Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN FISIOLOGI PASCA PANEN

OBSERVASI PENANGANAN PASCA PANEN KOMODITI HORTIKULTURA


“ALPUKAT DAN MENTIMUN” DI PASAR INDUK BUAH DAN SAYUR GAMPING

Disusun Oleh :

Rama Adityano (20180210154)


Rizqi Dhuhani (20180210156)
Wulandari (20180210157)
M. Rafli Zidane (20180210159)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2019
LOKASI

Nama Responden : Mbo Wido dan Pak Udin

Komoditi : Buah Alpukat dan Mentimun

Lokasi Survei : Pasar Induk Buah dan Sayur Gamping

I. Hasil Survei

Pasar Induk Buah dan Sayur Gamping, pasar ini memasarkan berbagai produk hasil pertanian
terutama produk hortikultura yang terletak di Ambarketawang Kecamatan Gamping Kabupaten
Sleman, DIY. Banyak pedagang dan petani dari luar daerah memasarkan dagangannya dipasar
Induk Buah dan Sayur Gamping ini tak terkecuali mbo wido pedagang buah alpukat dan pak
udin yang menjual mentimun. Mentimun dan alpukat itu diambil langsung dari petani langsung
dari kebunnya. alpukat berasal dari petani temanggung dan mentimun dari magelang Komoditi
tersebut diangkut menggunakan pick up. Alpukat dan mentimun diangkut menggunakan mobil
pick up dengan ditaruh dalam wadah seperti keranjang saat perjalanan ke pasar. Setelah sampai
di pasar kerusakan pada komoditas tidak terlalu banyak, dikarenakan lokasi pengiriman yang
tidak terlalu jauh. Bagaimana cara yang harus dilakukan mbo wido dan pak udin untuk
mengatasi masalah hilangnya produk tersebut?.
II. Tinjauan Pustaka

 Alpukat
1. Pengertian Alpukat
Alpukat telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Tanaman ini merupakan
salah satu komoditas buah-buahan yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup
tinggi. Buah alpukat mempunyai banyak kegunaan dan manfaat bagi kesehatan
sehingga banyak dicari konsumen. Alpukat berasal dari Amerika Tengah, yaitu
Mexico, Peru dan Venezuela, dan telah menyebar luas ke berbagai negara sampai ke
Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Ada 3 kelompok besar species alpukat yaitu
kelompok Mexico, Indian Barat dan Guatemala. Ketiganya mempunyai perbedaan
dalam ukuran buah, tekstur kulit buah, rasa, kandungan lemak, ketahanan terhadap
penyakit dan penyimpanannya, serta daya adaptasinya terhadap lingkungan
(Sadwiyanti dkk, 2009).
Klasifikasi lengkap tanaman alpukat adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Ranales
Famili : Lauraceae
Genus : Persea
Spesies : Persea americana Mill
(Prihatman, 2000).
Buah alpukat segar mempunyai nilai gizi yang tinggi. Kandungan gizi buah
alpukat setiap 100 g daging buah yaitu kalori sekitar 136-150, protein 0,9 g, lemak
6,2 g, karbohidrat 10,5 g, kalsium 3,6-20,4 mg, fosfor 20,7-64,1 mg, serat 1,0-2,1 g,
besi 0,38-1,28 mg, abu 0,46-1,68 g, vitamin C 13 mg, vitamin B1 0,05 mg, vitamin
B2 0,06 mg, ascorbic acid 4,5-21,3 mg, Nitrogen 0,130-0,382 g, kadar air 65,7-87,7
g, dan vitamin A 70 RE. Jumlah vitamin A tergantung pada warna buahnya. Daging
buah dengan warna kuning lebih banyak vitamin A-nya daripada daging buah yang
berwarna pucat. Buah alpukat juga mengandung lemak tak jenuh, sekitar 78%,
termasuk asam oleik dan linoleik yang mudah dicerna dan berguna untuk
memfungsikan organ-organ tubuh secara baik. Mengkonsumsi buah alpukat juga
berfungsi sebagai obat penghalus kulit (Morton, 1987).

