Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KUNJUNGAN MALL

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Produk hortikultura merupakan produk yang mudah rusak sehingga butuh penanganan
khusus pada tahapan pasca panen. Sementara itu, penanganan pasca panen buah dan sayuran
seperti Indonesia belum mendapat perhatian yang cukup. Penyebab paling umum dan
berkelanjutan dari susut pasca panen pada produk hortikultura di negara-negara berkembang
adalah adanya penanganan yang kasar dan pendinginan serta suhu untuk mempertahankan suhu
dingin masih belum mencukupi.
Buah dan sayuran merupakan komoditas yang mudah sekali mengalami
kerusakan setelah pemanenan, baik kerusakan secara fisik, mekanis, maupun kerusakan
mikrobiologis. Kerusakan tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kesegaran buah markisa
sampai di tangan konsumen, sedangkan konsumen menginginkan buah markisa diperolehnya
dalam keadaan segar. Kerusakan-kerusakan tersebut selain berakibat menurunnya mutu fisik,
juga menyebabkan penurunan nilai gizi.
Penanganan pasca panen (postharvest) sering disebut juga sebagai pengolahan primer
(primary processing) merupakan istilah yang digunakan untuk semua perlakuan dari mulai panen
sampai komoditas dapat dikonsumsi segar atau untuk persiapan pengolahan berikutnya.
Umumnya perlakuan tersebut tidak mengubah bentuk penampilan atau penampakan,kedalamnya
termasuk berbagai aspek dari pemasaran dan distribusi. Pengolahan (secondary processing)
merupakan tindakan yang mengubah hasil tanaman ke kondisi lain atau bentuk lain dengan
tujuan dapat tahan lebih lama (pengawetan), mencegah perubahan yang tidak dikehendaki atau
untuk penggunaan lain. Kedalamnya termasuk pengolahan pangan dan pengolahan industri.
Buah-buahan pada umumnya mempunyai musim dan penyebaran tertentu, sehingga
penanganan untuk memperpanjang masa simpan buah sangat diperlukan. Usaha ini bertujuan
untuk menjaga agar setelah tiba di tangan konsumen, selain mutu kesegarannya masih baik,
kandungan vitamin dan nilai gizi lainnya masih tinggi. Perubahan mutu selama proses
penyimpanan terjadi karena buah-buahan dan sayuran masih melakukan respirasi, dimana selama
proses respirasi tersebut produk mengalami pematangan dan kemudian diikuti dengan
proses pembusukkan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan praktikum kunjungan pasar modern (Mall)
untuk mengetahui upaya yang dilakukan untuk menekan kehilangan hasil baik kuantitas maupun
kualitasnya melalui teknologi penanganan pascapanen.
1.2. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari praktikum kunjungan pasar modern ini yaitu untuk mengetahui kegiatan
pasca panen yang dilakukan oleh pihak carefour (pasar modern) terhadap produk buah-buahan
dan sayuran yang dijual.
Kegunaan dari praktikum kunjungan pasar ini yaitu mahasiswa memahami kegiatan
pasca panen buah dan sayuran yang dilakukan oleh pihak carefour (pasar modern) terhadap
produk buah-buahan dan sayuran yang dijual.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komoditi jeruk

Aktivitas panen dan penanganan seperti teknik pemanenan yang kurang tepat, sortasi
yang tidak baik, pengemasan dan pengepakan, pengangkutan dan penyimpanan yang kurang
diperhatikan serta adanya serangan hama dan penyakit dapat menyebabkan kerusakan buah
jeruk, (Tjitrosoepomo.1985).
Menurut Tjitrosoepomo (1985), Adapun tujuan dari adanya kegiatan pasca paen ialah
sebagai berikut; Mengurangi susut (jumlah dan mutu) pada tiap rantai penanganan.
Mempertahankan mutu (yang diinginkan konsumen). Memperpanjang masa simpan (shelf life)
sehingga dapat meningkatkan ketersediaan/pasokan di lokasi manapun dan sepanjang waktu.
Mencegah kerusakan fisiologis dan mikrobiologis.
Untuk mencapai tujuan penanganan pasca panen, maka diperlukan; Pemahaman akan
karakteristik pascapanen produk hortikultura (biological factor). Pemahaman akan interaksi
produk dengan lingkungan (environmental factor). Pemahaman dan penerapan teknik
pascapanen yang layak teknis, ekonomis dan sosial.

2.2 Komoditi Apel

Apel (Pyrus malus L) adalah tanaman yang berasal dari daerah subtropis. Kemudian
tanaman ini mulai di budidayakan ke daerah tropik. Buah apel lebih tahan lama daripada buah-
buahan lainnya. Buah apel yang telah disimpan memiliki rasa yang enak, daripada pada saat
dipetik. Buah apel setelah dipetik tetap mengalami pernafasan dan penguapan, maka apabila
dibiarkan buah akan masak, kelewat masak, dan akan membusuk. Buah apel yang disimpan di
dalam kamar pendingin dapat tetap segar selama 4 7 bulan. Pada suhu 32 33 (0 sampai 6).
Buah apel tidak boleh disimpan bersama-sama dengan bahan-bahan lain yang mempunyai
aroma kuat, misalnya bawang, minyak tanah, dan sebagainya, karena buah apel dapat
mengabsorbsi bau, (Fitriah.2012).
Pada buah apel ada beberapa karakter yang dapat dinilai seperti, Nilai fisiknya yaitu
Kekerasan, berat jenis, dan mudahnya lepas dari tangkainya, Nilai visualnya yaitu Warna kulit
dan ukuran, Analisis Kimianya yaitu Kadar vitamin, Kadar pati dan asam, Metode fisiologi yaitu
Respirasi, dan Kandungan dari buah apel antara lain yaitu seperti vitamin A 2%,
vitamin C 11,42 mg/100 gram, besi 2%, air 83,39%, karbohidrat : 7%, mempunyai rasa manis
dan sedikit asam untuk buah segarnya, (Fitriah.2012).

