Anda di halaman 1dari 47

TUGAS

BUDIDAYA UDANG WINDU

OLEH:

ABD BASIR S

NIM. 105.05.04.012.19

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER AGRIBISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TAHUN 2020

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puja dan Puji hanya layak tercurahkan kepada Allah SWT. ,
karena atas limpahan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada
Rasulullah Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam. Manusia istimewa yang seluruh
perilakunya layak untuk diteladani, yang seluruh ucapannya adalah kebenaran, yang
seluruh getar hatinya kebaikan. Sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas
kelompok ini tepat pada waktunya.

Banyak kesulitan dan hambatan yang Penulis hadapi dalam membuat tugas
ini tapi dengan semangat dan kegigihan serta arahan, bimbingan dari berbagai pihak
sehingga Penulis mampu menyelesaikan tugas ini dengan baik, oleh karena itu pada
kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen yang berangkutan .
Semoga ilmunya berkah dan menjadi aliran amal hingga kelak di Barzakh.

Penulis menyimpulkan bahwa tugas ini masih belum sempurna, oleh karena
itu Penulis menerima saran dan kritik, guna kesempurnaan tugas ini dan bermanfaat
bagi Penulis dan pembaca pada umumnya.

Makassar, 4 Februari 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Cover
Kata
Pengantar………………………………………………………………………......….2
Daftar isi……………..……………………………………………………………..…3
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang……………………………………………………………..…....4
1. 2 Rumusakan Masalah………..………………………………………………..….4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Morfologi udang……………………………………………………….……........6
2.2. Keunggulan udang windu………………………………………….…….….......10
2.3 Beberapa jenis uadang .........................................................................................11
2.4. Cara membudidayakan udang windu...................................................................15
2.5. Petunjuk teknis budidaya udang windu................................................................23
2.6. pengendalian hama penyakit pada udang.............................................................32
2.7. panen udang windu...............................................................................................40
2.8. Hasil olahan uadang..............................................................................................42
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………….…...45
B. Saran…………………………………………………………………………..45

DAFTAR PUSTAKA

3
. BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki lahan budidaya ikan dan
udang yang luas sehingga Indonesia berpotensi mengembangkan budidaya tambak
udang. Dalam usaha pemeliharaan udang secara komersial yang utama adalah udang
putih dan udang windu, sebab kedua jenis udang inilah yang bisa mencapai ukuran
besar, dan mempunyai pasaran yang baik untuk ekspor.
Perkembangan budidaya udang windu sejak 1980 sampai 1990 mungkin bisa
dikatakan pada titik puncaknya.Udang merupakan komuditas ekspor yang berhasil
meningkatkan devisa negara dari non-migas. Pesatnya jumlah perusahaan
pertambakan yang terhampar di sepanjang pantai utara jawa dan di Indonesia tak
lepas dari ketersediaan lahann pertambakan dan potensi sumber daya alam maupun
sumber daya manusia yang memungkinkan dikembangkan usaha budidaya udang
tersebut.
Hal lain yang bisa mendorong lajunya pertumbuhan perusahaan pertambakan
tersebut adalah dengan adanya permintaan akan kebutuhan udang yang terus
meningkat dari tahun di mana produksi udang yang dihasilkan belum mencukupi
kebutuhan udang di dunia. Karena udang merupakan sebagai komoditas ekspor yang
mempunyai harga baik yang harus tetap di tingkatkan produksinya. Indonesia
merupakan daerah tropis di mana pada pola tanam pemeliharaan udang dapat
dilakukan sepanjang tahun. Hal tersebut sangatlah berbeda dengan dengan jepang
yang mempunyai 4 iklim sehingga budidayanya hanya dapat dilakukan pada waktu-
waktu tertentu. Untuk memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat baik di
pasar lokal maupun pada tingkat international sangat perlu diperhatikan kualitas dan
kuantitas udang yang akan diproduksi karena mempengaruhi permintaan konsumen.

4
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, kami merumuskan beberapa masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana morfologi Udang?
2. Mengapa harus budidaya udang windu?
3. Bagaimna cara membudidayakan udang windu?
4. Bagaimana petunjuk teknis budidaya udang windu?
5. Bagaimana pemberantasan hama dan penyakit terhadap udang?
6. Bagaimana udang windu di panen?
7. Bagaimana hasil olahan udang ?

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Morfologi Udang

a. Bagian-bagian tubuh
Dilihat dari luar, tubuh udang terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian depan dan
bagian belakang. Bagian depan disebut bagian kepala, yang sebenarnya terdiri dari
bagian kepala dan dada yang menyatu. Oleh karena itu dinamakan kepala dada
(cepholothorax). Bagian perut (abdomen) terdapat ekor dibagian belakangnya. Semua
bagian badan beserta anggota-anggotanya terdiri dari ruas-ruas (segmen). Kepala-
dada terdiri dari 13 ruas, yaitu kepalanya sendiri 5 ruas dan dadanya 8 ruas.
Sedangkan bagian perut terdiri dari 6 ruas. Tiap ruas badan mempunyai sepasang
anggota badan yang beeruas-ruas pula. Seluruh tubuh tertutup oleh kerangka luar
yang disebut eksoskeleton, yang terbuat dari bahan chitin. Kerangka tersebut
mengeras, kecuali pada sambungan-sambungan antara dua ruas tubuh yang
berdekatan. Hal ini memudahkan mereka untuk bergerak.(Ahmad dan Rachmat,
1989:15)
Bagian kepala-dada tertutup oleh sebuah kelopak yang kita namakan kelopak
kepala atau cangkang kepala (carapace). Di bagian depan, kelopak kepala
memanjang dan meruncing, yang pinggirnya bergigi-gigi. Bangunan ini kita namakan
cucuk kepala (rostrum). Di bawah pangkal cucuk kepala terdapat mata majemuk yang
bertangkai dan dapat digerak-gerakan. Mulut terdapat di bagian bawah kepala di
antara rahang-rahang (mandibula). Di kanan kiri sisi kepala, tertutup oleh kelopak
kepala, terdapat insangnya. Di bagian kepala dada terdapat anggota-anggota tubuh
lainnya yang berpasang-pasang. Berturrut-turut dari muka ke belakang adalah sungut
kecil (antennula), rahang (mandibula), sirip kepala (scophocerit), alat-alat pembantu
rahang (maxilla) yang terdiri atas 2 pasang, maxilliped yang terdiri atas 3 pasang, dan
kakai jalan (pereiopoda) yang terdiri atas 5 pasang. 3 pasang kaki jalan yang pertama
(kaki jalan ke-1, ke-2, ke-3) ujung ujungnya bercapit, yang dinamakan chela. Di

6
bagian perut (abdomen) terdapat 5 pasang kaki renang (pleopoda) yaitu pada ruas ke-
1 sampai ke-5. Sedangkan pada ruas ke-6, kaki renang mengalami perubahan bentuk
menjadi ekor kipas atau ekor (uropoda). Ujung ruas ke-6 ke arah belakang
membentuk ujung ekor (telson). Di bawah pangkal ujung ekor terdapat lubang dubur
(anus).( Ahmad dan Rachmat, 1989:16-17)
b. Alat kelamin
Udang jantan dan udang betina dapat dibedakan dengan melihat alat kelamin
luarnya. Alat luar kelamin jantan disebut petasma, yang terdapat pada kaki renang
pertama. Sedangkan lubang saluran kelaminnya terletak di antara pangkal. Sedangkan
lubang saluran kelaminnya terletak di antara pangkal kaki jalan ke-4 dan ke-5.
Sedangkan lubang saluran kelaminnya terletak di antara pangkal kaki jalan ke-3. Alat
kelamin primer yang disebut gonade terdapat didalam bagian kepala dada. Pada
udang jantan yang dewasa, gonade akan menjadi testes yang berfungsi sebagai
penghasil mani (sperma). Sedangkan pada udang betina, gonade akan menjadi
ovarium (indung telur), yang berfungsi untuk menghasilkan telur. Ovarium yang telah
matang akan meluas sampai ke ekor. Sperma yang dihasilkan oleh udang jantan pada
waktu kawin akan dikeluarkan dalam kantung seperti lendir yang dinamakan
spermatophora (kantung sperma). Dengan bantuan petasma, spermatophora diletakan
pada thelicum udang betina, yang disimpan di situ sampai saatnya peneluran. Apabila
udang betina bertelur, spermatophora akan pecah dan sel-sel spermanya akan
membuahi telur di luar badan induknya.( Ahmad dan Rachmat, 1989:17-18)
c. Sifat dan Kelakuan
1. Sifat Nokturnal
Yaitu sifat binatang yang aktif mencari makanan pada waktu malam. Pada
waktu siang mereka lebih suka beristirahat, baik membenamkan diri di dalam lumpur
maupun menempel pada sesuatu yang terbenam dalam air. Dalam keadaan normal
yaitu apabla keadaan lingkungannya cukup baik, udang jarang sekali menampakkan
diri pada waktu siang. Apabila di dalam suatu tambak udang tampak aktif bergerak
pada waktu siang, ini menunjukan suatu tanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

7
Mungkin karena makanannya kurang, kadar garam mengikat, suhu naik, oksigen
kurang, ataupun karena timbul senyawa-senyawa beracun, seperti asam sulfida
(H2S), zay asam arang (CO2), amoniak (N2H3), dan lain-lain.(Ahmad dan Rachmat,
1989:18-19)
2. Sifat Kanibalisme
Sifat yang umum pula terdapat pada udang adlah sifta kanibalisme. Yaitu sutu
sifat suka memangsa jenisnya sendiri. Sifat ini sering timbul pada udang yang sehat,
yang tidak sedang ganti kulit. Sasarannya udang-udang yang kebetulan sedang ganti
kulit. Dalam keadaaan kekurangan makanan, sifat kanibalisme akan tampak lebih
nyata. Sifat demikian ini sudah mulai tampak pada waktu udang masih burayak, yaitu
mulai tingkatan mysis. Untuk menghindari kanibalisme, udang-udang yang sedang
ganti kulit biasanya mencari tempat untuk bersembunyi. Ahmad dan Rachmat, 1989-
19)
3. Ganti kulit
Udang mempunyai kerangka luar yang keras (tidak elastis). Oleh karena itu,
untuk tumbuh menjadi besar, mereka perlu membuang kulit lama, dan menggantinya
dengan kulit baru. Peristiwa ini kita kenal sebagai pergantian kulit (ecdysis). Udang
muda yang pertumbuhannya masih pesat, lebih sering berganti kulit dari pada udang
dewasa. Dalam pembentukan kulit, yang sekaligus juga merupakan kerangkanya,
unsur kapur atau kalsium (Ca) sangat diperlukan. Antara metabolisme unsur Ca,
pertumbuhan, pergantian kulit, dan tekanan osmose terdapat hubungan yang sangat
erat. Oleh karena itu, tersedianya unsur Ca di dalam lingkungan hidup udang
merupakan syarat utama. Udang yang sedang berganti kulit sangat lemah. Oleh
karena itu sngat mudah menjadi sasaran kanibalisme atau sasaran bintang-bintang
pemangsa (predator). Secara alami, udang yang sedang berganti kulit selalu berusaha
untuk mencari tempat persembunyian. Misalnya bersembunyi di dalam lumpur atau
menylinap di balik rumpun-rumpun,( Ahmad dan Rachmat, 1989:21)
4. Daya Tahan
Udang windu, terutama pada waktu masih berupa benih, sangat tahan

