I. PENDAHULUAN
Merupakan pengendapan partikel tanpa menggunakan koagulan. Tujuan dari unit ini
adalah menurunkan kekeruhan air baku dan digunakan pada grit chamber. Dalam perhitungan
dimensi efektif bak, faktor-faktor yang mempengaruhi performance bak seperti turbulensi pada
inlet dan outlet, pusaran arus lokal, pengumpulan lumpur, besar nilai G sehubungan dengan
penggunaan perlengkapan penyisihan lumpur dan faktor lain diabaikan untuk menghitung
performance bak yang lebih sering disebut dengan ideal settling basin.
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menghitung kecepatan pengendapan bila
telah diketahui ukuran partikel, densitas atau specific gravity, dan temperatur air:
Arya Rezagama (25310023)
1. Asumsikan bahwa pengendapan mengikuti pola laminer, karena itu gunakan persamaan
Stoke's untuk menghitung kecepatan pengendapannya.
2. Setelah diperoleh kecepatan pengendapan, hitung bilangan Reynold untuk membuktikan
pola aliran pengendapannya.
3. Bila diperoleh laminer, maka perhitungan selesai. Bila diperoleh turbulen, maka gunakan
persamaan untuk turbulen, dan bila diperoleh transisi, maka gunakan persamaan untuk
transisi.
Metoda lain dalam menentukan kecepatan pengendapan adalah menggunakan
pendekatan grafis (Gambar 3.2). Grafik tersebut secara langsung memberikan informasi
tentang kecepatan pengendapan bila telah diketahui specific gravity dan diameternya pada
temperatur 10oC.
sebagai acuan, sebut saja do, yang mempunyai kecepatan pengandapan sebesar Vo (lihat
Gambar 3.3). Vo disebut juga overflow rate. Dengan acuan tersebut, maka dapat dibuat
pernyataan sebagai berikut:
a. Partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan lebih besar dari Vo, maka 100% akan
mengendap dalam waktu yang sama.
b. Partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan lebih kecil dari Vo, maka tidak semua
akan mengendap dalam waktu yang sama.
Jumlah dari keseluruhan partikel yang mengendap disebut penyisihan total (total
removal). Besarnya partikel yang mengendap dapat diperoleh dari uji laboratorium dengan
column settling test. Over flow rate dihitung
dengan persamaan:
Vo = H/t (3.10)
Data yang diperoleh dari percobaan laboratorium adalah jumlah (konsentrasi) partikel
yang terdapat dalam sampel yang diambil pada interval waktu tertentu. Konsentrasi pada
berbagai waktu tersebut diubah menjadi bentuk fraksi. Fraksi merupakan perbandingan antara
konsentrasi partikel pada waktu ke-t terhadap konsentrasi partikel mula-mula. Selanjutnya
dihitung kecepatan pengendapan partikel pada tiap waktu pengambilan. Plot ke dalam grafik
hubungan antara fraksi partikel tersisa dengan kecepatan pengendapan. Ambil nilai kecepatan
pengendapan tertentu sebagai acuan (disebut juga waktu klarifikasi atau overflow rate = Vo).
