Anda di halaman 1dari 35

Sedimentasi - Flokulasi-Koagulasi

Arya Rezagama (25310023)

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Permasalahan ketersediaan air merupakan suatu masalah yang dihadapi oleh


masyarakat Indonesia pada akhir-akhir ini, baik itu mengenai kuantitas maupun kualitas air
minum yang ada. Meningkatnya penggunaan bahan-bahan kimia dan kurangnya kesadaran
masyarakat, berakibat pada penurunan kulitas air baku. Air baku untuk penyediaan air minum
diperoleh baik secara langsung (tanpa melalui proses pengolahan) maupun tak langsung
(melalui proses pengolahan).
Teknologi pengolahan air baku yang ada di PDAM umumnya menggunakan
pengolahan primer berupa koagulasi flokulasi dan sedimentasi. Selain itu, unit pengolah juga
dilengkapi dengan pretreatment yaitu prasedimentasi, greet chamber, screening. Sedangkan di
akhir pengolahan menggunakan pengolahan filtrasi dan klorinasi. Dalam matakulah
laboratorium lingkungan pengolahan dengan sedimentasi merupakan hal penting harus
dipelajari dan dikuasai. Sedimentasi merupakan bagian penting dari suatu pengolahan yang
terkait dengan proses koagulai flokulasi, pengendapan biomassa proses biologi, dan
pengendapan secara kimia.
Sedimentasi adalah suatu unit operasi yang memisahkan partikel tersuspensi di dalam
cairan melalui pengendapan secara gravitasi (Reynolds, 1982). Sedimentasi merupakan unit
pengolahan utama yang digunakan pada setiap jenis pengolahan air bersih maupun air limbah.
Unit sedimentasi juga diterapkan dalam proses pengolahan air buangan yang memiliki fungsi
sebagai pengendap primer ataupun pengendap sekunder. Kedua fungsi sedimentasi tersebut
dibedakan atas dasar tingkat konsentrasi partikel tersuspensi yang terdapat di dalam air
buangan. Unit sedimentasi primer dibutuhkan untuk menurunkan beban penyisihan partikel
tersuspensi sehingga proses pengendapan lanjutan (sekunder) menjadi lebih baik.
Proses pengujian air baku dilakukan melalui serangkaian percobaan laboratorium yang
bertujuan mengetahui karakteristik air baku terutama besarnya kekeruhan, pH dan warna
sehingga dapat digunakan sebagai data input perancangan unit flokulasi-koagulasi dan
sedimentasi. Percobaan ini sangat penting untuk membuat perancangan desain kolam
sedimentasi dan kolam pengendapan. Maka, hasil yang di diperoleh akan dibandingkan dengan
kriteria desain yang ada.
Arya Rezagama (25310023)

I.2 Tujuan Percobaan

Tujuan pelaksanaan percobaan ini adalah:


1. Menganalisa proses pengendapan melalui parameter kekeruhan, pH dan TSS air
baku;
2. menganalisa proses pengendapan partikel diskrit
3. Menganalisa proses pengendapan koloid dengan penambahan koagulan;
4. Menganalisa proses pengendapan dalam zone.
5. Menganalisa proses pengendapan dengan menggunakan plate settler

I.3 Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup percobaan meliputi:


1. Air baku percobaan berasal dari sungai Cikapundung (1 titik di dekat jembatan
Siliwangi) dengan satu kali pengambilan;
2. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang tersedia;
3. Pengukuran nilai pH dilakukan dua kali karena alasan alat, waktu dan personil;
4. Pengukuran Kekeruhan dan TSS bisa dilakukan duplo karena mudah dan cepat.
Arya Rezagama (25310023)

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Sedimentasi

Sedimentasi adalah pemisahan solid-liquid menggunakan pengendapan secara


gravitasi untuk menyisihkan suspended solid. Pada umumnya, sedimentasi digunakan pada
pengolahan air minum, pengolahan air limbah, dan pada pengolahan air limbah tingkat
lanjutan. Pada pengolahan air minum, terapan sedimentasi khususnya untuk:
1. pengendapan air permukaan, khususnya untuk pengolahan dengan filter pasir cepat.
2. pengendapan flok hasil koagulasi-flokulasi, khususnya sebelum disaring dengan filter
pasir cepat.
3. pengendapan flok hasil penurunan kesadahan menggunakan soda-kapur
4. pengendapan lumpur pada penyisihan besi dan mangan.
Pada pengolahan air limbah, sedimentasi umumnya digunakan untuk:
1. penyisihan grit, pasir, atau silt (lanau).
2. penyisihan padatan tersuspensi pada clarifier pertama.
3. penyisihan flok / lumpur biologis hasil proses activated sludge pada clarifier akhir.
4. penyisihan humus pada clarifier akhir setelah trickling filter.
Menurut Reynolds (1982), sedimentasi adalah pemisahan zat padat - cair yang
memanfaatkan pengendapan secara gravitasi untuk menyisihkan padatan tersuspensi. Reynolds
juga mengklasifikasikan tipe pengendapan menjadi empat tipe yaitu :
1. Tipe pengendapan bebas (free settling); sering disebut sebagai pengendapan partikel
diskrit.
2. Tipe pengendapan partikel flok, yaitu pengendapan flok dalam suspensi cair. Selama
pengendapan, partikel flok semakin besar ukurannya dengan kecepatan yang semakin
cepat.
3. Tipe zone atau hinderred settling, yaitu pengendapan partikel pada konsentrasi sedang,
dimana energi partikel yang berdekatan saling memecah sehingga menghalangi
pengendapan partikel flok, partikel yang tertinggal pada posisi relatif tetap dan
mengendap pada kecepatan konstan.
4. Tipe compression settling; partikel bersentuhan pada konsentrasi tinggi dan
pengendapan dapat terjadi hanya karena pemadatan massa.
Arya Rezagama (25310023)

Gambar 1. Klasifikasi Pengendapan


Tabel 2.1. Kriteria Desain Bak Pengendap Rectangular
No Keterangan Unit Kawamura1 Droste2 Rich3 Martin4 JWWA5 Layla6 Reynolds7 Fair8
1 Beban M/jam 0.83-2.5 20-70 4-5
2 permukaan m 3-5 2.5-5 2.4-3 3-4 2-5 1.8
3 Tinggi air jam 1.5-4 0.5-1
0
4 td 60-90 60 45-60
5 Kemiringan m 70-75 30 >75 90
6 plate m 2-5 10 1.5-6
7 Panjang 6:1 – 4:1 3:1– 2:1
8 Lebar 3:1 – 6:1 5:1
9 P:L m 0.6 0.3-0.7
10 L:H <2000 <500
11 Freeboard >10-5 <500 >105
12 Re m/mnt 0.3-1.7 >10-5 0.6
13 Fr 50-70 50-75
14 Kecepatan 0-1
Removal
efisiensi
Faktor
keamanan
1
Sumber: . Kawamura, 1991; 2. Droste, 1997; 3. Rich, 1961; 4. Martin, 2001; 5. JWWA, 1978; 6. Layla, 1978; 7
. Reynolds,
8
1982; . Fair & Geyer, 1986.