8
terhadap perubahan kadar garam. Sifat demikian ini dinamakan ini dinamakan sifat
euryhalin. Hal ini memungkinkan kita untuk memelihara mereka di berbagai macam
tambak dengan berbagai macam tingkat kadar garam. Sifat lain yang menguntungkan
juga adalah ketahanannya terhadap perubahan suhu. Sifat demikian kita kenal sebagai
sifat eurythermal. Goncangan suhu yang agak besar biasanya terjadi pada waktu
musim kemarau. Pada waktu siang suhu mungkin cukup tinggi (sekitar 31 derajat C),
tetapi pada waktu malam suhu bisa turun hingga sekitar 22 derajat C.( Ahmad dan
Rachmat, 1989-21)
d. Makanan
Secara alami pemilihan terhadap jenis makanan sangat berlain-lain
(bervariasi). Ini tergantung pada tingkatan umur udang yang bersangkutan. Pada
waktu masih burayak, makanan utamanya plankton, baik plankton nabati maupun
plankton hewani. Burayak tingkat neuplius masih belum perlu makanan, karena
masih mempunyai cadangan makanan di dalam kantung kuning telurnya. Setelah
menjadi zoea, mereka mulai mencari makanan, sebab persediaan makanannya sudah
habis. Makanan zoea ini terdiri dari planktin-plankton nabati, seperti Diatomae
(Skeletonema, Navicula, Amphora, dan lain-lain) dan Dinoflagellatea (Tetraselmis,
dan lain-lain). Pada tingkat mysis, mereka mulai suka makanan plankton hewani,
sperti protozoa, Rotifera. Setelah burayak mencapai tingkat post larva (burayak
tingkat akhir), dan juga setelah menjadi udang muda (juvenil), selain makan makanan
tersebut, mereka juga makan Diatomae dan Cyanophyceae yang tumbuh di dasar
perairan , anak tiram, anak tritip, anak udang-udangan lainnya, cacing Annelida, dan
juga detritus. Udang dewasa suka makan daging binatang lunak atau moluska
(kerang, tiram, siput), cacing Annelida, yaitu cacing Polyhaeta, udang-udangan, anak
serangga. Di dalam usaha budidaya, udang dapat makan makanan alami yang tumbuh
di tambak, seperti kelekap, lumut, plankton, dan binatang-binatang penghuni dasar
perairan.( Ahmad dan Rachmat, 1989:21-22)

9
2.2. Keunggulan Udang Windu
Udang windu merupukan salah satu komoditas bididaya unggulan di Asia
(FAO,2008). Hal ini dikarenakan udang windu memiliki beberapa kelebihan,
diantaranya memiliki ukuran panen yang lebih besar, rasa yang manis, gurih dan
kandungan gizi yang tinggi. Besarnya potensi budidaya udang windu memacu para
petambak untuk memaksimalkan produksi melalui sistem budidaya intensif.
(Budiardi, 2005:153)
Diantara jenis-jenis udang penghuni tambak, yang paling banyak terdapat
biasanya adalah udang werus (Metapenaeus monoceros), yang kemudian disusul oleh
udang putih (Panaeus mergulensis). Atau aebaliknya di wilayah tertentu, dan di
musim tertentu, lebih banyak udang putih dan udang api-api. Ditambak-tambak
tertentu kadang-kadang banyak juga udang cendananya (Metapenaeus brevicoris).
Jenis-jenis lainnya biasanya hanya sedikit dan tidak begitu berarti dilihat dari segi
jumlahnya.
Dalam usaha pemeliharaan udang secara komersial, yang diutamakan
hanyalah udang putih dan udang windu. Sebab hanya kedua jenis inilah yang bisa
mencapai ukuran besar, dan pada dewasa ini mempunyai pasaran yang baik untuk
ekspor.
Di antara udang putih dan udang windu, ternyata udang windu yang lebih
banyak menarik perhatian. Padahal kalau di lihat dari jumlahnya, udang ini tidak
termasuk jenis komersial. Hanya karena ukurannya yang bisa besar itulah maka
mereka menjadi lebih unggul dibandingkan dengan jenis lainnya.
Jumlahnya yang hanya sedikit, disebabkan karena benihnya yang masuk
kedapal tambak juga hanya sedikit, yaitu hanya 2-6% dari seluruh benih udang yang
masuk keseluruh tambak. Apabila benihnya dapat dicukupi, maka dengan penebaran
yang teratur, usaha pemeliharaannya akan lebih memuaskan.
Ditinjau dari daya tahannya terhadap pengaruh lingkungan. Udang windu juga
lebih unggul, walaupun hanya menduduki tempat kedua. Sedangkan tempat pertama
diduduki oleh udang werus, yang kadang-kadang masih tetap hidup walaupun sudah

10
dijual di pasar-pasar. Udang putih termasuk yang paling lemah dan paling “cengeng”,
alias mudah sekali mati.
Dengan daya tahannya yang tinggi terhadap pengaruh lingkungan,
memungkinkan kita untuk memelihara udang windu dalam waktu yang cukup (5-6
bulan), hingga mereka dapat mencapai ukuran besar (king size), yaitu antara 80-100
gram/ekor. Sedangkan udang putih paling lama hanya dapat dipelihara 3 bulan,
sehingga ukurannya pun belum besar-besar.
Di samping tahan terhadap pengaruh lingkungan selama masa pemeliharaan,
benihnya pun ternyata cukup tahan selama dalam penampungan dan pengangkutan.
Hal ini sangat membantu dalam usaha perdagangannya, sehingga bila kita menangani
usaha pengadaaan benih, kita tidak begitu direpotkan dan kita pun masih bisa
mendapat keuntungan. (Ahmad dan Rachmatun, 1989:12-14)
Udang yang terdapat dipasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya
sebagian kecil saja yang terdirri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar
sungai-sungai besar dan rawa-rawa dekat pantai. Udang-udang air tawar ini pada
umumnya termasuk dalam keluarga palaemonidae sehingga para ahli sering
menyebutnya sebagia kelompok udang palaemonoid. Contohnya yang terkenal
adalah udang galah (Macrobrachium ronserbergii). Udang laut sendiri, terutama
terdiri dari udang-udang dalam keluarga panaeidae, yang bisa disebut udang panaeid
oleh para ahli. Di samping itu terdapat juga udang-udang dari keluarga lain. Tapi
umumnya kurang begitu populer seperti udang penaeid. Di antara mereka berasal dari
keluarga palimuridae, Scyllaridae, dan suku Stomatopoda.(Ahmad dan Rachmatun,
1989:1)
2.3. Beberapa jenis udang
a. Udang windu (panaeus monodon)
Dalam bahasa-bahasa daerah udang ini dinamakan juga sebagai udang
pancet, udang bago, udang lotong, liling, udang baratan, udang palaspas, udang tepus,
dan udang userwedi. Ujung kaki renang berwarna merah. Pada udang muda warna
tersebut agak pucat. Pada badannya terdapat titik-titik hijau,. Kulitnya keras. Cucuk

11
kepala (rostrum) tumbuh kuat sekali, ujungnya lengkung ke atas berbentuk seperti S.
Gigi bagian ats 7 buah, sedangkan gigi bagian bawah buah, sehingga rumus gigi
rostrumnya adalah 7/3. Biasa hidup diperairan pantai yang berlumpur atau berpasir.
Terdapat diperairan laut antara Afrika selatan dan Jepang, dan antara Pakistan barat
sampai ke Australia bagian utara. Termasuk udang panaeid yang dapat mencapai
ukuran besar, sehingga mencapai 34 cmpanjang dan 270 gram berat. Udang ini sering
tertangkap dengan alat trawl, jaring klitik, pukat tepi, potol, cantrang dan
dogol.(Ahmad dan Rachmatun, 1989:2)
b. Udang kembang (penaeus semisulcatus)
Udang ini dinamakan juga sebagi udang windu, udang pancet, udang manis,
udang doang, sito. Sukar dibedakan dengan udang windu penaeus monodon.
Termasuk udang niaga penting, yang diekspor ke Jepang, Amerika Serikat, dan
negara-negar lain di Eropa. Dalam dunia perdagangan, mereka mereka pun dijuluki
juga “tiger prawn”, sehingga terkacau dengan P. monodon atau udang windu. Para
petani tambak tidak suka udang kembang ini sebab di tambak tumbuhnya lambat.
Benurnya di alam tercampur dengan udang windu, tetapi petani atau pedagang benur
yang sudah berpengalaman tentu dapat membedakannya. Sungut kemerah-merahan.
Baik kaki jalan maupun kaki renang berwarna kenerah-merahan (merah darah).
(Ahmad, Rachmatun, 1989:3).
c. Udang putih (penaeus merguiensisi)
Dinamakan juga sebagi udang jrebung, udang kelong, udang penganten,
udang perempuan, udang cucuk, udnag wangkang. Rumus gigi rostrum 5-8/2-5, pada
umumnya 8/5. Bentuk rostrum memanjang, langsing, pangkalnya hampir seperti segi
tiga. Warna badan putih sampai kuning. Terdapat bintik-bintik coklat dan hijau pada
ujung ekor. Pada sungut yang pendek (antennula), terdapat belang-belang merah
sawo. Kaki jalan dan kaki renangnya berwarna kekuning-kuningan atau kadang-
kadang kemerah-merahan. Sungut yang panjang (antenna) berwarna kemerah-
merahan. Sirip ekor atau ekor kipas ( uropoda) berwarna merah sawo matang dengan
ujungnya kuning kemerah-merahan atau kadang-kadang sedikit kebiru-biruan. Kulit

12
tipis, tembus cahaya. Dapat mencapai panjang badan 24 cm. Hidup di dasar perairan,
terutama didaerah-daerah yang banyak bermuara sungai besar. Udang ini terdapat
hampir di seluruh perairan Indonesia. Penyebarannya mulai dari daerah India sampai
ke Kalionia dan Australiabagian utara.(Ahmad, Rachmatun, 1989:4-5)
d. Udang jari (penaeus indicus longirostris)
Seperti halnya udang penaeus merguiensis, udang ini pun dinamakan pula
sebagai udang putih, udang jrebung, udang kelong, udang penganten, udang cucuk,
dan udang wangkang. Dibandingkan dengan udang panaeus merguiensis, rostrum
(cucuk kepala udang jari tampak mencolok panjang, baik pada udang muda maupun
udang dewasa. Dengan bertambahnya umur, rostrumnya pun makin memendek.
Sungutnya jelas berbelang-belang kuning coklat. Rumus gigi rostrum 7-9/4-5. Dalam
keadaan hidup berwarna kekuning-kuningan, setengah tembus cahaya, dengan totol-
totol biru. Bagian atas kelopak kepala (carapace) dan badannya berwarna sawo
matang. Tangkai mata dan pangkal sungut kebiru-biruan. Sirip ekor atau ekor kipas
(uropoda) berwarna biru dengan ujungnya berwarna merah cerah. Dapat mencapai
panjang 22 cm. Hidup bergerombol dalam jumlah besar, terdapat di perairan dengan
dasar lunak, yang biasanya berlumpur campur pasir di daerah-daerah yang banyak
muara sungai besarnya.(Ahmad dan Rachmatun, 1989:5)
e. Udang werus (Metapenaeus monoceros)
Dinamakan juga sebagai udang api-apai, udang kayu, udang impes, udang
perus, udang kadhoro, udang suket, udang swallo. Walaupun dalam dunia ekspor
tidak sepopuler jenis-jenis udang yang telah disebutkan terdahulu, namun dikenal
juga nama perdagangannnya sebagai endeavor prawn. Rostum sedikit lurus, agak
mengarah ke atas, ujungnya sedikit melampaui pangkal sungut yang pendek. Bagian
atas rostrum bergigi 9-12, bagian bawah tidak bergigi, rumus gigi rostrum 9-12/0.
Kulit kesat lagi keras. Warnanya coklat muda sedikit tembus cahaya, kadang-kadang
kemerah-merahan bertintik-bintik merah. Ujung kaki dan ekor kemerah-merahan,
kecuali dua kaki jalan pertama yang berwarna putih. Dapat mencapai panjang 18 cm.
Terdapat hampir di seluruh perairan pantai Indonesia. Sering masuk ke tambak-

