MANGGA
(Laporan Praktikum Teknologi Hasil Hortikultura)
Oleh
Ocha Maharani
2114051013
Kelompok 4
Produk olahan di pasaran yang berasal dari buah-buahan umumnya produk olahan
seperti jam, jelly, sari buah, buah-buahan dalam kaleng, manisan kering atau
basah. Industri pengolahan buah tersebut di Indonesia terbagi menjadi 3
kelompok, yaitu kelompok industri hulu (industri pengalengan buah, pengasinan
buah dan pemanisan buah), kelompok industri antara (puree buah) dan kelompok
industri hilir (sari buah, selai atau jam dan lain-lain) (Khan et al., 2014). Menurut
Rosalina dkk., (2013), buah yang dapat masuk ke dalam industri tersebut dan
menjadi produk olahannya yaitu seperti jambu kristal dan mangga. Buah jambu
kristal dan mangga dapat menjadi produk olahan seperti sari buah serta manisan
kering dan menjadi salah satu jenis pengolahan yang cukup potensial karena
potensi konsumsi produk olahan buah tersebut cukup besar. Salah satu jenis
produk buah-buahan kering dari jambu kristal dan mangga, selain manisan yang
sudah dikenal dan berkembang sejak puluhan dekade di pasaran internasional,
terutama di Amerika dan Eropa Barat adalah produk fruit leather.
Fruit leather merupakan produk olahan dari bubur buah yang dikeringkan
(Puspitasari dkk., 2019). Menurut Yahya dkk., (2022), fruit leather dapat
digolongkan sebagai snack yang ideal untuk memenuhi permintaan konsumen
akan kandungan vitamin dan serat yang tinggi, dan dapat dikonsumsi berbagai
kalangan usia. Fruit leather di luar negeri cukup booming dan dapat dijadikan
subtitusi pengganti porsi harian buah. Fruit leather merupakan salah satu
alternatif diversifikasi pengolahan hasil pertanian. Pemanfaatan aplikasinya pun
sangat luas dan masih memiliki trend yang cukup baik hingga sepuluh tahun ke
depan. Hal tersebut menjadikan produk fruit leather sebagai produk awetan buah-
buahan yang berpotensi sangat baik sebagai produk sehat dan alami/natural, oleh
sebab itu dilakukan pengembangan modifikasi pengolahan buah-buahan menjadi
produk fruit leather yang dapat menggunakan buah jambu kristal dan mangga
seperti pada praktikum kali ini dengan bahan tambahan yang biasa digunakan
yaitu pektin, asam sitrat dan sukrosa yang bertujuan untuk mengetahui tekstur
yang dihasilkan jika menggunakan buah jambu kristal dan mangga.
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari pengaruh jenis buah terhadap
tekstur produk pada proses pengolahan fruit leather
II TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi buah jambu kristal menurut Damayanti (2016) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Mirtaceae
Genus : Psidium
Spesies : guajava L.
Jambu kristal memiliki daya saing tinggi karena memiliki beberapa keunggulan
yaitu, unggul dalam cita rasa yang segar, manis, kres, berdaging tebal dan hampir
tanpa biji, mudah dibudidayakan, frekuensi panen yang tinggi peluang wirausaha
yang tinggi baik buah dan pembibitan (Pakpahan, 2015). Menurut Romalasarai
(2016), buah jambu biji kristal umumnya pada umur 2-3 tahun akan mulai
berbuah. Buah jambu kristal yang siap dipanen memiliki ciri-ciri seperti kulit
yang bewarna hijau keputih-putihan, aroma buah mulai tercium dan terjadi
perubahan pada tekstur buah menjadi lunak. Warna daging buah putih dengan
tekstur renyah saat hampir matang dan empuk saat matang. Kadar kemanisan
buah dapat mencapai 11–12°Brix dan memiliki kadar air cukup tinggi. Jambu
kristal memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh, selain itu, jambu biji
mengandung beberapa antioksidan yang berguna untuk menghindarkan tubuh dari
berbagai macam penyakit.
Jambu kristal (Psidium guajava L.) merupakan buah tropis yang banyak di jumpai
di Indonesia. Jambu biji mengandung berbagai zat gizi, kandungan gizi yang
terdapat dalam 100 gram jambu biji segar adalah 83.3% kadar air; 0,36% lemak;
1.06% protein; 0.66% abu; 3.8% serat dan total gula 6.8%. Kandungan total
pektin pada jambu kristal didapatkan sebesar 346mg sampai 396mg/100g untuk
buah yang tidak matang, dan 705-804 mg/100g untuk buah yang matang. Selain
itu pula terdapat pigmen dalam buah jambu kristal berupa klorofil, karoten,
xantofil, dan likopen. Jambu kristal dapat dimanfaatkan untuk pembuatan leather
karena sifat pektin yang dapat membentuk matriks bersama dengan asam dan gula
pada campuran bahan sehingga terbentuk gel yang dapat menggantikan pektin
dalam pembuatan fruit leather (Aufa dkk., 2020).