Dari nilai Vo tersebut dapat diperoleh nilai Fo, yaitu merupakan batas fraksi partikel besar yang
semuanya mengendap dan fraksi partikel lebih kecil yang mengendap sebagian saja. Besarnya
fraksi partikel kecil dapat dicari dari luasan daerah di atas kurva sampai batas Fo
Arya Rezagama (25310023)
Kedua grafik ini dapat digunakan untuk menentukan waktu pengendapan atau waktu
detensi (td) dan overflow rate (Vo) yang menghasilkan efisiensi pengendapan tertentu. Hasil
yang diperoleh dari kedua grafik ini adalah nilai berdasarkan eksperimen di laboratorium
(secara batch). Nilai ini dapat digunakan dalam mendisain bak pengendap (aliran kontinyu)
setelah dilakukan penyesuaian, yaitu dikalikan dengan faktor scale up. Untuk waktu detensi,
faktor scale up yang digunakan pada umumnya adalah 1,75, untuk overflow rate, faktor scale
up yang digunakan pada umumnya adalah 0,65 (Reynold dan Richards, 1996)
Sedimentasi tipe III adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih pekat,
di mana antar partikel secara bersama-sama saling menahan pengendapan partikel lain di
sekitarnya. Karena itu pengendapan terjadi secara bersama-sama sebagai sebuah zona dengan
kecepatan yang konstan. Pada bagian atas zona terdapat interface yang memisahkan antara
massa partikel yang mengendap dengan air jernih. Sedimentasi tipe IV merupakan kelanjutan
dari sedimentasi tipe III, di mana terjadi pemampatan (kompresi) massa partikel hingga
diperoleh konsentrasi lumpur yang tinggi. Sebagai contoh sedimentasitipe III dan IV ini adalah
pengendapan lumpur biomassa pada final clarifier setelah proses lumpur aktif (Gambar 3.9).
Arya Rezagama (25310023)
Tujuan pemampatan pada final clarifier adalah untuk mendapatkan konsentrasi lumpur
biomassa yang tinggi untuk keperluan resirkulasi lumpur ke dalam reaktor lumpur aktif.
Gambar 3.9 Pengendapan pada final clarifier untuk proses lumpur aktif
Sebelum mendisain sebuah bak final clarifier, maka perlu dilakukan percobaan
laboratorium secara batch menggunakan column settling test. Pengamatan dilakukan terhadap
tinggi lumpur pada to hingga t. Data yang diperoleh adalah hubungan antara tinggi lumpur
dengan waktu (Gambar 3.10).
Pada zone bidang pengendap flok yang sudah terbentuk diharapkan dapat mengendap.
Secara ideal bidang pengendap ini harus memenuhi asumsi bahwa aliran harus merata
(mempunyai kecepatan yang sama) diseluruh potongan melintang dan kecepatan sepanjang
bidang pengendap harus sama.
Jenis bidang pengendap ini meliputi :
1) bak pengendap dengan aliran horizontal
2) bak dengan plat setler aliran miring
3) bak pengendap dengan aliran keatas
Secara umum asumsi yang diambil dalam teori adalah sebagai berikut :
a. partikel yang mengendap tidak dipengaruhi oleh kecepatan aliran
b. kecepatan pengendapan flok merata di seluruh bidang pengendapan
c. secara ideal pula harus diasumsikan bahwa partikel flok yang sudah mengendap tidak
terangkat lagi
Arya Rezagama (25310023)
Unformitas dan turbulensi aliran pada bidang pengendap sangat berpengaruh. Oleh
sebab itu bilangan fraude yang menggambarkan tingkat unformitas aliran dan turbulensi aliran
yang digambarkan oleh bilangan Reynold harus memenuhi kriteria yang telah dientukan. Pada
bak pengendap yang menggunakan plate setler berlaku rumus :
Bw
R
2( B w)
2
Vo Vo
Fr Fr
g R atau sin 2 g .R
Vo R Vo . R
Re Re
atau sin .