13
tambak. Tersebar mulai dari Afrika Timur sampai ke India dan Sri Lanka (Ceylon).
Tertangkap dengan alat trawl, potol, centrang, pukat tepi, togo, jermal, tadah, sodo,
dan bubu.(Ahmad dan Rachmatun, 1989:6-7)
f. Udang belang (parapenaeopsis sculptilis).
Dinamakan juga sebagai udang krosok, udang harimau atau udang loreng.
Merupakan jenis terbesar di antara udang-udang parapenaeopsis lainnya. Termasuk
udang kecil, dengan panjang total yang dapat dicapai 14 cm. Kulitnya keras dan
kepalanya relatif besar (kurang lebih 40% dari seluruh badan). Warnanya coklat
kemerah-merahan dengan garis-garis putih.(Ahmad dan Rachmatun, 1989:8)
g. Udang barong
Udang barong dan saudaranya udang karang, termasuk udang laut dari
keluarga Palimuridae yang mempunyai arti ekonomi penting juga, karena dapat
diekspor. Akan tetapi jumlah hasil penangkapannya tidak sebanyak udang penaeid.
Jenis-jenis yang sering tertangkap adalah udang barong atau udang gambar (panulirus
versicolor), dan udang karang (panalirus dasypus). (Ahmad dan Rachmatum, 1989:9)
h. Udang kipas
Udang kipas (Scyllarus sp) yang dinamakn juga udang kepet atau udang
pasir, sring digelari juga sebagai lobster pipih atau spanish lobster. Mereka termasuk
dalam keluarga Scyllaridae, yang masih satu suku dengan keluarga Penaeidae,
Palimuridae, dan Homoridae, yaitu suku Decepoda. Bentuknya gepeng, terutama
kepalanya. Sungutnya berubah bentuk menjadi semacam sisik yang pipih. Matanya
terletak dilekukan pada pinggiran batok kepala. Sering tertangkap sebagai hasil
tambahan alat trawl pantai (cantrang dan dogol). (Ahmad dan Rachmatun, 1989:9-10)
i. Udang Ronggeng
Udang ronggeng yang dinamakan juga udang peletas atau udang pengko,
termasuk dalam suku stomatopoda. Bentuk tubuhnya menyerupai belalang sembah
atau walang kadung (Mantis) sehingga mereka dijuluki mantis shrimp. Mereka
kurang terkenal, karena ukurannya kecil-kecil, lagi pula jumlahnya tidak banyak.
Tubuhnya terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala, dada, dan perut. Kakinya tiga pasang

14
yang terletak pada ruas dada. Salah satu umbai-umbai mulut (maxilliped II) berubah
bentuk menjadi kaki penangkap untuk memegang dan merobek mangsa.
Kadang-kadang kaki penangkap itu bergigi tajam, sehingga mudah melalui tangan
kita. Kesukaannya hidup di dalam lubang yang digali sendiri di pantai yang berpasir
lumpur tU di dalam celah-celah batu karang. Ada juga yang suka membenamkan diri
begitu saja di dalam lumpur atau pasir. Dapat ditangkap dengan pancing jerat
berumpan, yang dimasukkan ke dalam lubang persembunyiannya. Contohnya yang
dapat kita jumpai adalah udang pengjo (Lysiosquilla maculata).(Ahmad dan
Rachmatun, 1989:10)
2.4 . Cara Membudidayakan Udang Windu
Budidaya udang di tambak merupakan kegiatan usaha pemeliharaan atau
pembesaran udang di tambak mulai dari ukuran benih (benur) sampai menjadi ukuran
yang layak untuk dikonsumsi.
1. Sistem Budidaya Tambak
Budidaya tambak untuk untuk memelihara ikan bandeng maupun udang di
Indonesia sangat luas, ada kurang lebih 200.000 ha (1986) yang dimiliki dan
diusahakan oleh petani. Kebanyakan usaha ini masih dikelola secara tradisional.
Sejak dasawarsa terakhir ini, teknik intensifikasi tambak telah dikenal secara luas.
Namun karena kemampuan permodalan sebagi masukan untuk inovasi dan tingkat
keterampilan petani tambak tidak sama, maka perkembangan teknik pertambakan
yang diterapkan saat ini pun berbeda-beda tingkatannya. Ada tambak yang masih
diusahakan secara sederhana, dengan hasilnya yang masih rendah. Adapula tambak
yang telah diusahakan secara sangat intensif dengan masukan modal yang tinggi dan
hasilnya juga sangat tinggi, yaitu lebih dari 10 ton/ha/tahun. Adapun sistem budidaya
udang yang dikenal sekarang, ada 3 tingkatan ialah: Budidaya ekstensif (tradisional),
semi-intensif dan intensif.(Ahmad dan Rachmatun, 1989:26-27)
a. Sistem budidaya tradisional atau ektensif
Petakan tambak pada tingkat budidaya ini, bentuk dan ukurannya tidak
teratur. Luasnya antara 3 ha sampai 10 ha per petak. Biasanya setiap petakan

15
mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m di sepanjang keliling
petakan sebelah dalam. Di bagian tengah juga dibuat caren dari sudut kesudut
(diagonal). Kedalama caren itu 30-50 cm lebih dalam dari pada bagian lain dari dasar
petakan yang disebut pelataran. Bagian pelataran hanya dapat berisi air sedalam 30-
40 cm saja. Pada tempat ini akan tumbuh kelekap sebagai pakan alami bagi ikan
bandeng dan udang. (Ahmad dan Rachmatun, 1989:27-28)
Di tengah petakan di buat petakan yang lebih kecil dan dangkal sebagai
petak untuk mengipuk nener yang baru saja didatangkan dari tempat lain. Nener
dipelihara di dalam petak peneneran atau ipukan itu lamanya 1 bulan, sehingga cukup
kuat untuk dibuyarkan ke dalam petak pembesaran yang yang luas itu. Cara
membuyarkan cukup dengan membuka (merusak) tanggul petak peneneran tersebut,
lalu nener berenang sendiri ke petak besar.
Di Jawa Timur, rekayasa tambak tradisional telah lebih maju. Di sini
beberapa petak tambak disusun menjadi suatu unit, seperti terlihat pada tipe porong
dan tipe taman. Susunan dalam unit tersebut dimaksudkan untuk dapat mengadakan
pengaturan air secara lebih, di samping juga didisain untuk lebih memudahkan
pengelolaannya.
Tipe porong terdapat pada daerah delta sungai Brantas, Kabupaten Sudiarjo,
Jawa Timur. Air dari saluran di tampung di dalam petak pembagi air yang berbentuk
bujursangkar dan lebih dalam daripada petakan yang lain. Pada petak pembagi itu
dibuat pintu-pintu air untuk menghubungkan dengan petak-petak lainnya. Pada waktu
panen, petak pembagi air itu berfungsi sebagai tempat untuk mengumpulkan ikan
bandng.( Ahmad dan Rachmatun, 1989:28-29)
Tipe taman terdapat di daerah aliran sungai Porong, wilayah kecamatan
Taman, juga di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Tipe ini sangat mirip dengan tipe
porong karena juga terdiri gabungan beberapa petak tambak. Hanya saja tambak
disini disesuaikan dengan kondisi daerah setempat yang airnya sulit diperoleh, karena
elevasi lahan agak tinggi dan agak jauh dari pantai. Setiap unit tambak mempunyai
penampung air yang disebut jalonan. Bentuk jalonan ini seperti saluran memanjang.

16
Di tengah-tengah saluran tersebut dibuat gutekan yaitu bagian yang sempit dan lebih
dalam untuk membagi air ke seluruh petakan. Pada musim kemarau seluruh bagian
pelataran tambak biasanya kering. (Ahmad dan Rachmat, 1989:30)
Tambak tipe jawa barat, porong, dan taman itu masih diusahakan secara
ekstensif (tradisional). Ikan bandeng di sini hanya dipelihara dengan padat penebaran
rendah, tergantung dari pakan alami. Hasilnya hanya berkisar antara 300 kg sampai
500 kg/ha/tahun. Udang hanya sebagai hasil tambahan yang tidak sengaja dipelihara,
karena benihnya masuk sendiri dari laut terbawa air pasang yang masuk ke dalam
tambak.
Pada tambak tradisional, semula tambak tidak dipupuk sehingga produktifitas
semata-mat tergantung dari makanan alami yang kelebatannya tergantung dari
kesuburan alamiah pula. Pemberantasan hama juga tidak dilakukan, sehingga benih
bandeng yang dipelihara banyak yang hilang atau mati. Akibatnya produktivitas
semakin rendah.
Barulah setelah pemerintah mengadakan kegiatan penyuluhan yang semakin
intensif, sejak awal tahun 1970 an, para petani tambak mulai mengenal teknik
pemupukan dan memberi makanan tambahan walaupun baru berupa dedak atau hasil
limbah pertanian lainnya. Sejak dasa warsa itu pula, para petani tambak semakin
sadar akan perlunya pembaharuan cara pengelolaan tambaknya. Akhirnya mereka
tidak saja memlihara ikan bandeng tetapi juga mengusahakan agar produksi udang di
tambaknya dapat meningkat. Maka dimulailah tahapan tambak semi-intensif.(Ahmad
dan Rachmatun, 1989:31)
b. Sistem budidaya semi-intensif atau tradisional yang diperbaiki
Metoda atau sistem budidaya ini merupakan peningkatan atau perbaikna dari
sistem tradisional atau ekstensif yaitu dengan memperkenalkan bentuk petakan yang
teratur dengan maksud agar lebih mudah dalam pengelolaan airnya. Bentuk petakan
umumnya empat persegi panjang dengan luas 1-3 ha per petakan.
Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran air
(outlet) yang terpisah untuk untuk keperluan penggantian air, penyiapan kolam