II.2 Sedimentasi Tipe I

Merupakan pengendapan partikel tanpa menggunakan koagulan. Tujuan dari unit ini
adalah menurunkan kekeruhan air baku dan digunakan pada grit chamber. Dalam perhitungan
dimensi efektif bak, faktor-faktor yang mempengaruhi performance bak seperti turbulensi pada
inlet dan outlet, pusaran arus lokal, pengumpulan lumpur, besar nilai G sehubungan dengan
penggunaan perlengkapan penyisihan lumpur dan faktor lain diabaikan untuk menghitung
performance bak yang lebih sering disebut dengan ideal settling basin.
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menghitung kecepatan pengendapan bila
telah diketahui ukuran partikel, densitas atau specific gravity, dan temperatur air:
Arya Rezagama (25310023)

1. Asumsikan bahwa pengendapan mengikuti pola laminer, karena itu gunakan persamaan
Stoke's untuk menghitung kecepatan pengendapannya.
2. Setelah diperoleh kecepatan pengendapan, hitung bilangan Reynold untuk membuktikan
pola aliran pengendapannya.
3. Bila diperoleh laminer, maka perhitungan selesai. Bila diperoleh turbulen, maka gunakan
persamaan untuk turbulen, dan bila diperoleh transisi, maka gunakan persamaan untuk
transisi.
Metoda lain dalam menentukan kecepatan pengendapan adalah menggunakan
pendekatan grafis (Gambar 3.2). Grafik tersebut secara langsung memberikan informasi
tentang kecepatan pengendapan bila telah diketahui specific gravity dan diameternya pada
temperatur 10oC.

Gambar 3.2 Grafik pengendapan tipe I pada temperatur 10

Perhitungan kecepatan pengendapan di atas adalah perhitungan dengan kondisi


diameter partikel hanya ada satu macam ukuran. Pada kenyataannya, ukuran partikel yang
tersuspensi dalam air itu banyak sekali jumlahnya. Karena itu, diperlukan satu ukuran partikel
Arya Rezagama (25310023)

sebagai acuan, sebut saja do, yang mempunyai kecepatan pengandapan sebesar Vo (lihat
Gambar 3.3). Vo disebut juga overflow rate. Dengan acuan tersebut, maka dapat dibuat
pernyataan sebagai berikut:
a. Partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan lebih besar dari Vo, maka 100% akan
mengendap dalam waktu yang sama.
b. Partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan lebih kecil dari Vo, maka tidak semua
akan mengendap dalam waktu yang sama.

Gambar 3.3 Lintasan pengendapan partikel:


a. Bentuk bak segi empat (rectangular)
b. Bentuk bak lingkaran (circular)

Jumlah dari keseluruhan partikel yang mengendap disebut penyisihan total (total
removal). Besarnya partikel yang mengendap dapat diperoleh dari uji laboratorium dengan
column settling test. Over flow rate dihitung
dengan persamaan:
Vo = H/t (3.10)

Data yang diperoleh dari percobaan laboratorium adalah jumlah (konsentrasi) partikel
yang terdapat dalam sampel yang diambil pada interval waktu tertentu. Konsentrasi pada
berbagai waktu tersebut diubah menjadi bentuk fraksi. Fraksi merupakan perbandingan antara
konsentrasi partikel pada waktu ke-t terhadap konsentrasi partikel mula-mula. Selanjutnya
dihitung kecepatan pengendapan partikel pada tiap waktu pengambilan. Plot ke dalam grafik
hubungan antara fraksi partikel tersisa dengan kecepatan pengendapan. Ambil nilai kecepatan
pengendapan tertentu sebagai acuan (disebut juga waktu klarifikasi atau overflow rate = Vo).
Dari nilai Vo tersebut dapat diperoleh nilai Fo, yaitu merupakan batas fraksi partikel besar yang
semuanya mengendap dan fraksi partikel lebih kecil yang mengendap sebagian saja. Besarnya
fraksi partikel kecil dapat dicari dari luasan daerah di atas kurva sampai batas Fo
Arya Rezagama (25310023)

II.3 Sedimentasi Tipe II

Pengendapan material koloid dan solid tersuspensi terjadi melalui adanya


penambahan koagulan, biasanya digunakan untuk mengendapkan flok-flok kimia setelah
proses koagulasi dan flokulasi.Pengendapan partikel flokulen akan lebih efisien pada
ketinggian bak yang relatif kecil. Karena tidak memungkinkan untuk membuat bak yang luas
dengan ketinggian minimum, atau membagi ketinggian bak menjadi beberapa kompartemen,
maka alternatif terbaik untuk meningkatkan efisiensi pengendapan bak adalah dengan
memasang tube settler pada bagian atas bak pengendapan untuk menahan flok–flok yang
terbentuk.
Selama dalam operasi pengendapan, ukuran partikel flokulen bertambah besar,
sehingga kecepatannya juga meningkat. Sebagai contoh sedimentasi tipe II antara lain
pengendapan pertama pada pengolahan air limbah atau pengendapan partikel hasil proses
koagulasi-flokulasi pada pengolahan air minum maupun air limbah. Kecepatan pengendapan
partikel tidak bisa ditentukan dengan persamaan Stoke's karena ukuran dan kecepatan
pengendapan tidak tetap. Besarnya partikel yang mengendap diuji dengan column settling test
dengan multiple withdrawal ports.
Grafik isoremoval dapat digunakan untuk mencari besarnya penyisihan total pada
waktu tertentu. Tarik garis vertikal dari waktu yang ditentukan tersebut. Tentukan kedalaman
H1, H2, H3 dan seterusnya.

Gambar 4. Penentuan kedalaman H1, H2, dan seterusnya


Besarnya penyisihan total pada waktu tertentu dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan:
Arya Rezagama (25310023)

Grafik isoremoval juga dapat digunakan untuk menentukan lamanya waktu


pengendapan dan surface loading atau overflow rate bila diinginkan efisiensi pengendapan
tertentu. Langkah yang dilakukan adalah:
a. Hitung penyisihan total pada waktu tertentu (seperti langkah di atas), minimal sebanyak tiga
variasi waktu. (Ulangi langkah di atas minimal dua kali)
b. Buat grafik hubungan persen penyisihan total (sebagai sumbu y) dengan waktu pengendapan
(sebagai sumbu x)
c. Buat grafik hubungan persen penyisihan total (sebagai sumbu y) dengan overflow rate
(sebagai sumbu x)
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan efisiensi bak pengendapan adalah:
 Luas bidang pengendapan;
 Penggunaan baffle pada bak sedimentasi;
 Mendangkalkan bak;
 Pemasangan plat miring.