A. Syarat Tumbuh
Pada umumnya tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran
tinggi, yaitu 5-1500 m di atas permukaan laut. Tanaman ini akan tumbuh subur dengan
hasil yang memuaskan pada ketinggian 200-1000 m dpl. Curah hujan minimum untuk
pertumbuhan adalah 750-1000 mm/tahun. Untuk daerah dengan curah hujan kurang dari
kebutuhan minimal (2-6 bln kering), tanaman alpukat masih dapat tumbuh asal
kedalaman air tanah maksimal 2 m (Sadwiyanti dkk, 2009).
Suhu optimal untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara 12,8-28,3 °C.
Mengingat tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai tinggi, tanaman
alpukat dapat mentolelir suhu udara antara 15-30 °C. Kebutuhan cahaya matahari untuk
pertumbuhan alpukat berkisar 40-80%. Angin diperlukan tanaman alpukat, terutama
untuk proses penyerbukan. Namun demikian angin dengan kecepatan 62,4-73,6 km/jam
dapat mematahkan ranting dan percabangan tanaman alpukat yang tergolong lunak, rapuh
dan mudah patah (Sadwiyanti dkk, 2009).
Tanaman alpukat untuk dapat tumbuh optimal memerlukan tanah gembur, tidak
mudah tergenang air, subur, 11 dan banyak mengandung bahan organik. Jenis tanah yang
baik untuk pertumbuhan alpukat adalah jenis tanah lempung berpasir (sandy loam),
lempung liat (clay loam), dan lempung endapan (aluvial loam). Keasaman tanah (pH)
berkisar 5,6-6,4. Bila pH di bawah 5,5, maka tanaman akan menderita keracunan karena
unsur Al, Mg dan Fe larut dalam jumlah cukup banyak (Sadwiyanti dkk, 2009).

B. Kriteria Pemanenan Alpukat


Kriteria buah yang sudah tua dapat ditentukan secara visual, antara lain warna kulit tua
tetapi belum menjadi coklat/merah dan tidak mengkilap, bila buah diketuk dengan punggung
kuku menimbulkan bunyi yang nyaring, dan bila buah digoyang-goyang akan terdengar
goncangan biji. Pada umumnya buah dapat dipetik setelah berumur 6-7 bulan dari saat bunga
mekar dan tergantung varietasnya. Buah dipanen pada tingkat ketuaan 80-85%. Pemanenan
buah harus dilakukan secara baik dan benar serta hati-hati karena sangat mempengaruhi mutu
buah. Pemanenan dapat dilakukan dengan tangan dan bila kondisi pohon tidak
memungkinkan, dapat menggunakan tangga atau galah yang diberi keranjang/kantongan yang
terbuat dari bahan yang lunak dengan jaring dari plastik, sehingga buah yang dipanen tidak
sampai rusak/lecet. Saat dipanen, buah harus dipetik/dipotong bersama sedikit tangkai
buahnya (3-5 cm) untuk mencegah memar atau luka pada bagian dekat tangkai buah.
Biasanya alpukat mengalami musim berbunga pada awal musim hujan dan musim berbuah
lebatnya pada bulan Desember, Januari, Februari. Di Indonesia yang keadaan alamnya cocok
untuk pertanaman alpukat, musim panen dapat terjadi setiap bulan. Produksi buah alpukat
pada pohon-pohon yang tumbuh dan berbuah baik dapat mencapai 70-80 kg/pohon/tahun.
Produksi rata-rata yang dapat diharapkan dari setiap pohon berkisar 50 kg (Sadwiyanti dkk,
2009).