2.2 Mangga (Magnifera indica L.)
Klasifikasi buah mangga menurut Saparinto dan Susiana (2016) adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Famili : Anacardiacea
Genus : Magnifera
Spesies : Magnifera indica L.
Buah mangga (Magnifera indica L.) merupakan salah satu buah yang memberikan
kontribusi terbesar terhadap produksi buah nasional. Buah mangga adalah buah
musiman yang banyak digemari oleh semua kalangan. Saat usia muda mangga
berwarna hijau muda dan apabila siap dipanen akan berubah menjadi kuning
kehijauan (Saparinto & Susiana, 2016). Menurut Nilasari dkk., (2013), buah
mangga dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu kulit, daging dan biji. Komposisi
buah mangga terdiri dari kulit buah dengan bobot berkisar antara 11- 18%, biji 14-
22% serta daging buah yang berkisar antara 60-75% dari berat buah.
Komponen utama buah mangga terdiri dari air, karbohidrat (dalam bentuk gula)
dan vitamin. Komponen lain terdiri dari berbagai macam asam, protein, mineral,
zat warna, tannin dan zat-zat volatile (ester) yang memberikan bau harum (khas).
Vitamin C pada buah mangga berkisar antara 13 mg sampai 80 mg/100 g
tergantung varietas. Mangga memiliki flavor dan aroma yang menarik serta kaya
akan nutrisi. Buah mangga mengandung protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, dan
vitamin. Namun buah mangga memiliki kandungan pektin yang rendah, yaitu
sebesar 0,35%. Pektin adalah campuran polisakarida kompleks yang terdapat
pada buah-buahan. Senyawa ini berperan sebagai agen pembentuk gel, khususnya
pada pembuatan selai buah-buahan (Muchtadi et al., 2014).
Fruit leather merupakan salah satu jenis makanan yang dapat dijadikan alternatif
pangan olahan yang terbuat dari bubur daging buah yang dikeringkan, berbentuk
lembaran tipis yang mempunyai konsistensi, dan memiliki rasa yang khas seperti
jenis buah sebagai bahan bakunya. Produk ini berbentuk lembaran tipis seperti
halnya kulit buah dengan tekstur yang plastis dan kenyal, rasanya manis. Belum
terdapat standar mutu fruit leather, tekstur plastis, kenampakan seperti kulit,
terlihat mengkilat, dapat dikonsumsi secara langsung serta mempunyai warna,
aroma dan cita rasa khas suatu jenis buah sebagai bahan baku. Menurut FAO fruit
leather adalah lembaran pulp buah kering yang memiliki tekstur lunak, kenyal dan
rasanya manis, dapat dibuat dari sebagian besar buah-buahan, meskipun mangga,
aprikot, pisang dan asam adalah yang paling popular. Fruit leather dapat dibuat
darisatu jenis buah-buahan atau campuran beberapa jenis buah-buahan
(Susilawati, 2016).
2.4.1 Karagenan
Karagenan mempunyai sifat pembentuk gel. Sifat dasar karaginan terdiri dari tiga
tipe karaginan yaitu kappa, iota dan lambda karagenan. Tipe karagenan yang
paling banyak dalam aplikasi pangan adalah kappa karaginan. Eucheuma cottoni
dapat menghasilkan kappa karagenan. Kemampuan membentuk gel adalah sifat
terpenting dari kappa karagenan. Kemampuan pembentukan gel pada kappa
karagenan terjadi pada saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena
memiliki gugus sulfat yang paling sedikit dan mudah untuk membentuk gel.
Umumnya sifat-sifat kandungan kimia karagenan ditentukan oleh kelarutan,
viskositas, kekuatan gel, dan stabilitasnya (Anggraini, 2016).
Asam sitrat (C6H8O7) adalah asam organik berbentuk butiran dan berwarna putih.
Peran utama asam dalam pengolahan pangan adalah memberikan rasa asam.
Selain itu, dapat berfungsi sebagai pengawet makanan dan minuman, terutama
minuman ringan. Asam sitrat merupakan asam organik yang banyak digunakan
pada industri di dunia maupun di Indonesia. Konsumsi di Indonesia menyatakan
65% untuk industri makanan dan minuman, 20% untuk industri deterjen rumah
tangga, dan 15% untuk industri tekstil, farmasi, kosmetik dan lainnya.
Pemanfaatan asam sitrat yang tinggi dalam industri maka tentu saja kebutuhan
asam sitrat di dalam maupun luar negeri masih sangat besar (Amalia dkk., 2019).
