Anda di halaman 1dari 10

Penanganan Pasca Panen Buah Alpukat (Persea americana Mill)

BAB I. PENDAHULUAN

Pasca panen merupakan kegiatan penting setelah pemanenan yang bertujuan untuk
mempertahankan sifat produk pertanian seperti semula. Oleh karena itu, dengan penanganan
pasca panen maka hasil komoditas pertanian dapat disimpan lebih lama dan dapat menjaga
penampilan tetap segar sehingga menambah nilai tambah.
Salah satu komoditas hasil pertanian yang perlu penanganan pasca panen adalah
alpukat (Parsea americana Mill). Alpukat merupakan salah satu jenis tanaman holtikutura
yang berasal dari Amerika Tengah. Bagian tanaman alpukat yang banyak dimanfaatkan
adalah buahnya sebagai makanan buah segar. Selain itu pemanfaatan daging buah alpukat
yang biasa dilakukan masyarakat Eropa adalah digunakan sebagai bahan pangan yang diolah
dalam berbagai masakan. Manfaat lain dari daging buah alpukat adalah untuk bahan dasar
kosmetik.
Alpukat juga termasuk komoditi buah-buahan yang mempunyai permintaan pasar
dalam bentuk segar yang cukup tinggi. Salah satunya yaitu Masyarakat Eropa yang
merupakan pengimpor buah alpukat terbesar di dunia, seperti Perancis, Belanda, Inggris,
Jerman, dan Amerika. Salah satu kendala dalam usaha pemenuhan kebutuhan buah alpukat
ini adalah rusaknya buah alpukat sebelum sampai ke tempat tujuan atau sebelum dikonsumsi.
Hal ini disebabkan karena alpukat termasuk buah yang mudah rusak. Kerusakan-kerusakan
ini dapat disebabkan oleh kerusakan mekanis ataupun fisiologis. Oleh karena itu, perlu
penanganan pascapanen yang tepat agar buah alpukat masih dalam kondisi baik hingga bisa
ke tangan konsumen.
BAB II PEMBAHASAN

Penanganan pasca panen bertujuan agar hasil tanaman tersebut dalam kondisi baik
dan sesuai/tepat untuk dapat segara dikonsumsi ataupun untuk bahan baku pengolahan.
Penanganan pasca panen buah alpukat yang umumnya dikonsumsi segar dan mudah “rusak”
bertujuan mempertahankan kondisi segarnya dan mencegah perubahan-perubahan yang tidak
dikehendaki selama penyimpanan, seperti buah yang keriput, buah yang terlalu matang, dll.
Penanganan pasca panen yang baik akan menekan kehilangan, baik dalam kulaitas maupun
kuantitas, yaitu mulai dari penurunan kualitas sampai dengan komoditas tersebut tidak layak
pasar atau tidak layak konsumsi. Perubahan-perubahan yang terjadi pada pasca panen tidak
dapat dihentikan, tetapi hanya dapat diperlambat. Keberhasilan penanganan pasca panen
sangat ditentukan dari tindakan awalnya, yaitu panen dan penanganan pasca panen yang baik
harus dimulai dari sedini mungkin, yaitu segera setelah panen.

2.1. Panen
Panen merupakan pekerjaan akhir dari budidaya tanaman (bercocok tanam), tetapi
merupakan awal dari pekerjaan pasca panen, yaitu melakukan persiapan untuk penyimpanan
dan pemasaran. Komoditas yang dipanen tersebut selanjutnya akan melalui jalur-jalur
tataniaga sampai berada di tangan konsumen. Pada dasarnya, yang dituju pada perlakuan
panen adalah mengumpulkan komoditas dari lahan penanaman pada taraf kematangan yang
tepat dengan kerusakan yang minimal dilakukan secepat mungkin dan dengan biaya yang
“rendah”.
Untuk mendapatkan hasil panen buah alpukat yang baik, 2 hal utama yang perlu
diperhatikan pada pemanenan, yaitu:
1) Menentukan waktu panen yang tepat, yaitu menentukan kematangan yang tepat dan
saat panen yang sesuai. Hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya:
 Cara Visual/Penampakan: misal dengan melihat warna kulit, bentuk,ukuran,
serta perubahan bagian tanaman seperti daun mengering, buah alpukat masak
secara visual dapat terlihat bila warna kulit buah tua namun belum menjadi
coklat dan tidak mengkilap
 Cara Fisik: misal dengan rabaan, apakah buah lunak, umbi keras, atau buah
mudah dipetik, dll. Buah alpukat dikatakan masak apabila buah diketuk
dengam punggung kuku akan menghasilkan bunyi yang nyaring, dan apabila
buah digoyang-goyang akan terdengar goncangan biji.
 Cara Komputasi, yaitu menghitung umur tanaman sejak tanam atau umur buah
dari mulai bunga mekar. Buah alpukat biasanya tua setelah 6- 7 bulan dari saat
bunga mekar
 Cara Kimia, yaitu dengan melakukan pengukuran/analisis kandungan zat atau
senyawa yang ada dalam komoditas, Untuk buah alpukat yang akan diekspor
biasanya kadar lemak minimal alpukat sebesar 8%, sedangkan buah alpukat
lokal kadar lemaknya tidak terlalu diperhatikan.
2) Melakukan penanganan panen yang baik, yaitu dengan menekan kerusakan yang
dapat terjadi. Dalam suatu usaha pertanian (bisnis), caracara panen yang dipilih perlu
diperhitungkan, disesuaikan dengan kecepatan atau waktu yang diperlukan (sesingkat
mungkin) dan dengan biaya yang rendah. Umumnya memanen buah alpukat
dilakukan secara manual, yaitu dipetik menggunakan tangan. Apabila kondisi fisik
pohon tidak memungkinkan untuk dipanjat, makan panen dapat dibantu dengan
menggunakan alat/galah yang diberi tangguk kain/goni pada ujungknya/tangga. Saat
dipanen, buah harus dipetik/dipotong bersama sedikit tangkai buahnya (3-5 cm) untuk
mencegah memar, luka/infeksi pada bagian dekat tangkai buah.