C. Penanganan Pasca Panen


1. Pencucian
Pencucian buah bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan noda-noda yang
menempel termasuk serangga dan hewan- hewan kecil lainnya, yang akan
berpengaruh terhadap penampilan buah. Cara pencucian dapat dilakukan dengan
perendaman dalam air sampai kotoran yang melekat mudah dibersihkan (Sadwiyanti
dkk, 2009).
2. Sortasi dan Grading
Setelah buah bersih, selanjutnya dilakukan penyortiran yang bertujuan untuk
memisahkan buah yang baik dan memenuhi persyaratan dari buah yang cacat, terkena
serangan serangga, memar, pecah ataupun berukuran terlalu kecil. Pekerjaan sortasi
ini mutlak dilakukan baik untuk pasar lokal maupun pasar luar negeri. Buah yang
pecah atau terkena serangan hama yang tidak disortir akan menjadi cepat busuk dan
akibatnya pada waktu transportasi dan penyimpanan akan mempengaruhi atau
menular ke buah lain yang masih baik. Ciri- ciri buah yang baik : tidak cacat, kulit
buah harus mulus tanpa bercak, cukup tua tetapi belum matang, ukuran buah
seragam. Biasanya dipakai standart dalam 1 kg terdiri dari 3 buah atau berbobot
maksimal 400 g dan bentuk buah seragam. Grading atau pengklasan perlu dilakukan
untuk memenuhi standar mutu. Ada 3 macam ukuran buah alpukat berdasarkan berat
yang memenuhi standar mutu alpukat, yaitu ukuran besar (451-550 g/buah), ukuran
sedang 351-450 g/buah, dan ukuran kecil 250-350 g/buah (Sadwiyanti dkk, 2009).
3. Pemeraman dan Penyimpanan
Buah alpukat dapat dikonsumsi bila sudah masak. Untuk mencapai tingkat ini
diperlukan waktu sekitar 7 hari setelah petik (bila buah dipetik pada saat sudah cukup
ketuaannya). Bila tenggang waktu tersebut akan dipercepat, maka buah harus diperam
terlebih dahulu. Cara sederhana yang dapat dilakukan adalah memasukkan buah ke
dalam plastik atau karung goni yang kemudian diikat rapat, selanjutnya karung goni
diletakkan di tempat yang kering dan bersih. Selain itu juga dapat menggunakan zat-
zat atau bahan yang dapat menghasilkan hormon pemasakan seperti asetilen dan
etilen; sebagai contohnya adalah karbid, ethrel, daun albisia, dan daun gamal. Untuk
memperpanjang umur simpan, penyimpanan dapat dilakukan pada suhu ren-dah
sekitar 5 °C, dan mampu bertahan hingga hari ke-30 sampai hari ke-45. Penyimpanan
pada suhu rendah akan memperlambat laju respirasi sehingga proses pematangan
dapat ditunda. Pelapisan lilin dengan konsentrasi 4% dapat mempertahankan masa
simpan selama 7 hari. Buah alpukat yang dipanen pada tingkat kematangan
komersial, dan disimpan pada suhu 22 °C atau pada suhu 2-7 °C selama 3-5 minggu,
terdapat korelasi yang positif dan nyata terhadap kadar Ca, Mg dan kadar rasio
Ca+Mg/potassium pada daging buah (Hofman et al., 2001).
4. Pengemasan
Kemasan adalah wadah/tempat yang digunakan untuk mengemas suatu
komoditas. Kemasan untuk pasar lokal berbeda dengan kemasan untuk ekspor. Untuk
pemasaran di dalam negeri, buah alpukat dikemas dalam karung-karung
plastik/keranjang, lalu diangkut dengan kendaraan bermotor agar sampai ke
konsumen. Untuk ekspor menggunakan kotak karton berkapasitas 5 kg buah alpukat,
buah alpukat dibungkus kertas tissue dan disusun secara rapi di dalam kotak karton
tersebut. Agar alpukat tidak bergerak, ruang kosong di antara buah diisi dengan
potongan kertas. Di bagian atas jajaran alpukat juga diberi potongan kertas hingga
kotak karton terisi penuh. Sebaiknya kotak hanya diisi buah satu lapis saja, kemudian
kotak ditutup dan diikat kuat menggunakan pita pengikat. Kemasan ini biasanya
dilengkapi dengan tulisan, label, dan keterangan mengenai isi serta informasi lain
yang diperlukan konsumen. Bahan, ukuran, dan cara pengemasan harus sesuai dengan
fungsi dan syarat pengemasan itu sendiri. Syarat kemasan yang baik antara lain: tidak
toksik; menjamin isi bebas dari kerusakan fisik atau pengaruh bahan kimia; dapat
mencegah pemalsuan; mudah dibuka dan ditutup; menjamin kemudahan dan
keamanan dalam pengeluaran isi; menjamin kemudahan pembuangan kemasan bekas;
ukuran, bentuk, dan berat kemasan sesuai dengan isi; penampilan harus sesuai dengan
negara/daerah tujuan; dapat mempertahankan cetakan label dan tambahan dekorasi;
memenuhi syarat-syarat khusus yang ditetapkan negara/daerah tujuan (Sadwiyanti
dkk, 2009).

