Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK PROSES PANGAN DAN PRODUK PERTANIAN

KINETIKA REAKSI PERUBAHAN WARNA PADA PEREBUSAN


BAHAN PANGAN

Oleh:
Fahriz Maulidan
NIM A1C015022

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kinetika reaksi adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari

berlangsungnya suatu reaksi. Kinetika reaksi menerangkan dua hal yaitu

mekanisme reaksi dan laju reaksi. Pengertian Mekanisme Reaksi adalah dipakai

untuk menerangkan langkah-langkah mana suatu reaktan menjadi produk. Laju

Reaksi adalah perubahan konsentrasi pereaksi ataupun suatu produk dalam suatu

satuan waktu. Dalam kehidupan sehari-hari konsep laju reaksi sudah banyak

diterapkan dalam kegiatan sehari-hari, baik dalam bidang industri maupun bidang

pertanian.

Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat tergantung paa

beberpa faktor diantaranya citarasa (baurasa), warna, tekstur dan nilai gizinya.

Suatu bahan makanan dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik tidak akan

dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan

telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Penerimaan warna suatu bahan

berbeda-beda tergantung dari faktor alam, geografis dan aspek sosial masyarakat

penerima.

Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat

digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara

pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang

seragam dan merata.


Warna suatu bahan dapat diukur menggunakan alat kolorimeter,

spektrofotometer atau alat-alat lain yang dirancang khusus untuk mengukur

warna. Tetapi peralatan tersebut terbatas penggunaannya untuk bahan cair yang

tembus cahaya seperti sari buah, bir atau warna hasil ekstraksi.

B. Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengukur parameter mutu selama pengolahan dan

menentukan konstanta kecepatan perubahan mutu.

2. Mahasiswa dapat mengetahui perubahan warna pada proses perebusan bahan

pangan .
II. TINJUAN PUSTAKA

Pada berbagai tingkat kematangan buah dan sayuran, sifat fisik dan kimia

bahan tersebut berbeda-beda. Uji sifat fisik biasanya dilakukan untuk mengtahui

tingkat kekerasan, warna, rasa, dan bau bahan tersebut. Sedangkan uji kimia dapat

dilakukan terhadap pH, total asam dan kadar gula (solube solida)(Khatir,2006).

Sifat fisik bahan hasil pertanian merupakan faktor yang sangat penting

dalam menangani masalah-masalah yang berhubungna dengna merancang suatu

alat khusus untuk suatu prosuk hasil pertanian atau analisa perilaku produk dan

cara penanganannya. Karakter fisik pertanian meliputi bentuk, ukuran luas

permukaan, warna, penampakan, berat, porositas, densitas, dan kadar air. Bentuk

dan ukuran sangat penting dalam perhitungan energi untuk pendinginan dan

pengeringan, rancangan pengecilan ukuran, masalah distribusi dan penyimpanan

bahan seperti elektrostatistik, pantulan cahaya dalam evaluasi warna, dan dalam

pengembngan alat grading dan sortasi. (Suharto,1991)

Dalam kimia fisik, kinetika kimia atau kinetika reaksi mempelajari laju

reaksi dalam suatu reaksi kimia. Analisis terhadap pengaruh berbagai kondisi

reaksi terhadap laju reaksi memberikan informasi mengenai mekanisme reaksi dan

keadaan transisi dari suatu reaksi kimia. Pada tahun 1864, Peter Waage merintis

pengembangan kinetika kimia dengan memformulasikan hukum aksi massa, yang

menyatakan bahwa kecepatan suatu reaksi kimia proporsional dengan kuantitas

zat yang bereaksi. Kenetika dapat didifinisikan sebagai cabang ilmu yang

mempelajari kecepatan reaksi kimia beserta mekanisme reaksinya. Kenetika


reaksi dapat dinyatakan dengan nilai K. Nilai K menunjukan konstanta reaksi

yang menunjukan kecepatan reaksi. Variasi suhu dan waktu juga sangat

berpengaruh dalam kenetika reaksi.(Tim Penyusun,2018)

Adapun faktor faktor yang mempengaruhi kenetika reaksi antara lain:

1. Aktivitas air.

2. pH.

