Oleh:
KELOMPOK B-2
Rebecca Angelina (6103018005)
Debby Robyanto (6103018063)
Vanessa (6103018076)
Felix Ryan (6103018100)
David Rusli (6103018132)
Victory Olivia Dosan (6103018179)
2.2.2. Bahan
1. Apel Malang
2. Akuades
3. Lakmus biru
4. Indikator PP
5. Larutan NaOH 0,1 N
6. Larutan Asam Oksalat
7. Kertas saring
8. Plastik Polietilen (PE)
9. Plastik Polipropilen (PP)
2.2. Skema Alat
Pengupasan buah
Pemipilan kulit
buah apel
A
A
Gambar 2.2. Diagram Alir Pengukuran Warna Kulit dan Daging Buah
Penimbangan
25 gram apel
Penyaringan ampas
A
A
Filtrat
2 tetes PP +
Pemipetan 10 ml filtrat ke erlenmeyer
lakmus biru
Pengulangan 2 kali
Gambar 2.5. Diagram Alir Pengukuran Total Asam Tertitrasi
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan
TITRASI STANDARISASI
Contoh Perhitungan
N H2C2O4 = . Valensi
N oksalat . Voksalat = V NaOH. NNaOH
= .2 0,1003 . 10 = NNaOH. 11
Fp = = = 3,76
Total asam =
Warnakulit L a* b* c h L a* b* c h
59,1 - 30,9 32,1 105,8 53,4 -6,4 22,5 23,4 105,9
8,7
57,0 - 23,0 24,0 107,1 54,7 -7,8 23,9 25,1 108,1
7,1
59,8 - 27,2 28,3 105,8 56,4 -7,4 22,1 23,3 108,6
7,7
58,6 - 27,0 28,1 106,2 54,8 -7,1 22,8 23,9 107,5
7,8
Warnabuah L a* b* c h L a* b* c h
Tabel 1.4 Pengamatan Apel Pada Hari ke- 3 dengan Perlakuan O2 100%
JenisBuah Apel Apel
PP O₂ 100% PE O₂ 100%
Warnakulit L a* b* c h L a* b* c h
54,3 - 22,1 22,9 105,5 59,8 -0,7 29,2 29,2 91,4
6,1
58,6 - 29,7 30,4 102,6 64,3 -4,8 31,0 31,4 98,8
6,6
55,6 - 22,8 23,3 101,7 60,2 -5,3 30,6 31,1 99,8
4,7
56,2 - 24,9 25,5 103,3 61,4 -3,6 30,3 30,6 96,6
5,8
Warnabuah L a* b* c h L a* b* c h
Tabel 1.5 Pengamatan Apel Pada Hari ke- 3 dengan Perlakuan N2 100%
JenisBuah Apel Apel
PP N₂ 100% PE N₂ 100%
Warnakulit L a* b* c h L a* b* c h
56,3 - 23,6 24,5 105,5 62,7 -6,9 31,1 31,9 102,4
6,6
53,2 - 26,0 26,8 104,1 60,7 -7,2 27,3 28,2 104,7
6,6
58,2 - 22,5 23,2 104,5 58,7 -6,6 27,6 28,4 103,4
5,8
55,9 - 24,0 24,5 104,7 60,7 -6,9 28,7 29,5 103,5
6,3
Warnabuah L a* b* c h L a* b* c h
Tabel 1.6 Pengamatan Apel Pada Hari ke- 7 dengan Perlakuan N2 100%
JenisBuah Apel Apel
Parameter Hari ke-7 Hari ke-7
PP N₂ 100% PE N₂ 100%
Warnakulit L a* b* c h L a* b* c h
Tabel 1.7 Pengamatan Apel Pada Hari ke- 7 dengan Perlakuan CO2 100%
JenisBuah Apel Apel
Parameter Hari ke-7 Hari ke-7
Warnabuah L a* b* C h L a* b* c H
72,9 - 18,4 18,8 101,9 60,3 -8,6 31,0 32,2 105,4
3,9
74,9 - 17,5 18,0 103,4 60,3 -8,6 31,0 32,2 105,4
4,2
74,8 - 20,5 20,7 98,9 60,3 -8,6 31,0 32,2 105,4
3,2
74,2 - 18,8 19,2 101,4 60,3 -8,6 31,0 32,2 105,4
3,8
Rasa Asam Asam
Tabel 1.8 Pengamatan Apel Pada Hari ke- 7 dengan Perlakuan O2 100%
JenisBuah Apel Apel
Parameter Hari ke-7 Hari ke-7
PP O₂ 100% PE O₂ 100%
Warnakulit L a* b* c h L a* b* c h