 Mentimun
A. Pengertian Mentimun
Mentimun (Cucumis sativus L.) adalah salah satu sayuran buah yang banyak
dikonsumsi segar oleh masyarakat Indonesia. Sebagai bahan pangan, buah timun
mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap, yakni mengandung kalori, protein,
lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat gizi, vitamin B, vitamin C, niasin, karoten,
asetilkolin, serat, saponin. Dengan demikian buah timun sebagai bahan pangan sangat
baik untuk menjaga kesehatan tubuh, misalnya untuk kesehatan mata, jaringan epitel
(jaringan yang ada di permukaan kulit), kulit, gigi, tulang, jaringan tubuh,
meningkatkan energi, dan untuk mencegah berbagai macam penyakit (beri-beri,
sariawan, radang lidah, pelgra, dan lain-lain). Tanaman timun termasuk kedalam jenis
tanaman sayuran buah semusim (berumur pendek) seperti halnya terong, labu, tomat,
pare dan lain sebagainya. Tanaman timun tumbuh merambat (menjalar), berbentuk
semak atau perdu, dan tinggi atau panjang tanaman dapat mencapai 2 meter atau lebih
(Cahyono, 2003).
Klasifikasi tanaman mentimun :
Devisi : Spermatophyta (Tanaman berbiji)
Sub Devisi : Angiospermae (Biji berada di dalam buah)
Kelas : Dycotyledonae (Biji berkeping dua atau biji belah)
Ordo : Cucurbitales
Famili : Cucurbitaceae
Genus : Cucumis
Spesies : Cucumis sativus L
(Cahyono, 2003).

B. Syarat Tumbuh
Mentimun dapat ditanam mulai dari datarn rendah sampai dataran tinggi ± 1.000
meter diatas permukaan laut (dpl). Namun untuk pertumbuhan optimum tanaman
mentimun membutuhkan iklim kering, sinar matahari cukup (tempat terbuka), dengan
temperatur berkisar antara 21,1o -26,7oC. Mentimun tumbuh sangat baik di lingkungan
dengan kisaran suhu udara 18-30oC dan kelembaban udara relatif 50-85%. Tanaman
mentimun kurang tahan terhadap hujan yang terus menerus, karena akan mengakibatkan
bunga-bunga yang terbentuk berguguran dan akan gagal membentuk buah, sehingga
perlu perawatan yang intensif, pada temperatur siang dan malam harinya sangat berbeda
sangat menyolok, akan memudahkan serangan penyakit tepung (Powdery Mildew)
maupun busuk daun (Downy Mildew) (Wijoyo, 2012).
Hampir semua jenis tanah yang digunakan untuk lahan pertanian cocok ditanami
mentimun, untuk mendapatkan produksi tinggi dan kualitas baik tanaman mentimun
membutuhkan tanah yang subur, gembur, banyak mengandung humus, tidak tergenang
dan PH berkisar 6-7 pada PH tanah kurang dari 5,5 akan terjadi gangguan penyerapan zat
hara oleh akar sehingga pertumbuhan tanaman akan terganggu, sedangkan pada tanah
yang terlalu masam tanaman mentimun akan menderita klorosis (tidak normal). Tanah
yang kaya akan bahan organik sangat baik untuk pertumbuhan tanaman mentimun,
karena memiliki tingkat kesuburan tanah yang tinggi (Rukmana, 1994).
Tanaman mentimun membutuhkan kelembaban tanah yang memadai untuk
berproduksi dengan baik, pada musim hujan kelembaban tanah sudah cukup memadai
untuk penanaman mentimun. Pada prinsipnya, pertumbuhan tanaman akan lebih baik dan
hasil panen akan meningkat bila diberi air tambahan selama musim tumbuhnya. Di
daerah yang beriklim kering dibutuhkan sekitar 400 mm air, selama musim tanam timun
untuk mendapatkan pertumbuhan dan produksi yang baik (Zulkarnain, 2013).
C. Pemanenan
Buah mentimun dapat dipanen pada umur 34-46 HST, ciri-ciri buah yang dapat
dipanen, yaitu buah berukuran cukup besar, keras dan tidak terlalu tua.Interval panen
dilakukan setiap 2 kali sehari. Panen dilakukan dengan cara memotong tangkainya
dengan pisau atau gunting. Tangkai buah yang bekas dipotong sebaiknya dicelupkan
kedalam larutan lilin untuk mempertahankan laju penguapan dan kelajuan sehingga
kesegaran buah mentimun dapat terjaga relative lama (Sumpena, 2001).
III. Analisis Permasalahan dan Pembahasan