3. Lipid dan bahan berminyak (dielektrik).

4. Spesies ion

5. Kekuatan ion

6. Tingkat oksigen.

7. Asam organik dan antibiotik.

Ada lima sebab menurut Winarno (1997) yang dapat menyebabkan suatu

bahan makanan berwarna yaitu:

1. Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan, misalnya

klorofil berwarna hijau dan mioglobin menyebabkan warna merah pada

daging.

2. Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan membentuk warna

coklat, misalnya warna coklat pada roti yang dibakar.

3. Warna gelap yang timbul karena adanya reaksi Maillard, yaitu antara gugus

amino protein dengan gugus karbonil gula pereduksi, misalnya susu bubuk

yang disimpan lama akan berwarna gelap.

4. Reaksi antara senyawa organik dengan udara akan menghasilkan warna hitam

atau coklat gelap, misalnya warna gelap permukaan apel yang dipotong.
5. Penambahan zat warna, baik zat warna alami maupun zat warna sintetik

Sistem pewarnaan ada sistem Munsell. Sistem Munsell ini berdasarkan pada

ruang tiga dimensi warna yang melibatkan tiga bagian warna yaitu hue, value, dan

chroma. Skala hue berdasarkan pada lima bagian pokok dan lima sub bagian hue,

yaitu merah, kuning, hijau, biru, ungu, kuning merah, hijau kuning, biru hijau,

biru ungu, dan merah ungu. Skala nilai adalah jangkauan skala keterangan dari

hitam (1) ke putih (10). Skala chroma diukur oleh penampakan warna dari abu-

abu pada tingkat keterangan yang sama (abu-abu netral=0) (Weaver dan Daniel,

2003).
III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

1. Kompor 7. Nampan

2. LPG 8. Wortel

3. Panci 9. Kangkung

4. Colour reader 10. Bayam

5. Capitan 11. Tomat

6. Stopwacth 12. Air

B. Prosedur Kerja

1. Siapkan alat dan bahan

2. Rebus 1 liter air sampai mendidih

3. Masukan sempel (10 bagian) ke dalam air yang mendidih.

4. Setiap satu menit, ambilah satu buah sempel kemudian diukur warnanya

menggunakan colour reader

5. Ulangi langkah ke-4 sampai ulangan ke 10

6. Hitung nilai konstanta perubahan nilai warna sampel.

7. Catat hasilnya pada tabel, dan buatlah grafiknya.


Tabel 1. Hasil Pengamatan Perubahan Warna Sayuran Sawi
No L (0-100) a+ a- b+ b-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

A. Tabel Hasil Pengamatan

Tabel 1. Hasil Pengamatan Perubahan Warna Sayuran Sawi


No L (0-100) a+ a- b+ b-
1 25.6 - 1.4 12.2 -
2 21.0 - 4.3 7.0 -
3 29.4 - 3.3 12.9 -
4 22.5 - 5.2 8.3 -
5 23.1 - 6.8 6.4 -
6 24.2 - 7.9 8.7 -
7 20.1 - 6.2 7.0 -
8 21.0 - 5.7 6.9 -
9 19.6 - 6.2 6.2 -
10 19.5 - 6.5 5.2 -

B. Grafik Hasil Praktikum

25

20

15 L
a-
10
b+
5

0
0 2 4 6 8 10 12

Gambar 1. Grafik nilai L, a-, b+


C. Perhitungan

Log C-Log Co
Rumus Slope = ∆T ( Waktu )

K
Slope = 2.303 , K = Slope = 2,303

Log C-Log Co
1. Slope L = ∆T ( Waktu )

Log 19.5 - Log 25.6


= 10

1.29- 1,408
= = -0.0118
10

K = Slope x 2,303

= - 0.0118 x 2,303

= - 0,077

Log C-Log Co
2. Slope a- = ∆T ( Waktu )