60,3 -7,5 32,9 33,7 102,8 73,3 -28,0 21,8 21,9 97,4
72,9 -3,9 18,4 18,8 101,9 57,8 -6,6 28,7 29,5 103,0
74,9 -4,2 17,5 18,0 103,4
Vol. Filtrat 90 ml 94 ml
Volume NaOH 1,1 1,1 1,1 1,4 1,4 1,4
Contoh perhitungan O2
1. Hari ke- 3
a) PP
Kulit buah
Daging Buah
b) PE
Kulit buah
Daging buah
2. Hari ke-7
a) PP
Kulit buah
Daging buah
b) PE
Kulit Buah
Daging buah
Gambar 3.1 Grafik Hubungan Total Asam Tertitrasi Apel dengan Lama Waktu
Penyimpanan Pada Kemasan PP (Polypropilen)
Gambar 3.2 Grafik Hubungan Total Asam Tertitrasi Apel dengan Lama Waktu
Penyimpanan Pada Kemasan PE (Polyethylene)
Gambar 3.3 Grafik Hubungan Tekstur Apel dengan Lama Waktu Penyimpanan Pada
Kemasan PP (Polypropilen)
Gambar 3.4 Grafik Hubungan Tekstur Apel dengan Lama Waktu Penyimpanan Pada
Kemasan PE (Polyethylene)
Gambar 3.5 Grafik Hubungan Warna Kulit Apel dengan Lama Waktu Penyimpanan
Pada Kemasan PP (Polypropilen)
Gambar 3.6 Grafik Hubungan Warna Kulit Apel dengan Lama Waktu Penyimpanan
Pada Kemasan PE (Polyethylene)
Gambar 3.7 Grafik Hubungan Warna Daging Apel dengan Lama Waktu Penyimpanan
Pada Kemasan PP (Polypropilene)
Gambar 3.8 Grafik Hubungan Warna Daging Apel dengan Lama Waktu Penyimpanan
Pada Kemasan P# (Polyethylene)
3.2. Pembahasan
3.2.1. Nitrogen
Salah satu gas untuk melakukan Modified Atmosphere Packaging adalah
Nitrogen. Nitrogen merupakan gas golongan inert. Penggunaan nitrogen pada MAP
bertujuan untuk menggantikan keberadaan oksigen pada sistem MAP sehingga dapat
memperpanjang umur simpannya. Nitrogen merupakan gas yang tepat untuk
menggantikan keberadaan udara lainnya karena ia memiliki solubilitas yang rendah
pada air dan fasa lemak pada makanan, Sehingga makanan yang dikemas dengan
metode MAP tidak mengalami kerusakan. Nitrogen dalam MAP dapat menghambat
pertumbuhan mikroba dan mencegah kempisnya pengemas (Blakistone, 2000).
Pada percobaan yang dilakukan dengan nitrogen 100% dengan menggunakan dua
pengemas yaitu polietilen dan polipropilen. Pengkondisian dengan gas nitrogen 100%
membuat respirasi pada buah apel tidak berjalan karena tidak adanya oksigen. Hal
tersebut membuat apel melakukan respirasi secara anaerob untuk mempertahankan
strukturnya. Respirasi anaerob membuat apel menuju kepada arah fermentasi untuk
mencukupi kebutuhan energinya mempertahankan strukturnya.
Warna pada buah apel cenderung akan menurun jika dilihat dari ΔE-nya. Hal ini
menunjukkan bahwa baik Pengemas polietilen dan polipropilen membuat buah
mengalami penurunan warna karena adanya respirasi anaerob. Perubahan warna ini
disebabkan oleh didegradasinya pgimen klorofil sehingga warna pigmen antosianin
lebih dominan sehingga berwarna merah pada apel (Gardjito dan Swasti, 2018).
