Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGETAHUAN BAHAN AGROINDUSTRI

ACARA 4
KOMODITI SAGU

Fitra Tinnajizah
201710301028

Asisten Praktikum

1. Tommy Eka Chandra


Firmansyah
2. Riski Mulya Setyawati
3. Dwi Indah Lestari
4. Triana Oktaviani Nurhadiningsih

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sekitar 50% tanaman sagu dunia atau 1.128 juta ha tumbuh di
Indonesia dan 90% dari jumlah tersebut atau 1.015 juta ha berkembang di provinsi
Papua dan Maluku. Potensi produksi tepung sagu yang dapat dihasilkan dari
luasan tersebut adalah 6,50 juta ton. (Limbongan, 2007).
Indonesia memiliki keaneka ragaman jenis tanaman sagu yang tinggi.
Setiap jenis tanaman sagu tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda
serta setiap jenisnya memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi produk
agroindustri. Untuk dapat mengetahui potensi setiap jenis sagu tersebut,
dibutuhkan pengetahuan tentang karakteristik fisik maupun kimia dari setiap jenis
sagu sehingga kita dapat mengolah sagu dengan efektif dan efisien sesuai dengan
potensi masing-masing jenisnya.
Oleh karena itu, dalam praktikum ini, kita akan mengidentifikasi
karakteristik fisik maupun kimia komoditi sagu sehingga dapat memudahkan kita
dalam memanfaatkan tanaman sagu sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya.

1.2. Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini, yaitu :
1. Mengetahui karakteristik fisik dan kimia komoditas sagu.
2. Membedakan bahan-bahan agroindustri yang tergolong daam komoditas
sagu.
3. Mengetahui pemanfaatan komoditas sagu dalam agroindustri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Sagu