2.3 Komoditi manggis


Menurut Munggarati, (2011) Kegiatan pasca panen meliputi :
1. Pengumpulan buah di Gudang Bersihkan gudang dari bakteri yang merugikan. Letakkan
keranjang buah ditempat yang sudah disediakan dan ditumpuk secara hati-hati (maksimum 8
tumpuk) dan beri pembatas antar keranjang, Keranjang yang masuk terlebih dahulu diberi tanda,
agar dapat diproses atau dikeluarkan lebih dahulu. Catat kegiatan pengumpulan buah di kartu
kendali.
2. Sortasi
Pilih buah yang kulitnya berwarna hijau keunguan, kemerahan, dan mulus; buah yang
sepalnya masih lengkap dan berwarna hijau segar; tangkai buah yang masih berwarna hijau segar
dan tidak keriput; tekstur buah yang tidak keras, disarankan buah yang berkulit agak lunak ;
Letakkan buah yang terseleksi di keranjang yang beralas kertas koran dan Catat kegiatan sortasi
di kartu kendali sortasi.
3.Grading
Kelompokkan buah manggis berdasarkan diameter, ukuran, bentuk buah dan tingkat
kematangan. Caranya mengukur dengan melingkarkan ibu jari dan telunjuk (orang dewasa) pada
buah. Jika selisih antara ibu jari dan telunjuk berjarak 2 - 3 jari, buah tersebut termasuk
berkualitas ekspor. Timbang dan pisahkan buah sesuai kelasnya. Grade kualitas manggis
berdasarkan berat buah adalah : Grade super A ( 6-8 buah per kg); Grade AA (10-13 buah per kg)
dan Grade AAA (14-15 buah per kg).
1. Pencucian
Buah manggis yang kotor dicuci dengan menyemprotkan air bersih di sepal buah, agar sepal
tetap segar dan bebas dari semut hitam. Bersihkan getah yang masih menempel dikulit buah
dengan cara dicungkil. Getah manggis dapat dimanfaatkan untuk bahan campuran gula aren dan
dodol durian, agar kekentalan dan warnanya menarik. Setelah selesai, manggis dibilas dan
dikeringkan dengan kain lembut. Buah manggis yang sudah dibersihkan diletakkan dirak yang
sudah disediakan. Catat kegiatan pencucian di kartu kendali.
2. Pengepakan
Sebelum buah dimasukkan kedalam kemasan, alasi wadah menggunakan kertas koran agar
kulit buah tidak rusak. Masukkan manggis kedalam kemasan secara hati-hati dengan posisi
punggung buah menghadap ke bawah. Setiap kemasan berisi buah sebanyak 8-10 kg, beri tanda
kemasan sesuai kelasnya, lalu timbang ulang agar sesuai dengan permintaan. Susun kemasan
maksimum 8 tumpukan.
3. Penyimpanan
Gudang yang digunakan harus bersih dan steril dari bakteri.Gudang harus mempunyai
ventilasi yang baik agar buah tetap segar selama penyimpanan. Penyusunan buah dalam wadah
maksimum 8 tumpukan. Penyimpanan digudang maksimum selama 2 hari dengan sirkulasi first
in first out. Artinya,buah yang dikeluarkan dari gudang adalah buah yang pertama disimpan.
Catat sirkulasi penyimpanan buah di kartu kendali.
4. Distribusi
Kendaraan pengangkut buah manggis harus dilengkapi terpal agar buah manggis terhindar
dari kerusakan fisik (panas, hujan, dan angin). Perkirakan jarak dan waktu yang telah disepakati
dengan konsumen, agar manggis tetap terjaga kesegarannya. Sesuaikan delivery order (DO)
dengan daya angkut dan catat kegiatan pendistribusian buah manggis di kartu kendali.
2.4 Komoditi buncis

Hasil panen buncis harus disimpan pada temperatur suhu 0 C dengan kelembaban 85 -
90, sedangkan lama penyimpanan adalah 15 hari, (Spinks et all 1986).
2.5 Komoditi lobak
Menurut Roosmani, A.B. (1975), penanganan pasca panen lobak, yaitu:
1. Pengumpulan
Hasil panen lobak, baik berupa umbi maupun daun (lobak daun) dikumpulkan di tempat
penampungan sementara untuk memudahkan penanganan berikutnya.

2. Penyortiran dan Penggolongan


Di tempat penampungan hasil, umbi lobak dibersihkan dari daun-daunnya, yakni dengan
cara memotong tangkai daun untuk ditinggalkan bersama umbinya sepanjang 4-5 cm. Bersamaan
dengan pembersihan daun, dilakukan pula sortasi atau pemisahan umbi yang abnormal, rusak
atan cacat secara tersendiri. Sedangkan lobak daun hanya membuang (membersihkan) beberapa
helai daun tua, kemudian disortasi berdasarkan ukuran yang seragam.
Untuk sasaran pasar swalayan atau diekspor, umbi-umbi ataupun daun-daun lobak sebaiknya
dikiasifikasikan menurut jenis dan ukuran yang seragam. Misalnya saja kelas umbi lobak merah
dengan ukuran panjang 20 cm dan beratnya rata-rata 400 gram/umbi, atau umbi kelas umbi putih
dengan berat rata-rata 800 gram/umbi. Pengklasiflkasian ini disesuaikan dengan permintaan
pasar.
3. Penyimpanan
Untuk mempertahankan kesegaran dan memperpanjang daya simpan umbi, ataupun daun-
daun lobak maka tempat penyimpanannya dilakukan di ruangan yang dingin (coolstorage) atau
menggunakan remukan es.
4. Pengemasan
Pengemasan umbi ataupun daun-daun lobak untuk memudahkan pengiriman ke pasar
lokal biasanya dilakukan dalam keranjang bambu atau plastik, sedangkan untuk sasaran ke pasar
swalayan atau diekspor biasanya dikemas dalam kontainer plastik yang ditutup polietiline
berlubang kecil.
Lobak mudah sekali mengalami kerusakan sehingga daya simpannya tidak akan bertahan
lama. Untuk mengatasinya adalah dengan mengubah bentuk bahan tersebut menjadi bahan
pangan yang bisa disimpan lama. Caranya dengan melalui proses pengolahan. Bentuk olahan
lobak yang cukup komersial ialah diawetkan menjadi pikel.
2.6 Komoditi brokoli