Sedangkan, untuk bagian dalam apel dipengaruhi oleh pembentukan warna coklat yang
dilakukan enzim polifenol oksidase (Gardjito dan Swasti, 2018). Dapat dilihat bahwa
plastik Polietilen (PE). lebih dapat mempertahankan warna dibandingkan dengan
Polipropilen (PP). Hal ini dikarenakan respirasi anaerob plastik propilen lebih tinggi
karena permeabilitsnya yang tinggi, sehingga buah mengarah ke proses pembusukan
lebih cepat yang ditandai dengan perubahan warna lebih cepat. Pada bagian dalam buah
kondisinya berbeda, Hal ini dapat dikarenakan adanya kontak dengan oksigen sehingga
enzim polifenol oksidase aktif membentuk warna coklat. Penyebabnya adalah ketidak
samaan jangka waktu untuk pengukuran daging buah apel.
Terjadinya proses respirasi anaerob akan membuat buah menjadi lebih lunak. Hal
ini dikarenakan adanya degradasi buah untuk menghasilkan energi terutama
karbohidrat. Perubahan tekstur pada N2 100% jauh lebih lunak jika dibandingkan
dengan O2 100% karena respirasi anaerob hanya menghasilkan 2Atp sehingga buah
didegradasi terus menerus (Gardjito, 2015). Dapat dilihat pada tekstur buah seiiring
bertambahnya hari teksturnya menjadi lebih lunak, Tetapi ada pengecualian pada PE
pada hari ketiga ada penurunan. Hal ini dapat dikarenakan tingkat kematangan yang
diuji pada hari ke 0 tidak sama dengan hari ke 3 sehingga teksturnya berbeda. Pada
percobaan ini jika dilihat dari grafik perubahan tekstur buah N 2 100% plastik PE lebih
dapat memperhatankan tekstur buah. Sedangkan, plastik PP membuat tekstur buah lebih
lunak yang menunjukkan bahwa buah telah menjadi lebih matang. Kerapatan PP lebih
kuat daripada PE sehingga N2 masih terperangkap pada plastik PP yang menyebabkan
respirasi anaerob berjalan terus menerus (Pulungan dkk, 2018).
Respirasi anaerob sehingga terbentuk asam yang lebih tinggi. Asam sendiri
menandakan bahwa buah belum mensintesa glukosa , fruktosa. Respirasi anaerob
menghasilkan energi dan asam untuk mencukupi kebutuhan energi buah setelah
dipanen. Pada plastik PP yang memiliki permeabilitas lebih rendah dibandingkan PE
memiliki tingkat keasaman yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kemasan plastik
PE. Hal ini dikarenakan permeabilitas pada plastik PP lebih tinggi sehingga N 2 100%
dimungkinkan tidak dapat keluar. Pada plastik PE dimungkinkan adanya oksigen masuk
ke plastik sehingga ada respirasi aerob sedikit karena adanya oksigen yang masuk ke
dalam plastik menggantikan O2 sehingga buah menjadi lebih tidak asam. Pemilihan
yang tepat untuk MAP pada N2100% ialah plastik PE karena terdapatnya oksigen yang
masuk ke dalam plastik membuat buah sedikit tidak asam, plastik PP memberikan
tingkat kemasaman yang tinggi sehingga tidak baik.
3.2.1 Oksigen (O2)
Metabolisme semua produk pangan seperti produk sayur dan buah-buahan tetap
berjalan walaupun telah melewati proses pemanenan. Hal ini terjadi karena aktivitas
endogen seperti laju respirasi. Tidak hanya faktor internal namun faktor eksternal
seperti luka fisik pada buah, cemaran mikroorganisme, penguapan air dan suhu
penyimpanan produk. Laju respirasi yang terus berjalan ini akan dapat menyebabkan
buah mengalami penurunan kualitas dan masa simpan karena pembusukan.Laju
respirasi pada buah apel masih dapat berjalan bila terdapat gas O 2(oksigen) walaupun
terdapat dalam kemasan sekalipun. Namun, laju respirasinya telah menurun setelah
proses pemanenan. Sebagai upaya untuk memperpanjang masa simpan dari produk
segar seperti buah-buahan maka dapat digunakan penyimpanan dengan MAP (Modified
Atmosphere Packaging). Pada pengujian ini dilakukan menggunakan sampel apel yang
diberikan gas O2100% yang dimasukkan ke dalam 2 jenis plastik yang berbeda yaitu
plastik PP (polypropylene) dan PE (polyetilen).
Pada pengujian tekstur didapatkan penurunan nilai dari hari ke-0 menuju hasil
hari ke-3 dan hari ke-7 pada tiap jenis pengemas. Hal ini disebabkan tingginya gas
oksigen (O2)sehingga menyebabkan laju respirasi aerob pada apel terus berjalan.