Dimana :
Fr = bilangan Fraude Fr > 10-5
Re = bilangan Reynold Re < 500
Vo = kecepatan horizontal (m/s)
R = radius hidrolik (m)
= viskositas kinematik (1,306x10-6 m/s pada suhu 10oC)
w = jarak antar plat (m)
= kemiringan plat (o)
III. METODOLOGI
Metodologi penelitian dapat dilihat dalam diagram berikut ini:
Arya Rezagama (25310023)
Tinjauan Pustaka
Pelaksanaan Penelitian:
1. Pengendapan Partikel Diskrit
2. Pengendapan dengan koagulasi flokulasi
3. Pengendapan partikel dengan zona
4. Pengendapan dengan menggunakan platesetler
Pengolahan data:
1. Hubungan antara Q, td, Vs, % removal
2. Penetapan dosis optimum koagulan
3. menghitung kecepatan pengendapan
4. Analisis pembentukan zona lumpur
5. Analisis efektifitas platesetler
Kesimpulan
Labling 14
1. Segera setelah air baku dimasukkan ke dalam tangki Chapman, dilakukan
pengamatan proses pengendapan partikel secara visual terhadap waktu;
2. Pengamatan dilakukan sampai diperoleh kondisi pemisahan partikel diskrit secara
penuh yang ditandai dengan terbentuknya zone bersih dan zone endapan; Dibiarkan
diam sampai lebih kurang 1 jam, serta diamati dan dicatat posisi boundary, pemisahan
free settling (tipe 1), floculated settling (tipe 2), hindered zone (tipe 3), dan
compression zone (tipe 4).
3. Mencatat waktu pengendapan dan tinggi masing-masing zone pengendapan yang
terbentuk.
3.3.3 Tahap Pengendapan dengan Plate Settler
Pada percobaan dengan plate settler ini dilakukan dengan membandingkan
penggunaan koagulan dan tidak serta membandingkan perbedaan waktu detensi. Pada
tahap ini dilakukan pengendapan partikel flokulent dengan menggunakan plate settler,
prosedurnya adalah sebagai berikut:
1) Siapkan sampel yang telah ditambahkan koagulan dengan homogen.
2) Pasang pompa untuk mengalirkan influent dan effluent.
3) Isikan reaktor dengan sampel hingga penuh
4) Selama interval waktu tertentu lakukan pengukuran kekeruhan dan SS pada effluent.
Analisa yang dilakukan dalam percobaan ini meliputi analisa kekeruhan (turbidity), pH,
dan SS
3.4.1 Pengukuran kekeruhan (turbidity)
Pengukuran kekeruhan (turbidity) dilakukan mengikuti metode standar APHA (1998),
dengan prosedur sebagai berikut:
1) Dilakukan kalibrasi peralatan turbidimeter
2) Dimasukkan sampel ke dalam botol sampel hingga tanda batas. Lalu diukur
turbidity masing-masing sampel dengan turbidimeter. Dicatat hasil yang diperoleh.
3.4.2 Pengukuran pH
Kalibrasi pH meter
a. Cuci elektroda dengan aquades dan keringkan dengan kertas penghisap.
Kemudian celupkan ke dalam larutan buffer pH 4. Nyalakan pH meter dan atur
pengatur suhu sesuai dengan larutan buffer.
Labling 15
b. Putar pengatur pH sehingga pembacaan menunjukkan nilai pH yang sesuai
dengan larutan buffer.
c. Kalibrasi diteruskan dengan larutan buffer pH 7 dan pH 9
Pengukuran pH sampel
a. Kira-kira 200 ml sampel air dimasukkan ke dalam gelas kimia
b. Celupkan elektroda yang telah dibersihkan ke dalam sampel air
c. pH meter dinyalakan, kemudian putar suhu sesuai dengan suhu sampel. pH
meter akan menunjukkan nilai pH sampel air.
3.4.3 Pengukuran Suspended Solid
Pengukuran SS dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut:
1) Dilakukan kalibrasi peralatan SS meter
2) Dimasukkan sampel ke dalam botol sampel hingga tanda batas. Lalu diukur
masing-masing SS sampel. Dicatat hasil yang diperoleh.
Labling 16
5. Kekeruhan awal : 160 NTU
6. Konsentrasi TSS : 140 mg/L
7. Volume air baku : 4 jerigen @ 30 L sekali pengambilan.
Air baku di ambil pada kondisi sungai cikapundung normal. Posisi pengambilan berada
di sepertiga badan sungai karena sangat sulit untuk mengambil di tengah sungai dengan alat
yang ada. Sampel dimasukkan dalam jerigen 30 liter sebanyak 2 buah yang kemudian diangkut
dengan mobil ke Lab. Kondisi air nampak kekuningan namun tidak terlalu keruh. Pengambilan
menggunakan alat sederhana yaitu gayung yang kemudian dimasukkan dalam jerigen.