A. Analisis Permasalahan

Hasil dari survei komoditi buah alpukat dan mentimun, terdapat beberapa masalah yang
terjadi, yang akan mempengaruhi nilai jual harga pasar suatu komoditi tersebut, sebagai
berikut :

1. Penangan Pasca Panen pada komoditi mentimun dan alpukat.


2. Rusaknya komoditi dari pohon dan juga petani sendiri.
3. Mudahnya komoditi mentimun matang dan rusak, sebelum sampai kepada konsumen
(terjual).

B. Pembahasan
a. Alpukat
Hasil dari survei pasar yang dilakukan pada komoditas buah Alpukat Mentega, penjual di
Pasar Induk Gamping membeli Alpukat dari petani di daerah Temanggung dapat diperkirakan
jarak dari daerah tersebut membutuhkan waktu 2-3 Jam perjalanan. Biasanya truk dari petani
datang pukul 23.00 – 02.00 malam. Pemasokannya seminggu sekali sebanyak 5 kwintal hingga 1
ton. Masalah yang terjadi pada komoditi alpukat yaitu, busuknya komoditi, dikarenakan buah
yang terlalu matang. Pengiriman menggunakan transportasi berupa mobil pick up. Pengemasan
buah alpukat menggunakan keranjang. Kehilangan komoditas saat proses pengiriman tidak
terlalu banyak.
Biasanya petani melakukan pemanenan pada saat komoditi masak fisiologis, yang
membuat komoditi sudah matang saat dalam perjalanan dan kondisi dari komoditi sendiri sudah
berubah. Terjadi kerusakan yang berasal dari petani sering sekali terjadi, karna petani tidak
memperhatikan perlakuan penanganan komoditi saat dipanen, seperti terdapat beberapa syarat
pada saat proses pemanenan. Sebaiknya pemetikan harus menggunakan sarung tangan yang
permukaannya tidak kasar, agar tidak melukai kulit buah alpukat.
Kondisi dari komoditi harus diperhatikan amati terlebih dahulu tingkat kematangan buah
dengan memperhatikan warna kulit dan ukuran buah, adanya sisa tangkai putik, mengeringnya
tepi daun tua, mudah tidaknya buah dilepas dari tangkai, serta perhitungan jumlah hari setelah
bunga mekar untuk dapat memperkirakan waktu kematangan buah sesuai jarak angkut jauh atau
yang memerlukan waktu lama untuk sampai ke pasar. Dilakukan pemisahan berdasarkan jenis
atau bentuknya, seperti lonjong dan bulat, karna bentuk fisik dari komoditi juga akan
mempenaruhi nilai jual produk.

b. Mentimun
Hasil survey pasar buah yang dilakukan pada komoditas Mentimun yaitu penjual
mentimun di Pasar Induk Gamping mendapatkan pasokan buah dari petani langsung. Pemasok
buah mentimun berasal dari Magelang. Pasokan buah mentimun biasanya memerlukan waktu
pengiriman sekitar 1,5 jam dan tiba di pasar pada pukul 03.00 malam. Sekali pemasokan
biasanya 5 sampai 8 kwintal menggunakan kemasan keranjang dan transportasi berupa mobil
pick up. Masalah yang sering terjadi pada mentimun yaitu, terdapat buah yang busuk atau terlalu
matang, cacat fisik, kulit buah menjadi kering. Cacat fisik yang terjadi ketika pendistribusian dan
penurunan pasokan dikarenakan tergeseknya buah satu dengan buah lainnya.
Terlihat kerusakan sering terjadi karena saat pengepakan dari mobil ke orang yang
bertugas tidak berhati-hati. Namun kehilangan pasca panen buah mentimun ini dirasakan oleh
tengkulak karena jenis mentimun sendiri yang mudah rusak. Peran teknologi pasca panen sangat
diperlukan untuk menjamin produk buah mentimun segar sampai ke tangan konsumen dalam
kondisi prima.
IV. Solusi Permasalahan