Kedua grafik ini dapat digunakan untuk menentukan waktu pengendapan atau waktu
detensi (td) dan overflow rate (Vo) yang menghasilkan efisiensi pengendapan tertentu. Hasil
yang diperoleh dari kedua grafik ini adalah nilai berdasarkan eksperimen di laboratorium
(secara batch). Nilai ini dapat digunakan dalam mendisain bak pengendap (aliran kontinyu)
setelah dilakukan penyesuaian, yaitu dikalikan dengan faktor scale up. Untuk waktu detensi,
faktor scale up yang digunakan pada umumnya adalah 1,75, untuk overflow rate, faktor scale
up yang digunakan pada umumnya adalah 0,65 (Reynold dan Richards, 1996)

II.4 Sedimentasi Tipe III dan IV

Sedimentasi tipe III adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih pekat,
di mana antar partikel secara bersama-sama saling menahan pengendapan partikel lain di
sekitarnya. Karena itu pengendapan terjadi secara bersama-sama sebagai sebuah zona dengan
kecepatan yang konstan. Pada bagian atas zona terdapat interface yang memisahkan antara
massa partikel yang mengendap dengan air jernih. Sedimentasi tipe IV merupakan kelanjutan
dari sedimentasi tipe III, di mana terjadi pemampatan (kompresi) massa partikel hingga
diperoleh konsentrasi lumpur yang tinggi. Sebagai contoh sedimentasitipe III dan IV ini adalah
pengendapan lumpur biomassa pada final clarifier setelah proses lumpur aktif (Gambar 3.9).
Arya Rezagama (25310023)

Tujuan pemampatan pada final clarifier adalah untuk mendapatkan konsentrasi lumpur
biomassa yang tinggi untuk keperluan resirkulasi lumpur ke dalam reaktor lumpur aktif.

Gambar 3.9 Pengendapan pada final clarifier untuk proses lumpur aktif

Sebelum mendisain sebuah bak final clarifier, maka perlu dilakukan percobaan
laboratorium secara batch menggunakan column settling test. Pengamatan dilakukan terhadap
tinggi lumpur pada to hingga t. Data yang diperoleh adalah hubungan antara tinggi lumpur
dengan waktu (Gambar 3.10).

II.5 Zone pengendapan

Pada zone bidang pengendap flok yang sudah terbentuk diharapkan dapat mengendap.
Secara ideal bidang pengendap ini harus memenuhi asumsi bahwa aliran harus merata
(mempunyai kecepatan yang sama) diseluruh potongan melintang dan kecepatan sepanjang
bidang pengendap harus sama.
Jenis bidang pengendap ini meliputi :
1) bak pengendap dengan aliran horizontal
2) bak dengan plat setler aliran miring
3) bak pengendap dengan aliran keatas
Secara umum asumsi yang diambil dalam teori adalah sebagai berikut :
a. partikel yang mengendap tidak dipengaruhi oleh kecepatan aliran
b. kecepatan pengendapan flok merata di seluruh bidang pengendapan
c. secara ideal pula harus diasumsikan bahwa partikel flok yang sudah mengendap tidak
terangkat lagi
Arya Rezagama (25310023)

Unformitas dan turbulensi aliran pada bidang pengendap sangat berpengaruh. Oleh
sebab itu bilangan fraude yang menggambarkan tingkat unformitas aliran dan turbulensi aliran
yang digambarkan oleh bilangan Reynold harus memenuhi kriteria yang telah dientukan. Pada
bak pengendap yang menggunakan plate setler berlaku rumus :
Bw
R
2( B  w)
2
Vo Vo
Fr  Fr 
g R atau sin 2  g .R

Vo R Vo . R
Re  Re 
 atau sin  .

Dimana :
Fr = bilangan Fraude Fr > 10-5
Re = bilangan Reynold Re < 500
Vo = kecepatan horizontal (m/s)
R = radius hidrolik (m)
 = viskositas kinematik (1,306x10-6 m/s pada suhu 10oC)
w = jarak antar plat (m)
 = kemiringan plat (o)

III. METODOLOGI
Metodologi penelitian dapat dilihat dalam diagram berikut ini:
Arya Rezagama (25310023)

Tinjauan Pustaka

Persiapan Alat dana Bahan


Pengambilan Sempel

Pelaksanaan Penelitian:
1. Pengendapan Partikel Diskrit
2. Pengendapan dengan koagulasi flokulasi
3. Pengendapan partikel dengan zona
4. Pengendapan dengan menggunakan platesetler

Pengolahan data:
1. Hubungan antara Q, td, Vs, % removal
2. Penetapan dosis optimum koagulan
3. menghitung kecepatan pengendapan
4. Analisis pembentukan zona lumpur
5. Analisis efektifitas platesetler

Kesimpulan

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian

III.1 Waktu dan Tempat

Praktikum dilakukan di Laboratorium Air Teknik Lingkungan selama bulan Februari


hingga Maret 2011. Praktikum dilakukan secara bertahap mulai dari uji pengendapan diskret
hingga uji pengendapan dengan platesettler.

III.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini terdiri dari:


- Alat Jar test - Tangki Camp
- Beaker glass 500 ml - Reaktor plate settler
Arya Rezagama (25310023)

- Turbidity meter - Corong


- PH meter - Pompa
- TSS meter - Ember
- Pipet volume 50 ml, 25 ml dan 10 ml - Labu Erlenmeyer 100 ml
- Filler
- Pipet tetes
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari:
- Air sungai Cikapundung yang diambil dari Babakan Siliwangi
- Koagulan tawas
- Aquadest
- Kertas saring

