. Proceeding of International Workshop on Sustainable Resource
Management for Cidanau Watershed. RUBRD-UT/IPB. Bogor.
[AWWA] American Water Works Association. 2005. Water Treatment Plant Design. Mc Graw
Hill Company, New York, USA.
N. F. Arifiani. 2007. Evaluasi Desain Instalasi Pengolahan Air PDAM Kabupaten Klaten.
Jurnal Presipitasi, vol. 3, no. 2.

Anda mungkin juga menyukai