Menurut Rachmawan,Obin (2001), Beberapa kegiatan Pasca Panen antara lain adalah;
a. Pembersihan dengan cara menyingkirkan/membuang kotoran dan menyingkirkan komoditas
lain yang tidak penting terbawa.
b. Sortasi dilakukan untuk memisahkan, penggolongan berdasarkan kualitas dan keseragaman
dengan berdasarkan prinsip keseragaman ukuran berat, bentuk , sifat permukaan, warna dan
tingkat kematangan.
c. Penyimpanan dilakukan dengan pendinginan untuk mempertahan kualitas produk,
memperpanjang umur pengendalian, laju transpirasi, resprasi, infeksi penyakit/jamur serta
mempertahankan produk dalam keadaan yang paling berguna bagi konsumen. Selain itu
penyimpanan bertujuan untuk menghindari anjloknya harga akibat melimpahnya sayuran brokoli
dipasaran hingga hargana kembali stabil.
d. Kemasan dilakukan untuk melindungi atau untuk mengawetkan produk sayuran (brokoli),
tempat atau wadah yang digunakan pengemasan terdiri dari peti kayu atau keranjang, baik yang
terbuat dari anyaman bambu atau dari bahan Styofoam dan Plastik Wrapping. Pengemasan ini
sangat penting, karena merupakan penunjang bagi tramsportasi, distribusi, dan merupakan
bagian dari usaha untuk mengatasi persaingan dalam pemasaran.
e. Pengawetan sayuran brokoli dapat dilakukan dengan cara akseptabilitasi yang tinggi
diantaranya adalah;
- Pengawetan sayuran dengan konsentrasi garam tinggi dengan cara bunga brokoli
dibiarkan mengalami fermentasi dalam larutan garam yan telah diatur sedemikian rupa sehingga
mencegah perkembang biakan mikro-organisme perusak.
- Pengeringan dengan cara dikeringkan menggunakan sinar matahari maupun
pengeringan menggunakan alat pengering buatan
III. METODOLOGI
3.1. Tempat dan Waktu

Praktikum kunjungan pasar modern (mall) ini bertempat di Carefour, Pusat grosir,
Makassar Trade Center (MTC).
Praktikum kunjungan pasar modern (mall) ini dilaksanakan pada hari Minggu, Tanggal
23 Maret 2014 pukul 11.00 sampai selesai.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum kunjungan pasar modern (mall) ini yaitu alat tulis
menulis dan kamera.
Bahan yang digunakan dalam praktikum kunjungan pasar modern (mall) ini yaitu
3.3. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum kunjungan pasar modern ini yaitu :


1. Berkumpul di lapangan karebosi pada pukul 11.00 WITA
2. Mendengar arahan dari asisten, kemudian berangkat ke lokasi pengamatan, di Carefour, Pusat
grosir, Makassar Trade Center (MTC).
3. Mengamati penanganan produk hortikultura (buah dan sayuran) yang ada di Carefour.
4. Melakukan wawancara pada salah satu karyawan Carefour tentang penanganan pasca panen
komoditi yang diamati.
5. Mencatat dan mendokumentasikan hasil wawancara yang telah dilaksanakan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil
4.1.1 Data Tabel Pengamatan
Komoditi Harga Suhu Gambar

Penyimpanan
Rp. 1060/100
Jeruk 4,2C 8,6 C
gram

Rp. 2858/100
Apel 4,2C 8,6 C
gram

Rp. 1990/100
Manggis 4,2C 8,6 C
gram

Buncis Rp. 2.147/ pcs 16 C

Lobak Rp.18.508/pcs 16 C

Brokoli Rp. 22.145/pcs 16 C

4.2 Pembahasan

Berdasarkan data tabel pengamatan di atas buah-buahan dan sayuran seperti jeruk, apel,
bayam dan kubis harus disimpan di suhu yang relatif rendah. Adapun kubis yang disimpan diluar
tempat pendingin karena kapasitas tempat pendinginan milik pihak Carefour yang terbatas. Suhu
tempat pendingin rata-rata 4,2C 8,6 C dan disitulah buah-buah seperti jeruk, apel dan bayam
disimpan.
Pengemasan Apel menggunanakan sterofom seperti jalah dan sebelumnya diberi lilin
waxing eatable (lapisan lilin yang bisa dimakan). Berbeda dengan jeruk hanya dibungkus plastik
karena kadar air kulit jeruk yang relatif tinggi. Untuk sayuran seperti bayam diikat perpaces
dengan wrapping dan untuk kubis di bungkus dengan wrapping secara menyeluruh untuk
menjaga kelembabannya.
Pelilinan, pengemasan dengan wrapping dimaksudkan untuk menjaga kondisi dan
kualitas dari buah dan sayuran hal ini sesuai dengan pernyataan
yang menyatakan bahwa Beberapaa jenis buah secara alami dilapisi oleh lilin yang
berfungsi sebagai pelindung terhadap serangan fisik, mekanik, dan mikrobiologis. Pelapisan lilin
pada buah-buahan sebenarnya adalah menggantikan dan menambah lapisan lilin alami yang
terdapat pada buah yang sebagian besar hilang selama penanganan karena lapisan lilin yang
menutupi pori-pori buah dapat menekan respirasi dan transpirasi sehingga daya simpan buah
lebih lama dan nilai jualnya lebih baik

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari praktek kunjungan pasar ini yaitu :
1. Buah dan sayuran merupakan komoditas yang mudah sekali mengalami kerusakan
setelah pemanenan, baik kerusakan secara fisik, mekanis, maupun kerusakan mikrobiologis.
Kerusakan tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kesegaran buah markisa sampai di tangan
konsumen.
2. Sebagian besar pedagang di pasar tradisional tidak melakukan perlakuan- perlakuan khusus
dalam usaha memperpanjang lama penyimpanan dan mempertahankan mutu produk hortikultura.
3. Penanganan pasca panen perlu memperhatikan sifat produk hortikultura yang mudah rusak,
bentuk komoditi, suhu, serta kelembaban udara.