Sagu ( Metroxylon spp) merupakan salah satu tumbuhan dari keluarga
palmae wilayah tropik basah. Secara ekologi, sagu tumbuh pada daerah rawa-rawa
air tawar atau daerah rawa bergambut, daerah sepanjang aliran sungai, sekitar
sumber air, atau hutan-hutan rawa. Habitat tumbuh sagu dicirikan oleh sifat tanah,
air, mikro iklim, dan spesies vegetasi dalam habitat itu. Berdasarkan informasi
tempat tumbuh sagu yang cukup bervariasi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
tumbuhan sagu mempunyai daya adaptasi yang tinggi. Secara umum terdapat lima
jenis sagu yang tumbuh dalam komunitas alami maupun budidaya yaitu sagu tuni,
makanaro, ihur, duri rotang, dan molat.(Botanri dkk., 2011).
Tanaman sagu (Metroxylon sp) merupakan salah satu komoditi bahan
pangan yang banyak mengandung karbohidrat, sehingga sagu merupakan bahan
makanan pokok utnuk beberapa daerah di Indonesia, seperti Maluku, Irian Jaya,
dan sebagian Provinsi Sulawesi. sagu juga sebagian dimanfaatkan sebagai
bahanbaku industri pangan yang dapat diolah menjadi bahan makanan seperti
bagea, mutiara sagu, kue kering, mie, biskuit, kerupuk, dan
laksa.(Haeruddin,2018).
Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2008 (Lampiran Perpres No.38: Hal.
I.2-58, 2008) menyatakan bahwa sagu merupakan salah satu komoditi potensial
untuk dikembangkan selain Kina, Pinang dan Aren. Dengan demikian sagu
memiliki harapan dan peluang untuk dijadikan salah satu komoditi pangan
nasional yang dapat direalisasikan dalam rencana kerja pemerintah. Potensi
produksi sagu dapat mencapai 20 – 40 ton pati kering/ha per tahun apabila
dibudidayakan dengan baik. Pati Sagu selain dapat digunakan sebagai makanan
pokok yang potensial, dapat pula dijadikan bahan baku Agroindustri misalnya
bahan baku penyedap makanan sepeti monosodium glutamate, Asam laktat
sebagai bahan baku plastik yang dapat terurai, gula cair dan bahan baku energi
terbarukan (Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 134, 2013).
2.2 Aneka Jenis Sagu
Penelitian meningkatkan karakteristik pati sagu telah dilakukan
dengan metode modifikasi asetilasi dan cross-lingking dan hidroksipropil (PSHP)
yang dilakukan untuk 3 jenis sagu yaitu sagu tuni, sagu ihur dan sagu molat
termasuk dalam sagu (Metroxylon sp). Penelitian lain melaporkan bahwa jenis
sagu ihur memiliki kandungan total fenolik dan flavonoid yang tertinggi
sedangkan molat memiliki kandungan total tannin terkondensasi tertinggi dari 5
jenis sagu. Sagu ihur juga menunjukkan aktivitas antioksidan paling tinggi
daripada molat, tuni, duri rotan, kaang dan makanaru.( Tarigan dkk., 2015).
2.2.1 Sagu Molat
Metroxylon sagus ROTT, jenis tanaman ini banyak dijumpai di kepulauan
Riau. Tiap pohon dapat menghasilkan 200 kg tepung sagu. Tepung ini juga paling
disukai dan mempunyai sebutan sagu perempuan atau sagu “molat” (lapia mulat).
2.2.2 Sagu Tuni
Metroxylon rumphii MART, sagu ini dikenal dengan nama sagu “tuni”
atau “lapia tuni” di Ambon. Tiap pohon dapat menghasilkan 500 kg tepung sagu
dan tepungnya enak. Spesies ini paling komersil dan paling banyak tumbuh di
Indonesia.
2.2.3 Sagu Ihur
Metroxylon Sylvester MART, tepung sagu dari jenis ini kurang disukai
dan kurang enak. Pohon sagu jenis ini banyak terdapat di Halmahera dan
mempunyai nama lain sagu “ihur”.
2.2.4 Sagu Makanaru
Metroxylon longispinum MART, terdapat di Maluku. Jenis ini kurang
disukai karena produksi tepungnya rendah sekitar 200 kg tiap pohon. Pohon sagu
tersebut dikenal dengan sagu merah (red sago) atau sagu “makanaru”. Patinya
tidak enak, walaupun dapat dimakan.
2.2.5 Sagu Duri Rotan
Metroxylon microcanthum MART, sagu ini dikenal dengan sagu rotan dan
terdapat di daerah Maluku dan Pulau Seram. Tepungnya kurang disukai.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

4.1 Alat dan Bahan


A. Alat
1. Alat Tulis
2. Kamera
3. Laptop
B. Bahan
1. Sagu Molat (Metroxylon sagus, Rottbol)
2. Sagu Tuni (Metroxylon Rumphii Martius)
3. Sagu Ihur (Metroxylon Sylvestre Martius)
4. Sagu Makanaru (Metroxylon longispinum Marttius)
5. Sagu Duri Rotan (Metroxylon microcanthum Martius)
4.1 Diagram Alir

4.1 Fungsi Perakuan


1. Menyiapkan semua bahan untuk identifikasi karakteristik aneka jenis
tanaman sagu.
2. Melakukan pengamatan terhadap batang, daun, bunga, dan biji untuk
mengetahui perbedaan karakteristik setiap tanaman sagu.
3. Mencatat hasil pengamatan untuk data hasil pengamatan.
4. Melakukan dokumentasi bahan sebagai bukti identifikasi setiap jenis
tanaman sagu.
5. Pembuatan output berupa laporan praktikum dan video sebagai hasil
dari praktikum.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