2.2. Penanganan Pasca Panen


1) Pencucian (washing)
cian (washing) Pencucian dimaksudkan untuk menghiangkan segala macam kotoran
yang menempel sehingga mempermudah pernyotiran. Cara pencucian tergantung pada
kotoran yang menempel. Selain itu, pencucian dilakukan pada buah alpukat agar
memberikan kesegaran dan membersihkan kulit buah dari berbagai residu pestisida
maupun hama dan penyakit yang terbawa. Pencucian disarankan menggunakan air yang
bersih.
2) Sortasi
Sortasi buah alpukat dilakukan dengan cara memisahkan buah yang layak pasar
dengan yang tidak layak pasar, terutama yang cacat dan terkena hama atau penyakit.
3) Grading dan Standardisasi
Grading adalah pemilahan berdasarkan kelas kualitas. Biasanya dibagi dalam kelas 1,
kelas 2, kelas 3, dan seterusnya. Tujuan dari tindakan grading ini adalah untuk
memberikan nilai lebih (harga yang lebih tinggi) untuk kualitas yang lebih baik. Untuk
buah alpukat, berdasarkan beratnya dapat digolongkan dalam 3 macam ukuran, yaitu:
a. Alpukat Besar: 451 – 550 gram/buah
b. Alpukat Sedang: 351 – 450 gram/buah
c. Alpukat Kecil: 250 – 350 gram/buah

Standardisasi merupakan ketentuan mengenai kualitas atau kondisi komoditas berikut


kemasannya yang dibuat untuk kelancaran tataniaga/pemasaran. Standardisasi pada
dasarnya dibuat atas persetujuan antara konsumen dan produsesn, dapat mencakup
kelompok tertentu atau wilayah/negara/daerah pemasaran tertentu. Standar mutu buah
alpukat diterangkan pada tabel 1 berikut:
Tabel 1. Standar Mutu I dan Mutu II Buah Alpukat