5.2. Saran
Saran saya untuk praktikum kunjungan pasar ini yaitu sebaiknya datang di lokasi
wawancara di saat sebelum swalayan ramai, agar data wawancara yang diperoleh dapat
maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Rachmawan,Obin.2001Laporan Panen dan Pasca Panen. dari


http://blog.ub.ac.id/fitafitriya/2012/06/26/laporan-panen-dan-pasca-panen/ diakses tanggal 19
maret 2014.

Rachmawan,Obin.2001 Kriteria Panen.http://munggaranti.wordpress.c o m / 2 0 1 1 / 0 5/23/page/2/


diakses tanggal 19 maret 2014.

Rachmawan,Obin.2001.Membersihkan Komoditas Pertanian. Dari :


http://mirror.unpad.ac.id/orari/pendidikan/materikejuruan/pertanian/pengendalian-m
utu/membersihkan_komoditas_pertanian.pdf diakses tanggal 19 maret 2014.

Roosmani, A.B. 1975. Percobaan Pendahuluan Terhadap Buah-buahan dan Sayur-sayuran Indonesia.
Buletin Penelitian Hortikutura LPH Pasar Minggu. 3 (2): 17-21. Jakarta.

Spinks, G.R. dan J.C. Abbot. 1986. Praktek-praktek Pemasaran dan Penanganan di Daerah Tropika
Bagian 1 (Asia Tenggara : Suatu Analisis Praktek-praktek P e m a s a r a n U mu m ) ,
hal.830-849. Dalam Er. B. Pantastico (Ed.).Fisiologi Pasca Panen : Penanganan Sayuran dan
Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika (Penerjemah
:Kamariyani). Gajah Mada University Press.

Tjitrosoepomo, Gembong. 1985. Morfologi Tumbuhan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasca panen adalah suatu tahapan kegiatan yang dimulai sejak pengumpulan hasil
pertanian sampai siap untuk dipasarkan. Baik dalam keadaan surplus maupun tidak surplus,
produk agronomi khususnya produk tanaman sayur. sayur sangat dibutuhkan oleh manusia untuk
pemenuhan gizi yang seimbang. Pada umumnya buah dan sayur banyak mengandung vitamin
dan mineral-mineral tertentu khususnya vitamin A (karotene), serat (dietary fiber), gula dan
pemenuhan vitamin C (asam Askorbat) yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh. Tanaman sayur
sekarang ini banyak diberi perhatian karena produk sayur di Indonesia mempunyai peluang yang
besar untuk diekspor yang nantinya dapat dijadikan sebagai devisa negara.
Masalah pasca panen selalu timbul meskipun dalam keadaan yang berbeda-beda. Masalah
tersebut menjadi semakin berat pada daerah yang memiliki iklim tropis yang lembab seperti di
Indonesia. Produk holtikultura termasuk sayur mayur merupakan produk yang mudah rusak
(perisable), sehingga butuh penanganan khusus pada tahapan pasca panen. Penanganan pasca
panen buah dan sayuran seperti Indonesia belum mendapat perhatian yang cukup. Hal ini terlihat
dari kerusakan-kerusakan pasca panen sebesar 25 % - 28 %. Oleh sebab itu agar produk sayuran
dapat sampai ke tangan konsumen dalam kondisi baik, kerusakan-kerusakan dapat diminimalisir
bahkan dapat dihindari sehingga keruagian tingkat konsumen dapat ditekan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan sayur?
1.2.2 Apa saja jenis-jenis kerusakan sayur?
1.2.3 Apa yang menjadi faktor-faktor penyebab kerusakan sayur?
1.2.4 Bagaimana penanganan atau pegelolaan pasca panen sayur?
1.2.5 Bagaimana teknik yang digunakan dalam penanganan atau pengelolaan pasca panen sayur?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui definisi dari sayur.
1.3.2 Mengetahui jenis-jenis kerusakan pada sayur.
1.3.3 Mengetahui faktor-faktor penyebab kerusakan sayur.
1.3.4 Mengetahui cara penanganan atau pengelolaan sayur pasca panen.
1.3.5 Mengetahui teknik yang digunakan dalam penanganan atau pengelolaan pasca panen sayur ?
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Sayuran adalah semua jenis tanaman atau bagian dari tanaman yang dapat diolah menjadi
makanan. Sebagian sayuran dapat dimakan mentah dan sebagian lagi hanya dapat dimakan
setelah dimasak. Sayuran banyak mengandung protein, lemak, vitamin, mineral, garam dan
karbohidrat.
Sayuran dapat dikelompokkan menjadi delapan jenis berdasarkan dari bagian tumbuhan
yang dipergunakan sebagai sayuran yaitu :
Sayuran bunga (flower vegetables)
1. Sayuran buah (fruit vegetables)
2. Sayuran polong (legume vegetables)
3. Sayuran daun (leaf vegetables)
4. Sayuran batang (stem vegetables)
5. Sayuran umbi (root vegetables)
6. Sayuran umbi lapis (bulb vegetables)
7. Sayuran jamur (mushroom)