4.1 Tabel Hasil Pengamatan


NO Jenis Karakteristik Fisik Manfaat
Batang Daun Bunga Biji
Metroxylon 1. TB= BD= PB= + JB= 3 Bahan
sagus +16 m Lanset 5cm BB= Pembuatan
2. BB= PD= - PTB= + Seperti Glukosa : Salah
Bulat BPD= 25 cm biji satu penelitian
dan Tidak WBK= salak menyebutkan
lurus berduri Coklat BBK= bahwa tepung
3. PB= PAD= putih + sagu di
Ada + 150 BT = 1,13/bij Malaysia
bekas cm Bercab i dijadikan
pelepah LAD= ang sebagai bahan
4. DB= + 10 JCB= 7 dasar untuk
+ cm memproduksi
120cm WPD= glukosa.
5. WB= Hijau Mengingat 90
Coklat bintik persen lebih dari
kemera putih sagu adalah
han BUD= karbohidrat,
Merunc maka hal
ing tersebut sangat
mungkin bisa
Metroxylon . TB= BD= PB= + JB= 3 dilakukan.
rumphii +25 m Lanset 10 cm BB= 2. Memberikan
2. BB= PD= + PTB= + Seperti energi untuk
Bulat 3,5 cm 60 cm biji aktivitas
dan BPD= WBK= salak fisik :
lurus Berduri Coklat BBK= Pemakaian
3. PB= PAD= putih + lain dari
Ada + 146 BT = 0,72/bij sagu
bekas cm Bercab i ternyata juga
pelepah LAD= ang dipakai
4. DB= + 10 JCB= untuk
+ cm 13 menunda
160cm WPD= rasa lelah
5. WB= Hijau ketika
Cokla BUD= melakukan
t Merunc aktivitas
ing fisik. Sebuah
penelitian
Metroxylon . TB= BD= PB= + JB= 3 bahkan
sylvester +20 m Lanset 5,5cm BB= mengungkap
2. BB= PD= + PTB= + Seperti kan, kombin
Bulat 1 cm 25 cm biji asi sagu dan
dan BPD= WBK= salak protein dari
lurus Berduri Coklat BBK= kedelai
3. PB= PAD= putih + berguna
Ada + 140 BT = 0,95/bij untuk
bekas cm Bercab i memperkuat
pelepah LAD= ang stamina
4. DB= + 8 cm JCB= 7 tubuh ketika
+ WPD= melakukan
165cm Hijau aktivitas
5. WB= bintik fisik.
Coklat putih Penelitian
BUD= ini
Merunc membanding
ing kan antara
konsumsi
Sagu . TB= BD= PB= + JB= 3 campuran
Makanaru +10 m Lanset 5cm BB= sagu
2. BB= PD= + PTB= + Seperti dan protein
Bulat 8 cm 22 cm biji kedelai,
dan BPD= WBK= salak dengan
lurus Berduri Coklat BBK= konsumsi
3. PB= PAD= putih + karbohidrat
Ada + 125 BT = 1,30/bij dalam
bekas cm Bercab i bentuk suple
pelepah LAD= ang men.
4. DB= + 6 cm JCB= Hasilnya
+ WPD= 10 menunjukka
136cm Hijau n bahwa
5. WB= BUD= kombinasi
Coklat Merunc dari sagu
kemera ing dan protein
han kedelai bisa
Sagu Duri 1. TB= BD= PB= + JB= 3 menunda
Rotan +9m Lanset 5cm BB= munculnya
2. BB= PD= + PTB= + Seperti rasa lelah
Bulat 1 cm 27 cm biji pada orang
dan BPD= WBK= salak yang
lurus Berduri Coklat BBK= melakukan
3. PB= PAD= putih + kegiatan
Ada + 150 BT = 1,03/bij olahraga
bekas cm Bercab i dengan
pelepah LAD= ang intensitas
4. DB= + 9 cm JCB= 8 yang tinggi.
3. Bahan
+ WPD= pangan dan
116cm Hijau pakan
5. WB= tua ternak:
Coklat bintik Sebagai
putih pakan
BUD= ternak, sagu
Merunc merupakan
ing salah satu
bahan yang
mudah
didapat,
murah, dan
memiliki
kandungan
nutrisi yang
baik bagi
hewan
ternak.
Tidak hanya
dalam sektor
peternakan,
sagu juga
banyak
digunakan
dalam
industri
pangan.
Tepung sagu
kerap
dipakai
sebagai
bahan
pengental,
penebal,
hingga
penambah
tekstur pada
aneka kue
dan
makanan
ringan.
4. Bahan
pembuatan
tekstil :
Lebih jauh
lagi
mengenai
manfaat
sagu, bahan
pangan ini
juga
memiliki
peranan
yang cukup
signifikan
dalam
industri
tekstil. Sagu
digunakan
sebagai
pengikat
serat,
sehingga
membuat
mesin lebih
mudah
melakukan
pemintalan.
Kemampuan
sagu dalam
mengikat
kumpulan
serat akan
memudahka
n proses
pembuatan
kain
sebagaimana
yang
diinginkan.
Jika kita
teliti, kain
atau pakaian
yang baru
biasanya
mengandung
sisa-sisa
sagu yang
akan hilang
setelah
dicuci. Tak
hanya itu,
saat ini sagu
juga sudah
digunakan
sebagai
bahan
pembuat
plastik
ramah
lingkungan
(biodegrada
ble).