Sumber: BPPT, 2005

Keterangan:
a. Kesamaan Sifat Varietas
Dinyatakan seragam apabila dalam satu lot buahnya sama dalam hal bentuk,
tekstur, warna daging buah, dan warna kulit buah.
b. Tingkat Ketuaan
Dinyatakan tua apabila telah mencapai tingkat pertumbuhan yang menjamin
dapat tercapainya proses kematangan yang sempurna. Dinyatakan terlalu matang
apabila daging buah lunak atau telah berubah warna dan dianggap telat lewat
waktu pemasarannya.
c. Bentuk
Dinyatakan normal apabila bentuknya normal menurut varietasnya.
Dinyatakan kurang normal apabila bentuknya agak menyimpang dari bentuk
normal menurut varietasnya, tetapi tidak mempengaruhi kenampakannya
d. Kekerasan
Dinyatakan keras apabila buah terasa cukup keras saat ditekan sedikit dengan
jari tangan (tidak lunak), meskipun kulit sedikit lemas tetapi tidak keriput.
e. Ukuran
Dinyatakan seragam apabila dalam satu lot berukuran seragam menurut
golongan ukurannya berdasarkan berat per buah yang telah ditentukan dengan
toleransi maksium 5% . Dinyataan kurang seragam apabila dalam satu lot
berukuran tidak seragam menurut golongan ukurannya berdasarkan berat buah
yang telah ditentukan, dengan toleransi maksimum 10%.
f. Kotoran
Dinyatakan bersih apabila bebas dari kotoran atau benda asing lainnya seperti
tanah, bahan tanaman, dll yang menempel pada buah atau pada kemasan yang
dapat mempengaruhi kenampakannya. Bahan penyekat (pembungkus) tidak
dianggap sebagai kotoran. g) Kerusakan Dinyatakan rusak apabila mengalami
kerusakan biologis, fisiologis, mekanis, dan sebab-sebab lain yang mengenai 10%
atau lebih dari permukaan buah.
g. Pembusukan
Dinyatakan buasuk apabila mengalami kerusakan atau cacat seperti tersebut
diatas sedemikian rupa sehingga daging buahnya tidak dapat dipergunakan.
4) Pemeraman dan Penyimpanan
Alpukat baru dapat dikonsumsi bila sudah masak. Untuk mencapai tingkat kemasakan
tersebut diperlukan waktu sekitar 7 hari setelah petik (bila buah dipetik pada saat sudah
cukup ketuaannya). Bila tenggang waktu tersebut dipercepat, maka buah harus diperam
terlebih dahulu. Untuk keperluan ekspor, tidak perlu dilakukan pemeraman, karena
tenggang waktu tersebut disesuaikan dengan lamanya perjalanan untuk sampai ke
tempat tujuam.
Cara pemeraman alpukat masih sangat sederhana. Pada Umumnya hanya dengan
memasukkan buah ke dalam karung goni, kemudian ujungnya diikat rapat. Setelah itu,
karung diletakkan di tempat yang kering dan bersih. Karena alpukat mempunyai umur
simpan hanya sampai sekitar 7 hari (sejak petik sampai siap konsumsi), maka bila ingin
memperlambat umur simpan tersebut dapat dilakukan dengan menyimpannya di dalam
ruangan bersuhu 5oC. Dengan cara tersebutlah umur penyimpanan dapat diperlambat
menjadi 30-40 hari.

5) Perlakuan Khusus
a. Pelilinan
Lapisan lilin berfungsi sebagai lapisan pelindung terhadap kehilangan air yang
terlalu banyak dari komoditas akibat penguapan dan mengatur kebutuhan oksigen
untuk respirasi, sehingga dapat mengurangi kerusakan buah yang telah dipanen
akibat proses respirasi. Dengan demikian lapisan lilin dapat menekan respirasi dan
transpirasi yang terlalu cepat dari buah-buahan dan sayur-sayuran segar. Konsentrasi
lilin optimal untuk produk hortikultura dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Konsentrasi Emulsi Lilin Optimal pada Beberapa Komoditas


Hortikultura

Sumber: Balai Penelitian Hortikultura dalam Chotimah 2008

Pelapisan lilin pada buah-buahan pada umumnya menggunakan lilin lebah


yang dibuat dalam bentuk emulsi lilin dengan konsentrasi 4% sampai dengan 12 %.
Komposisi dasar lilin 12% dapat dilihat pada tabel 3. Sedangkan kepekatan emulsi
lilin yang ideal untuk buah alpukat adalah emulsi lilin 4%. Untuk membuat lapisan
lilin 4% dilakukan pencampuran emulsi lilin 12% dengan 2 liter air.
Tabel 3. Komposisi Dasar Emulsi Lilin 12%

Sumber: Balai Penelitian Hortikultura dalam Chotimah 2008

Pembuatan emulsi lilin standar dilakukan dengan cara memanaskan 120 ml


lilin dalam panci (90-95oC). Asam oleat sebanyak 20 ml ditambahkan ke dalam
cairan lilin dengan menuangkannya secara perlahan dan diaduk hingga merata.
Kemudian ditambahkan Trietanolamin sebayak 40 ml dan terus diaduk dengan suhu
yang stabil dipertahankan. Campuran yang telah terbentuk dibiarkan dan
didinginkan selama 10 menit, kemudian ditambahkan air sehingga volume mencapai
1 liter.