2.2 Jenis-Jenis Kerusakan Pangan


Berdasarkan faktor penyebab, kerusakan pangan dapat dikelompokkan menjadi kerusakan
biologi, fisik dan mekanis, serta kerusakan kimia. (Baliwati,dkk : 2004)
a. Kerusakan Biologi
Kerusakan biologi meliputi kerusakan yang disebabkan oleh makhluk hidup seperti
serangga, binatang pengerat, burung, dan kerusakan fisiologi. Jenis kerusakan ini juga
disebabkan oleh pertumbuhan dan aktivitas jasad renik seperti bakteri, kapang, dan ragi. Jasad
renik bersifat patogen (menyebabkan sakit)maupun memproduksi sennyawa beracun (toksin)
yang dapat membahayakan kesehatan. Kerusakan yang disebabkan oleh jasad renik terjadi pada
pangan mentah, pangan setengah jadi, dan pangan olahan.
b. Kerusakan Fisiologi
Kerusakan fisiologi yaitu kerusakan yang disebabkan oleh reaksi metabolisme dalam
pangan, atau enzim yang secara alami terdapat dalam pangan sehingga terjadi proses autolisis
yang berakhir dengan kerusakan dan pembusukan.
c. Kerusakan Fisik dan Mekanis
Kerusakan fisik disebabkan oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, tekanan.
Sedangkan kerusakan mekanis disebabkan oleh benturan mekanis yang menyebabkan pangan
menjadi memar, retak, atau pecah sehingga rentan sekali terhadap kerusakan lainnya.
d. Kerusakan Kimia
Kerusakan kimia dapat terjadi karena reaksi browning (pencoklatan) yang terjadi secara
enzimatis atau nonenzimatis, ketengikan pada minyak akibat adanya reaksi oksidasi dari asam
lemak tidak jenuh, kerusakan protein (penggumpalan, denaturasi) akibat adanya perubahan PH
atau suhu.
e. Kerusakan Mikrobiologis
Pada umumnya kerusakan mikrobiologis tidak hanya terjadi pada bahan mentah, tetapi
juga pada bahan setengah jadi maupun pada bahan hasil olahan. Kerusakan ini sangat merugikan
dan kadang-kadang berbahaya bagi kesehatan karena racun yang diproduksi, penularan serta
penjalaran kerusakan yang cepat. Bahan yang telah rusak oleh mikroba juga dapat menjadi
sumber kontaminasi yang berbahaya bagi bahan lain yang masih sehat atau segar. Penyebab
kerusakan mikrobiologis adalah bermacam-macam mikroba seperti kapang, khamir dan bakteri.
Cara perusakannya dengan menghidrolisa atau mendegradasi makromolekul yang menyusun
bahan tersebut menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil. ( Muchtadi : 1989).

2.3 Faktor penyebab kerusakan pada tanaman sayur.


Kerusakan pangan disebabkan oleh pertumbuhan dan aktivitasmikroba, terutama
bakteri, ragi dan kapang, aktivitas enzim, serangga, parasit, tikus, suhu, kadar air, oksigen, sinar,
dan jangka waktu penyimpanan. ( Baliwati,dkk : 2004)
1. Bakteri, ragi dan kapang
Mikroba penyebab kebusukan pangan dapat ditemukan di tanah, air, uadara, di atas kulit/
bulu, dan di dalam usus ternak. Beberapa mikroba juga seing ditemukan di atas permukaan kulit
buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan kacang-kacangan.
Beberapa mikroba dapat menghasilkan enzime yang aktif sehingga dapat menghidrolisi
pati, selulosa, atau dapat memfermentasi gula, menghidrolisis lmak yang mengakibatkan
ketengikan, atau merusak protein yang menghasilkan bau busuk. Mikroba tersebut dapat
membentuk lendir, gas, busa, warna yang menyimpang, asam, dan racun. Jika pangan mengalami
kontaminasi secara spontan dari udara maka di dalam pangan tersebut terdapat pertumbuhan dari
beberapa jenis mikroba.
Bakteri, ragi, dan kapang dapat tumbuh dengan baik pada keadaan yang hangat dan
lembab. Mnurut kisaran suhu pertumbuhan, bakteri dapat dikelompokkan ke dalam bakteri
termofilik (45-550C), bakteri mesofilik (20-450C). Spora dari kebanyakan bakteri dapat
mempertahankan diri pada suhu mendidih. Pada suhu yang lebih randah, spora akan membelah
diri dan berkembang biak.
Beberapa bakteri dan kapang yang membutuhkan oksigen untuktumbuh disebut bakteri
aeroik sebaliknya, bakteri lainnya tidak akan tumbuh/mati jika ada oksigen, yang demikian
disebut bakteri anaerobik.
2. Enzime
Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalis biologis yang dapat
mengendalikan berbagai reaksi biokimia yang terdapat di dalam jaringan hidup. Enzim yang
berada dalam pangan dapat berasal dari mikroba atau sudah ada pada pangan tersebut secara
normal. Adanya enzim ini memungkinkan terjadinya reaksi biokimia serta dapat mengakibatkan
perubahan pada komposisi pangan. Dipandang dari segi teknologi pangan, tidak semua enzime
merugikan tetapi ada juga yang menguntungkan dan dikehendaki keberadaannya, misalnya
enzim papain untuk mengempukkan daging, enzim pektinase untuk menjernihkan sari buah apel.
Enzim yang terdapat secara alami di dalam bahan pangan misalnya enzim polifenol
oksidase pada buah salak, apel atau ubi kayu. Enzim dapat menimbulkan warna coklat jika buah
atau ubi dipotong. Enzim polifenol oksidase merupakan salah satu jenis enzim yang merusak
bahan pangan karena warna coklat yang ditimbulkannya. Enzim dapat pula menyebabkan
penyimpangan citarasa makanan seperti enzim lipoksidase yang menimbulkan bau langu pada
kedelai. Enzim juga dapat menyebabkan pelunakan pada buah, misalnya enzim pektinase yang
terdapat pada buah-buahan. Karena merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan pada bahan
pangan, maka enzim perlu diinaktifkan jika akan diawetkan.
3. Serangga
Serangga dapat merusak buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian dan umbi-umbian. Pangan
yang permukaannya telah dilukai serangga akan mengalami kontaminasi oleh bakteri, ragi dan
kapang sehingga semakin memperparah tingkat kerusakan. Fumigasi dan beberapa zat kimia
(metil bromida, etilena, dan propilena) dapat mencegah kerusaan oleh serangga pada biji-bijian
dan buah-buahan kering. Akan tetapi, etilena dan propilena tidak boleh digunakan pada pangan
yang berkadar air tinggi karena kemunginan dapat membentuk racun.
Telur serangga yang tertinggal dalam tepung dapat dihancuran dengan cara sentrifuse.
Mesipun pecahan telur mungin masih tertinggal dalam tepung, tetapi tidak dapat memperbanyak
diri lebih lanjut.
4. Suhu
Pemanasan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan protein (denaturasi), emulsi
vitamin dan lemak. Buah dan sayuran tropika sangat sensitif terhadap pendinginan. Penyimpanan
pada suhu rendah aan menyebabkan kerusakan yang disebut chiling injury, misalnya pisang
ambon yang menjadi lunak dan wanarnya berubah. Selain itu, juga menyebabkan denaturasi dan
penggumpalan pada protein susu.
5. Kadar air
Kadar air permukaan pangan dipengaruhi oleh kelembapan nisbi (RH) udara di sekitarnya.
Bila kadar air pangan rendah, sedangkan RH di sekitarnya tinggi maka akan terjadi penyerapan
air dari udara sehingga pangan menjadi lembab. Sebaliknya, bila suhu pangan lebih rendah akan
terjadi kondensasi pada permukaan pangan dan dapat menjadi media bagi pertumbuhan kapang
atau bakteri.
6. Oksigen
Oksigen selain dapat merusak vitamin A dan vitamin C, warna pangan, cita rasa, juga dapat
menjadi sarana pertumbuhan kapang. Pada pangan yang mengandung lemak, adanya oksigen
akan menyebabkan ketengikan.
7. Sinar
Sinar atau cahaya dapat merusak beberapa vitamin, terutama riboflavin, vitamin A, vitamin
C dan merusak warna pangan.
8. Waktu penyimpanan
Pada saat sesudah penyembelihan, pemanenan, atau pengo;ahan, pangan mempunyai mutu
yang paling baik. Akan tetapi, hal tersebut hanya berlangsung sementara. Untuk
mempertahankan mutu pangan diperlukan penanganan khusus sesegera mungkin. Pada
umumnya, apabila waktu penyimpanan lebih lama maka dapat menyebabkan kerusakan pangan
yang lebih besar.