Keterangan :
- Batang; TB = Tinggi Batang, BB = Bentuk Batang, PB = Permukaan batang, DB
= Diameter Batang, WB = Warna Batang
- Daun; BD= Bentuk Daun, PD= Panjang Duri, BPD= Bentuk Pelepah Daun,
PAD= Panjang Anak Daun, LAD= Lebar Anak Daun, WPD= Warna Pelepah
Daun, BUD= Bentuk Ujung Daun
- Bunga; PB= Panjang Bunga, PTB= Panjang Tangkai Bunga, WBK= Warna
Bunga Kering, BT= Bentuk Tandan, JCB= Jumlah Cabang pada Bunga
- Biji; JB= Jumah Biji, BB= Bentuk Biji, BBK= Berat Biji Kering
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Komposisi Pati Sagu


Kadar air pati menunjukkan kecenderungan bahwa makin tua batang sagu,
kemampuan pati memegang air makin tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan
oleh karena penguraian pati secara enzimatis dalam batang selama masa
pembentukan bunga yang membutuhkan glukosa untuk metabolisme untuk
mendapatkan energi maupun untuk menyusun senyawa-senyawa komplek.
5.2 Karakteristik Fungsional Pati Sagu
Karakteristik fungsional pati menunjukkan ciri perilaku gelatinisasi dan
retrogradasi. Jika suspensi pati dipanaskan, granula-granula akan menggelembung
karena menyerap air dan selanjutnya mengalami gelatinisasi dan mengakibatkan
terbentuknya pasta yang ditandai dengan kenaikan viskositas pasta. Kenaikan
viskositas ini disebabkan oleh terjadinya penggelembungan granula pati
khususnya fraksi amilosa. Proses ini berlanjut terus hingga viskositas puncak
pasta tercapai, kemudian viskositas menurun akibat gaya ikatan antara granula-
granula pati yang telah mengembang dan tergelatinisasi menjadi berkurang oleh
pemanasan yang tinggi dan pengadukan.
Selain itu struktur granula pati juga pecah sehingga menyebabkan
penurunan viskositas pasta serta stabilitas viskositas pasta rendah. Makin tua
batang sagu, pati yang dihasilkan memiliki viskositas pasta yang makin rendah.
Hal ini sangat berkaitan berkaitan dengan kandungan amilosa yang cenderung
makin menurun, yang mungkin juga terjadi pemendekan rantai amilosa dan
amilopektin akibat reaksi enzimatis pada fase pertumbuhan untuk regenerasi.
(Maherawati, dkk, 2011).
5.3 Kualitas Pati Sagu
Kualitas pati sagu tidak hanya ditentukan berdasarkan potensi hasilnya
saja, tetapi juga berdasarkan warna pati yang dihasilkan. Selain dari kondisi
pengolahan ekstraksi pati, warna pati juga dipengaruhi oleh warna empulur itu
sendiri. Empulur sagu mengandung senyawa fenolik sehingga sangat mudah
teroksidasi dan menyebabkan warna empulur menjadi cokelat, akibatnya pati yang
dihasilkan juga berwarna cokelat. Warna cokelat merupakan hasil polimerisasi
quinon yang pada akhirnya membentuk pigmen cokelat. Enzim tersebut kadang-
kadang ditemukan pada beberapa tanaman sehingga disebut Latent Polyphenol
Oxidases (LPPO). LPPO pada tanaman tingkat tinggi terletak di plastid dan
membran tilakoid. Aktivitas LPPO akan meningkat 50-120 kali ketika enzim