17
sebelum ditebari benih, dan pemanenan. Suatu car diagonal denga lebar 5-10 m
menyerong dari pintu (pipa) pemasukan (inlet) ke arah pintu (pipa), pengeluaran
(outlet). Dasar caren itu miring ke arh outlet untuk memudahkan pengeringan air dan
pengumpulan udang wakti di panen. Caren itu kedalamannya selisih 30-50 cm dari
bagian pelataran tambak sehingga bila petak berisi penuh air, kedalaman air di caren
mencapai 1 m atau lebih. Air yang dalam itu menyebabkan suhu di dasar caren tetap
dingin pada siang hari yang terik sehingga menjadi tempat berteduh bagi udang.
Ada juga petani tambak selain membuat caren menyudut juga membuat caren di
sekeliling pelataran. (Ahmad dan Rachmat, 1989:31-32) Seperti halnya tambak
tradisional, pada budidaya tambak semi-intensif ini orang memelihara campuran ikan
bandeng dan udang atau disebut polikultur. Baru pada perkembangan lebih lanjut,
pada dasa warsa 1980 an, di tambak semi=intensif itu petani cenderung hanya
memelihara udang saja khususnya udang windu atau disebut monokultur. Benih
udang (benur) yang sengaja ditebarkan di tambak itu dengan kepadatan 20.000 ekor
/ha sampai 50.000 ekor/ha/musim. Berdasarkan pakan tersebut produksi tambak
udang semi-intensif hanya dapat mencapai 600 kg-800 kg/ha/musim. Tetapi ukuran
udang yang dipanen cukup memenuhi syarat untuk ekspor yaitu 25-30 ekor/kg. Lama
pemeliharaan 4-5 bulan.( Ahmad dan Rachmat, 1989:33)
c. Sistem budidaya intensif
Budidaya udang intensif dilakukan dengan teknik yang canggih dan
memerlukan masukan (input) biaya yang besar. Sebagai imbangan dari masukan yang
tinggi, maka dapat dicapai volume produksi yang sngat tinggi pula. Petakan
umumnya kecil-kecil, 0,2-0,5 ha per petak. Maksudnya supaya pengelolaan air dan
pengawasannya lebih mudah. Kolam atau petak pwmwliharaan dapat dibuat dari
beton seluruhnya atau dari tanah seperti biasa. Atau dindingnya saja dari tembok
sedangkan dasar masih tanah. Ciri khas dari teknik budidaya intensif ini ialah padat
penebaran benur sangat tinggi yaitu 50.000 sampai 600.000 ekor/ha. Makanan
sepenuhnya tergantung dari makanan yang diberikan denagan komposisi yang ideal
bagi pertumbuahan udang.

18
Kotoran-kotoran baik yang dikeluarkan oleh udang sendiri maupun hasil
pembusukan sisa-sisa pakan di dalam air akan merangsang mikroorganisme yang
dapat menyebabkan sakitnya udang.(Ahmad dan Rachmatun, 1989:35-37) Pembinaan
untuk intensifikasi tambak, untuk meningkatkan produksi udnag dari cabang usaha
budidaya di tambak, kira dapat menempuhnya dengan dua cara yaitu:intensifikasi
tambak udang dan perluasan areal tambak baru (ekstensifikasi).
Untuk mengusahakan tambak, dahulu kita mengenal apa yang dinamakan
panca usaha tambak, yaitu lima macam kegiatan pokok yang harus kita laksanakan,
agar usaha kita dapat berhasil dengan baik. Kelima macam kegiatan tersebut terdiri
dari:
a. Perbaikan saluran atau pengairan
b. Pengolahan pupuk
c. Pemakaian pupuk
d. Pemberantasan hana
e. Penyediaan benih yang cukup.
Untuk selanjutnya ketujuh macam kegiatan dinamakn sebagi sapta usaha
budidaya tambak, yang terdiri dari:
a. Konstruksi tambak
b. Pengaturan air
c. Pengolahan tanah, pemupukan, dan pemberian makanan tamabahan
d. Pemberantasan hama
e. Penebaran benih
f. Pemasaran hasil
g. Tatalaksana usaha.
(Ahmad dan Rachmatun, 1989:38-39)
2. Lokasi Untuk Budidaya Udang
a. Potensi Lahan
Pertambakan di Indonesia dibuat disepanjang pantai yang semula berupa
rawa hutan bakau. Dengn perkembangan teknologi budidaya modern, lahan pantai

19
yang berpasir, berlahan pedas, bahkan yang bertahan gambut dapat juga dibuat
pertambakan untuk ekspor. Di Indonesia terdapat kurang lebih 250.000 ha tambak
(1987) yang telah diusahakan untuk memelihara ikan bandeng maupun udang.
Menurut perhitungan berdasarkan survei bersama antara Direktorat Jendral Perikanan
dengan Pusat Penelitian Perikanan (1985) luas lahan dataran pantai yang potensial
untuk dibuat tambak, khususnya yang terdiri dari hutan bakau ada kurang lebih 4,3
juta ha. Tidak seluruhnya hutan bakau itu boleh untuk diubah menjadi hutan bakau
boleh diubah menjadi tambak, melainkan dicadangkan 10-2-% saja, yang berarti
seluas 420.000-840.000 ha. Maksudnya supaya keseimbangan ekolohi perairan pantai
tidak terganggu.( Ahmad dan Rachmatun,1989:43)
Kritreia lahan yang bukan hutan bakau dibuat tambak untuk budidaya udang yaitu:
1. Harus ada sumber pengairan yang cocok untuk penghidupan udang
2. Lahannya memungkinkan untuk dibuat perkolaman dengan biaya yang memadai
3. Tersedia teknolohi dan peralatan untuk penyelanggaraan rekayasa (engineering)
perkolamn dan pengairan. Misalnya, ada pompa, cukup tersedia energi listrik dan
BBm, dan lain-lainnya
4. Tersedia tenaga kerja yang terampil dalam pengelolaan tambak udang
5. Tidak boleh diabaikan pula tentang tataguna lahan secara menyeluruh di suatu
wilayah, agar tidak terjadi kerugian di kemudian hari.(Ahmad dan
Rachmatun,1989:45)
b. Kriteria Lahan untuk pertambakan
Pada lahan masih dikatakan potensi pada suatu wilayah desa atau kecamatan
tertentu,, haruslah dipelajari secara rinci sifat-sifat lahan tersebut. Dengan cara
demikian dapat menentukan suatu rancangan terletak suatu unit usaha pertambakan
yang lengkap, yaitu terdiri dari:
a. Beberapa petakan tambak untuk berproduksi
b. Saluran-saluran suplai air dan pembuangan
c. Adanya suplai air tawar dari sungai atau dari sumur artesis atau sumur pompa
yang memadai

20
d. Pemasukan air asin dari laut yang mencukupi kebutuhan
e. Ada kolam pengendapan air, bila air keruh
f. Ada tempat untuk mendirikan gudang, generator listrik dan kendaraan.
Kriteria yang sangat penting itu adalah:
a. Sumber pengairan tambak
b. Topografi lahan
c. Fluktuasi pasang surut
d. Tanah
e. Vegetasi
f. Jalan dan komunikasi
g. Ketersediaan sarana
Beberapa persyaratan untuk lahan pertambakan yang disebutkan di bawah ini
merupakan persyaratan yang sangat idealuntuk tambak, yaitu:
a. Perbedaan pasang surut antara 1,5-2 m, sedangkan air laut tidak keruh berlumpur
b. Dataran pantai tidak bergerak maju ke arah laut karena proses pengendalan (silasi)
c. Tekstur tanah dasar terdiri dari lumpur liat berdebu atau lumpur berpasir, tapi
kandungan pasirnya tidak lebih dari 20%. Selain itu tanah juga tidak ngroks
(porus)
d. Areal tambak dekat dengan pantai (tambak lanyah) dan dekat pula dengan muara
sungai
e. Petakan tambak dapat diairi sepanjang tahun, atau setidak-tidaknya selama 10
bulan dalam setahun
f. Kadar garam airnya berkisar antara 15-30 permil.
3. Tata letak, Disain, dan Konstruksi Tambak
1. Tata letak
a. Petak-petak pertambakan minimum harus 50 m dari garis pantai. Dalam jarak
lebar 50 m itu hendaknya dipelihara/dilestarikan jalur hijau yang bisa berupa
tumbuhan pohon api-api dan atau bakau.
b. Unit tambak harus minimum berjarak 15 m dari tepi sungai, dan terpelihara

21
sebagai jalur hijau juga untuk mencegah longsor.
c. Saluran pemasok air hendaknya terpisah dengan saluran pembuangan
d. Saluran hendaknya tidak memotong tegak-lurus terhadap kontur lahan. Ini untuk
mencegah penggusuran dasar dan supaya gerakan air tidak terhambat.
e. Pembuatan saluran-saluran harus mengingat kepentingan atau tidak mengganggu
kepentingan perolehan air nagi pertambakan (milik orang lain) di sekitarnya.(
Ahmad dan Rachmat,1989:54-55)
Penentuan lokasi menurut Soetarno (1989:3-7) dalam menentukan lokasi
untuk pengembangan pemeliharaan udang windu perhatikan petunjuk dibawah ini:
a. Keadaan populasi di perairan sekitarnya, populasi harus cukup padat dan tersedia
sepanjang tahun
b. Keadaan perbedaan pasang surut harus ukup tinggi
c. Jarak lokasi dari pantai maksimal 1 km, lokasi harus perlindung dari gangguan
ombak. Hutan bakau selebar 15 meter dapat melindungi tambak dari gangguan
tombak
d. Tekstur tanah dasar hendaknya terdiri dari tanah liat yang memadat dengan
endapan debu di atasnya tidak terlalu tebal
e. Kadar garam (salinitas) air yang optimal ialah antara 24-30 per mil

2. Desain dan kontruksi


1. Bentuk petakan
Petakan tambak yang baik berbentuk empat persegi panjang, sisi panjangnya
sebaiknya maksimum 150 m supaya pemasukan air dari satu sisi ke sisi yang
lain, bisa menimbi=ulkan arus yang masih cukup kuat. Lebar petakan (sisi
pendek) sebaiknya seragam agar memudahkan dalam pemanen. Harus menjadi
pertimbangan juga arah amhim yang bertiup secar mencolok.( Ahmad dan
Rachmatun,1989:59)
Macam-macam petakan tambak:
a. Petak pendedaran

22
Gunanya untuk mengipuk (mendeder) benih ikan bandeng atau udang yang
masih amat lembut, selama 1 bulan. Petakan ini ukurannya kecil saja, kira-kira
1% dari luas seluruh petakan pembesaran. Kedalaman petakan ini 30 cm-50 cm.
b. Petak penggelondongan
Ukurannya 10% dari luas petak pembesaran. Kedalamannya 60 cm-75cm.
2. Saluran tambak
a. Saluran utama, disebut juga saluran primer. Saluran ini mengalirkan atau
mengambil air langsung dari laut atau dari suatu sungai besar yang airnya payau
b. Tanggul utama, merupakan batas unit tambak dengan lahan luarnya. Tanggul
utama yang berbatasan dengan laut dan sungai harus cukup lebar dan tinggi
sebab berfungsi menahan banjir.
c. Tanggul tersier, memisahkan antara 2 petak tambak. Lebar atas minimum 1 m.
Kemiringan lerengnya 1:1 atau 1:2
d. Pintu air, lebar dan tinggi pintu air disesuaikan dengan lebar saluran dan tinggi
tanggul saluran. (Ahmad dan Rachmatun,1989:67-77)
2.5. Petunjuk Teknis Budaya Udang windu