2.4 Teknologi penanganan pasca panen


Penanganan sayur dilakukan untuk tujuan penyimpanan, transportasi dan kemudian
pemasaran agar tidak terjadi kerusakan pada sayur. Langkah yang harus dilakukan dalam
penanganan sayur setelah dipanen meliputi pemilihan (sorting), pemisahan berdasarkan umuran
(sizing), pemilihan berdasarkan mutu (grading), dan pengepakan (packing). Namun demikian,
untuk beberapa komoditi atau jenis sayur tertentu memerlukan tambahan penanganan seperti
pencucian, penggunaan bahan kimia, pelapisan (coating-waxing), dan pendinginan awal (pre-
cooling), serta pengikatan (bunching), pemotongan bagian-bagian yang tidak penting (trimming).
( Santoso: ----)
1. Pendinginan Awal (Pre-Cooling)
Usaha menghilangkan panas lapang pada sayur akibat pemanenan di siang hari disebut pre-
cooling atau pendinginan awal. Seperti diketahui suhu tinggi pada sayur yang diterima saat
pemanenan akan merusak sayur selama iinginkan. Dalam satu wadah dapat terdiri hanya satu
sayur atau terdiri dari banyak sayur. penyimpanan sehingga menurunkan kualitas. Makin cepat
membuang panas di lapang, makin baik kemungkinan menjaga kualitas komoditi selama
disimpan.
Pre-cooling dimaksudkan untuk memperlambat respirasi, menurunkan kepekaan terhadap
serangan mikroba, mengurangi jumlah air yang hilang melalui transpirasi, dan memudahkan
pemindahan ke dalam ruang penyimpanan dingin bila sistim ini digunakan. Pendinginan awal
dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun umumnya dengan prinsip yang sama, yaitu
memindahkan dengan cepat panas dari komoditi ke suatu media pendingin, seperti udara, air atau
es. Waktu yang diperlukan sangat bervariasi, 30 menit atau kurang, tetapi mungkin pula lebih
dari 24 jam. Perbedaan suhu antara media pendingin (coolant) dengan komoditi sayur harus
segera dikurangi agar proses pre-cooling efektif. Penurunan atau pre cooling dapat dilakukan
dengan menggunakan udara dingin pada teknik Air Cooling, air yang diberikan es batu pada
teknik Water/Hydro Cooling, atau sistim vakum pada teknik Vacuum Cooling.
2. Pencucian (washing)
Pencucian dilakukan pada sayuran daun yang tumbuh dekat tanah untuk membersihkan
kotoran yang menempel dan memberi kesegaran. Selain itu dengan pencucian juga dapat
mengurangi residu pestisida dan hama penyakit yang terbawa. Pencucian disarankan
menggunakan air yang bersih, penggunaan desinfektan pada air pencuci sangat dianjurkan.
Selain itu pencucian dapat dilakukan dengan menggunaan air, sikat, maupun detergen (NaOH
0.35%) dan klorin urang dari 50 ppm (Baliwati,dkk : 2004). Kentang dan ubi jalar tidak
disarankan untuk dicuci. Pada mentimun pencucian berakibat buah tidak tahan simpan, karena
lapisan lilin pada permukaan buah ikut tercuci.
3. Pemilihan (Sorting)
Setelah pencucian dengan menggunakan air yang diberikan clorin, maka proses selanjutnya
adalah pemilahan. Pemilahan terhadap sayur dilakukan untuk memisahkan sayur-sayur yang
berbeda tingkat kematangan, berbeda bentuk (mallformation), dan juga berbeda warna maupun
tanda-tanda lainnya yang merugikan (cacat) seperti luka, lecet, dan adanya infeksi penyakit
maupun luka akibat hama.
4. Pemisahan Berdasarkan Umuran (Sizing)
Pengukuran sayur dimaksudkan untuk memilah-milah sayur berdasarkan ukuran, berat atau
dimensi terhadap sayur-sayur yang telah dipilih (proses di atas sorting). Proses pengukuran
sayur dapat dilakukan secara manual maupun mekanik.
5. Pemilihan Berdasarkan Mutu (Grading)
Pada tahapan ini, sayur-sayur dipilah-pilah berdasarkan tingkatan kualitas pasar (grade).
Tingkatan kualitas dimaksud adalah kualitas yang telah ditetapkan sebagai patokan penilaian
ataupun ditetapkan sendiri oleh produsen. Pemilihan kualitas sayuran dapat berdasarkan ukuran,
bentuk, kondisi, dan tingkat kemasakan. Tahapan ini tentunya sangat penting bagi sayuran yang
ditujukan untuk pasar segar. Namun tahapan ini tidak perlu dilakukan bilamana sayuran
ditujukan untuk proses pengolahan.
6. Trimming, Waxing, Coating, dan Curing
Trimming diartikan sebagai pemotongan bagian-bagian sayur yang tidak dikehendaki karena
mengganggu penampilannya. Bagian yang dipotong tersebut biasanya perakaran maupun daun-
daun tua maupun mongering seperti pada lobak, wortel, bayam, seledri, dan selada. Sedangkan
curing merupakan tindakan penyembuhan luka pada komoditi panenan. Luka dapat disebabkan
karena pemotongan maupun luka goresan dan benturan saat panen. Curing sering diterapkan
pada sayuran seperti bawang-bawangan dan kentang, yaitu dengan cara membiarkan komoditi