III.3 Cara Kerja

Percobaan dilakukan dalam 5 tahap yaitu tahap pengambilan sampel, tahap


pengendapan tipe I, tahap pengendapan tipe II, tahap pengendapan tipe III dan IV, dan tahap
pengendapan plate settler.
3.3.1 Tahap Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah air Sungai Cikapundung yang diambil dari Babakan
Siliwangi. Sampel diambil tanggal 17 Februari pada pukul 11.00 saat cuaca cerah. Sampel
diambil dan disimpan dalam jerigen plastik berukuran 30 liter sebanyak dua jerigen.
3.3.2 Tahap Pengendapan Tipe I
Pada percobaan pengamatan sedimentasi diskrit, cara kerja yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Menyiapkan tangki Champ;
2. Memasukkan air baku;
3. Mengamati proses pengendapan partikel dengan interval waktu tertentu;
4. Mengambil sampel pada keran paling bawah pada interval waktu tertentu;
5. Analisis tingkat kekeruhan, pH dan TSS;
6. Menghitung kecepatan pengendapan (Vs), % removal dan % remaining.
1.3.3 Tahap Pengendapan Tipe II
Pada tahap ini yang diamati adalah partikel flocculent. Sehingga perlu penambahan
koagulan pada air baku. Untuk penentuan dosis optimum koagulan dilakukan terlebih dahulu
Jar Test.
Jar Test
Percobaan jar test dilakukan untuk mencari dosis koagulan optimum untuk proses
koagulasi kimia dari koagulan yang digunakan, dalam hal ini adalah koagulan tawas.
Prosedur Jar Test dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Sampel dimasukkan ke dalam masing-masing beaker glas 500 ml (6 buah)


2. Atur paddle pengaduk hingga berada ditengah-tengah beaker glass. Koagulan ditambahkan
secara bersamaan untuk tiap-tiap beaker dengan variasi konsentrasi yang berbeda untuk
setiap beaker glass.
3. Dilakukan pengadukan dengan mengatur kecepatan paddle, yaitu pengadukan cepat 100
rpm selama 1 menit dan pengadukan lambat 60 rpm selama 10 menit. Selama pengadukan
amati secara visual pada masing-masing beaker glass tentang pemebentukan flok dan
ukuran flok yang terbentuk.
4. Didiamkan selama 10 menit, kemudian setiap sampel disaring menggunakan kertas saring
agar endapan tidak ikut terbawa dan dilakukan pemeriksaan kekeruhan dan SS pada setiap
sampel.
5. Ulangi kembali percobaan dengan memperkecil rentang dosis koagulan yang memberikan
hasil terbaik, sehingga didapat nilai dosis koagulan yang akurat.
6. Dosis optimum koagulan ditentukan dengan melihat sampel dengan dosis koagulan yang
memberikan hasil terbaik (kekeruhan dan SS terrendah).
Pengendapan Partikel Flokulen
Prosedur kerja percobaan sedimentasi partikel flocculent dilakukan dengan langkah
sebagai berikut:
1) Diisi sampel air ke dalam tangki Camp sesuai dengan volume kerjanya.
2) Tambahkan koagulan dengan dosis optimum pad ahasil jar test, lalu diaduk cepat dan
diusahakan agar pengadukan dilakukan dengan homogen.
3) Ditentukan interval waktu pengendapan (dalam menit) dan diperiksa kekeruhan air pada
setiap interval waktu tersebut untuk semua titik sampling (5 titik).
4) Dilakukan analisa kandungan partikelnya. Fraksi partikel yang mengendap selanjutnya
diplotkan dengan variasi waktu dan keadaan, seperti disajikan pada gambar berikut :

1.3.4 Tahap Pengendapan Tipe III


Percobaan dilakukan dalam suatu tangki kaca berbentuk silinder dengan diameter 10
cm, dan tinggi 60 cm, Pengamatan zone pengendapatan dengan prosedur sebagai berikut:

Labling 14
1. Segera setelah air baku dimasukkan ke dalam tangki Chapman, dilakukan
pengamatan proses pengendapan partikel secara visual terhadap waktu;
2. Pengamatan dilakukan sampai diperoleh kondisi pemisahan partikel diskrit secara
penuh yang ditandai dengan terbentuknya zone bersih dan zone endapan; Dibiarkan
diam sampai lebih kurang 1 jam, serta diamati dan dicatat posisi boundary, pemisahan
free settling (tipe 1), floculated settling (tipe 2), hindered zone (tipe 3), dan
compression zone (tipe 4).
3. Mencatat waktu pengendapan dan tinggi masing-masing zone pengendapan yang
terbentuk.
3.3.3 Tahap Pengendapan dengan Plate Settler
Pada percobaan dengan plate settler ini dilakukan dengan membandingkan
penggunaan koagulan dan tidak serta membandingkan perbedaan waktu detensi. Pada
tahap ini dilakukan pengendapan partikel flokulent dengan menggunakan plate settler,
prosedurnya adalah sebagai berikut:
1) Siapkan sampel yang telah ditambahkan koagulan dengan homogen.
2) Pasang pompa untuk mengalirkan influent dan effluent.
3) Isikan reaktor dengan sampel hingga penuh
4) Selama interval waktu tertentu lakukan pengukuran kekeruhan dan SS pada effluent.

III.4 Prosedur analisis

Analisa yang dilakukan dalam percobaan ini meliputi analisa kekeruhan (turbidity), pH,
dan SS
3.4.1 Pengukuran kekeruhan (turbidity)
Pengukuran kekeruhan (turbidity) dilakukan mengikuti metode standar APHA (1998),
dengan prosedur sebagai berikut:
1) Dilakukan kalibrasi peralatan turbidimeter
2) Dimasukkan sampel ke dalam botol sampel hingga tanda batas. Lalu diukur
turbidity masing-masing sampel dengan turbidimeter. Dicatat hasil yang diperoleh.
3.4.2 Pengukuran pH
Kalibrasi pH meter
a. Cuci elektroda dengan aquades dan keringkan dengan kertas penghisap.
Kemudian celupkan ke dalam larutan buffer pH 4. Nyalakan pH meter dan atur
pengatur suhu sesuai dengan larutan buffer.

Labling 15
b. Putar pengatur pH sehingga pembacaan menunjukkan nilai pH yang sesuai
dengan larutan buffer.
c. Kalibrasi diteruskan dengan larutan buffer pH 7 dan pH 9
Pengukuran pH sampel
a. Kira-kira 200 ml sampel air dimasukkan ke dalam gelas kimia
b. Celupkan elektroda yang telah dibersihkan ke dalam sampel air
c. pH meter dinyalakan, kemudian putar suhu sesuai dengan suhu sampel. pH
meter akan menunjukkan nilai pH sampel air.
3.4.3 Pengukuran Suspended Solid
Pengukuran SS dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut:
1) Dilakukan kalibrasi peralatan SS meter
2) Dimasukkan sampel ke dalam botol sampel hingga tanda batas. Lalu diukur
masing-masing SS sampel. Dicatat hasil yang diperoleh.