tersebut teroksidasi (Onsa et al.,2007).
Selain disebabkan oleh LPPO, warna cokelat juga disebabkan oleh
aktivitas enzim peroksidase (POD). Aktivitas PPO dan POD telah diamati pada
dinding sel parenkim dan xilem dari tanaman sagu dewasa. Jaringan yang muda
menghambat aktivitas PPO pada amiloplas dan di mitokondria serta sebagian di
komplek golgi dan retikulum endoplasma. Aktivitas PPO terkonsentrasipada
amiloplas yang pada akhirnya diserap oleh butiran-butiran pati sehingga
menyebabkan warna empulur (pati) berubah menjadi kecokelatan. Enzim tersebut
disintesis dan ditranslokasikan dari organel seluler (cellular organelles) ke dinding
sel selama proses pematangan tanaman sagu.
Konsumen lebih menyukai pati yang berwarna putih dari pada cokelat.
Oleh karenanya penanganan saat pengolahan pati menjadi hal yang penting untuk
diperhatikan. Kandungan pati dalam empulur batang sagu berbeda-beda
tergantung dari umur, jenis, dan lingkungan tempat sagu tersebut tumbuh. Makin
tua umur tanaman sagu, kandungan pati dalam empulur makin besar, dan pada
umur tertentu kangungan pati tersebut akan menurun. Penurunan kandunga pati
dalam batang sagu biasanya ditandai dengan mulai terbentuknya primodia bunga.
Penebangan pohon sagu dilakukan bila pohon telah berumur 10 – 15 tahun, tetapi
kriteria umur sukar sekali digunakan untuk menentukan apakah pohon sagu sudah
dapat ditebang.
Ciri-ciri pohon sagu yang kandungan patinya mencapai maksimum dan
siap untuk dipanen adalah apabila pangkal daun yang terletak di sebelah bawah
pelepah daun berwarna kelabu biru. Daun merupakan bagian sagu yang
peranannya sangat penting karena merupakan tempat pembentukan pati melalui
proses fotosintesis. Apabila pertumbuhan dan perkembangan daun berlangsung
dengan baik, maka secara keseluruhan pertumbuhan dan perkembangan organ lain
seperti batang, kulit dan empulur akan berlangsung dengan baik pula dan proses
pembentukan pati dari daun yang kemudian disimpan di dalam batang sagu akan
berlangsung secara optimal.
Tinggi rendahnya suatu mutu ditentukan oleh banyak factor mutu seperti
ukuran, bentuk, warna, aroma, rasa, serta banyak factor lainnya. Untuk mencapai
tujuan yang diinginkan oleh konsumen dan produsen, maka perlu dikeluarkan
standar mutu terhadap suatu barang. Karena pati sagu merupakan sumber
karbohidrat yang penting dan diharapkan penggunaannya sebagai diversifikasi
pola makanan, maka perlu dikeluarkan standar mutu pati sagu. Badan Standarisasi
Nasional (BSN) telah mengeluarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai
standar mutu pati sagu seperti terlihat pada Tabel 2.

Kandungan protein dalam sagu sangat rendah, yaitu hanya sekitar satu persen.
Oleh karena itu apabila sagu dikonsumsi sebagai makanan pokok, perlu ditambah
sejumlah protein yang diperlukan untuk memperbaiki nilai gizinya.