Log 6.5 - Log 1.4


= 10

0.667
= = 0.0667
10

K = Slope x 2,303

= 0.0667 x 2,303

= 0.1536
Log C-Log Co
3. Slope b+ = ∆T ( Waktu )

Log 5.2 - Log 12.2


= 10

-0.364
= = -0.0364
10

K = Slope x 2,303

= -0.0364 x 2,303

= -0.0838

D. Gambar Alat (Colour Reader)

Gambar 2. Colour Reader


E. Bagian- bagian fungsinya dari alat Colour Reader

1. Sensor Warna berfungsi untuk menagkap objek.

2. Tombol Riset berfungsi untuk mereset hasil pengukuran untuk kembali

menjadi hasil nol

3. Display berfumgsi untuk menampilkan hasil pengukuran warna dalam

bentuk L,a-,a+,b-, dan b+


4. Tombol Pemindah berfungsi untuk menyalakan dan meminder sensor

warna

5. Tombol ON atau OFF berfungsi untuk menyalakan dan mematikan alat

Colour Reader.

F. Prinsip Kerja Colour Reader adalah memindai suatu objek dengan sensor.

Alat ini sensitif terhadap cahaya yang diukur dan sebagian besar warna yang

diserap oleh suatu benda atau zat dengan menentukan warna berdasarkan

komponen viru, merah, kuning, dan hijau pada objek.

B. Pembahasan

Kinetika reaksi adalah suatu cabang dari ilmu kimia yang mempelajari

tentang mekanisme reaksi, yaitu bagaimana reaksi itu terjadi dan kecepatan

terjadinya reaksi. Untuk menentukan kecepatan reaksi kimia dikembangkan suatu

model persamaan kecepatan reaksi yang menguji bahwa reaksi tersebut mengikuti

tingkat atau orde keberapa yang kemudian diperoleh suatu harga konstanta

kecepatan reaksi (Dewati, 2010).

Kinetika mempelajari tentang mekanisme dan laju perubahan suatu bahan

kimia menjadi bahan kimia lain. Laju reaksi kimia ditentukan oleh jumlah produk

yang dihasilkan atau reaktan yang terpakai tiap satu satuan waktu. Teori yang

berkembang untuk menjelaskan reaksi kinetika adalah sebagai berikut :

1. Teori tumbukan : reaksi terjadi sebagai hasil dari tumbukan antara beberapa

molekul berenergi tinggi


2. Teori aktivasi : secara struktural, molekul memiliki rantai yang tidak stabil.

Jika diaktivasi, molekul ini akan melepaskan energi dan membentuk molekul

stabil dengan tingkat energi yang lebih rendah

Mutu adalah gabungan dari sejumlah atribut yang dimiliki oleh bahan atau

produk pangan yang dapat dinilai secara organoleptik. Atribut tersebut meliputi

parameter kenampakan, warna, tekstur, rasa dan bau (Kramer dan Twigg, 1983).

Menurut Hubeis (1994), mutu dianggap sebagai derajat penerimaan

konsumen terhadap produk yang dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten

dalam standar dan spesifikasi), terutama sifat organoleptiknya.

Berdasarkan ISO/DIS 8402 – 1992, mutu didefinsilkan sebagai

karakteristik menyeluruh dari suatu wujud apakah itu produk, kegiatan, proses,

organisasi atau manusia, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi

kebutuhan yang telah ditentukan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu produk hasil pertanian, sesudah

panen dan pasca panen diantaranya adalah ukuran dan bentuk; warna dan kilat;

kadar air; sifat-sifat kalainan bahan.

1. Ukuran dan bentuk bahan

Ukuran dan bentuk bahan merupakan faktor mutu yang kelihatan nyata

dan bisa/dapat diukur serta diawasi dengan mudah karena pada umumnya

seluruh permukaan bahan diawasi dengan mudah karena pada umumnya

seluruh permukaan bahan kelihatan dari luar. Pembagian bahan berdasarkan

kategori ukuran dan bentuk merupakan satu dari beberapa tahap pertama
dalam membagi-bagi bahan hasil pertanian berdasarkan mutu. Pembagian cara

ini dapat dilakukan dengan tangan atau manual, juga dapat dilakukan dengan

menggunakan alat seperti saringan, sortasi mekanik dan sebagainya.