Parameter kekeruhan berada di atas baku mutu kualitas air minum yaitu 155 NTU. Oleh
karena itu, air perlu diolah dengan tingkat penyisihan 97% agar memenuhi baku mutu yaitu 5
NTU. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
907/MENKES/SK/VII/2002 parameter fisika untuk air minum adalah sebagai berikut :
Labling 17
IV.2 Pengendapan Partikel Diskrit ( Tipe I)
Kec
Turbidity SS Pengendapan % %
Menit (NTU) (mg/L) pH (Vs) removal remaining
0 154.00 109.34 7.71 90.00 0.00% 100.00%
2 148.24 105.25 7.71 50.00 3.74% 96.26%
4 119.00 92.82 7.66 25.00 15.11% 84.89%
6 93.57 66.43 7.70 16.67 39.24% 60.76%
8 82.87 64.64 7.60 12.50 40.89% 59.11%
10 74.23 52.71 7.40 10.00 51.80% 48.20%
12 69.80 54.44 7.39 8.33 50.21% 49.79%
14 67.47 47.90 7.58 7.14 56.19% 43.81%
16 61.40 47.89 7.51 6.25 56.20% 43.80%
18 59.57 42.29 7.64 5.56 61.32% 38.68%
20 58.40 41.46 7.63 5.00 62.08% 37.92%
22 53.33 41.60 7.63 4.55 61.95% 38.05%
24 54.20 38.48 7.71 4.17 64.81% 35.19%
26 52.27 40.77 7.69 3.85 62.71% 37.29%
28 51.67 36.68 7.68 3.57 66.45% 33.55%
30 52.17 37.04 7.67 3.33 66.13% 33.87%
Pada grafik profil sedimentasi nampak bahwa semakin lama waktu pengendapan, maka
total suspended solid yang tersisa pada air limbah semakin rendah. Pengendapan diskrit yang
paling efektif terjadi pada 0-15 menit pertama dengan penyisihan sebanyak 55% suspended
solid. Kemudian penurunan TSS cenderung rendah terhadap waktu. Maka desain waktu
pengendapan optimal pada prasedimentasi ini tidak lebih dari 20 menit. Selain itu dapat
disimpulkan bahwa sampel air baku yang diambil memiliki kandungan partikel diskrit yang
cukup tinggi mengingat hanya dibutuhkan waktu selama 15 menit untuk menyisihkan 60%
partikel melalui proses pengendapan secara gravitasi.