Tekstur buah apel akan mengalami pelunakan terjadi karena adanya degradasi selulosa
dan pektin (Nugroho dan Anggorowati, 2018). Selain itu, terjadi juga perubahan
sebagian protopektin tidak larut menjadi larut yang menurunkan kohesi pada dinding sel
yang mengikat sel satu dengan sel lainnya(Novita,dkk.,2016).Namun, dapat terlihat
bahwa nilai tekstur apel pada kemasan PP mengalami penurunan tekstur yang jauh lebih
rendah yaitu dari 0,07 ke 0,063 berbeda dengan apel pada kemasan PE yang menurun
dari 0,0825 hingga 0,046. Hal ini disebabkan karakteristik plastik PP yang lebih mampu
menekan hilangnya jumlah air pada apel (Lamona, 2015). Sedangkan pada plastik PE,
permeabilitas akan uap airnya lebih tinggi sehingga menyebabkan proses respirasi
beralan lebih cepat (Renate, 2009). Untuk hasil pengujian warna didapatkan warna pada
kulit buah seiring waktu berubah dari warna hijau menjadi kemerahan.Perubahan
tekstur buah apel menjadi lebih lunak akan diikuti dengan penurunan nilai pati karena
degradasi secara enzimatis menjadi gula sederhana. Selain itu, keasaman dan nilai gula
sederhana akan mengalami peningkatan (Novita,dkk.,2016).Kulit apel tersebut
mengalami proses degreening (perombakan pigmen klorofil) sehingga warna hijaunya
semakin memudar. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor penyerapan air dari lingkungan
(Solihin et al, 2015). Pada hasil pengamatan secara objektif didapatkan nilai warna pada
kemasan PP memiliki nilai yang lebih tinggi peningkatannya dibandingkan nilai warna
pada kemasan PE. Seharusnya, warna kulit apel pada kemasan PE lebih tinggi karena
sifat permeabilitas kemasan PE yang lebih tinggi. Namun perbedaan hasil ini dapat
disebabkan oleh usia dari buah apel yang digunakan pada pengujian yang tidak
seragam. Sedangkan nilai warna daging buah pada kemasan PE mengalami lonjakan
pada hari ke-3 (28,3203) dan penurunan yang cukup drastis pada hari ke-7 (7,6207).
Lonjakan nilai warna tersebut dapat menandakan kecenderungan buah apel semakin
mendekati fase pembusukan. Pada saat penurunan nilai drastis pada hari ke-7 tersebut
menjadi salah satu pertanda bahwa buah apel telah mendekati fase pembusukan dimana
buah yang awalnya bewarna putih berubah menjadi agak kecoklatan. Warna kecoklatan
pada buah apel disebabkan oleh browning atau pencoklatan oleh enzim polifenol
oksidase (PPO). Enzim PPO bekerja dengan mengkatalis reaksi oksidasi fenol sehingga
warna coklat timbul (Purwanto,dkk., 2016). Enzim PPO ini juga bekerja secara
optimum karena tingginya kandungan oksigen (O2) pada buah. Sedangkan, warna
daging buah apel yang dikemas plastik PP memiliki peningkatan nilai pada tiap hari
pengamatannya tapi peningkatan tersebut tidak terlalu signifikan atau drastis seperti
pada kemasan PE. Parameter pengujian selanjutnya adalah total asam tertitrasi (TAT).
Total asam tertitrasi berhubungan dengan total asam dominan yang terkandung pada
buah. Nilai total asam tertitrasi meliputi pengukuran total asam terdisosiasi dan tak
terdisosiasi. Pada buah apel asam dominannya adalah asam sitrat. Sehingga dengan
perhitungan nilai total asam tertritasi dapat diketahui kandungan total dari asam sitrat
pada buah apel (Angelia,2017). Untuk hasil pengamatan didapatkan nilai total asam
pada kemasan PP hingga hari ke-7 dan PE pada hari ke- 3 mengalami penurunan. Hal
ini disebabkan karena telah terdegradasinya asam sitrat sebagai sumber energi dalam
proses respirasi buah (Purwoko dan Magdalena,2000). Namun, nilai buah apel pada
kemasan PE hari ke-7 mengalami peningkatan nilai total asam dari 0,0026 menjadi
0,0034. Hal ini bisa disebabkan jaringan buah apel yang digunakan masih segar
sehingga masih mampu memproduksi asam sitrat melalui siklus Kreb (Anggraini dan
Kusuma, 2019). Dengan peningkatan nilai total asal tertritrasi menandakan peningkatan
nilai pH.