Pembagian mutu berdasarkan ukuran bahan dilakukan tidak hanya untuk

mendapatkan keseragaman, tetapi juga untuk memberikan kepada konsumen

ukuran mana yang dikehendaki menurut suatu tingkat harga tertentu. Selain itu

pembagian mutu berdasarkan ukuran mungkin juga merupakan suatu petunjuk

kematangan atau kekerasan suatu bahan hasil pertanian. Misal bahan yang

lebih kecil mungkin menunjukkan sifat kurang matang dibandingkan bahan

yang lebih besar. Beberapa kriteria yang termasuk ukuran adalah berat,

volume, kerapatan, bobot/berat jenis, panjang, lebar dan diameter, sedangkan

bentuk dapat dilihat langsung dari bahannya, apakah bulat, lonjong, simetris,

melengkung dan sebagainya.

2. Warna dan kilat

Warna adalah suatu sifat bahan yang dianggap berasal dari penyerapan

spektrum cahaya/sinar, begitu juga sifat kilat dari bahan dipengaruhi oleh

sinar/cahaya terutama sinar/cahaya pantul. Cahaya/sinar yang dapat dilihat

manusia terbatas menurut panjang gelombang, yaitu 380 – 770 nm

(nanometer). Diluar panjang gelombang itu, praktis mata tidak dapat

melihatnya.

Perlu diingat bahwa warna bukan merupakan suatu zat atau benda, dia

adalah suatu sensasi seseorang, disebabkan oleh karena itu rangsangan dari

seberkas energi radiasi yang jatuh pada retina mata. Warna itu dipengaruhi
oleh sumber cahaya. Pengaruh itu terlihat apabila suatu bahan atau benda

dilihat ditempat yang suram dan/atau gelap, akan memberikan perbedaan

warna yang mencolok. Pengalaman ini biasanya digunakan oleh pedagang

kain untuk memanipulasi warna kain yang dipajang dengan menggunakan

lampu yang beraneka warna.Warna bahan dipengaruhi sumber cahaya/sinar,

maka untuk mencegah kesalahan dalam mengamati dan mengukur warna

suatu bahan ditentukan oleh tiga standard sumber cahaya/sinar yang telah

ditetapkan oleh “The Internatonal Commission of Illumination” (CIE =

Commission International de L ‘Eclairege 1931).

3. Kadar Air

Kadar air suatu bahan dapat mempengaruhi mutu, karena berhubungan

erat dengan daya awet bahan selama penyimpanan. Kadar air yang tinggi pada

hasil pertanian misal dalam biji-bijian dapat menimbulkan pemanasan didalam

gudang, karena keberadaan Kadar air adalah satu dari beberapa kegiatan atau

gabungan respirasi bahan, aktifitas bakteri, kapang dan serangga. Sudah tentu

kehadiran mikroba ataupun serangga ini tidak diinginkan karena akan merusak

bahan, misalnya akan menguragi jumlah bahan, menimbulkan perubahan-

perubahan kimia bahan, perubahan warna, menimbulkan peruhan bau (tengik)

dan sebagainya. Oleh karena itu kadar air harus dikurangi sedapat mungkin,

agar bahan terhindar dari serangan mikroba atau serangga awet selama

penyimpanan.

4. Sifat kelainan pada bahan


Sifat kelainan pada bahan, kelainan suatu bahan didefinisikan sebagai

“ketidak sempurnaan suatu bahan berhubung hilangnya sesuatu faktor yang

dipruntuk kesempurnaan, atau berhubung karena terdapat suatu sifat yang

dapat mengacaukan atau menurunkan kesempurnaan”. Walaupun kelainan itu

mudah ditentukan, tetapi kadang-kadang sukar, terutama dalam perhitungan

secara kwantitatif. Contoh sukar menentukan apakah suatu noda kotor pada

suatu bahan cukup untuk dinyatakan sebagai suatu kelainan pada bahan

tersebut.