Gambar IV-2 Grafik Kecepatan (Vs) vs % Removal
Labling 18
80.00%
Vs dan % removal
70.00%
y = -0.224ln(x) + 0.9674
60.00%
50.00% % removal
% removal
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00
vs
120.00%
Vs dan % remaining
100.00%
80.00%
% remaining
y = 0.2236ln(x) + 0.0326
60.00%
% remaining
40.00%
20.00%
0.00%
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00
vs
Penyisihan partikel diskrit menghasilkan data Vso sebesar 10 cm/menit pada removal
50% seperti dapat dilihat pada gambar 4.3. Dengan menggunakan tangki Chapman berdiameter
17,5 cm dan tinggi cairan 100 cm (titik sampel pada kedalaman 95 cm) diperoleh grafik Vs dan
%removal (td) sebesar:
Dari tabel di atas dan plot grafik pada gambar 4.3 diperoleh suatu persamaan garis
sebagai langkah interpolasi, yaitu : 𝒚 = 𝟎, 𝟐𝟑𝟑𝒍𝒏(𝒙) + 𝟎. 𝟎𝟑𝟐. Maka berdasarkan persamaan
Labling 19
garis tersebut akan dapat dihitung jumlah removal pada Vs tertentu. Sebagai contoh dibawah
adalah perhitungan removal pada Vs 8 cm/s ialah sebagai berikut:
df vs vs.df
0.02 0.95 0.0190
0.02 1.04 0.0207
0.02 1.13 0.0227
0.02 1.24 0.0248
0.02 1.36 0.0271
0.02 1.48 0.0297
0.02 1.62 0.0325
0.02 1.78 0.0355
0.02 1.94 0.0388
0.02 2.12 0.0425
0.02 2.32 0.0465
0.02 2.54 0.0508
0.02 2.78 0.0556
0.02 3.04 0.0608
0.02 3.33 0.0665
0.02 3.64 0.0728
0.02 3.98 0.0796
0.02 4.35 0.0871
0.02 4.76 0.0952
0.02 5.21 0.1042
0.02 5.70 0.1139
0.02 6.23 0.1246
0.02 6.82 0.1363
0.02 7.46 0.1491
0.02 8.16 0.1631
Total 1.6994
Labling 20
Kesimpulannya ialah total removal pada Vs 8 cm/st adalah 70 %. Partikel rata-rata memiliki
densitas yang cukup besar sehingga mampu mengendap dengan kecepatan yang tinggi sekitar
8 cm/s sebanyak 70%.
IV.3 Flokulasi-Koagulasi
Sampel awal memiliki TSS sebesar 3.14 mg/L, kekeruhan 629 NTU dan pH 6.04.
berat tanah = 1 kg : 17.8 L x 1000 = 56.17 gram (pembulatan ke atas menjadi 56.2 gram)
1. 6 gram tawas
42.5 : 629 X 100% = 6.75 %
2. 5 gram tawas
36.0 : 629 x 100% = 5.72%
3. 7 gram tawas
33.7 : 629 x 100% = 5.35%
Pemberian 6 gram tawas :
Pemberian 6 gram tawas pada percobaan ini adalah dari perhitungan berikut
629 NTU : 10 mg/NTU = 6290 mg x 1/1000 g = 6 gram (dengan pembulatan)
Pemberian 5 gram dan 7 gram tawas :
Pemberian dengan jumlah sekian adalah untuk menguji kadar tawas optimum yang akan
diberikan ke dalam sampel uji yang sebelumnya
20% dari kadar tawas 6 gram
(-)20% x 6 gram = 1.2 gram 6 – 1.2 = 4.8 (pembulatan ke atas mejadi 5 gram)
(+)20% x 6 gram = 1.2 gram 6 + 1.2 = 7.2 (pembulatan ke bawah menjadi 7 gram)
Labling 21
Selama berjalannya waktu terlihat sampel yang pemberian tawas paling sedikit lebih cepat
mengendap dan lebih cepat bening dibanding pemberian tawas yang 6 dan 8 gram.
Kemudian setelah diukur kekeruhannya kembali menggunakan turbidimeter didapatkan hasil
air sampel yang paling bening adalah dari sampel yang diberikan tawas paling banyak yaitu
dengan 7 gram tawas kekeruhan yang didapatkan hanya 33.7 NTU sedangkan menggunakan
5 dan 6 gram tawas secara berturut-turut adalah 36.0 NTU dan 42.5 NTU.