1. Persiapan
Persiapan tambak bertujuan agar dasar tambak memiliki kandungan bahan
organik (baik padat maupun gas) dan bahan cemaran lainnya yang rendah dan
sekaligus memiliki ekosistem yang baik sehingga pemakaian oksigen didasar menjadi
rendah. Kegiatan persiapan tambak dilaksanakan mulai dari pengangkatan lumpur
kotor sampai siap tebar yang meliputi fisika, kimia, dan Biologi dengan perinciam
sebagai berikut:
a. Pemasangan tanggul tumbak dan saluran pembawa kwarter
b. Pengangkatan lumpur tambak keluar dalam keadaan basah (tidak terndam air)
dan dasar tambak dibalik stebal kurang lebih 10 cm. Lumpur disarankan dibuang
keluar jauh dari tambak
c. Perbaikan tanggul tambak dan saluran serta perbaikan inlet dan outlet

23
d. Pengeringan dasar tambak sampai retak-retak
e. Perendaman 30 cm dan dibiarkan 3-7 hari lalu dibuang
f. Pengapuran dasar menggunakan CaCo3 0,5-1,0 ton/0,5 ha (tergantung PH tanah)
g. Pemasangan seringan inlet dan outlet serta jembatan anco.
h. Pemasangan kincir/MTO2 dalam keadaaan dasar tambak tidak ada air dan
letaknya disesuaikan dengan kebutuhan
i. Pengisian air berasal dari tambak pelakuan dengan memberikan Ca (OH)2 dan
aerasi sampai ketinggian 60 cm
j. Kincir dijalankan siang malam untuk mengaerasi dasar tambak (kondisioning),
pada saat ini masukkan bakteri melalui proses fermentasi yang berfungsi untuk
mengurangi bahan organik di dasar sekaligus juga sebagai penumpukan
k. Penambahan air sampai ketinggian minimal 80 cm dan bilamana plankton belum
tumbuh dilakukan pemupukan dengan NPK dan TSP
l. Pemberian teaseed 15 ppm pada siang hari sekitar pukul 10.00 WIB
m. Apabila air sudah stabil plankton tumbuh dan kecerahan 30-40 cm selanjutnya
diukur COD, bahan organik dan PH air untuk menentukan waktu tebar (disamping itu
diukur juga logam berat dan pestisida/jika memungkinkan).
Catatan:
a. Bersamaan dengan menyiapkan tambak budidaya juga disiapkan tambak tandon
dan tambak perlakuan dengan kwalitas yang sama
b. Apabila dasar tambak tidak bisa kering maka didaerah yang banyak airnya
harus diberi disinfectant untuk mematikan udang liar (kapont, kapur tohor, portas)
c. Pemakaian kincir/MTO2 tergantung padat tebar. Apabila padat tebar dibawah
80/000 ekor/HA/MT tidak usah menggunakan kincir/MTO2. (Tatang,1996:1-2)
Persiapan tambak menurut Soetarno (1989:16) persiapan tambak meliputi
langkah-langkah pekerjaan ringan, peracunan dan pengolahan tanah dsar, pemupukan
tidak dilakukan, pengeringan dan pengolahan tanah dimaksudkan untuk memperbaiki
tata udara tanah, peracunan hanya dilakukan terhadap genangan-genangan untuk
memberantas ikan buas atau liar, dan persiapan tambak ini dilakukan pada petak

24
penerapan/pembenihan dan petak pembesaran.
2. Penebaran Benur
Benur merupakan salah satu komponen produksi yang menentuka
keberhasilan budidaya udang, makin baik mutunya peluang keberhasilannya makin
besar. Oleh karena itu pemilihan benur harus dilakukan dengan baik. Adapun
prosedur penebaran banur adalah sebagai berikut:
a) Seleksi Benur
Seleksi benur dilakukan minimal 3 hari sebelum penebaran, dengan acuan sebagai
berikut:
a. Pertumbuhan benur normal atau standar

STADIA PANJANG (MM) BERAT (MGR)


PL 10 7,7 1,5
PL 13 8,8 1,9
PL 15 11,3 2,2
b. Ukuran seragam
c. Sehat:
1. Organ tubuh lengkap
2. Ridak ada gejala penyakit (Visual maupun laboratories)
3. Kulit luar bersih (transparan)
4. Usus penuh dan berwarna gelap
5. Menempel pada substrat
6. Gerakan lincah menentang arus dan responsif terhadap rangsangan
7. Uropoda (ekor) mengembang
d. Survival Rate (SR) di Hatchery tinggi minimal 25%
e. Umur di Hatchery telah cukup dengan ciri ekor benur telah mengembang
f. Test fisik (Stress) Kimia dan Biologi normal
g. Prioritas sala benur dari induk matang telur alam atau turunan kedua dari matang

25
ablasi.
b) Adaptasi Benur
a. Box berisis benur dibiarkan kurang lebih 3 menit diatas permukaan air tambak
b. Kemudian dibuka dan dimasukkan air tambak kedalam box benur secara
perlahan-lahan dan diaduk. Penambahan terus dilakukan hingga perbandingan air
tambak dengan air box benur =1:1 pada waktu adaptasi sebaiknya diberi vitamin,
misalnya staunner 0,5 ppm
c. Selanjutnya biarkan selama kurang lebih 25 menit
c) Penebaran
Bilamana benur d box sudah tersebar (tidak mengunpul di dasar box)
dimiringkan masuk ketambak dan benur dibiarkan keluar sendiri.
Catatan:
1. Kwalitas air hatchery dan air tambak diketahui terlebih dahulu
2. Sehari sebelum penebaran aplikasi bakteri di tambak 0,5-1,0 ppm
3. Sebaiknya stelah air dinilai bagus maka paling lama 2 minggu benur harus
tebar.(Tatang,1996:3-5)
3. Pemelihara
Kegiatan pemeliharaan udang merupakan kegiatan mengkombinasikan faktor-
faktor produksi atau sumber daya. Sasarannya supaya benur yang sangat kecil dapat
tumbuh berkembang menjadi ukuran konsumsi selama 4 bulan tanpa ada gangguan
penyakit. Memelihara udang akhir-akhir ini sangat surit karena adanya keruksakan
ekosistem tamba, oleh karena itu siapapun pengelolanya memerlukan kerja yang
ekstra teliti. Pemeliharaan udang ditambak terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagai
berikut:
1. Management pakan
a. Standar mutu pakan yang baik
a). Teruji
b). Aroma normal, tidak tengik/apek
c). Warna seragam (kecoklatan)

26
d). Ukuran seragam sesuai nomor diet dan tidak berdebu
e). Tidak berjamur
f). Tenggelam di air
g). Stabilitas di air 3 jam
h). Kemasan rapih, tidak bocor/rusak
b. Kontrol pakan
Untuk mengetahui pakan yang disebarkan ke tambak sudah habis atau belum
sangat sulit karena kegiatan udang ada didalam air dan dasar tambak banyak yang
berlumpur. Oleh karena itu berdasarkan pengalaman pertambak selama ini ada cara
yang dapat digunakan untuk mengetahuinya yaitu dengan anco. Tambak yang luasnya
rata-rata ½ ha dipasang anco minimal 4 bulan. Pada waktu menyebarkan pakan
ditambak maka anco harus diberi pakan sebanyak 1% per anco dan total pakan yang
diberikan. Mengenai lamanya habis pakan dianco yang dikaitkan dengan besarnya
udang dapat dilihat pada tabrl dibawah ini:

No Ukuran Udang (gram) Waktu (jam)


1. 1-10 2
2. 11-20 1,5
3, 21 keatas 1

Apabila waktunya habis ternyata pakan diseluruh anco masih ada maka
harus diwaspadai ada apa-apa dilingkungan tambak menghadapi kasus ini tindakan
darurat yang paling bijaksana adalah mengurangi jumlah pakan, dan selanjutnya
mengadakan evaluasi pada mutu air dan dasar tambak serta kondidi udannya.
c. Metode pemberian pakan
Metode pemberian pakan yang meliputi banyaknya pakan dan frekuwensi
pemberian perharibserta banyaknya pakan tiap non pakan tergantung merk. Untuk itu
mengenai metode pemberian pakan harus dilihat dari brosur atau berdasarkan

27
petunjuk teknis pakan yang bersangkutan.(Tatang, 1996:6-8)
2. Management lingkungan
Yang dimaksud lingkungan tambak meliputi air dan substrat dasar baik fisik,
kimia maupun biolohi yang disebut ekosistem tambak. Pada bydidaya udang
ekosistem tambak secara kontinu diusahakan bagus sehingga akan menghasilkan
pertumbuhan yang normal sampai panen. Pengalaman selama ini membuktikan
bilamana udang prinsip pencegahan lebih baik dari pengobatan harus secara konsisten
ditetapkan. Parameter lingkungan tambak yang bisa dimonitor dan konsentrasi yang
dibolehkan dapat dilihat pada tabel berikut:

Jenis Konsentrasi Jenis konsentrasi


pH >8-8,4 COD 40-125 ppm
Redox < -40
Do >5ppm(didasar) Kecerahan 30-40cm

NH3 0,25 ppm(pk:19.00) Alkalinity <100 ppm


(HCO3)
NO2 < 01 ppm Salinitas 12-25 derajat/00
H2S < 0,01 ppm (pk 04.00) Suhu 26-32 derajat C

Namun sering terjadi antara data lingkungan hasil monitoring bertentangan dengan
kondisi udangnya jeelek atau mati, dan sebaliknya. Oleh karena itu hasil pengukuran
parameter harus dilakukan cross chek dengan keadaan udangnya. Dibawah ini
diuraikan beberapa tanda yang bisa dijadikan indikator untuk diwaspadai akan terjadi
masalah pada udang sebagai berikut:
a. pH air
pH air tambak yang normal antara 1,5-8,5. Apabila pH air dibawah dan diatas
standar maka keadaan tambak terjadi keruakan (H2S dan NH3), dan harus diambil
langkah.