Kelainan suatu bahan dapat digolongkan menjadi beberapa kategori yaitu:

Kelainan Enetis-Fisiologis, Kelainan Entomologis, Kelainan Patologis,

Kelainan Mekanis dan Kelainan Karena Terdapat Benda-benda Asing.

Faktor yang mempengaruhi penurunan mutu bahan pangan, yaitu kerusakan

fisik, kimia, dan biologis.

1. Kerusakan Fisik

Kerusakan fisik yang dialami bahan pangan dapat disebabkan oleh

perlakuan fisik, seperti terbanting, tergencet, atau terluka. Perlakuan tersebut

dapat menyebabkan terjadinya memar, luka, dan adanya benda asing.

2. Kerusakan Kimiawi

Penurunan kandungan senyawa kimia pada bahan pangan dapat terjadi

selama proses pencucian dan pemanasan. Selama berlangsung proses

pencucian bahan pangan, banyak komponen senyawa kimia yang akan larut,

seperti beberapa protein, vitamin B dan C, dan mineral.


3. Kerusakan Biologis

Kerusakan biologis pada bahan pangan dapat disebabkan oleh aktivitas

mikroba patogen dan pembusuk, baik berupa bakteri, virus, jamur, kamir

ataupun protozoa.

Pemanasan pada bahan pangan, fungsi pemanasan adalah meningkatkan

rasa, mempermudah proses pencernaan, memperbaiki tekstur, meningkatkan

penampilan dan mematikan bakteri pembusuk. Alat, suhu, dan waktu yang

berbeda selama proses pemanasan bahan makanan akan memberikan efek yang

berbeda baik pada sifat fisiknya ataupun kandungan gizinya.

Pemanasan dibagi menjadi dua, yaitu pemanasan langsung dan pemanasan

tidak langsung. Pemanasan langsung adalah proses pengolahan dengan cara

dipanaskan di atas api langsung atau dengan bantuan perantara seperti air dan

minyak. Sedangkan pemanasan tidak langsung adalah pemanasan menggunakan

udara panas atau uap air.

Dari semua proses pengolahan bahan pangan, yang paling sering

digunakan adalah pemanasan. Penggunaan panas dan waktu dalam proses

pemanasan bahan pangan sangat berpengaruh pada bahan pangan. Dengan proses

pemanasan, makanan akan menjadi lebih awet, tekstur, aroma dan rasa lebih baik

serta daya cerna meningkat. Beberapa jenis bahan pangan seperti halnya susu dan

kapri serta daging, sangat peka terhadap susu tinggi karena dapat merusak warna

maupun rasanya. Sebaliknya, komoditi lain misalnya jagung dan kedelai dapat

menerima panas yang hebat karena tanpa banyak mengalami perubahan. Pada

umumnya semakin tinggi jumlah panas yang di berikan semakin banyak mikroba
yang mati. Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh

seluruh mikroba yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam

kaleng tersebut, selama penanganan dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi,

pemanasan di tujukan untuk memusnahkan sebagian besar mikroba pembusuk,

sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal dan masih hidup terus di

hambat pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu rendah atau dengan cara

lain misalnya dengan bahan pengawet.

Salah satu contoh pemasan bahan yakni blansing. Blansing merupakan

suatu cara pemanasan pendahuluan atau perlakuan pemanasan tipe pasteurisasi

yang dilakukan pada suhu kurang dari 100oC selama beberapa menit, dengan

menggunakan air panas atau uap.Tujuan utama blansing ialah menginaktifan

enzim diantaranya enzim peroksidase dan katalase, walaupun sebagian dari

mikroba yang ada dalam bahan juga turut mati.Kedua jenis enzim ini paling tahan

terhadap panas. Blansing biasanya dilakukan terhadap sayur-sayuran dan buah-

buahan yang akan dikalengkan atau dikeringkan.

Warna adalah suatu sifat bahan yang dianggap berasal dari penyerapan

spektrum cahaya/sinar, begitu juga sifat kilat dari bahan dipengaruhi oleh

sinar/cahaya terutama sinar/cahaya pantul. Cahaya/sinar yang dapat dilihat

manusia terbatas menurut panjang gelombang, yaitu 380 – 770 nm (nanometer).