terkena sinar matahari sejenak setelah panen atau dengan perlakuan pemanasan dengan
menggunakan uap secara terkendali.
Waxing atau coating merupakan pelapisan permukaan sayuran agar menambah baik
penampilannya. Pelapisan dimaksudkan untuk melapisi permukaan sayur dengan bahan yang
dapat menekan laju respirasi maupun menekan laju transpirasi sayur selama penyimpanan atau
pemasaran. Pelapisan juga bertujuan untuk menambah perlindungan bagi sayur terhadap
pengaruh luar. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pelapisan dapat memperpanjang masa
simpan dan menjaga produk segar dari kerusakan seperti pada tomat, timun, cabe besar, dan
terong. Pelilinan (waxing) merupakan salah satu pelapisan pada sayur untuk menambah lapisan
lilin alami yang biasanya hilang saat pencucian, dan juga untuk menambah kilap sayur.
Keuntungan lain pelilinan adalah menutup luka yang ada pada permukaan sayuran.
Pelilinan atau pelapisan digunakan untuk memperpanjang masa segar komoditi sayur atau
memperpanjang daya tahan simpan sayur bilamana fasilitas pendinginan (ruang simpan dingin)
tidak tersedia. Namun perlu diingat bahwa tidak semua komoditi sayur memiliki respon yang
baik terhadap pelilinan. Faktor kritis pelilinan sayur adalah tingkat ketebalan lapisan lilin. Terlalu
tipis lapisan lilin yang terbentuk di permukaan sayur membuat pelilinan tidak efektif, namun bila
pelapisan terlalu tebal akan menyebabkan kebusukan sayur. Beberapa macam lilin yang
digunakan dalam upaya memperpanjang masa simpan dan kesegaran sayur adalah lilin tebu
(sugarcane wax) lilin karnauba (carnauba wax), lilin lebah madu (bees wax) dan sebagainya.
Lilin komersial siap pakai yang dapat dan sering digunakan para produsen sayur adalah lilin
dengan nama dagang Brogdex-Britex Wax. Salah satu jenis pelapis lainnya yang dikembangkan
selain pelapis lilin adalah khitosan, yaitu polisakarida yang berasal dari limbah kulit udang-
udangan (Crustaceae), kepiting dan rajungan (Crab). Teknik aplikasi atau penggunaan lilin atau
pelapisan pada sayur dapat dengan menggunakan teknik pencelupan sayur dalam larutan
(dipping), pembusaan (foaming), penyemprotan (spraying), dan pengolesan atau penyikatan
(brushing). Tentunya jenis sayur yang berbeda memerlukan teknik pelilinan yang berbeda.
7. Pengepakan (Packing)
Pengepakan sayur untuk konsumen sering dilakukan dengan membungkus sayur dengan
plastik ataupun bahan lain yang kemudian dimasukkan ke dalam wadah (kontainer) yang lebih
besar. Bahan pembungkus lainnya dapat berupa bahan pulp maupun kertas. Sayur-sayur dalam
wadah disesuaikan dengan kualitas yang di sayur-sayur tersebut diatur peletakannya secara rapi
sehingga kemungkinan berbenturan satu sama lainnya tidak terjadi. Sedangkan bahan wadah
yang dapat digunakan dapat berupa kertas kanton (dalam berbagai tipe dan jenis), peti kayu,
ataupun plastik.
Pada sayur yang ditujukan untuk para konsumen, pengepakan sering dilakukan dengan
membungkus sayur dengan plastik ataupun bahan lain yang kemudian dimasukkan ke dalam
wadah (kontainer) yang lebih besar. Bahan pembungkus lainnya dapat berupa bahan pulp,
polyethilen maupun kertas. Kemudian dimasukkan dalam suatu wadah. Dalam satu wadah dapat
terdiri hanya satu sayur atau terdiri dari banyak sayur. Bahan wadah yang digunakan dapat
berupa kertas kanton (dalam berbagai tipe dan jenis), peti kayu, ataupun plastik.
Faktor penting dalam pengepakan yang perlu diperhatikan adalah bahwa bahan
pembungkus setidaknya memiliki permeabilitas terhadap keluar masuknya oksigen dan
karbondioksida. Seringkali atmosfir dalam ruang pak yang menggunakan plastic tercapai
kestabilan udara yang cukup terkendali. Pada kondisi tersebut biasanya kandungan oksigen
rendah sedangkan karbondioksidanya lebih tinggi baik terhadap oksigen maupun udara di luar
pak (dos). Tekanan uap air relative stabil sehingga menguntungkan untuk mempertahankan
kualitas sayur dalam simpanan. Bahan pak (dos) luar yang akan menampung beberapa dos
berukuran kecil sering disebut sebakai MasterContainer. Bahan dos tersebut dapat berupa karton
maupun kayu, yang penting memiliki sifat tahan kerusakan akibat air, gesekan, tumpukan dan
tidak goyah, tidak berat.
2.5 Contoh Kasus
1. Penanganan pasca panen tanamansayur di pasar tradisional.
Di pasar tradisional pada umumnya penanganan pasca panen holtikultura masih
dilakukan sangat sederhana. Salah stunya di daerah Kopeng, Ngablak di Kabupaten Semarang,