IV. HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Pengambilan Sampel

1. Tanggal Pengambilan : 17 Pebruari 2011


2. Waktu Pengambilan : 11.30 WIB
3. Koordinat lokasi UTM : 48 M 788284.01 E 9238232
4. pH awal : 7,7

Labling 16
5. Kekeruhan awal : 160 NTU
6. Konsentrasi TSS : 140 mg/L
7. Volume air baku : 4 jerigen @ 30 L sekali pengambilan.
Air baku di ambil pada kondisi sungai cikapundung normal. Posisi pengambilan berada
di sepertiga badan sungai karena sangat sulit untuk mengambil di tengah sungai dengan alat
yang ada. Sampel dimasukkan dalam jerigen 30 liter sebanyak 2 buah yang kemudian diangkut
dengan mobil ke Lab. Kondisi air nampak kekuningan namun tidak terlalu keruh. Pengambilan
menggunakan alat sederhana yaitu gayung yang kemudian dimasukkan dalam jerigen.

Gambar IV-1 Lokasi pengambilan sampel

Parameter kekeruhan berada di atas baku mutu kualitas air minum yaitu 155 NTU. Oleh
karena itu, air perlu diolah dengan tingkat penyisihan 97% agar memenuhi baku mutu yaitu 5
NTU. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
907/MENKES/SK/VII/2002 parameter fisika untuk air minum adalah sebagai berikut :

IV-1. Baku Mutu Air Minum

Parameter Satuan Kadar Maksimum


Warna TCU 15
Rasa dan Bau - -
Temperatur 0
C Suhu Udara  3 0C
Kekeruhan NTU 5
pH - 6.5 - 8.5

Labling 17
IV.2 Pengendapan Partikel Diskrit ( Tipe I)

Pengendapan pada kolom prasedimentasi berupa partikel diskret yang mampu


mengendap dengan gaya gravitasi. Partikel yang tidak dapat disisihkan pada sedimentasi 1 ini
adalah zat terlarut dan partikel koloid yang memiliki kecepatan mengendap sangat rendah dan
stabil di dalam air. partikel koloid dapat disisihkan dengan sedimentasi dengan penambahan
koagulan sedangkan zat terlarut hanya bisa diolah dengan reaksi oksidasi lanjut. Hasil
percobaan terhadap partikel diskrit terlihat rangkaian tabel berikut:

Tabel IV.2 Rekapitulasi Perhitungan % Removal

Kec
Turbidity SS Pengendapan % %
Menit (NTU) (mg/L) pH (Vs) removal remaining
0 154.00 109.34 7.71 90.00 0.00% 100.00%
2 148.24 105.25 7.71 50.00 3.74% 96.26%
4 119.00 92.82 7.66 25.00 15.11% 84.89%
6 93.57 66.43 7.70 16.67 39.24% 60.76%
8 82.87 64.64 7.60 12.50 40.89% 59.11%
10 74.23 52.71 7.40 10.00 51.80% 48.20%
12 69.80 54.44 7.39 8.33 50.21% 49.79%
14 67.47 47.90 7.58 7.14 56.19% 43.81%
16 61.40 47.89 7.51 6.25 56.20% 43.80%
18 59.57 42.29 7.64 5.56 61.32% 38.68%
20 58.40 41.46 7.63 5.00 62.08% 37.92%
22 53.33 41.60 7.63 4.55 61.95% 38.05%
24 54.20 38.48 7.71 4.17 64.81% 35.19%
26 52.27 40.77 7.69 3.85 62.71% 37.29%
28 51.67 36.68 7.68 3.57 66.45% 33.55%
30 52.17 37.04 7.67 3.33 66.13% 33.87%

Pada grafik profil sedimentasi nampak bahwa semakin lama waktu pengendapan, maka
total suspended solid yang tersisa pada air limbah semakin rendah. Pengendapan diskrit yang
paling efektif terjadi pada 0-15 menit pertama dengan penyisihan sebanyak 55% suspended
solid. Kemudian penurunan TSS cenderung rendah terhadap waktu. Maka desain waktu
pengendapan optimal pada prasedimentasi ini tidak lebih dari 20 menit. Selain itu dapat
disimpulkan bahwa sampel air baku yang diambil memiliki kandungan partikel diskrit yang
cukup tinggi mengingat hanya dibutuhkan waktu selama 15 menit untuk menyisihkan 60%
partikel melalui proses pengendapan secara gravitasi.
Gambar IV-2 Grafik Kecepatan (Vs) vs % Removal

Labling 18
80.00%
Vs dan % removal
70.00%
y = -0.224ln(x) + 0.9674
60.00%

50.00% % removal
% removal

40.00%

30.00%

20.00%

10.00%

0.00%
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00
vs

Gambar IV-3 Grafik Kecepatan (Vs) vs % Remaining

120.00%
Vs dan % remaining
100.00%

80.00%
% remaining

y = 0.2236ln(x) + 0.0326
60.00%
% remaining
40.00%

20.00%

0.00%
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00
vs

Penyisihan partikel diskrit menghasilkan data Vso sebesar 10 cm/menit pada removal
50% seperti dapat dilihat pada gambar 4.3. Dengan menggunakan tangki Chapman berdiameter
17,5 cm dan tinggi cairan 100 cm (titik sampel pada kedalaman 95 cm) diperoleh grafik Vs dan
%removal (td) sebesar:

td = 95 cm / 10 cm/menit = 9,5 menit.

Dari tabel di atas dan plot grafik pada gambar 4.3 diperoleh suatu persamaan garis
sebagai langkah interpolasi, yaitu : 𝒚 = 𝟎, 𝟐𝟑𝟑𝒍𝒏(𝒙) + 𝟎. 𝟎𝟑𝟐. Maka berdasarkan persamaan

Labling 19
garis tersebut akan dapat dihitung jumlah removal pada Vs tertentu. Sebagai contoh dibawah
adalah perhitungan removal pada Vs 8 cm/s ialah sebagai berikut:

Tabel IV.2 Tabel Perhitungan Luas Kurva

df vs vs.df
0.02 0.95 0.0190
0.02 1.04 0.0207
0.02 1.13 0.0227
0.02 1.24 0.0248
0.02 1.36 0.0271
0.02 1.48 0.0297
0.02 1.62 0.0325
0.02 1.78 0.0355
0.02 1.94 0.0388
0.02 2.12 0.0425
0.02 2.32 0.0465
0.02 2.54 0.0508
0.02 2.78 0.0556
0.02 3.04 0.0608
0.02 3.33 0.0665
0.02 3.64 0.0728
0.02 3.98 0.0796
0.02 4.35 0.0871
0.02 4.76 0.0952
0.02 5.21 0.1042
0.02 5.70 0.1139
0.02 6.23 0.1246
0.02 6.82 0.1363
0.02 7.46 0.1491
0.02 8.16 0.1631
Total 1.6994

Perhitungan % total removal dilakukan melalui rumus:


𝑓𝑜
1
(1 − 𝑓𝑜) + ∫ 𝑣. 𝑑𝑓
𝑣𝑜
0
1
Hasilnya adalah = (1-0,51) + (0,0169)
0.08
= 70 %

Labling 20
Kesimpulannya ialah total removal pada Vs 8 cm/st adalah 70 %. Partikel rata-rata memiliki
densitas yang cukup besar sehingga mampu mengendap dengan kecepatan yang tinggi sekitar
8 cm/s sebanyak 70%.