3.2.3. Karbon dioksida (CO2)
Berdasarkan hasil pengamatan, yakni: perlakuan buah apel dengan dilakukan
Modified Atmosphere Packaging dengan gas CO2 dengan kemasan PP dan PE,
didapatkan hasil pada parameter yang diujikan, yakni: warna, tekstur dan total asam.
Pada parameter total asam, CO2 memiliki total asam yang paling rendah yang
ditunjukan pada gambar 3.1 dan 3.2. Hal ini didasarkan pada reaksi, sebagai berikut:
(Ohlsson dkk, 2002)
CO2(g) + H2O(l) H2CO3 <-> HCO3- + H+
Hal tersebut dapat terjadi pada saat gas CO 2 sebagai perlakuan MAP melakukan kontak
dengan air (H2O) yang terdapat dalam bahan pangan (dalam hal ini adalah apel), CO 2
akan larut dalam air tersebut sehingga akan menghasilkan ion H+ sehingga pH bahan
pangan tersebut mengalami penurunan. Namun, total asam pada kemasan PP lebih
tinggi daripada total asam pada kemasan PE. Hal ini disebabkan karena transmisi gas
pada plastic PE sangat tinggi, sehingga gas lain selain CO 2 (seperti:O2) dapat juga
masuk dan kontak dengan bahan pangan, sehingga CO2 tidak dapat secara efektif
menghasilkan ion H+. Dugaan lainnya yang mendukung adanya penurunan pH pada
perlakuan CO2 100% adalah terbentuknya asam laktat, sebagai akibat dari proses
respirasi anaerob pada buah apel tersebut.
Pada tekstur buah apel, diukur dengan menggunakan pnetrometer, dimana
semakin tinggi angka yang ditunjukkan maka semakin lunak bahan pangan yang
diujikan. Berdasarkan hasil pengamatan, gas CO2 tergolong masih dapat
mempertahankan tekstur yang ada hingga hari ke 7. Hal ini, disebabkan karena CO 2
menghambat terjadinya proses respirasi secara aerob yang dapat memecah komponen
makromolekul menjadi senyawa senyawa sederhana yang dapat menyebabkan
lunaknya suatu bahan pangan. Dengan diberikan perlakuan gas CO 2 ini, maka
mendukung terjadinya proses respirasi secara anaerob. Untuk beberapa waktu, hingga
waktu terakhir pengamatan, yakni: hari ke 7, belum terlihat adanya penurunan
kekerasan tekstur secara signifikan. Namun, apabila pengamatan dilanjutkan, proses
respirasi anaerob ini juga dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan (dalam hal ini
adalah apel).
Pada parameter warna, dengan perhitungan ∆E, yakni: derajat perubahan warna,
didapatkan pada perlakuan CO2 100% lebih dapat mempertahankan warnanya, baik
warna kulit ataupun daging buah. Hal ini ditandai, dengan nilai ∆E yang kecil. Namun,
dengan adanya permeabilitas terhadap gas yang sangat tinggi pada kemasan plastic PE,
yang memungkinkan adanya gas – gas lain masuk (Seperti: O2), warna kulit dan daging
apel mulai mengalmi perubahan, dengan adanya peningkatan ∆E yang cukup signifikan.
BAB IV
KESIMPULAN
Jakarta : Kencana.
Purwanto, Y.A., dan R.N. Effendi. 2016. Penggunaan Asam Askorbat dan Lidah Buaya
Untuk Menghambat Pencoklatan Pada Buah Potong Apel Malang, Jurnal
Keteknikan Pertanian. 4(2):203-210.
Purwoko, B.S., dan F.S. Magdalena. 2000. Pengaruh Perlakuan Pasca Panen dan Suhu
Simpan Terhadap Daya Simpan dan Kualitas Buah Mangga (Magnifera indica
L.) Varietas Arumanis, Bul Agron. 27(1):16-24.
Renate, D. 2009. Pengemasan Puree Cabai Merah Dengan Berbagai Jenis Plastik Yang
Dikemas Vakum, Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. 14(1): 80-89.
Solihin, Muhtarudin, Rudy S. 2015. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Kadar Air
Kualitas Fisik Dan Sebaran Jamur Wafer Limbah Sayuran Dan Umbi-
Umbian,Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. 3(2): 48-50.