28
a). Penggantian air dari reservoar
b). Kalau pH rendah pengapuran
c). Kalau pH tinggi pemberian bakteri (melalui fermentasi = berasarkan petunjuk
brosur)
d). Kalau langkah diatas tidak membantu maka aerasi kedasar tambak ditinggalkan.
b. Udang liar/mati
Akhir-akhir ini menunjukan udang liar lebih lemah dari udang windu, sering
trejadi udang lainnya mati namun udang windunya masih sehat. Hal ini menunjukan
permasalahan perairan tambak sekarang lain dengan permasalahan tambak pertama
operasi. Dahulu udang liar lebih tahan dari udang windu. Seandainya ditemukan
udang (liar/rebon, api-api, mentil dan lain-lain) lemah maka segera kita
mengupayakan langkah-langkah:
a). Penggantian air dari reservoar
b). Pemberian bakteri (melalui fermentasi)
c). Kalau langkah-langkah diatas kurang berpengaruh maka dapat ditingkatkan
aerasi didasar tambak.
c. Warna plankton
Apabila warna plankton hijau tua, hijau mati atau diikuti jernih maka harus
segera dilakukan langkah-langkah:
a). Penggantian air
b). Pemberian aerasi ditingkatkan terutama malam hari
c). Penambahan pupuk NPK dan disebar merata.
d. Udang pemeliharaan
Apabila udang yang dipelihara mati biasanya didahului gejala napsu makan
kurang,usus terputus-putus, usus kosong, lemah dan minggir. Cuma sering terjadi
teknis kurang kontrol sehingga udang sudah mati atau kondisi tambak sudah parah
baru diketahui. Oleh karena itu setiap teknisi tiap saat harus kontrol keadaan
udangnya sehingga permasalahannya diketahui lebih jauh bahwa keadaan lebih dini
dapat diketahui dengan mencium bagian ventral udang. Kalau udang bau tanah yang

29
kuat berarti sudah terjadi kondisi buruk didasar tambak. Langkah-langkah yang
dianjurkan:
a). Ganti air
b). Pemberian bakteri pengurai
c). Aerasi sampai kedasar tambak
d). Pengurangan pakan sampai udang sehat kembali
e). Dalam pakan ditambahkan vitamin C
Apabila udang ekornya geripis atau antene putus menandakan dasar tambak
kotor, langkah-langkah yang dianjurkan:
a). Ganti air
b). Pengapuran CaCO3 agak kasar (80-150 mesh)
c). Pada ransum diberikan 3 ppm OTC 3-5 hari.
Apabila udang kanibal saling memakan sesamanya (yang sedang moulting)
biasanya disebabkan karena kekurangan karena protein khewani pada ransumnya,
langkah yang dianjurkan dengan memberikan rebon/ikan rucah yang segar.
Apabila insang udang kelihatan warna kuning atau kecoklatan maka
disarankan pemberian OTC atau Chloramphenicol 3-5 ppm pada ransum selama 5
hari berturut-turut.
e. Penerbangan burung
Burung dapat juga dipakai tanda adanya masalah ditambak pemeliharaan.
Udang yang bermasalah biasanya naik kepermukaan dan berenang kepinggir, hal ini
lah yang menarik burung terbang diatas untuk memangsa udang yang naik
kepermukaan tambak.
Beberapa kegiatan dalam management lingkungan adalah: penggantian air,
aerasi, pengapuran, pemberian bakteri pengurai, pemupukan, yang secara rinci
sebagai berikut:
a). Penggantian air
pada budidaya udang intensive sekarang ini tidak ada standar penggantian
air baik harian, mingguan, maupun bulanan. Frekwensi dan banyaknya penggantian

30
air disesuaikan dengan kebutuhan, hal ini disebabkan karena perlakuan yang
diberikan sangat intensive terutama aerasi, kapur dan bakteri pengurai. Walaupun
demikian hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut:
a). Penambahan dan penggantian air melalui sistem tertutup
b). Pada bulan pertama (0-30) Hari untuk pemeliharaan tidak ganti air, kecuali
menambah.
c). Kalau pH air diatas 9,0 bisa ganti atau cukup menambah air
d). Kalu air jernih boleh menambah air dari tambak lain yang sehat dn planktonnya
padat.
e). Satu hari beberapa kali pembuangan kotoran dari outlet selama kurang lebih 5
menit
b). Aerasi
Memperhatikan kondisi air baku dan dasar tambak yang terus merosot
mutunya maka bagi tambak intensive pemakaian aerasi sangat diperlukan. Tiap petak
0,5 ha memerlukan minimum 8 unit dan harus mampu mengarasi dasar tambak.
Pemakaian aerasi dihentikan ½ jam setelah dan sebelum pemberian pakan.
c). Pengapuran
kapur digunakan ditambak budidaya untuk sanitasi, penyangga pH dan
sumber mineral. Kapur yang digunakan jenis CaCo3 atau kapur pertanian dengan
mesh 400, baik untuk kapur dasar maupun susulan
pengapuran dasar diberikan 0,5-1,0 ton/0,5 ha (sesuai pH tanah) sedangkan
susulan tergantung kebutuhan. Aplikasi kapur susulan biasanya pada malam hari.
d). Bakteri pengurai
pada budidaya udang intensive saat ini bakteri pengurai dimasukan dalam
paket teknologi. Tujuannya disamping untuk menguraikan bahna organik dan organik
toxic juga dipakai untuk menurunkan ph air dan penumpukan. Jumlah dan frekwensi
pemberian bakteri pengurai tergantung atau disesuaikan dengan brosur atau petunjuk
teknis pedagang ,
e). Pemupukan

31
penupukan bertujuan menyediakan nutrient bagi pertumbuhan plankton,
biasanya digunakan NPK dan TSP. Pemakaian pupuk disesuaikan kebutuhan
terutama pada saat kepadatan plankton rendah dengan kecerahan diatas 50 cm.
Perairan tambak yang ekosistemnya bagus/normal pemberian pupuk tidak diberikan
karena tambak tersebut mampu mnyediakan nutriet.(Tatang, 1996:8-14)
Penebaran benih dan pemeliharaan menurut Soetarno (1989:16-17) bahwa:
a. pemeliharaan udang windu secara intensif dilalui melalui dua tahapan yaitu
pembenihan post larva berumur 22 hari sampai juvinela dan pembesaran
juvenile/tokolan sampai ukuran konsumsi. Pada penebaran dalam petak peneneran
atau pembenihan berkisar antara 100-150 ekor post larva per meter persegi luas
permukaan air.
b. Penebaran dilakukan secara merata di seluruh permukaan tambak untuk
menghindari timbulnya sifat kanibalisme.
c. Lama pemeliharaan benih 40-50 hari
d. Selama masa pemeliharaan beralih makanan tambahan berupa daging kerang
yang dipotong kecil-kecil sebanyak 205 dari berat total Udang yang dipelihara.
Persentase pemberian makanan ini dikurangi sesuai dengan kenaikan berat udang .
pada 15 hari pertama, makanan diberikan 2x sehari yaitu pagi dan sore. Selanjutnya
hanya diberikan 1x pada sore hari.
e. Setelah 50 hari dipetak pembesaran, antara 15-20 ekor permeter persegi luas
permukaan air.
f. Selama masa pemeliharaan udang diberi makanan tambahan berupa cincangan
daging ikan atau udang yang murah sebanyak 60% dari berat total udang yang
dipelihara. Makanan diberikan 2x sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Jumlah
makanan ini dikurangi persentasenya sesuai dengan kenaikan berat badan.
g. Lama pemeliharaan 4-5 bulan.
2.6. Pengendalian Hama Penyakit Pada Udang
Hama adalah hewan yang memangsa udang dan dalam memangsa bisa
sekaligus atau sedikit demi sedikit. Pengendalian hama pada budidaya udang sangat

32
mudah, karena kama memiliki daya tahan yang berbeda dengan udang terhadap
sesuatu jenis racun. Dengan pemberian teasead atau akar deris yang bahanaktipnya
rotenon hama udang akan mati.
Penyakit adalah mikro organisme yang hidup pada tubuh udang (internal atau
external) dan mengganggu kehidupan udang secara phisik. Ada tiga cara serangan
penyakit yaitu:
1. Merusak organ tubuh
2. Mengeluarka secresi yang bersifat racun dalam tubuh udang
3. Menghisp zat makanan (parasit)
Penanggulangan penyakit yang menyerang udang biasana menggunakan anti
biotik. Namun kalau penyakitnya disebabkan karena virus maka penanggulangannya
akan susah. Penyakit MBV, Yelow head dan whitw spote hingga saat ini belum ada
obat yang manjur. Dan penanggulangan dengan obat-obatan akan memerlukan biaya
yang mahal. Oleh karena itu pencegahan dengan memberikan lingkungan yang bagus
merupakan langkah yang bijaksana. Adapun langkah-langkahnya adlah sebagai
berikut:
a). Bahan organik didasar tambak harus rendah, usahakan sampai kedalam 5 cm
adalah 10% (pada waktu persiapan)
b). Pemberian pakan tidak boleh berlebihan, makin banyak bahan organik diperairan
maka ecto parasit subur
c). Pemberian aerasi harus cukup dan mencapai dasar tambak agar organik tixic tidak
keluar.
d). Pemberian bakteri pengurai yang efektip
e). Pengapuran awal dan susulan menggunakan CaCo3 sebagai kapur yang
mempunyai sifat penyangga.
4. Pengertian sampling adalah mengambil sedikit udang yang dianggap mewakili
baik dengan jala maupun dengan anco. Tujuan sampling ini bermacam-macam,
sebagai berikut:
a. Menduga populasi

33
Sampling untuk menduga populasi sangat sulit, banyak petambak walaupun
pengalamannya lama pendugaan popolasi tidak tepat (error 10% dianggap wajar).
Metode sampling untuk pendugaan populasi ada dua yaitu:metode jalan dan metode
anco. Untuk memperoleh data yang mendekati sebenarnya maka kedua metode
tersebut harus digunakan.
Keterangan:
a). Metode jalan, yaitu sampling populasi dengan jaln memperoleh populasi/m 2.
b). Metode anco, yaitu sampling populasi dengan eeding system yaitu untuk
memperoleh berat masa udang.
b. Menduga berat rata-rata (pertumbuhan)
Sampling untuk menduga berat rata-rata relatif mudah petambak pemulapun dapat
menduga berat rata-rata dengan tepat. Makin banyak individu sample makin
mendekati data sebenarnya, dengan menjala bagian pinggir dan bagian tengah sudah
mewakili.
Ada juga yang menggunakan anco, pada awal pemberian pakan diambil
smple dan pada waktu akhir diambil sample lagi. Sampling berat yang disarankan
mulai umur 50-60 hari. Apabila beratnya tidak tercapai target maka harus segera
dilihat data hasil monitoring air dan tanahnya atau keadaan udangnya. Adakah dari
data yang terkumpul memiliki hubungan dengan pertumbuhan.
c. Mengetahui kondisi udang (dalam keadaan normal atau tidak normal)
Sampling untuk mengetahui kondisi udang termasuk yang tidak susah namun
jarang petambak yang melakukan andaikata melakukan pun jarang yang teliti,
kebanyakan petambak mengambil sample hanya untuk mengecek ususnya
kosong/penuh atau gemuk/kurus. Mengambil sample untuk dikontrol kondsinya harus
sesering mungkin disarankan sehari sekali.
Individu udang yang harus dilihat:
1. perbandingan antara carapace dan abdomen normal apa tidak
2. warna garis dibagian dorsal kontras apa tidak
3. ususnya kosong, terputus-putus atau penuh

34
4. kekenyalannya
5. insangnya kotor atau jernih
6. karapacennya ada warna kuning atau normal
7. ekornya gripis (sudah hitam atau putih) atau normal
8. bagian ventralnya bersih atau kotor
9. aromanya bau karat atau tidak
10. kulitnya berlumut atau tidak
11. kulitnya licin atau tidak
12. warna kulitnya jernih atau kusam
13. anggota tubuhnya putus/potong atau utuh
14. kulitnya lembek atau keras
15. tenaga kuat atau lemah
16. hepato pancreasnya bengkak warna hijau kecoklatan dan bau anyir atau normal.
Apabila menjumpai salah satu maka perlu segera mengambil langkah-langkah, dan
kalau tidak bisa segera dilaporkan ke Supervisor tambak. Seandainya Supervisor
tidak bisa segera diteruskan ke Koordinator Budidaya.
(Tatang, 1996:14-18)
5. Lain-lain
a. Petambak/penanggungjawab tamak
1. Sering melihat kondisi air secara kasat mata (organoleptik)
2. Sering melihat kondisi udangnya
3. Selama memelihara udang jangan berkelakuan yang dilarang agama
4. Melakukan kordinasi sesama petambak atau sesam penanggungjawab tambak
5. Cepat lapor keatasannya bilamana menjumpai keadaan yang membahayakan
udang
6. Sering mengecek keadaan udang lainnya
b. Pengamanan
1. Secara fisik tambak daerah pinggir diberi bambu atau kawat duri untuk
menghindari penjalaan.