Pengamatan proses pengendapan dilakukan dalam selang waktu 60 menit. Pada waktu
permulaan pengambilan sampel dilakukan setiap 7,5 menit sekali untuk mendapatkan data
proses pengendapan yang akurat. Percobaan pada partikel flokulen menghasilkan data-data
kekeruhan tiap lubang pipa per waktu pengambilan sebagai berikut:
Tabel IV-2 Data Kekeruhan Per Titik Sampling Per Satuan Waktu
Data
No Menit
1 2 3 4
1 0 8450 8450 8450 8450
2 7.5 27.1 76.1 83.9 43.3
3 15 7.22 4.39 7.38 8.03
4 22.5 4.19 3.8 3.58 7.9
5 30 3.86 3.5 3.39 6.65
6 37.5 3.69 3.37 3.18 6.36
7 45 4.42 3.35 2.8 5.71
8 52.5 4.1 2.88 2.7 5.06
9 60 1.17 2.31 2.34 4.4
Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa terdapat hubungan terbalik antara waktu dan
kekeruhan dimana jika semakin lama waktunya, maka air tersebut akan semakin jernih atau
dalam kata lain semakin sedikit kekeruhannnya. Seperti pada tabel diatas, pengambilan sampel
dilakukan setiap 7.5 menit dimana terdapat 4 sampel setiap pengambilan dengan titik sampel
yang berbeda-beda kedalamannya. Hal ini disebabkan oleh partikel-partikel yang bermuatan
negative sementara tawas yang bermuatan positif sehingga saling tarik menarik dan akan
membentuk flok-flok yang menyebabkan air semakin jernih.
Labling 22
Tabel IV-3 Data TSS Per Titik Sampling Per Satuan Waktu
Waktu kedalaman
(Menit) 40 cm 60 cm 80 cm 100 cm
7.5 0.026 0.054 0.15 0.104
15 0.048 -0.044 0.016 0.01
22.5 -0.032 -0.106 0.026 -0.052
30 -0.056 0.028 0.026 0.036
37.5 -0.072 -0.04 0.064 -0.09
45 -0.118 0.098 0.082 0.33
52.5 -0.104 0.098 0.498 0.072
60 -0.086 0.054 0.022 -0.07
Dari tabel di atas ditunjukkan data waktu serta data TSS pada setiap titik sampling dengan
ketinggian yang ditunjukkan pada tabel. Semakin lama waktu yang dihabiskan, maka akan
semakin besar angka TSS yang terkumpul pada dasar wadah, sehingga angka TSS akan
semakin besar pada kedalaman 100 cm. Namun pada tabel di atas dapat kita lihat data yang
begitu fluktuatif pada setiap titik sampel. Hal ini salah satunya disebabkan oleh adanya
distabilisasi dari sample yang disebabkan oleh beberapa factor.
Labling 23
Tabel IV-4 Data % Removal Per Titik Sampling Per Satuan Waktu
Labling 24
time time Fraction Fraction Removal
Kekeruhan Sdev Vs (cm/min)
(minute) (sekon) Remaining removal Percentage
Labling 25
time time Fraction Fraction Removal
Kekeruhan Sdev Vs (cm/min)
(minute) (sekon) Remaining removal Percentage
Labling 26
time time Fraction Fraction Removal
Kekeruhan Sdev Vs (cm/min)
(minute) (sekon) Remaining removal Percentage
Labling 27
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28
-10
66.4 90.9 97.1 90.9 94.4 95.9 95.9 94.4 92.2
-20
-30
49.3 83.3 90.5 90.5 96.4 93.4 93.4 91.5 95.5
-40
Kedalaman (cm)
80 %
85 %
-50
47.1 62.9 87.8 85.8 91.5 91.1 91.7 92.2 90 %
94.4 95 %
-60
-70
62.4 73.9 85.9 90 95.3 94.5 94.6 93.8 96.3
-80
-90
88 75.5 92.2 92 93.1 96.6 96.6 95.2 96.8
5
-100 Waktu (menit)
Labling 28
IV.5 Pengendapan Partikel dengan Platesettler
SS NTU
t 1 2 1 2