IV.3 Flokulasi-Koagulasi

Percobaan flokulasi-koagulasi terhadap sampel air kran GKB menggunakan koagulan


alum. Percobaan terhadap koagulan dilakukan 3 kali untuk memperoleh dosis optimum.

Sampel awal memiliki TSS sebesar 3.14 mg/L, kekeruhan 629 NTU dan pH 6.04.

Pengadukan Pertama Koagulan Alum

No. Volume Air


Jumlah Tanah Kadar Tawas Kekeruhan Waktu Pengendapan
Sampel
1. 6 gram 42.5 NTU
2. 56 gram 1L 5 gram 36.0 NTU 60 menit
3. 7 gram 33.7 NTU
kekeruhan awal = 629 NTU

berat tanah = 1 kg : 17.8 L x 1000 = 56.17 gram (pembulatan ke atas menjadi 56.2 gram)

1. 6 gram tawas
42.5 : 629 X 100% = 6.75 %

2. 5 gram tawas
36.0 : 629 x 100% = 5.72%

3. 7 gram tawas
33.7 : 629 x 100% = 5.35%
Pemberian 6 gram tawas :
Pemberian 6 gram tawas pada percobaan ini adalah dari perhitungan berikut
629 NTU : 10 mg/NTU = 6290 mg x 1/1000 g = 6 gram (dengan pembulatan)
Pemberian 5 gram dan 7 gram tawas :
Pemberian dengan jumlah sekian adalah untuk menguji kadar tawas optimum yang akan
diberikan ke dalam sampel uji yang sebelumnya
20% dari kadar tawas 6 gram
(-)20% x 6 gram = 1.2 gram  6 – 1.2 = 4.8 (pembulatan ke atas mejadi 5 gram)
(+)20% x 6 gram = 1.2 gram  6 + 1.2 = 7.2 (pembulatan ke bawah menjadi 7 gram)

Labling 21
Selama berjalannya waktu terlihat sampel yang pemberian tawas paling sedikit lebih cepat
mengendap dan lebih cepat bening dibanding pemberian tawas yang 6 dan 8 gram.
Kemudian setelah diukur kekeruhannya kembali menggunakan turbidimeter didapatkan hasil
air sampel yang paling bening adalah dari sampel yang diberikan tawas paling banyak yaitu
dengan 7 gram tawas kekeruhan yang didapatkan hanya 33.7 NTU sedangkan menggunakan
5 dan 6 gram tawas secara berturut-turut adalah 36.0 NTU dan 42.5 NTU.

IV.4 Pengendapan Partikel dengan Koagulan

Pengamatan proses pengendapan dilakukan dalam selang waktu 60 menit. Pada waktu
permulaan pengambilan sampel dilakukan setiap 7,5 menit sekali untuk mendapatkan data
proses pengendapan yang akurat. Percobaan pada partikel flokulen menghasilkan data-data
kekeruhan tiap lubang pipa per waktu pengambilan sebagai berikut:

Tabel IV-2 Data Kekeruhan Per Titik Sampling Per Satuan Waktu

Data
No Menit
1 2 3 4
1 0 8450 8450 8450 8450
2 7.5 27.1 76.1 83.9 43.3
3 15 7.22 4.39 7.38 8.03
4 22.5 4.19 3.8 3.58 7.9
5 30 3.86 3.5 3.39 6.65
6 37.5 3.69 3.37 3.18 6.36
7 45 4.42 3.35 2.8 5.71
8 52.5 4.1 2.88 2.7 5.06
9 60 1.17 2.31 2.34 4.4

Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa terdapat hubungan terbalik antara waktu dan
kekeruhan dimana jika semakin lama waktunya, maka air tersebut akan semakin jernih atau
dalam kata lain semakin sedikit kekeruhannnya. Seperti pada tabel diatas, pengambilan sampel
dilakukan setiap 7.5 menit dimana terdapat 4 sampel setiap pengambilan dengan titik sampel
yang berbeda-beda kedalamannya. Hal ini disebabkan oleh partikel-partikel yang bermuatan
negative sementara tawas yang bermuatan positif sehingga saling tarik menarik dan akan
membentuk flok-flok yang menyebabkan air semakin jernih.

Labling 22
Tabel IV-3 Data TSS Per Titik Sampling Per Satuan Waktu

Waktu kedalaman
(Menit) 40 cm 60 cm 80 cm 100 cm
7.5 0.026 0.054 0.15 0.104
15 0.048 -0.044 0.016 0.01
22.5 -0.032 -0.106 0.026 -0.052
30 -0.056 0.028 0.026 0.036
37.5 -0.072 -0.04 0.064 -0.09
45 -0.118 0.098 0.082 0.33
52.5 -0.104 0.098 0.498 0.072
60 -0.086 0.054 0.022 -0.07

Dari tabel di atas ditunjukkan data waktu serta data TSS pada setiap titik sampling dengan
ketinggian yang ditunjukkan pada tabel. Semakin lama waktu yang dihabiskan, maka akan
semakin besar angka TSS yang terkumpul pada dasar wadah, sehingga angka TSS akan
semakin besar pada kedalaman 100 cm. Namun pada tabel di atas dapat kita lihat data yang
begitu fluktuatif pada setiap titik sampel. Hal ini salah satunya disebabkan oleh adanya
distabilisasi dari sample yang disebabkan oleh beberapa factor.

Labling 23
Tabel IV-4 Data % Removal Per Titik Sampling Per Satuan Waktu

time time Fraction Fraction Removal


Kekeruhan Sdev Vs (cm/min)
(minute) (sekon) Remaining removal Percentage

7.5 450 27.1 299.035458 0.32071 571.7097171 99.67928994


0.9967929

15 900 7.22 631.290792 0.085444 1356.232687 99.91455621


0.99914556

22.5 1350 4.19 951.631377 0.049586 1777.565632 99.9504142


0.99950414

30 1800 32 1250.16479 0.378698 194.75 99.62130178


0.99621302

37.5 2250 3.69 1588.38103 0.043669 1138.211382 99.95633136


0.99956331

45 2700 4.42 1906.0629 0.052308 726.3951735 99.94769231


0.99947692

52.5 3150 4.1 2224.48722 0.048521 150.2439024 99.95147929


0.99951479

60 3600 1.17 2544.7571 0.013846 135.8404558 99.98615385


0.99986154

Labling 24
time time Fraction Fraction Removal
Kekeruhan Sdev Vs (cm/min)
(minute) (sekon) Remaining removal Percentage