Diluar panjang gelombang itu, praktis mata tidak dapat melihatnya.

Perlu diingat bahwa warna bukan merupakan suatu zat atau benda, dia

adalah suatu sensasi seseorang, disebabkan oleh karena itu rangsangan dari

seberkas energi radiasi yang jatuh pada retina mata. Warna itu dipengaruhi oleh
sumber cahaya. Pengaruh itu terlihat apabila suatu bahan atau benda dilihat

ditempat yang suram dan/atau gelap, akan memberikan perbedaan warna yang

mencolok. Pengalaman ini biasanya digunakan oleh pedagang kain untuk

memanipulasi warna kain yang dipajang dengan menggunakan lampu yang

beraneka warna.

Warna bahan dipengaruhi sumber cahaya/sinar, maka untuk mencegah

kesalahan dalam mengamati dan mengukur warna suatu bahan ditentukan oleh

tiga standard sumber cahaya/sinar yang telah ditetapkan oleh “The Internatonal

Commission of Illumination” (CIE = Commission International de L ‘Eclairege

1931). Tiga standard Sumber Cahaya tersebut adalah: (1). Sumber A, yaitu Lampu

pijar (2854 0K), (2). Sumber B, yaitu sinar Matahari Siang (50000K) dan Sinar

Matahari saat berawan (68000K).

Hasil pengukuran warna menggunakan Chromameter dinyatakan dalam

CIE L*a*b* yang dicirikan dengan notasi L, a, b. Pengukuran dilakukan tiga kali

pada tiga titik yang berbeda pada salah satu sisi objek. Pembandingan nilai Lab

pengolahan citra dari parameter nilai Lab Chromameter dengan menggunakan

model persamaan linier menghasilkan koefisien determinasi berturut-turut untuk

latar belakang warna hitam pada wortel adalah 0.827, 0.820, 0.826, dan pada labu

koefisien determinasinya adalah 0.905, 0.813, dan 0.867. Sedangkan untuk latar

belakang warna putih menghasilkan koefisien determinasi berturut-turut untuk

Lab wortel adalah 0.548, 0.786, 0.749, dan pada labu adalah 0.793, 0.802, dan

0.779. Hal ini terjadi karena pada warna hitam, semua spektrum cahaya diserap,

oleh karena itu energi radiasi yang diterima pada warna hitam menjadi semakin
besar seiring bertambahnya spekrum cahaya yang diserap. Sebaliknya, pada warna

putih semua spektrum cahaya dipantulkan. Selain itu terdapat pengaruh interaksi

cahaya terhadap objek yang sedang diukur, seperti pantulan, serapan, penyebaran

dan bayangan sebagai akibat cahaya yang dihalangi oleh bagian objek tertentu.

Kualitas lampu dan tingkat kecerahan yang berbeda-beda juga mempengaruhi

nilai kecerahan.( Nurmawati, R 2011)

Color reader adalah alat pengukur warna yang didesain dengan tiga reseptor

sehingga mampu membedakan warna akurat antara terang dan gelap. Pengukuran

warna ini menggunakan color reader dengan seri CR-10, dengan ukuran dan lebar

sinar 360g/12.7oz, mudah digunakan karena hanya menggunakan satu tangan,

dan perbedaan warna dalam bentuk delta (L,a,b), delta (E,a,b) atau delta (L,c,h),

dapat beriluminasi 8/d. Menggunakan stander CIE D65, sumber energi berupa 4

batrai AA atau adapter AC-A12. Dapat mendeteksi dalam 10 detik dengan

temperatur operasi 0-40°C. Ukrannya 59 x 158 x 85 mm. Beratnya 360 gr tanpa

batrai. Casing standar CR-A68, cap pelindung CR-A72.

a. Alat (Colour Reader)

Gambar 4.1. Colour Reader

b. Bagian- bagian fungsinya dari alat Colour Reader


1. Sensor Warna berfungsi untuk menagkap objek.

2.Tombol Riset berfungsi untuk mereset hasil pengukuran untuk kembali

menjadi hasil nol

3.Display berfumgsi untuk menampilkan hasil pengukuran warna dalam

bentuk L,a-,a+,b-, dan b+

4.Tombol Pemindah berfungsi untuk menyalakan dan meminder sensor

warna

5.Tombol ON atau OFF berfungsi untuk menyalakan dan mematikan alat

Colour Reader.