Tabel 4. Formulasi Pengenceran Emulsi Lilin

Sumber: Balai Penelitian Hortikultura dalam Chotimah 2008

Sehingga dapat diketahui bahwa untuk membuat emulsi lilin 4% maka emulsi
lilin 12% (standar) ditambahkan dengan 2 liter air.
Tebal lapisan lilin harus seoptimal mungkin. Jika lapisan terlalu tipis maka
usaha dalam menghambatkan respirasi dan transpirasi kurang efektif. Jika lapisan
terlalu tebal, maka kemungkinan hampir semua pori-pori tertutup. Apabila semua
pori-pori tertutup, maka akan mengakibatkan terjadinya respirasi anaerob, yaitu
respirasi yang terjadi tanpa menggunakan O2, sehingga sel melakukan perombakan
di dalam tubuh buah itu sendiri yang dapat menyebabkan proses pembusukan lebih
cepat dari keadaan yang normal. Pemberian lapisan lilin dapat dilakukan dengan
penghembusan, penyemprotan, pencelupan (30 detik), atau dengan pengolesan.
b. Perlakuan Panas
Secara normal buah dan sayur tidak akan rusak pada perlakuan panas dengan
suhu 42-60oC, namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti kematangan,
jenis, ukuran buah, karakteristik morfologi, serta lama perlakuan. Suhu dan waktu
adalah dua hal penting yang harus diperhatikan untuk membubuh hama-hama tanpa
menyebabkan kerusakan. Pada buah alpukat, perlakuan panas dapat dilakukan
dengan cara penyemprotan ataupun pencelupan dalam air panas. Perlakuan panas
sebaiknya dilakukan pada suhu 45oC selama 20 menit. Hal ini dilakukan agar spora,
telur, ataupun larva yang telah terinvestasi dalam buah dapat hilang dan tidak
merusak lapisan lilin pada buah alpukat.
6) Pengemasan dan Pengangkutan
Kemasan adalah wadah/tempat yang digunakan untuk mengemas suatu komoditas.
Kemasan untuk pasar lokal berbeda dengan yang akan diekspor.
Untuk pemasaran dalam negeri, buah alpukat dikemas ke dalam karungkarung
plastik/keranjang, lalu diangkut dengan menggunakan truk. Sedangkan kemasan untuk ekspor
berbeda lagi, yaitu umunya menggunakan kotak karton berkapasitas 5 kg buah alpukat.
Sebelum dimasukkan ke dalam kotak karton, alpukat dibungkus kertas tissue, kemudian
diatur susunannya dengan diselingi penyekat yang terbuat dari potongan karton.
BAB III. PENUTUP

Kesimpulan Pasca panen merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan setelah


komoditas pertanian selesai dipanen dengan tujuan untuk mempertahankan mutu dan
kesegaran komoditas hasil pertanian. Pada buah alpukat, penanganan pasca panen dilakukan
agar buah tetap dalam kondisi segar hingga sampai ke tangan konsumen Tindakan pasca
panen ditentukan sejak awal panen hingga cara penanganan pasca panennya. Panen alpukat
yang baik harus didasarkan pada 2 hal penting, yakni waktu pemanenan dan cara pemanenan
yang tepat. Waktu pemanenan alpukat dapat dilihat secara visual, fisik, maupun menghitung
umur panennya, sedangkan teknik pemanenan yang baik adalah dengan menggunakan
tangan/dipetik.
Kegiatan penanganan pasca panen buah alpukat meliputi pencucian, dan sortasi agar
buah alpukat dapat bertahan lama untuk disimpan. Selain itu juga, gradding dan standardisasi,
penyimpanan, pengemasan, dan pengangukutan, serta perlakukan (pelilinan dan pemanasan).
Serangkaian kegiatan ini dilakukan pada dasarnya untuk mempertahankan mutu alpukat agar
buah tetap segar sehingga mampu menambah nilai tambah. Selain itu juga ditujukan untuk
mengurangi laju trasnpirasi dan respirasi pada buah alpukat sehingga dapat disimpan dalam
jangka waktu yang lama. Dengan penanganan pasca panen yang baik, maka buah alpukat
dapat dipasarkan hingga keluar wilayah (ekspor), sehingga dapat meningkat pangsa pasar dan
meningkat pendapatan usaha.
DAFTAR PUSTAKA

BPPT. 2005. Alpukat (Persea Americana, Mill). http://www.ristek.go.id. Diakses pada


tanggal 16 Desember 2019.

Kartasapoetra. 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. PT. Rineka Cipta: Jakarta.
Pantastico, E.B. 1986. Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah- buahan dan
Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Penerjemah Kamaryani. UGM Press:
Yogyakarta.

Roosmani, A.B. 1975. Percobaan Pendahuluan Terhadap Buah-buahan dan Sayur-sayuran


Indonesia. Buletin Penelitian Hortikultura LPH Pasar Minggu. 3(2): 17-21. Jakarta.

Chotimah, A.C. 2008. Perlakuan Uap Panas (Vapour Heat Treatment) dan Pelilinan Untuk
Mempertahankan Mutu Buah Alpukat (Persea Americana, Mill). Skripsi. IPB Press,
Bogor.

Anda mungkin juga menyukai