7.5 450 76.1 264.387225 0.900591716 200.1576873 99.09940828


0.990994083

15 900 4.39 633.291904 0.051952663 2115.71754 99.94804734


0.999480473

22.5 1350 3.3 952.260702 0.039053254 2203.232323 99.96094675


0.999609467

30 1800 28.5 1252.63966 0.337278107 218.3859649 99.66272189


0.996627219

37.5 2250 3.97 1588.18304 0.046982249 1319.899244 99.95301775


0.999530178

45 2700 6.35 1904.69818 0.075147929 660.9973753 99.92485207


0.999248521

52.5 3150 4.88 2223.93568 0.057751479 644.2622951 99.94224852


0.999422485

60 3600 5.31 2541.82968 0.062840237 402.7620841 99.93715976


0.999371598

Labling 25
time time Fraction Fraction Removal
Kekeruhan Sdev Vs (cm/min)
(minute) (sekon) Remaining removal Percentage

7.5 450 83.9 258.871793 176.2097735


0.992899408 0.990071006 99.00710059

15 900 7.38 631.177655 89.511323


0.087337278 0.999126627 99.91266272

22.5 1350 12.58 945.698751 1036.585366


0.14887574 0.998511243 99.85112426

30 1800 3.19 1270.53654 619.2368839


0.037751479 0.999622485 99.96224852

37.5 2250 3.68 1588.3881 2200.626959


0.043550296 0.999564497 99.9564497

45 2700 4.1 1906.28917 2019.021739


0.04852071 0.999514793 99.95147929

52.5 3150 2.7 2225.47717 1648.780488


0.031952663 0.999680473 99.96804734

60 3600 9.34 2538.98003 2811.111111


0.110532544 0.998894675 99.88946746

Labling 26
time time Fraction Fraction Removal
Kekeruhan Sdev Vs (cm/min)
(minute) (sekon) Remaining removal Percentage

7.5 450 43.3 287.580328 339.2763664


0.512426036 0.99487574 99.48757396

15 900 8.03 630.718036 1116.313823


0.095029586 0.999049704 99.90497041

22.5 1350 7.9 949.008011 848.2700422


0.093491124 0.999065089 99.90650888

30 1800 6.65 1268.08995 873.3834586


0.078698225 0.999213018 99.92130178

37.5 2250 6.36 1586.49306 755.7651992


0.075266272 0.999247337 99.92473373

45 2700 5.71 1905.15073 624.8686515


0.067573964 0.99932426 99.93242604

52.5 3150 5.06 2223.8084 541.5019763


0.059881657 0.999401183 99.94011834

60 3600 22.4 2529.74522 84.28571429


0.265088757 0.997349112 99.73491124

Hasil pengendapan dengan penambahan koagulan telah memenuhi bakumutu


907/MENKES/SK/VII/2002 diamana kekeruhan maksimal ialah 5 NTU. Pada percobaan
partikel diskret sbelumnya, hasil pengendapan terbaik terukur masih menyisakan kekeruhan 58
NTU. Maka penambahan koagulan sangat diperlukan untuk mencapai standar air baku. Dapat
disimpulkan bahwa secara parameter fisik sungai cikapundung dapat diolah sebagai air minum.
Pada proses akhir kualitasnya dapat ditingkatkan melalui proses filtrasi dan desinfeksi.

Labling 27
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28

-10
66.4 90.9 97.1 90.9 94.4 95.9 95.9 94.4 92.2
-20

-30
49.3 83.3 90.5 90.5 96.4 93.4 93.4 91.5 95.5

-40
Kedalaman (cm)

80 %
85 %
-50
47.1 62.9 87.8 85.8 91.5 91.1 91.7 92.2 90 %
94.4 95 %
-60

-70
62.4 73.9 85.9 90 95.3 94.5 94.6 93.8 96.3

-80

-90
88 75.5 92.2 92 93.1 96.6 96.6 95.2 96.8
5
-100 Waktu (menit)

Gambar IV-4 Grafik Pengendapan Isoremoval Partikel Flokulen

Labling 28
IV.5 Pengendapan Partikel dengan Platesettler

Tujuan percobaan pengendapan dengan platesattler ialah untuk memngetahui


perbandingan data dari pengendapan dengan menggunakan koagulan dann hasil pengendapan
pada waktu detensi tertentu. Waktu detensi diatur melalui pompa terhadap debit air yang
masuk. Penambahan koagulan dilakukan dalam ember yang diaduk sesuai kecepatan koagulasi
flokulasi. Percobaan dilakukan sebanyak empat kali dengan hasil sebagai berikut

Tabel IV-5 Hasil Pengukuran Efluent pada td 50 menit tanpa koagulan

SS NTU
t 1 2 1 2
0 7 7 28 29
2 8 7 28 28
4 11 10 29 30
6 9 9 29 29
8 9 9 28 27
10 9 9 28 27
Rata-rata 7.71 7.57 24.43 24.57

Tabel IV-6 Hasil Pengukuran Efluent pada td 50 menit dengan koagulan 28 mg/l

SS NTU
t 1 2 1 2
0 10 11 20 20
2 12 12 20 20
4 9 8 20 20
6 9 9 21 19
8 9 9 20 21
Rata-Rata 8 8 18 17

Tabel IV-7 Hasil Pengukuran Efluent pada td 20 menit tanpa koagulan

SS NTU
t 1 2 1 2
0 17 17 30 30
2 20 19 34 33
4 17 18 34 33
6 20 19 34 33
8 19 20 32 32

Labling 29
10 17 17 29 29
Rata- Rata 16 16 28 27

Tabel IV-8 Hasil Pengukuran Efluent pada td 20 menit dengan koagulan 28 mg/l

SS NTU
t 1 2 1 2
0 12 12 23 23
2 14 11 25 25
4 12 12 22 23
6 13 11 20 20
8 9 8 21 20
8 7 18 19
Rata-rata 9.783714 9.152 22.54 23.12

Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa effluent terbaik ialah pada kondisi waktu
detensi 50 menit dengan penambahan koagulan alum. Kekeruhan rata-rata pada td 50 menit
tanpa koagulan ialah 25, td 50 menit dengan koagulan ialah 17, td 20 menit tanpa koagulan
ialah 28, pada td 20 menit dengan koagulan ialah 23. Menurut standar desain, waktu detensi
yang optoimal berkisar antara satu hingga dua jam. Maka pada percoabaan ini membuktukan
bahwa proses sedimentasi sangat dipengaruhi waktu detensi.