Komponen yang sangat penting dari tepung sagu adalah karbohidrat, kira-kira
92,5 persen dari bahan keringnya. Sagu mengandung karbohidrat yang lebih
tinggi dibanding beras merah dan jagung, yaitu sekitar 95,0 persen dari bahan
keringnya. Kandungan vitamin dalam sagu sangat kurang terutama vitamin A, B
dan C.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpuan
Dari pembahasan di atas, dapat diambil kesimpulan semagai berikut :
1. Perbedaan setiap jenis sagu dapat dilihat dari karakteristik fisiknya
seperti sagu molat yang tidak memiliki duri pada pelepah daunnya,
berbeda dari jenis sagu tuni, ihur, makanaru, dan sagu duri rotan yang
memiliki duri pada pelepah daunnya. Selain itu, karakter lain seperti
tinggi batang, panjang daun, dan jumlah cabang biji, dan bentuk bunga
juga menjadi pembeda antar jenis sagu.
2. Setiap jenis sagu memiliki kuantitas komponen kimia yang berbeda
seperti sagu molat yang memiliki kandungan pati lebih banyak dari jenis
sagu tuni, ihur, makanaru, dan duri rotan.
3. Sagu memiliki beberapa manfaat diantaranya;
- Sebagai bahan baku pembuatan glukosa
- Sebagai bahan pangan dan pakan ternak
- Memberikan energi untuk aktivitas fisik
- Sebagai bahan baku pembuatan tekstil

6.2 Saran
Adapun manfaat yang diharapkan dari praktikum ini yaitu, bagi
mahasiswa hasil praktikum ini diharapkan dapat menambah wawasan
pengetahuan terkait karakteristik berbagai jenis sagu yang ada di
Indonesia. Mahasiswa diharapkan dapat mengembangkan
produktivitas komoditas sagu di Indonesia.
Daftar Pustaka

Botanri S., Setiadi D., Guhardja E., Qayim I., Prasetyo L. B. 2011. Studi Ekologi
Tumbuhan Sagu (Metroxylon spp) Dalam Komunitas Alami Di Pulau
Seram, Maluku. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 8(3) : 1-11.

Dewi R. K., Bintoro M. H., Sudradjat. 2016. Karakter Morfologi dan Potensi
Produksi Beberapa Aksesi Sagu ( Metroxylon spp. ) Di Kabupaten Sorong
Selatan, Papua Barat. J. Agron. Indonesia. 44(1) : 91 – 97.

Haeruddin H. 2018. “Karakteristik Hidrologi, Sifat Kimia Tanah dan Morfologi Sagu
Pada Area Rencana Technopark Sagu Kota Palopo”. Skripsi. Pertanian,
Ilmu Tanah, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Limbongan J. 2007. Morfologi Beberapa Jenis Sagu Potensial Di Papua. Jurnal


Litbang Pertanian. 26(1) : 1-9.

Maherawati, Lestari R. B., Haryadi. 2011. Karakteristik Pati Dari Batang Sagu
Kalimantan Barat Pada Tahap Pertumbuhan Yang Berbeda. AGRITECH.
31(1) : 1-5.

Sahetapy L., dan Karuwal R. L. 2015. Variasi Karakter Morfologis Lima Jenis Sagu
(Metroxylon Sp) Di Pulau Saparua. Biopendix. 1(2) : 1-7.

Tarigan E. P., Momuat L. I., Suryanto E. 2015. Karakteristik dan Aktivitas


Antioksidan Tepung Sagu Baruk (Arenga Microcarpha). Jurnal MIPA
UNSRAT Online. 4(2) : 1-6.
Lampiran

Gambar 1. Pohon Sagu Molat

Gambar 2. Pohon Sagu Tuni

Gambar 1. Pohon Sagu Ihur

Anda mungkin juga menyukai