 Alpukat

1. Pemanen pada Alpukat ini sebaiknya dilakukan pada saat sore hari, karena tidak terlalu
panas sehingga kemungkinan buah akan layu semakin sedikit
2. Tingkat kematangan buah disesuaikan dengan jarak angkut setelah panen, hal ini harus
dilakukan karena dengan mengetahui tingkat kematangan akan mempengaruhi kualitas
suatu komoditas saat dipasarkan. Buah alpukat pada mbo wido dipanen pada saat sudah
matang, sehingga tingkat kematangan pada saat di konsumen akan terlalu matang.
3. Pemetikan dilakukan secara langsung menggunakan pisau tajam dan sarung tangan, hal
ini untuk menghidari kemungkinan terjadinya penyok atau luka pada buah alpukat
karena akibat dari penyok/luka itu akan mempercepat resprasi sehingga tingkat
kematangan buah akan meningkat.
4. Buah dibungkus menggunakan kertas atau busa pembungkus, pembungkusan juga
diperlukan ketika ingin diangkut sehingga akan mengurangi atau meminimalisir
kemungkinan terjadinya luka dan penyok pada buah alpukat. Saat packaging pada buah
alpukat milik mbo Wido, pembungkusannya menggunakan kertas tidak terlalu rapih
sehingga sebagian buah mengalami luka.
5. Suhu tempat penyimpanan diatur, jika memungkinkan ada pendingin ruangan (AC)
karena suhu/temperatur ini merupakan faktor paling penting yang berpengaruh terhadap
komoditas setelah panen, menentukan kecepatan reaksi kimia termasuk respirasidan
kerusakan fisiologis. Namun buah alpukat dikirim pada malam hari sehingga tidak
membutuhkan alat pendingin, dan pengiriman buat tidak terlalu jauh dan langsung
dijual ke konsumen sehingga kerusakan buah akan berkurang.

 Mentimun
1. Pemanenan pada mentimun sebaiknya dilakukan pada saat sore hari.
2. Pengangkutan komoditi harus di sesuaikan dengan tingkat kemasakan buah.
3. Komoditi seharusnya dibungkus menggunakan kertas, plastik atau keranjang yang
tertutup. Namun mentimun milik pak udin hanya menggunakan keranjang saja dan
ditumpuk oleh sayuran lain sehingga banyak yang mengalami luka dan rusak.
4. Varietas mentimun milik pak udin termasuk jenis yang tidak terlalu tahan akan
panas, sehingga mengalami banyak kerusakan
5. Pengiriman mentimun milik pak udin yaitu pada saat dini hari sehingga tidak
memerlukan alat pendingin.

V. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Proses kerusakan yang dialami komoditi alpukat dan mentimun di pasar gamping
diakibatkan oleh buah yang terlalu matang, kurangnya kehati hatian dalam proses
pemindahan komoditi ke mobil pick up.
2. Untuk mengatasi kerusakan fisik pada komoditas dapat dilakukan dengan cara memberikan
perlakuan pasca panen seperti pada saat pemanenan, pengangkutan dan penyimpanan.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono. 2003. Budidaya Tanaman Mentimun. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Hofman. P.J.; S. Vuthapanich; A.W. Whiley; A. Klieber and D.H. Simons. 2001. Tree Yield and
Fruit Minerals Concentrations Influence ‘ Hass ‘ Avocado Fruit Quality. Scientia
Horticulturae Volume 92, Issue 2, 31 January 2002. p. 113-123.

Morton, J.F. 1987. Fruits of Warm Climates. Creative Resource Systems, Inc. Box 890,
Winterville, N.C. 28590. p 91- 102.

Prihatman, Kemal. 2000. Budidaya Pertanian : Alpukat / Avokad. Jakarta : Bappenas.

Rukmana, R. 1994. Budidaya Mentimun. Yogyakarta: Kanisius.

Sadwiyanti, L., D. Sudarso, T. Budiyanti. 2009. Budidaya Alpukat. Sumatera Barat : Balai
Penelitian Tanaman Buah Tropika.

Sumpena, U. 2001. Budidaya Mentimun Intensif. Jakarta: Penebar Swadaya.

Wijoyo, P.M. 2012. Budidaya Mentimun yang Lebih Menguntungkan. Jakarta: PT Pustaka Agro
Indonesia.

Zulkarnain, 2013. Budidaya Sayuran Tropis. Jakarta. Bumi Aksara.


Lampiran

Gambar 1. Mentimun milik pak Udin Gambar 2. Alpukat milik Mbo Wido

Anda mungkin juga menyukai