0 7 7 28 29
2 8 7 28 28
4 11 10 29 30
6 9 9 29 29
8 9 9 28 27
10 9 9 28 27
Rata-rata 7.71 7.57 24.43 24.57
Tabel IV-6 Hasil Pengukuran Efluent pada td 50 menit dengan koagulan 28 mg/l
SS NTU
t 1 2 1 2
0 10 11 20 20
2 12 12 20 20
4 9 8 20 20
6 9 9 21 19
8 9 9 20 21
Rata-Rata 8 8 18 17
SS NTU
t 1 2 1 2
0 17 17 30 30
2 20 19 34 33
4 17 18 34 33
6 20 19 34 33
8 19 20 32 32
Labling 29
10 17 17 29 29
Rata- Rata 16 16 28 27
Tabel IV-8 Hasil Pengukuran Efluent pada td 20 menit dengan koagulan 28 mg/l
SS NTU
t 1 2 1 2
0 12 12 23 23
2 14 11 25 25
4 12 12 22 23
6 13 11 20 20
8 9 8 21 20
8 7 18 19
Rata-rata 9.783714 9.152 22.54 23.12
Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa effluent terbaik ialah pada kondisi waktu
detensi 50 menit dengan penambahan koagulan alum. Kekeruhan rata-rata pada td 50 menit
tanpa koagulan ialah 25, td 50 menit dengan koagulan ialah 17, td 20 menit tanpa koagulan
ialah 28, pada td 20 menit dengan koagulan ialah 23. Menurut standar desain, waktu detensi
yang optoimal berkisar antara satu hingga dua jam. Maka pada percoabaan ini membuktukan
bahwa proses sedimentasi sangat dipengaruhi waktu detensi.
vR
Re 2000
vo R 0.012 0,043
N Re 402 500memenuhi
1.306 10 6
Hasil perhitungan bilangan reynold diperoleh nilai 402 pada time detensi 50 menit.
Nilai ini memenuhi bilangan reynold yang ditetapkan sebesar 500. Proses pengendapan
berlangsung secara baik tanpa halangan turbulensi. Sedangkan untuk td 20 menit dengan v =
0.035 l/dtk, maka perhitungannya:
Labling 30
vo R 0.035 0,043
N Re 1152 500tidakmemenuhi
1.306 10 6
Pada waktu detensi 20 menit nilai tubulensi akan semakin besar melebihi batas aliran
laminar. Hal ini mengakibatkan flok sulit mengendap. Nampak bahwa flok sulit mengendap
karena terkena turbulensi di dasar bak. Gerak jatuh flok tidak langsung jatu ke bawah bawah
namun terbawa oleh arus dan sebagian lagi terperangkap pada platesetler.
Faktor lain yang mempengaruhi ialah kemiringan platesettler yang kurang dari 60
derajat dan ketinggiannya yang masih lebih rendah dari kriteria desain. Hal ini mengakibatkan
flok dapat lolos melalui plate yang ada. Hasil pengukuran akhir menunjukkan bahwa
pengendapan sistem batch memiliki hasil yang lebih bagus daripada sistem kontinyu pada
waktu yang lebih singkat. Beberapa hal yang perlu di evaluasi ialah
1. Penggunaan Pompa membuat flok menjadi pecah lagi sehingga sulit mengendap karena
terjadi turbulensi akibat tekanan pompa.
2. Proses penambahan koagulan yang tidak kontinyu. Pada praktek di laboratorium waktu
pada penambahan koagulan dan flokulasi dilakukan dalam ember yang kemudian di
pompa ke bak. Pada waktu jeda terbeut partikel flok ada yang mengendap di ember tempat
flokulasi.
3. Faktor turbulensi dan tekanan pompa yang mengakibatkan flok sulit turun secara gravitasi.
4. Tidak sempurnya sekat pada platesettler yang disebabkan karena tekanan kesamping air
yang mengakibatkan beberapa flok dapat lolos naik ke atas tanpa melewati plate settler.