Menghitung bilangan Reynold


Jika suhu air yang terukur adalah 20 C maka nilai v = 1,306 x 10-6. m2/s. Sedangkan Vs
dapat dicari dari debit pompa dibagi luas permukaan selang maka kecepatan aliran 0.012 l/dtk
untuk td 50 menit. Dan radius hidrolis ialah 0,043 yang dihitung dari luas area yang dilewati
dengan keliling basah.

vR
Re   2000

vo  R 0.012  0,043
N Re    402  500memenuhi
 1.306  10 6

Hasil perhitungan bilangan reynold diperoleh nilai 402 pada time detensi 50 menit.
Nilai ini memenuhi bilangan reynold yang ditetapkan sebesar 500. Proses pengendapan
berlangsung secara baik tanpa halangan turbulensi. Sedangkan untuk td 20 menit dengan v =
0.035 l/dtk, maka perhitungannya:

Labling 30
vo  R 0.035  0,043
N Re    1152  500tidakmemenuhi 
 1.306  10 6

Pada waktu detensi 20 menit nilai tubulensi akan semakin besar melebihi batas aliran
laminar. Hal ini mengakibatkan flok sulit mengendap. Nampak bahwa flok sulit mengendap
karena terkena turbulensi di dasar bak. Gerak jatuh flok tidak langsung jatu ke bawah bawah
namun terbawa oleh arus dan sebagian lagi terperangkap pada platesetler.

Faktor lain yang mempengaruhi ialah kemiringan platesettler yang kurang dari 60
derajat dan ketinggiannya yang masih lebih rendah dari kriteria desain. Hal ini mengakibatkan
flok dapat lolos melalui plate yang ada. Hasil pengukuran akhir menunjukkan bahwa
pengendapan sistem batch memiliki hasil yang lebih bagus daripada sistem kontinyu pada
waktu yang lebih singkat. Beberapa hal yang perlu di evaluasi ialah

1. Penggunaan Pompa membuat flok menjadi pecah lagi sehingga sulit mengendap karena
terjadi turbulensi akibat tekanan pompa.
2. Proses penambahan koagulan yang tidak kontinyu. Pada praktek di laboratorium waktu
pada penambahan koagulan dan flokulasi dilakukan dalam ember yang kemudian di
pompa ke bak. Pada waktu jeda terbeut partikel flok ada yang mengendap di ember tempat
flokulasi.
3. Faktor turbulensi dan tekanan pompa yang mengakibatkan flok sulit turun secara gravitasi.
4. Tidak sempurnya sekat pada platesettler yang disebabkan karena tekanan kesamping air
yang mengakibatkan beberapa flok dapat lolos naik ke atas tanpa melewati plate settler.

40

35

30
Kekeruhan (mg/l)

25
Kekeruhan 1
20 Kekeruhan 2
15 Kekeruhan 3
Kekeruhan 4
10

0
0 2 4 6 8 10 12
waktu (mnt)

Labling 31
Gambar IV-5 Grafik Pengendapan Isoremoval Partikel Flokulen

V. KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Pengendapan diskrit yang paling efektif terjadi pada 0-15 menit pertama dengan
penyisihan sebayk 55% suspended solid. Kemudian penurunan TSS cenderung rendah
terhadap waktu.
2. Hasil pengendapan dengan penambahan koagulan telah memenuhi bakumutu
907/MENKES/SK/VII/2002 diamana kekeeruhan maksimal ialah 5 NTU. Hasil dari tabel
menunjukkan bahwa pada waktu dua menit telah tersisih 85% partikel, pada enam menit
tersisih 89% padatan dan pada waktu delapan menit telah tersisih 94% padatan.
3. Pada selang watu 60 menit kondisi layer cenderung stabil sehingga diperoleh tinggi zona
free settling (tipe 1) = 29 cm , floculated settling (tipe 2) 29 cm, hindered zone (tipe 3)=
26 cm ,dan compression zone (tipe 4) = 20 cm.
4. Pada platesettler didapatkan data effluent terbaik ialah pada kondisi waktu detensi 50
menit dengan penambahan koagulan alum. Hal ini dikarenakan adanya penambahan
koagulan dan nilai dari bilangan reynold masuk dalam aliran laminer.

DAFTAR PUSTAKA

Labling 32
Metcalf & Eddy. (2003) : Wastewater Engineering Treatment and Reuse, 4th International
Edition. USA: Mc Graw Hill, 419-423.

Eckenfelder, Wesley (2000), Industrial Water Pollution Control. Singapore, USA: Mc Graw
Reynold, Tom D., 1982, Unit Operations and Processes In Environmental
Engineering, Wadsworth Inc., California

Suhendrayatna, 2001, Bioremoval Logam Berat Dengan Menggunakan Microorganisme,


Institute for Science and Technology Studies (ISTECS)-Chapter Japan

www.google.com

Labling
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ............................................................................................................. 2
I.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 2
I.2 Tujuan Percobaan ........................................................................................................ 3
I.3 Ruang Lingkup ............................................................................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 4
II.1 Teori Sedimentasi ........................................................................................................ 4
II.2 Sedimentasi Tipe I....................................................................................................... 5
II.3 Sedimentasi Tipe II ..................................................................................................... 8
II.4 Sedimentasi Tipe III dan IV ........................................................................................ 9
II.5 Zone pengendapan..................................................................................................... 10
III. METODOLOGI ............................................................................................................ 11
III.1 Waktu dan Tempat................................................................................................. 12
III.2 Alat dan Bahan ...................................................................................................... 12
III.3 Cara Kerja .............................................................................................................. 13
3.3.1 Tahap Pengambilan Sampel ............................................................................... 13
3.3.2 Tahap Pengendapan Tipe I................................................................................. 13
1.3.3 Tahap Pengendapan Tipe II ............................................................................... 13
1.3.4 Tahap Pengendapan Tipe III .............................................................................. 14
3.3.3 Tahap Pengendapan dengan Plate Settler .......................................................... 15
III.4 Prosedur analisis .................................................................................................... 15
3.4.1 Pengukuran kekeruhan (turbidity) .......................................................................... 15
3.4.2 Pengukuran pH........................................................................................................ 15
IV. HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN ........................................................... 16
IV.1 Pengambilan Sampel ............................................................................................. 16
IV.2 Pengendapan Partikel Diskrit ( Tipe I) ................................................................ 18
IV.3 Flokulasi-Koagulasi ............................................................................................... 21
Jartes Pertama Koagulan Alum ........................................................................................ 21
Jartes Kedua Koagulan Alum .......................................... Error! Bookmark not defined.
IV.4 Pengendapan Partikel dengan Koagulan ............................................................... 22
IV.5 Pengendapan Partikel dengan Zona ....................... Error! Bookmark not defined.
IV.6 Pengendapan Partikel dengan Platesettler ............................................................. 29
V. KESIMPULAN ................................................................................................................ 32

Labling
Labling

Anda mungkin juga menyukai