35
2. Tambak diberi lampu penerang khususnya didaerah yang dianggap strategis bagi
pencuri
3. Kordinasi dengan masyarakat sekitarnya atau hubungan baik dengan masyarakat
sekitarnya
4. Pada tambak yang sudah umur 60-70 hari tenaga keamanan harus diintensifikan
(jumlah tenaga dan alat pengamanan tergantung keadaan)
c. Dukungan logistik
1. Sarana produksi yang dibutuhkan harus standby dilapangan (pakan, vitamin
mineral, obat-obatan)
2. Peralatan harus cukup dan ada cadangan 10% untuk mengganti bilamana alat
yang sedang dipakai terjadi kerusakan (pompa, kincir)
d. Laboratorium
Peranan laboratorium sangat penting walaupun sering data yang terkumpul tidak
bisa menjawab permasalahan. Parameter yang mutlak dimonitor adalah H2S,
NH3/NO2. pH, )2, Redox, Salinitas dan Suhu. Oleh karena itu diperlukan alat dan
bahan serta personal yang memadai.
e. Kolam perlakuan
Mengingat kondisi lingkungan diluar tambak makin jelek terutama makin
tingginya COD, logam berat den pestisida maka air yang akan dipakai untuk
memelihara harus di treatment dulu. Perlakuan air harus dilakukan melalui kolam
perlakuan, jaringan mentreatment dikolam produksi karena akan terjadi akumulasi
logam berat, bahan organik dan pestisida. Bahan cemaran tersebut dikhawatirkan
etiap saat akan muncul kembali (karena perubahan lingkungan tambak)
f. Bahan-bahan Suplemen
Pemakaian bahan-bahan tambahan selama pemeliharaan (kapur, obat-
obatan, vitamin mineral, atractant, dan lain-lain) tergantung kepada keadaan
tambaknya, dan pemakaiannya dapat dibicarakan dengan supervisor dan
koordinator.(Tatang, 1996:19-20)
Pemberantas hama penyakit menurut Ahmad dan Rachmatun (1989:139-150).

36
1. Hama Tambak
Dalam mengusahakan tambak udang, kita akan menghadapi bahaya
gangguan hama. Mereka ini dapat kita bedakan dalam tiga golongan, yaitu golongan
pemangsa (predator), golongan penyaring (kompetitor), dan golongan pengganggu.
1. Golongan pemangsa (predator) benar-benar sangat merugikan kita, karena dapat
memangsa udang secara langsung. Termasuk golongan ini antara lain adalah:
a. Ikan-ikan buas, seperti payus (Elops hawaiensis), kerong-kerong (Therapon
theraps), kakap (Lates calcarifer), keting (Macrones micracanthus), kuro (Polynemus
sp), dan lain-lain.
b. Ketam-ketam, antara lain adalah kepiting (Scylla serrata).
c. Bangsa burung, seperti blekok (Ardeola ralloides speciosa), cangak (Ardea
cinerea rectirostris), pecuk cagakan (phala crocorax carbo sinensis), pecuk ulo
(Anhinga rufa melanogaster), dan lain-lain.
d. Bangsa luar, seperti ular air atau ular kadut (Cerberus rhynchops, Fordonia
leucobalia, dan Chersidus granulatus).
e. Wlingsang, wregul, sero, atau otter (Amblonyx cinerea dan Lutrogale
perspicillata)
2. Golongan penyaring (Kompetitor) adalah hewan-hewan yang menyaingi udang
dalam hidupnya, baik mengenai pangan maupun papan. Termasuk dalam golongan
ini antara lain adalah:
a. Bangsa siput, seperti trisipan (Cerithidae cingulata), cong-cong (Telescopium).
b. Ikan liar, seperti mujair (Tilapia mossambica), belanak (Mugil spp), rekrek
(Ambassis gymnocephalus), pernet (Aplocheilus javanicus), dan lain-lain.
c. Ketam-ketaman, seperti Saesarma sp, dan Uca sp.
d. Udang, yaitu udang kecil-kecil terutama jenis Caridina denticulata, dan lain-lain.
3. Golongan pengganggu, yang walaupun tidak memangsa ataupun menyaingi udang,
tapi mereka cukup merepotkan kita. Diantara mereka ada yang suka merusak
pematang, merusak tanah dasar, dan merusak pintu air. Beberapa di antara mereka
adalah:

37
a. Bangsa ketam, yang suka membuat lubang-lubang di pematang, sehingga dapat
mengakibatkan bocoran-bocoran.
b. Udang tanah (Thalassina anomala), yang juga suka membuat lubang-lubang di
pematang.
c. Hewan-hewan penggerek kayu pintu air, seperti remis penggerak (Teredo
navalis) dan lain-lain.
d. Tritip (Balanus sp), dan tiram (Crassostrea sp), yang suka menempel pada
bangunan-bangunan pintu air.
Untuk memberantas hama-hama yang hidup di dalam air, kita dapat menggunakan
bahan-bahan beracun atau pestisida. Akan tetapi pestisida-pestisida keras yang
termasuk dalam kelompok “chlorinated hydrocarbon” seperti DDT, Endrin, Chlordan,
gamma BHC, dan lain-lain, sebaiknya kita hindari penggunaannya. Sebab sisa-sisa
pestisida tersebut mempunyai daya tahan yang awet di dalam tambak. Tumbuhan
sisa-sisa yang masih beracun itu akan berpengaruh buruk terhadap usaha
pertambahan kita.
2. Penyakit Udang
Selama masa pemeliharaan udang, tidak jarang kita timbulnya udang-udang
yang sakit. Penyakit udang dapat disebabkan oleh berbagai jenis penyebab penyakit
seperti Protozoa, bakteri, cendawan atau virus. Apabial kondisi air tempat hidup
udang selalu baik, dan udang memperoleh pakan yang bergizi baik, tentu udang tidak
akan sakit. Sekali udang terserang penyakit lebih baik daripada mengobati. Maka
yang paling bagus yaitu menjaga ir tambak dengan cara mengganti ais sebagian atau
seluruhnya sesering mungkin, terutama bila terlihat kondisi air menurun. Kondisi air
yang menurun ini dapat dimonitor atau dilihat setiap saat.
Bebrapa gejala kelainan pada udang yang dipelihara di tambak yaitu:
a. Disebabkan oleh keadaan kualitas air yang kurang memenuhi syarat untuk
pertumbuhan atau kehidupan udang. Akibatnya udang menunjukan kelainan-kelainan
yang berakibat produksi menurun atau kualitas udang yang dihasilkan menjadi
kurang baik

38
b. Penyakit udang yang disebabkan oleh jamur menghinggapi kulit dan insang,
diakibatkan oleh air tambak yang banyak mengandung partikel kotoran-kotoran
organik.kualitas air yang buruk dapat menimbulkan masalah pada udang, antara lain
pH yang agak rendah apalagi kalau sangat rendah, tentu berakibat mencapai 3-4,0.
Air yang ber-pH rendah ini dapat mematikan udang sekaligus.
Jadi yang paling bagus bagi petani untuk menjaga kesehatan udangnya dalah
dengan sesering mungkin mengganti air tambak, walaupun sebagian saja air yang
dapat diganti.
Kualitas air yang buruk dapat menimbulkan masalah pada udang, diantara lain
pH yang agak rendah apalagi kalau sangat rendah, tentu berakibat buruk bagi udang.
pH rendah yang disebabkan oleh adanya tanah gambut, bila tambak baru saja di airi,
pH airnya dapat mencapai 3-3,0. Air yang ber-pH dapat mematikan udang sekaligus.
pH air dapat berubah selama pemeliharaan udang berlangsung. Penurunan pH
dapat diatasi dapat menaburkan kapur pertanian. Perguncangan pH dapat terjadi
hanya dalam angka 6,5-7,5 saja, tetapi kurang baik akibatnya bagi udang mengingat
udang memerlukan pH optimal 8,0-8,5. Banyaknya kapur yang dibutuhkan, bila
udangnya sedah terlanjur ada di dalamtambak, ialah 100 kg-300kg/ha. Kapur
sebanyak ini tidak mematikan udang, melainkan cukup untuk mencegah terjadinya
guncangan pH. Selain itu, pengapuran juga penting artinya dalam usaha pemeliharaan
udang karena udang butuh kapur dalam proses pergantian kulitnya. Bila kekurangan
kapur, kulit udang tidak dapat mengeras (udang menjadi gembur) dan terhambat
pertumbuhannya.
Selain itu manfaat pengapuran dalam usaha pemeliharaan udang di tambak
adalah:
a. Memberantas hama dan penyakit
b. Memepercepat proses penguraian bahan organik
c. Mengikat kelebihan gas asam arang (CO2) yang disajikan oleh proses
pembusukan dan pernapasan.
Suatu gangguan lain juga sering timbul adalah tumbuhnya lumut yang terlalu lebat.

39
Pertumbuhan lumut ini sering merajalela pada waktu musim hujan. Lumut yang
berlebihan akan mengganggu gerakan udang. Bahkan salah-salah mereka bisa terjerat
dan mati. Untuk menekan pertumbuhannya, tambak yang bersangkutan kita lepasi
bandeng tanggung ukuran 8-12 cm sebanyak 200 ekor/ha. Bandeng-bandeng itu akan
bertugas sebagai pembabat lumut, sehingga tidak merajalela terus.
Penebaran bandeng ini, hanya dilakukan pada tambak semi-intensif. Sama
sekali tidak boleh dilakukan pada tambak intensif, karena bandeng akan memakan
pakan yang diperuntukkan bagi udang.
Pemberantasan lumut di tambak dengan menggunakan bahan kimia tidak
dapat dianjurkan mengingat akibat yang mungkin timbul terhadap udang belum dapat
dipastikan benar. Sedangkan sementara ini penelitian untuk maksud tersebut belum
berhil.
2.7. Panen Udang Windu
1. Penangkapan udang
Untuk menangkap mereka, biasanya kita mengenal dua macam cara, yaitu
penagkapan sebagian dan penagkapan total.
a. Penangkapan sebagian
Alat yang paling umum untuk penagkapan sebagian adalah prayang. alat ini
terbuat dari bambu, yang terdiri dari dua bagian yaitu kere sebagia pengarah dan
perangkap berbentuk jantung sebagai tempat jebakan. Prayang dipasang di tepi
tambak, dengan kerennya melintang tegak lurus pematang dan perangkapnya berada
di ujung kere.untuk pemasangan dilakukan di malam hari pada waktu pasang besar.
Diatas prayang diberi lampu minyak (ting). Udang yang bergerak mengelilingi
pematang akan terbentur pada kere, kemudian menyusurinya, dan akhirnya terjebak
masuk ke dalam prayang.( Ahmad dan Rachmatun,1989:193)
b. Penangkapan total
Penangkapan total dilakukan dengan mengeringkan tambak. Bila tidak
tersedia pompa air, pengeringan tambak harus memperhatikan pasang-surut air laut.
Malam atau dini hari menjelang hari penangkapan, air dikeluarkan dari petak tambak