40
35
30
Kekeruhan (mg/l)
25
Kekeruhan 1
20 Kekeruhan 2
15 Kekeruhan 3
Kekeruhan 4
10
0
0 2 4 6 8 10 12
waktu (mnt)
Labling 31
Gambar IV-5 Grafik Pengendapan Isoremoval Partikel Flokulen
V. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Pengendapan diskrit yang paling efektif terjadi pada 0-15 menit pertama dengan
penyisihan sebayk 55% suspended solid. Kemudian penurunan TSS cenderung rendah
terhadap waktu.
2. Hasil pengendapan dengan penambahan koagulan telah memenuhi bakumutu
907/MENKES/SK/VII/2002 diamana kekeeruhan maksimal ialah 5 NTU. Hasil dari tabel
menunjukkan bahwa pada waktu dua menit telah tersisih 85% partikel, pada enam menit
tersisih 89% padatan dan pada waktu delapan menit telah tersisih 94% padatan.
3. Pada selang watu 60 menit kondisi layer cenderung stabil sehingga diperoleh tinggi zona
free settling (tipe 1) = 29 cm , floculated settling (tipe 2) 29 cm, hindered zone (tipe 3)=
26 cm ,dan compression zone (tipe 4) = 20 cm.
4. Pada platesettler didapatkan data effluent terbaik ialah pada kondisi waktu detensi 50
menit dengan penambahan koagulan alum. Hal ini dikarenakan adanya penambahan
koagulan dan nilai dari bilangan reynold masuk dalam aliran laminer.
DAFTAR PUSTAKA
Labling 32
Metcalf & Eddy. (2003) : Wastewater Engineering Treatment and Reuse, 4th International
Edition. USA: Mc Graw Hill, 419-423.
Eckenfelder, Wesley (2000), Industrial Water Pollution Control. Singapore, USA: Mc Graw
Reynold, Tom D., 1982, Unit Operations and Processes In Environmental
Engineering, Wadsworth Inc., California
www.google.com
Labling
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ............................................................................................................. 2
I.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 2
I.2 Tujuan Percobaan ........................................................................................................ 3
I.3 Ruang Lingkup ............................................................................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 4
II.1 Teori Sedimentasi ........................................................................................................ 4
II.2 Sedimentasi Tipe I....................................................................................................... 5
II.3 Sedimentasi Tipe II ..................................................................................................... 8
II.4 Sedimentasi Tipe III dan IV ........................................................................................ 9
II.5 Zone pengendapan..................................................................................................... 10
III. METODOLOGI ............................................................................................................ 11
III.1 Waktu dan Tempat................................................................................................. 12
III.2 Alat dan Bahan ...................................................................................................... 12
III.3 Cara Kerja .............................................................................................................. 13
3.3.1 Tahap Pengambilan Sampel ............................................................................... 13
3.3.2 Tahap Pengendapan Tipe I................................................................................. 13
1.3.3 Tahap Pengendapan Tipe II ............................................................................... 13
1.3.4 Tahap Pengendapan Tipe III .............................................................................. 14
3.3.3 Tahap Pengendapan dengan Plate Settler .......................................................... 15
III.4 Prosedur analisis .................................................................................................... 15
3.4.1 Pengukuran kekeruhan (turbidity) .......................................................................... 15
3.4.2 Pengukuran pH........................................................................................................ 15
IV. HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN ........................................................... 16
IV.1 Pengambilan Sampel ............................................................................................. 16
IV.2 Pengendapan Partikel Diskrit ( Tipe I) ................................................................ 18
IV.3 Flokulasi-Koagulasi ............................................................................................... 21
Jartes Pertama Koagulan Alum ........................................................................................ 21
Jartes Kedua Koagulan Alum .......................................... Error! Bookmark not defined.
IV.4 Pengendapan Partikel dengan Koagulan ............................................................... 22
IV.5 Pengendapan Partikel dengan Zona ....................... Error! Bookmark not defined.
IV.6 Pengendapan Partikel dengan Platesettler ............................................................. 29
V. KESIMPULAN ................................................................................................................ 32
Labling
Labling