andungan dan di pasar Ngablak, pasar Bandungan dan di pasar Salatiga, di tingkat petani, setelah
panen sayur hanya dikemas dengan menggunakan keranjang bambu maupun dengan karung
plastik. Di sini tidak dilakukan penanganan pasca panen apa-apa seperti pencucian, sortasi,
pendinginan awal dan sebagainya. Pengemasan dengan menggunakan keranjang bambu maupun
dengan mengunakan plastik hanya untuk memudahkan pengangkutan. Setelah sampai pada
pedagang, penanganan pasca panen seperti sortasi dan grading kadang-kadang dilakukan. Sortasi
dilakukan untuk memisahkan antara sayur yang mengalami kerusakan dengan yang masih baik,
sedangkan grading dilakukan agar diperoleh harga yang lebih bervariasi. Selain itu sayur supaya
diperoleh harga yang diletakkan di tempat terbuka. Dengan demikian umur simpan dari hasil
pertanian tersebut menjadi pendek, tingkat kerusakan tinggi, sehingga sampai ke tangan
konsumen kualitasnya menjadi rendah. Tidak dilakukannya penanganan pasca panen di tingkat
petani karena disebabkan harga sayuran di tingkat petani rendah sehingga penanganan pasca
panen dirasa mahal, keterbatasan pengetahuan mengenai penanganan pasca panen dan hasil
panen tersebut langsung di jual. Sedangkan di tingkat pedagang biaya penanganan pasca panen
yang lain dirasa mahal sehingga tidak sesuai dengan laba yang diperoleh karena daya beli
konsumen yang rendah.
2. Penanganan pasca panen tanamansayur di pasar modern
Sayuran yang dijual di pasar modern (Super Market) pada umumnya berasal dari petani
yang sudah mengkhususkan diri melayani permintaan super market tersebut. Umumnya petani
ini biasanya sudah maju dalam arti memiliki modal besar, pengetahuan yang baik, penggunaan
sarana produksi yang unggul sehingga produk yang dihasilkan lebih baik dibanding produk yang
dihasilkan petani tradisional. Beberapa super market yang ada di kota Semarang, hasil panen
tersebut setelah sampai di super market, kemudian dilakukan berbagai penanganan pasca panen
sebelum dijual kepada konsumen misalnya grading, pencucian/menghilangkan kotoran-kotoran
yang masih melekat pada sayur, pemotongan bagian-bagian sayur yang tidak diperlukan, sortasi
dari produk yang mengalami kerusakan kemudian dilakukan pengemasan Untuk pengemasan
dapat dilakukan dengan berbagai cara, untuk yang pertama sayuran dikemas dalam plastik yang
memiliki daya lekat yang kuat, lentur dan tidak mudah sobek sehingga menjadikan sayuran tetap
segar tahan lama, tidak kering dan melindungi serta menjaga tetap bersih. Misalnya pada bunga
kol, kobis, brokoli, luttuce dan lain sebagainya. Cara yang kedua sayuran dimasukkan ke dalam
plastik polyetilen yang diberi lobang-lobang yang memungkinkan terjadinya sirkulasi udara.
Cara yang ketiga adalah tidak dilakukannya pengemasan, tetapi sayuran diletakkan pada lemari
pendingin yang terbuka yang kadang-kadang disemprot dengan butir-butir air yang halus untuk
mengurangi penguapan, seperti sayur-sayuran daun.
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Sayur merupakan semua jenis tanaman atau bagian dari tanaman yang dapat diolah menjadi
makanan.
2. Jenis-jenis kerusakan pangan antara lain kerusakan biologi, fisik dan mekanis, serta kerusakan
kimia.
3. Faktor penyebab kerusakan sayuran disebabkan oleh pertumbuhan dan aktivitasmikroba,
terutama bakteri, ragi dan kapang, aktivitas enzim, serangga, parasit, tikus, suhu, kadar air,
oksigen, sinar, dan jangka waktu penyimpanan
4. Langkah yang harus dilakukan dalam penanganan sayur setelah dipanen meliputi pemilihan
(sorting), pemisahan berdasarkan umuran (sizing), pemilihan berdasarkan mutu (grading),
dan pengepakan (packing) dan tambahan penanganan seperti pencucian, penggunaan bahan
kimia, pelapisan (coating-waxing), dan pendinginan awal (pre-cooling), serta pengikatan
(bunching), pemotongan bagian-bagian yang tidak penting.
5. Ada perbedaan penanganan pasca panen pada sayur antara di pasar tradisional dan pasar
modern (supermarket) yaitu terletak pada cara penanganannya dimana di pasar tradisional
penanganan pasca panen masih tergolong sederhana, sedangkan pada pasar moderrn jauh
lebih kompleks.

3.2 Saran
Dalam penanganan pasca panen pada tanaman sayur harus dilakukan sesuai langkah
penanganan pasca panen dengan baik dan benar sehingga menghasilkan harga jual yang
tinggi. Selain itu penaganan pasca panen yag baik dan benar akan mempengaruhi daya beli
konsumen sehinnga perlu adanya penanganan pasca panen yang baik dan benar.
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Anda mungkin juga menyukai