40
perlahan-lahan waktu air surut.
Cara penangkapan lain dengan jala. Pemanenan dengan alat jala ini juga
memakan waktu lama. Biasanya penangkapan dilakukan oleh banyak orang yang
masing-masing mempunyai jala dengan diberi upah menurut banyaknya udang yang
tertangkap. (Ahmad dan Rachmatun,1989:195)
Cara pemanenan yang lain ialah dengan menggiring udang yang umumnya
berada di dasar tambak itu. Alat yang digunakan kerei atau jaring yang lebarnya
sesuai dengan lebar ceren. Lumpur dasar tempat udang bersembunyi itu didorong
beramai-ramai oleh beberapa orang yang memegangi kerei atau jaring itu, menuju
kedepan pintu air.( Ahmad dan Rachmatun,1989:196)
Cara menagkap udang secara total yang lebih baik ialah dengan memasang
jaring penadah yang cukup luas atau panjang di saluran pembuangan air. Pintu air
dibuka dan diatur agar air mengalir perlahan-lahan sehingga udang tidak banyak
tertinggal bersembunyi dalam lumpur. Udang-udang akan keluar bersama air dan
tertadah di dalam jarng yang terpasang itu. Lalu dengan mudah ditangkapi dengan
sesser atau dipunguti saja. (Ahmad dan Rachmatun,1989:197)
Dengan menggunakan jaring listrik, jaring listrik itu akan berjhasil digunakan
apabila:
a. Kedalaman air minimum 50 cm
b. Kepadatan udang tinggi
c. Tambak tidak terlalu luas
d. Dasar tambak rata dan bersih dari ranting-ranting kayu atau penghalang
lainnya(Ahmad dan Rachmatun,1989:200)
2. Membersihkan dan menimbang udang
Udang yang telah ditangkap dikumpulkan di dalam keranjang yang cukup
lebar dan berlubang-lubang, atau dapat pula dipakai wadah pencucian khusus yang
dibuat dari seng atau fibre glass. Wadah pencucian itu didekatkan kepada slang air
bersih (air asin pun boleh) dari pompa. Udang lalu dicuci sampai bersih. Kemudian
udang dibawa ke tempat penimbangan dan dipilih menurut kualitas ukurang yang

41
sama dan tidak cacat. Masing-masing golongan dimasukkan dalam keranjang lalu
ditimbang, untuk diserahkan ke sipembeli. Pembeli atau pemborong lalu
memasukkan wadah pengangkutnya serta dicampur dengan es yang bberbentuk
hancuran.
Dengan mengelompokkan udang yang besar dan yang kecil (berbagai
ukuran), harga pun disesuaikan dengan ukuran udang tersebut. Udang yang kurang
baik-cacat atau lunak kulitnya-dinyatakan BS dan biasanya ditolak pemborong
eksportir itu. Udang BS tentu saja masih dapat dijual di pasar lokal dengan harga
yang jauh lebih murah dibandingkan dengan harga udang yang baik.( Ahmad dan
Rachmat,1989:2001)
2.7 Hasil olahan udang

1.Gimbal Udang

Olahan udang pertama yang patut dicoba adalah Gimbal Udang. Rasanya enak dan
proses pembuatannya pun relatif sederhana. Bahan-bahan yang dibutuhkan mulai dari
udang, tepung terigu protein sedang, tepung beras, garam, gula, merica bubuk, telur,
air, kecap hingga minyak.

2. Lumpia Udang Keju

Udang juga bisa diolah menjadi hidangan senikmat Lumpia Udang Keju. Rasanya
lezat dan dilengkapi dengan keju yang membuatnya terasa lebih gurih. Bahan-bahan
dasar yang dibutuhkan selain udang dan keju ialah mentega, kulit lumpia, wortel,
saus tiram, daung bawang, bawang putih, garam, hingga minyak goreng.

3. Spaghetti Saus Udang

Udang juga bisa diolah bersamaan dengan hidangan khas Italia seperti spaghetti,
Jadi, tidak hanya daging ayam atau sapi saja yang bisa digunakan. Bahan-bahannya

42
mulai dari spaghetti, minyak zaitun, udang, bawang putih, tomat, pasta tomat, basil,
oregano, acar, hingga bubuk cabai.

4. Udang Asam Manis

Olahan udang selanjutnya adalah Udang Asam Manis. Dari namanya saja pasti
Teman STOQO sudah bisa menebak bahwa sajian ini menawarkan kelezatan dari
perpaduan rasa asam dan manis yang segar saat dimakan. Untuk mengolahnya,
dibutuhkan udang, jeruk nipis, garam, bawang bombay, daun bawang, dan margarin.
Sedangkan untuk membuat bumbunya dibutuhkan setidaknya saus tomat, saus
sambal, kecap manis, perasan air jeruk nipis, garam, gula, hingga kaldu bubuk.

5. Udang Garo Rica-Rica

Udang Garo Rica-Rica merupakan olahan udang selanjutnya yang sangat layak untuk
dicoba. terutama karena rasanya yang sedap dan aromanya yang menggoda setiap
orang yang membauinya. Bahan-bahannya cukup beragam, mulai dari udang, jeruk
nipis, garam, kemangi, daun bawang, dan bumbu-bumbu rempah lainnya.

6. Udang Mayonnaise

Udang Mayonnaise menawarkan sensasi rasa gurih dan renyah di lidah dan dipadu
dengan kesegaran mayonnaise yang membalut olahan udang ini. Bahan-bahan yang
dibutuhkan untuk mengolahnya mulai dari udang, merica bubuk, garam, bawang
putih, perasan air jeruk lemon, telur, tepung terigu, maizena, minyak goreng,
mayonnaise, kental manis, hingga wijen.

7. Udang Petai Balado

Olahan udang yang satu ini memadukan bumbu balado khas Padang yang terkenal
gurih dan lezat dalam setiap masakan serta aroma petai yang membuatnya semakin

43
terasa sempurna di lidah. Bahan-bahannya pun ternyata relatif cukup sederhana, yaitu
udang, petai, jeruk nipis, lengkuas, daun jeruk, garam, gula pasir, cabe merah,
bawang putih, hingga bawang merah.

8. Udang Saus Padang

Olahan udang selanjutnya adalah Udang Saus Padang. Hasil olahannya gurih, lezat,
dan harum. Bahan-bahan yang dibutuhkan selain udang mulai dari lengkuas, daun
jeruk purut, minyak goreng, garam, gula pasir, jeruk nipis, cabai merah besar, bawang
merah, bawang putih, kunyit, jahe, tomat, bawang bombay, daun bawang, maizena,
hingga tepung beras.

44
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan

1. Morfologi udang terdiri dari bagian-bagian tubuh, alat kelamin, makanan. sifat
dan kelakuan yaitu: sifat nokturnal, sifat kanibalisme, ganti kulit, dan daya tahan.
2. Keunggulan udang windu, diantara jenis-jenis udang penghuni tambak, yang
paling banyak terdapat biasanya adalah udang werus (Metapenaeus monoceros), yang
kemudian disusul oleh udang putih (Panaeus mergulensis). Atau aebaliknya di
wilayah tertentu, dan di musim tertentu, lebih banyak udang putih dan udang api-api.
Ditambak-tambak tertentu kadang-kadang banyak juga udang cendananya
(Metapenaeus brevicoris). Jenis-jenis lainnya biasanya hanya sedikit dan tidak begitu
berarti dilihat dari segi jumlahnya.
3. Cara membudidayakan udang windu, sistem budidaya tambak ini dibagi menjadi
tiga sistem budidaya yaitu: Sistem budidaya tradisional atau ektensif, Sistem
budidaya semi-intensif atau tradisional yang diperbaiki, sistem budidaya intensif.
Untuk lokasi budidaya udang itu sendiri kami menyediakan potensi lahan dan kriteria
lahan untuk pertambakan. Dalam tataletak, desain, dan kontribusi tambak meliputi
bentuk petakan, petak penggelondongan dan saluran tambak.
4. Petunjuk Teknis Budaya Udang windu meliputi: persiapan, penebaran benur
dalam penebaran benur perlu diperhatikan seleksi benur, adaptasi benur, dan
penebaran. Dalam pemeliharaaan harus di perhatikan juga tentang management
pakan, kontrol pakan, metode pemberian pakan dan management lingkungan
5. Pengendalian hama penyakit pada udang. Hama adalah hewan yang memangsa
udang dan dalam memangsa bisa sekaligus atau sedikit demi sedikit. Pengendalian
hama pada budidaya udang sangat mudah, karena kama memiliki daya tahan yang
berbeda dengan udang terhadap sesuatu jenis racun. Dengan pemberian teasead atau
akar deris yang bahanaktipnya rotenon hama udang akan mati. Penyakit adalah mikro
organisme yang hidup pada tubuh udang (internal atau external) dan mengganggu
kehidupan udang secara phisik. Ada tiga cara serangan penyakit yaitu: Merusak organ

45
tubuh, mengeluarka secresi yang bersifat racun dalam tubuh udang, menghisp zat
makanan (parasit)
6. Panen udang windu, penangkapan udang untuk menangkap mereka, biasanya kita
mengenal dua macam cara, yaitu penagkapan sebagian dan penagkapan total.
Terakhir yaitu membersihkan dan menimbang udang .
3.2. Saran
Dalam melakukan kegiatan panen dan pasca panen ini haru benar benar di
pahami dengan baik tata caranya agar hasil yang didapatkan akan baik pula dari
proses awal sebelum pelaksanaan panen, pelaksanaan panan serta penanganan pasca
panann ini. Dan penulis mengharapkan saran yang sifatnya membangun agar
kesempurnaan dan keberlanjutan tugas berikutnya menjadi lebih baik..

46
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mujiman, Rachmatun Suyanto. 1989.Budidaya Udang Windu.Jakarta:PT


Penebar Swadaya, Anggota IKAPI
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Soetarno, ak. 1989.Budidaya Udang.Solo:CV. Aneka Ilmu Semarang
Tatang Madsuli. 1996Petunjuk Teknis Budidaya Udang Windu.Bandung:Dinas
Perikanan Popinsi Dati Jawa Barat
Budiardi, dkk.2005.Bogor:IPB
BPS) Badan Pusat Statistik. 2003. Perkembangan produksi udang nasional pada tahun
1997-2001. Badan Pusat Statistik : Jakarta
Mudjiman, Ahmad. 1988. Budidaya Udang Galah. Jakarta : Penebar Swadaya.
Nastiti, A.S, Krismono, Kartamihardja E.S. 2001. Dampak Budidaya Ikan
dalamKaramba jaring Apung terhadap Peningkatan Unsur N dan P di
PerairanWaduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Jurnal Penelitian
PerikananIndonesia, 7(2) : 22-30.
Soetarno. 1992. Budidaya Udang. Semarang : Aneka Ilmu.
https://www.stoqo.com/blog http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/7519/budidaya-
udang-vannamei
http://mengenaludangwindu.blogspot.com/2009/04/mengenal-udan vanamei.html
http://sciencedesmus.blogspot.com/2012/05/udang-vannamei.html
http://lanwebs.lander.edu/faculty/rsfox/invertebrates/farfantepenaeus.html/4243/8-
inspirasi-olahan-udang-untuk-bisnis-kuliner-yang-mudah-ditiru

47

Anda mungkin juga menyukai