Prinsip Kerja Colour Reader adalah memindai suatu objek dengan sensor.

Alat ini sensitif terhadap cahaya yang diukur dan sebagian besar warna yang

diserap oleh suatu benda atau zat dengan menentukan warna berdasarkan

komponen viru, merah, kuning, dan hijau pada objek.

Cara kerja alat ini adalah ditempelkan pada sampel, yang akan diuji

intensitas warnanya, kemudian tombol pengujian ditekan sampai berbunyi atau

lampu menyala dan akan memunculkannya dalam bentuk angka dan kemudian

diukur pada grafik untuk mengetahui spesifikasi warna.

Hasil dari praktikum yang berjudul kinetika reaksi perubahan warna pada

perebusan bahan pangan menggunakan bahan sawi untuk percobaan. Selama 10

menit, setiap satu menit, ambilah satu buah sempel kemudian diukur warnanya

menggunakan colour reader lalu hitung nilai konstanta perubahan nilai warna

sampel. Perubahan pada nilai L, , a- dan b+ berbeda- beda karena pengaruh lama

perebusan .
Kendala yang dialami saat praktikum adalah jumlah alat seperti colour

reader dan alat perebus yang terbatas menyebabkan antar kelompok harus

bergantian. Hal ini secara tidak langsung menghambat jalannya praktikum.


IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil praktikum menunjukkan nilai kecerahan bahan semakin menurun,

nilai a (-) dan b (+) semakin meningkat seiring pertambahan waktu.

B. Saran

Disarankan untuk praktikum selanjutnya alat praktikum lebih di perbanyak

lagi, agar praktikum berjalan dengan lebih baik, dan semua praktikan bisa

mencoba alatnya.
DAFTAR PUSTAKA

Dewati, Retno., 2010, Kinetika Reaksi Pembuatan Asam Oksalat dari Sabut
Siwalan dengan Oksidator H2O2, Jurnal Penelitian Ilmu Teknik, Vol. 10
No. 1.

Hubeis, M. 1994. “Pemasyarakatan ISO 9000 untuk Industri Pangan di


Indonesia”. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. Vol. V (3). Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB Bogor.

Kanoni, Sri. 1999. HandOut Viskositas TPHP. Yogyakarta: Gadjah Mada


University.

Khatir dan Rita, 2006. Penuntun Praktikum Fisiologi dan Teknologi Penanganan
Pasca Panen. Faperta UNSYIAH: Banda Aceh.

Kramer, A. dan B.A. Twigg. 1983. Fundamental of Quality Control for the Food
Industry. The AVI Pub. Inc., Conn. USA.

Nurmawati, r. 2011. Pengembangan metode pengukuran warna menggunakan


kamera ccd (charge coupled device) dan image processing. Skripsi. Fakultas
teknologi pertanian. Institut pertanian bogor.

Pantastico, 2004. Fisiologi Pasca Panen dan Pemanfaatan Buah-buahan dan


Sayuran-sayuran Tropika dan Subtropika. Gadjah Mada University Press:
Jojakarta.

Respati, H. 2000. Kimia Dasar Terapan Modern. Jakarta: Erlangga.

Schroder, M. 2003. Food Quality Consumer Value. NewYork: Springer.

Suharto. 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sudarmadji, S., H. Bambang dan Suhardi. 1984. Analisa Bahan Makanan


Dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta

Tim penyusun,2018. Teknik Produk Pangan dan Produk Pertanian. Fakultas


Pertanian Program Studi Teknik Pertanian. Universitas Jenderal
Soedirman : Purwokerto

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai