Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Buah dan sayuran yang sudah dipanen pada umumnya mengalami perubahan kualitas
selama penyimpanan (Lamona et al., 2015). Perubahan kualitas ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain umur panen, suhu penyimpanan, bahan kemasan, dan penggunaan
bahan pengawet (Nofriati & Asni, 2015). Informasi tentang perubahan kualitas bahan pangan
sangat penting diketahui untuk memberikan kepastian kepada konsumen sebelum Lamona
produk tersebut dikonsumsi (Amanto et al., 2011).
Jagung manis (Zea mays L.Saccharata Sturt.) merupakan salah satu komoditas pangan
yang sering dikonsumsi masyarakat baik sebagai cemilan maupun lauk pauk. Jagung manis
memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan jagung hibrida dan umur produksinya relatif
lebih singkat, sehingga jagung manis banyak dibudidayakan.
Potensi besar pada jagung manis tersebut berbanding terbalik dengan umur simpannya.
Menurut Rodja (2009), pada suhu 1- 4 C saja, jagung manis hanya tahan disimpan hingga 4
hari sehingga pendistribusiannya harus segera dilaksanakan. Seringkali pendistribusian jagung
manis hanya dilakukan menggunakan karung dengan isi lebih dari 50 buah. Selama waktu
distribusi hingga sampai ke konsumen, terjadi penurunan mutu pada jagung manis baik akibat
faktor fisik, fisiologis, maupun mikrobiologis. Faktor fisiologis yang mempersingkat umur
simpan jagung manis adalah respirasi dan transpirasi pascapanen.
Jagung manis segar memiliki umur simpan yang sangat terbatas, yaitu hanya 2-3 hari
jika disimpan pada suhu kamar (28-30°C) (Lapanga et al., 2020). Umur simpan yang pendek
ini merupakan masalah utama dalam penanganan pascapanen jagung manis segar. Jenis-
jenis kerusakan yang terjadi dapat berpengaruh terhadap kualitas kesegaran jagung manis,
sementara konsumen membutuhkan jagung manis dalam kondisi segar. Menurut Khathir et
al. (2015) penurunan kualitas jagung manis dapat dihambat dengan menggunakan kemasan
yang tepat.
Pengemasan merupakan salah satu cara dalam mempertahankan umur simpan suatu produk
pertanian dengan menurunkan tingkat respirasi dan transpirasi pada produk tersebut. Kemasan
suatu produk pertanian dapat berupa kertas, plastik, maupun alumunium foil. Kemasan jagung
manis selama distribusi dan pemasaran, yang diaplikasikan oleh produsen maupun penjual
masih sangat minim dan tidak memperhatikan prinsip prinsip dalam mempertahankan umur
simpan produk. Oleh sebab itu diperlukan suatu pengemasan yang tepat yang mampu
mempertahankan umur simpan sekaligus mutu jagung manis.
Pengemasan yang tepat dapat menjaga produk tetap bersih dan melindungi dari
kemungkinan kerusakan fisik dan mekanis (Maryani & Pradiana, 2008). Selama ini
pengemasan jagung manis segar biasanya dilakukan dengan menggunakan plastik yang
memiliki permeabilitas uap air dan oksigen yang cukup rendah (Anggraini & Sugiarti,
2018). Penggunaan plastik sebagai bahan kemasan, selain dapat menahan kelembaban dan
mencegah kehilangan air, juga dapat melindungi dari kerusakan mekanis dan mencegah
kontaminasi dengan debu (Hariadi et al., 2017).
Bahan hasil pertanian yang baru saja dipanen dapat disimpan pada suhu dingin untuk
memperpanjang umur simpannya (Mareta & Nur, 2011). Selain itu, penyimpanan pada
suhu di ng in dapat memperbaiki mutu produk dan menghindarkan dijual dalam keadaan
segar (Dewi, 2015), memungkinkan tersedianya sayuran sepanjang tahun (Satmalawati &
Rusae, 2017), membantu pemasaran sayuran yang teratur (Sulthoni et al., 2016), dan
mempertahankan mutu produk tetap dalam kondisi yang segar (Sari & Hadiyanto, 2013).
Penyimpanan suhu dingin pada prinsipnya dapat menekan laju respirasi, sehingga umur
simpan buah dapat dipertahankan (Muhajir et al., 2014).
Masalah yang sering terjadi selama penyimpanan jagung manis segar adalah tampak
mengering dan ditumbuhi jamur sebagai akibat dari kontaminasi pada saat penanganan
pascapanen. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian tentang perubahan fisik jagung
manis segar selama penyimpanan. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah
membandingkan pengaruh jenis kemasan dan suhu penyimpanan terhadap karakteristik
fisik jagung manis segar selama penyimpanan.
Tujuan makalah ini adalah menganalisis dan menentukan kemasan primer terbaik pada
jagung manis selama masa distribusi yang mampu mempertahankan mutunya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jagung
Jagung merupakan tanaman semusim. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi antara
1 m sampai 3 m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6 m. Batang jagung tegak dan
mudah terlihat sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Batang
jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin. Pada umumnya, satu tanaman
hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina.
Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut
sebagai varietas prolific. Jenis jagung yang dikembangkan saat ini adalah jagung hybrida
yang mempunyai tingkat produktifitas yang tinggi. (Purwono dan Rudi, 2005).
Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Grobogan (2016), jagung merupakan
komoditas unggulan selain padi dan kedelai di Kabupaten Grobogan. Luas wilayah
Kabupaten Grobogan 60% lahan pertanian, sehingga peningkatan produksi komoditas jagung
di Kabupaten Grobogan setiap tahun mengalami peningkatan. Kapasitas produksi jagung di
Kabupaten Grobogan merupakan tertinggi di Provinsi Jawa Tengah dan merupakan lumbung
sentra pemasok jagung ke industri sebagai bahan baku pakan.
Jenis jagung yang diekspor dan diimpor Indonesia antara lain jagung manis beku, jagung
brondong (popcorn), jagung pipilan kering, bibit jagung dan lain-lain. Jagung pipilan kering
dan bibit jagung merupakan jenis jagung yang paling banyak diekspor atau impor, sementara
nilai ekspor impor jenis lainnya sangat kecil. Nilai ekspor jagung Indonesia pada periode
2010-2014 mengalami fluktuasi dengan tren pertumbuhan sebesar 4,42%. Pada tahun 2014
dengan negara tujuan utama ekspor jagung Indonesia adalah Filipina (66,51%), Jepang
(15,23%) dan Pakistan (10,03%). Gorontalo, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Sumatra
Utara menjadi penyumbang terbesar nilai ekspor jagung Indonesia.
2.2 Penanganan pascapanen jagung
Waktu panen menentukan mutu biji jagung, pemanenan yang terlalu awal menyebabkan
banyak butir muda sehingga kualitas rendah dan tidak tahan simpan. Pemanenan yang
terlambat menurunkan kualitas dan meningkatkan kehilangan hasil. Jagung siap panen ditandai
dengan daun dan batang tanaman mulai menguning dan berwarna kecoklatan pada kadar air
sekitar 35 - 40%. Panen optimum merupakan saat panen yang paling tepat untuk mendapatkan
kualitas hasil panen yang baik. Pada umumnya kadar air jagung yang dipanen pada kondisi
optimal tersebut sesuai untuk konsumsi sebagai pangan, pakan dan industri. Penundaan
kegiatan panen akan menurunkan kualitas jagung (Syarif dan Halid, 1993).
Proses pascapanen jagung terdiri atas serangkaian kegiatan yang dimulai dari pemetikan
dan pengeringan tongkol, pemipilan tongkol, pengemasan biji, dan penyimpanan sebelum
dijual ke pedagang pengumpul. Semua proses tersebut apabila tidak tertangani dengan baik
akan menurunkan kualitas produk karena berubahnya warna biji akibat terinfeksi cendawan,
jagung mengalami pembusukan, tercampur benda asing yang membahayakan bagi Kesehatan
(Firmansyah dkk, 2006).
Teknologi penanganan pascapanen tersebut harus diterapkan sesuai dengan GHP untuk
mendapatkan hasil pertanian yang berkualitas dan berdaya saing. Tujuan yang lebih spesifik
adalah meningkatkan kuantitas jagung berorientasi agar kebutuhan pasar yang dapat terpenuhi.
GHP merupakan teknologi penanganan pascapanen yang dilakukan oleh petani atau pelaku
usaha tani di kebun maupun di dalam bangsal pengemasan atau packing house. Penanganan
dimulai dari panen sampai distribusi. Panduan GHP atau SOP pascapanen disusun untuk
memenuhi kriteria penanganan pascapanen untuk mencapai standart mutu tertentu. Aplikasi
prinsip-prinsip jaminan mutu dan keamanan pangan dalam tahapan GHP diharapkan dapat
meningkatkan pasokan hasil pertanian yang berkualitas. Akselerasi penerapan penanganan
pascapanen yang baik akan memberikan mutu yang baik pada hasil akhir. Tujuan yang ingin
dicapai melalui penerapan GHP adalah untuk menurunkan kehilangan hasil, mempertahankan
mutu, meningkatkan ketersediaan hasil pertanian yang bermutu, meningkatkan daya saing dan
meningkatkan akses pasar.
Menurut Kementerian Negara Koperasi Usaha Kecil Dan Menengah (2009) Kemasan atau
packaging adalah ilmu, seni dan teknologi yang bertujuan untuk melindungi sebuah produk
saat akan dikirim, disimpan atau dijajakan.
Pengemasan (packaging) secara sederhana dapat juga diartikan sebagai suatu cara untuk
menyampaikan barang kepada konsumen dalam keadaan terbaik dan menguntungkan. Dalam
era globalisasi saat ini, kemasan mempunyai peran yang sangat penting karena akan selalu
terkait dengan komoditi yang dikemas dan sekaligus merupakan nilai jual dan citra produk.
Packaging is a silent salesman. Produk merupakan gabungan antara isi dan kemasan. Banyak
pihak yang mengatakan bahwa kemasan hanya merupakan sampah dan menambah beban biaya
penjualan. Namun tidak demikian adanya, kemasan yang standar dapat mengangkat citra suatu
produk, memberikan nilai tambah dalam penjualan dan dapat melindungi produk dengan baik.
Kemasan harus dapat memenuhi harapan konsumen. Kemasan bisa memberikan perlindungan
produk dengan baik dari cuaca, cahaya/sinar, perubahan suhu, jatuh, tumpukan, kotoran,
serangga, bakteri dan lain-lain. Struktur kemasan mudah dibuka, mudah ditutup dan mudah
dibawa (ergonomi). Bentuk dan ukuran menarik sesuai dengan kebutuhan menciptakan daya
tarik visual bagi konsumen. Bentuk fisik kemasan ditentukan oleh sifat produk itu sendiri,
sistem penjualan, mekanis, display, distribusi dan segmen pasar. Labeling harus jelas dan
lengkap dan disain kemasan dirancang unik dan khas sehingga tampak berbeda dengan produk
lain.
Peran kemasan pada produk adalah 1) Sebagai wadah yang memungkinkan diangkutnya
suatu produk atau barang dari satu tempat ketempat yang lain atau dari produsen ke konsumen.
2) Melindungi produk yang dikemas dari pengaruh cuaca, benturan, tumpukan dan lain-lain.
3) Memberikan informasi, brand image dan sebagai media promosi dengan pertimbangan
mudah dilihat, dipahami serta diingat. Sehingga kebutuhan kemasan dalam memberi informasi
menjadi bagian yang paling penting. Pemberian label dan merek pada makanan dan produk
lain sangat penting sebagai pembeda terhadap pesaing. Agar desain kemasan tampil menarik
dapat dikonsultasikan pada desainer kemasan.
Desain kemasan harus menjadi media komunikasi antara produsen dengan calon
konsumen, sehingga dalam desain kemasan perlu dicantumkan 1) Nama produk 2) Komposisi
3) isi/netto. Kemasan standar yang menarik dapat dikatakan bisa menjual dirinya sendiri.
Sehingga dapat meningkatkan penjualan karena bisa memasuki ke segmen-segmen pasar yang
lain.
Kemasan memiliki fungsi secara umum yaitu untuk mewadahi produk. Kemudian
seiring kebutuhan kemasan memiliki fungsi yang beraneka ragam yaitu memelihara kualitas
produk, melindungi produk dari kontaminasi, mengawetkan produk, meningkatkan masa
simpan produk, mempermudah distribusi produk hingga meningkatkan nilai estetika produk.
Penggunaan kemasan yang tepat dapat menurunkan tingkat kerusakan pada komoditi
pertanian. Pemilihan jenis kemasan hendaknya sesuai dengan sifat komoditas dan kondisi
transportasi sehingga dengan dilakukannya pengemasan tersebut mampu mempertahankan
mutu dari komoditi.
Plastik merupakan salah satu kemasan yang paling sering digunakan dibandingkan dengan
jenis kemasan lainnya. Selain karena mudah didapatkan, plastik hingga kini masih menjadi
kemasan yang praktis, ekonomis dan fleksibel dalam penggunaannya. Ada berbagai jenis
plastik, dua diantaranya adalah polyehylene (PE) dan polypropylen (PP) (Mareta et al., 2011).
Kedua plastik tersebut dibedakan karena permeabilitasnya, sehingga jika digunakan akan
menghasilkan ketahanan yang berbeda untuk menyimpan bahan.
Ada beberapa jenis kemasan yaitu 1) Kemasan Primer (consumer pack) adalah kemasan
yang langsung berhubungan/bersentuhan dengan produk, biasanya ukuran relatif kecil dan
disebut juga kemasan eceren. Sebagai contoh kemasan makanan ringan/snack, kemasan sachet
untuk sampo, deterjen, kecap, saos tomat, mie instant, gelas plastik (cup) dan lain-lain. 2)
Kemasan Sekunder (transport pack) adalah kemasan kedua yang isinya sejumlah kemasan
sekunder. Jenis kemasan ini tidak langsung berhubungan/kontak dengan produk yang dikemas.
Sebagai contoh kemasan karton/kardus mie instant, kemasan karton/kardus air minum dalam
kemasan dan lainlain. 3) Kemasan Tersier adalah kemasan ketiga yang isinya sejumlah
kemasan sekunder. Kemasan ini fungsinya untuk pengiriman lokal, antar pulau atau antar
negara. Memiliki syarat tahan benturan, tahan cuaca dan berkapasitas besar. Sebagai contoh
kotak karton bergelombang dan container.
Beberapa bahan kemasan yang biasa digunakan yaitu bahan kemasan kaku/rigid yakni
kemasan kayu, logam, metal, besi, kaca dan botol. Sedangkan bahan kemasan lentur/fleksibel
biasanya terbuat plastik, kertas, multilayer, nilon/vacum, aluminium foil dan metalized.
Penggunaan bahan-bahan kemasan ini disesuaikan dengan karakteristik produk. Untuk produk
makanan ringan/snack yang sifatnya seperti keripik pisang, keripik singkong, amplang, keripik
buah dan lain biasanya menggunakan bahan aluminium foil atau metalized. Secara struktur
kemasan berbahan aluminium foil memiliki tiga lapisan yaitu Lapisan cetak (OPP) sebagai
pelindung lembab, Lapisan pelindung (Alu Foil) sebagai pelindung udara, cahaya, oksigen/gas
dan Lapisan berikutnya adalah Lapisan dalam (PE) sebagai pembungkus dan lapisan seal.
Struktur molekul lapisan alu foil secara kimia, fisika, menghalangi transmisi sinar, permeasi
O2, gas dan uap air melalui dinding kemasan. Untuk produk semi basah seperti sosis, nuget,
bakso, bandeng presto dan lain dapat menggunakan kemasan berbahan nylon/vacum. Kemasan
berbahan nylon/vacum memiliki dua lapisan yaitu lapisan pelindung udara atau sinar dan
lapisan dalam (PE) sebagai pembungkus dan seal.
Secara umum kemasan sebaiknya bersifat informatif, identifikasi dengan jelas,
menyampaikan manfaat dan penggunaannya, mempunyai label yang jelas sesuai dengan
peraturan label dan periklanan, efektik, menarik dan memberikan kemudahan.
Rancangan kemasan ditentukan oleh karakteristik produk, proses produksi, jalur distribusi,
segmen pasar, produk pesaing, sasaran pasar dan promosi. Kemasan juga sebagai media
penandaan barang, warna kemasan mencerminkan isi, ramah lingkungan dan dapat didaur
ulang. Agar tampil menarik kemasan perlu didesain sehingga sesuai dengan produk yang
dikemas, sesuai dengan tingkat pemasaran yang dituju, up to date, menarik dan dapat diterima,
display mudah, komunikatif dan berbeda dari produk pesaing. Desain kemasan meliputi desain
bentuk dan desain grafis. Pada kemasan juga perlu ada pelabelan sebagai identifikasi,
membantu penjulan produk dan pemenuhan peraturan perundang-undangan. Pemberian merek
juga penting sebagai identitas, pembeda terhadap produk pesaing dan jaminan kualitas.
Menurut Kementerian Negara Koperasi Dan UKM RI (2009) ada beberapa hal yang mesti
tercantum dalam sebuah kemasan yaitu Nama Produk, Brand atau merek, Logo, Keterangan
Tentang Bahan Tambahan Pangan, Keterangan Tentang Bahan Yang Digunakan (Komposisi),
Keterangan Tentang Berat Bersih atau Isi Bersih, Keterangan Tentang Tanggal Kadaluarsa,
Keterangan Tentang Nama Dan Alamat, Keterangan Tentang Kandungan Gizi, Keterangan
Tentang Kode Produksi Pangan, Nomor Pendaftaran Pangan, Klaim Halal, Barcode.
Menurut Rhina uchyani dan Heru irianto (2015) kemasan merupakan “pemicu” karena
fungsinya langsung berhadapan dengan konsumen dengan demikian, kemasan harus dapat
memberikan impresi spontan yang mempengaruh tindakan positif konsumen di tempat
penjualan. Dengan situasi persaingan yang semakin tajam, estetika merupakan suatu nilai
tambah yang dapat berfungsi sebagai “perangkap emosional” yang sangat ampuh untuk
menjaring konsumen.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menciptakan kemasan produk terbaik yang
dapat memikat hati konsumen yaitu 1) Unik dan kreatif, terlihat beda dengan kemasan produk
yang lain walaupun produk sama. 2) Sesuaikan desain kemasan dengan produk, contohnya
produk keripik pisang maka desain kemasan dan tampilannnya berupa gambar buah pisang
atau animasi buah dan kreativitas dalam desainya. 3) Buat kemasan berbagai ukuran dan
bentuk, tujuannnya adalah agar konsumen mudah untuk membeli produk sesuai kebutuhan. 4)
Buat kemasan yang dapat didaur ulang, tujuannnya agar biaya tidak mahal, ramah lingkungan
dan ikut berperan menjaga kelestarian lingkungan.
JENIS-JENIS KEMASAN UNTUK BAHAN PANGAN
Berdasarkan bahan dasar pembuatannya maka jenis kemasan pangan yang tersedia saat ini
adalah kemasan kertas, gelas, kaleng/logam, plastik dan kemasan komposit atau kemasan yang
merupakan gabungan dari beberapa jenis bahan kemasan, misalnya gabungan antara kertas dan
plastik atau plastik, kertas dan logam. Masing-masing jenis bahan kemasan ini mempunyai
karakteristik tersendiri, dan ini menjadi dasar untuk pemilihan jenis kemasan yang sesuai untuk
produk pangan. Karakteristik dari berbagai jenis bahan kemasan adalah sebagai berikut :
1. Kemasan Kertas
- tidak mudah robek
- tidak dapat untuk produk cair
- tidak dapat dipanaskan
- fleksibel
2. Kemasan Gelas
- berat
- mudah pecah
- mahal
- non biodegradable
- dapat dipanaskan
- transparan/translusid
- bentuk tetap (rigid)
- proses massal (padat/cair)
- dapat didaur ulang
3. Kemasan logam (kaleng)
- bentuk tetap
- ringa dapat dipanaskan
- proses massal (bahan padat atau cair)
- tidak transparan
- dapat bermigrasi ke dalam makanan yang dikemas
- non biodegradable
- tidak dapat didaur ulang
5. Kemasan plastik
- bentuk fleksibel
- transparan
- mudah pecah
- non biodegradable
- ada yang tahan panas
- monomernya dapat mengkontaminasi produk
6. Komposit (kertas/plastik)
- lebih kuat
- tidak transparan
- proses massal
- pengisian aseptis
- khusus cairan
- non biodegradable
Selain jenis-jenis kemasan di atas saat ini juga dikenal kemasan edible dan kemasan
biodegradable. Kemasan edible adalah kemasan yang dapat dimakan karena terbuat dari bahan-
bahan yang dapat dimakan seperti pati, protein atau lemak, sedangkan kemasan biodegradable
adalah kemasan yang jika dibuang dapat didegradasi melalui proses fotokimia atau dengan
menggunakan mikroba penghancur.
Ada beberapa tujuan pengemasan jagung, yaitu agar jagung bersih dari kotoran,
mengurangi serangan jamur dan hama (Purwono dan Hartono, 2002).
Pengemasan jagung disesuaikan dengan tujuan pasar jagung. Umumnya, kemasan yang
digunakan berupa karung dengan berat antara 25-50 kg, sedangkan eceran seberat 1-5 kg.
Adapun kemasan jagung untuk dipasarkan di supermarket umumnya menggunakan
plastik wrapping seberat 1kg yang berisi sekitar 6 buah tongkol jagung (Purwono dan Hartono,
2002).
Penyimpanan jagung dapat dilakukan dengan beberapa cara. Cara penyimpanan jagung
yang biasa dilakukan oleh para petani adalah dengan menyimpan jagung kering yang masih
ditongkol. Jagung tongkol kering ini diletakkan di atas perapian atau disimpan di tempat yang
kering, tidak terkena air hujan. Tempat penyimpanan jagung juga sebaiknya tidak ada tikus.
Selain menyimpan jagung yang masih melekat di tongkol, jagung juga disimpan dalam bentuk
pipilan kering. Jagung tongkol kering lebih tahan disimpan dalam waktu lama dari pada jagung
pipil kering.
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan apabila jagung akan disimpan dalam gudang.
Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Kebersihan gudang: sebaiknya gudang dibersihkan dan disemprot dengan insktisida
yang aman untuk mencegah hama bubuk.
2. Kelembaban gudang: gudang yang lembab akan mendukung tumbuhnya
mikroorganisme.
3. Alas : agar kadar air pada biji jagung terjaga, sebaiknya lantai gudang dialasi dengan
dengan papan.
Setelah jagung dipanen dari tempat tanam, jagung diangkut ke tempat tertentu untuk
mendapatkan penanganan. Biasanya jagung diangkut masih dengan kulitnya atau diangkut
dalam bentuk jagung yang sudah kering. Pengangkutan jagung harus dilakukan dengan hati-
hati agar jagung tdak banyak mengalami kerusakan. Agar jagung tidak mengalami kerusakan
selama dalam pengangkutan, jagung perlu dikemas dengan karung atau dengan keranjang.
Kemasan jagung untuk pengangkutan sebaiknya diatur yang rapi agar daya tampung dalam
kendaraan semaksimal mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah.,2009. Pedoman Standar
Kelayakan Kemasan Produk KUKM, Jakarta
Boyd, Walker, Larece, 2000. Manajemen Pemasaran Suatu Pendekatan Strategis Dengan
Orientasi Global, Jakarta:Penerbit Erlangga.
Abdullah, Thamrin Dan Tantri, Francis, 2016. Manajemen Pemasaran, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Nana Herdiana Abdurrahman, Achmad Sanusi, 2015. Manajemen Strategi Pemasaran.
Bandung:Pustaka Setia.
Nurcholifah, Ita, 2012. Manajemen Pemasaran. Pontianak:STAIN Pontianak Press. Kotler,
Philip dan Gary Amstrong, 2001. Prinsip Prinsip Pemasaran, Edisi Delapan, Jilid I dan
II, Jakarta:Erlangga.
Kotler, Philip, 2012, Manajemen Pemasaran ; Edisi Milenium, Diterjemahkan oleh Hendra
Teguh dan Ronny A. Rusli, Edisi Kesembilan, Jilid I an II, Prentice Hall, New Jersey.
Foster, Denis L, 2000, Sales And Marketing For The Travel Profesional, Penerjemah: Tri Budi
Satrio.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
B Lena Nuryanti, Anisa Yunia Rahman, 2008, pengaruh variasi Dan Kemasan Produk Terhadap
Keputusan Pembelian The Kotak Ultra Jaya. Jurnal Strategic, Vol.7, no.14 sept 2008
Rhina Uchyani, Heru Irianto, 2015, Pengemasan Produk Dalam Meningkatkan Produk
Berbahan Baku Kacang Yang Marketable. Laporan Prosiding Seminar Nasional 4th
SME’s Summit Dan Awards 2015
Undang – Undang RI No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah
Moleong, Lexy J.2004. Metodologi Penelitian kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT
Remaja Roosdakarya
Nawawi, Hadari. 1997. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada Syukrianti
Mukhtar, Muchammad Nurif, 2015, Peranan Packaging dalam Meningkatkan Hasil
Produksi terhadap Konsumen. Jurnal Sosial Humaniora, Vol. 8 No.2, Nopember 2015
Masayu Endang Apriyanti, 2018, Pentingnya Kemasan Terhadap Penjualan Produk
Perusahaan. Jurnal Sosio e-kons, Vol.10 No. 1, April 2018

Anda mungkin juga menyukai