Asam sitrat merupakan bahan pengawet yang baik dan alami, selain digunakan
sebagai penambah rasa asam pada makanan dan minuman ringan. Asam sitrat
juga dapat memberikan kekuatan gel yang tinggi, dapat menghambat pencoklatan
enzimatis, menurunkan after taste yang tidak diinginkan. Asam sitrat berfungsi
menurunkan pH pada pH tertentu sehingga dihasilkan gel yang halus dan
pembentukan gel yang lebih cepat. Penambahan asam sitrat pada produk fruit
leather jumlahnya dapat beragam tergantung bahan baku yang digunakan berkisar
0,1%-0,3% (Sasmitaloka, 2017).
2.4.3 Pektin
Pektin dalam tanaman berfungsi untuk menghubungkan antar dinding sel yang
satu dengan yang lain. Bagian antara dua dinding sel yang berdekatan disebut
dengan lamela. Jenis tanaman yang berbeda, umur tanaman yang berbeda, dan
bagian dari tanaman yang berbeda akan menghasilkan jumlah, struktur, dan
komposisi kimia pektin yang berbeda. Substansi pektin tersusun atas asam
poligalakturonat yang berikatan dengan ikatan α-1,4-glikosida, dimana gugus
karboksil dari unit asam poligalaturonat dapat teresterifikasi sebagian dengan
metanol. Pektin merupakan serat yang mudah larut (soluble fiber) yang terdapat
pada sayuran dan buah. Pektin termasuk kelompok polisakarida yang heterogen
dengan berat molekul tinggi (Fitria, 2013).
2.4.4 Sukrosa
Sukrosa atau gula pasir merupakan jenis gula yang paling banyak tersedia di alam
yang diperoleh dari ekstraksi batang tebu, umbi, dan nira. Gula pasir merupakan
jenis gula yang banyak digunakan oleh rumah tangga, rumah makan dan
sebagainya (Suwarno dkk., 2015). Menurut Andini dkk., (2017), sukrosa
merupakan senyawa disakarida dengan rumus molekul C12H22O11 dengan berat
molekul 342,20 yang terdiri dari gugus glukosa dan fruktosa. Sukrosa adalah
disakarida yang mempunyai peranan penting dalam pengolahan makanan dan
untuk industri-industri makanan biasa digunakan sukrosa dalam bentuk kristal
halus atau kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan dalam bentuk
cairan sukrosa (sirup). Pembuatan sirup, gula pasir (sukrosa) dilarutkan dalam air
dan dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa, yang
disebut gula invert. Inversi sukrosa terjadi dalam suasana asam. Gula invert ini
tidak dapat berbentuk kristal karena kelarutan sukrosa sangat tinggi.
Sukrosa yang dilarutkan dalam air kemudian dipanaskan, sebagiannya akan
terurai menjadi glukosa dan fruktosa yang termasuk sebagai gula pereduksi.
Sukrosa memiliki nilai kelarutan yang tinggi yang dapat mengikat air dan
menurunkan aktivitas air. Sukrosa memiliki tingkat kemanisan 100% yang
menjadikannya sebagai tolak ukur tingkat kemanisan yang digunakan untuk
pemanis lainnya. Penambahan gula pada produk bukan saja untuk menghasilkan
rasa manis meskipun sifat ini sangatlah penting. Jadi, gula bersifat untuk
menyempurnakan rasa asam, cita rasa, juga memberikan kekentalan (Faradillah
dkk., 2017).
III METODOLOGI
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 15 September 2023, pukul
07.15-10.00 WIB dan dilanjutkan dengan pengamatan pada hari Sabtu, tanggal 16
September 2023, pukul 10.00-10.20 WIB, bertempat di Laboratorium Pengolahan
Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung.
Posedur kerja yang dilakukan saat praktikum ini berupa diagram alir, yaitu
sebagai berikut :
Jambu Kristal &
Mangga
Asam sitrat
(0,5%), karagenan Penghalusan dengan blender
(0,75% & 1%, hingga terbentuk puree
Sukrosa (1:3)
Pemblansingan (T = 70oC, t =
10 menit
Hasil
Hasil yang diperoleh dari praktikum kali ini disajikan pada Tabel 1 pengamatan
berikut :
Karagenan
3 3 2 4
0,75%
Jambu
Kristal
dan
Mangga
Karagenan
5 3 3 5
1%
Keterangan Parameter :
Warna Rasa
1 = Sangat tidak khas, warna kecoklatan 1 = Sangat tidak khas buah
sangat dominan 2 = Tidak khas buah
2 = Tidak khas, warna kecoklatan dominan 3 = Agak khas buah yang
3 = Agak khas timbul sedikit kecoklatan digunakkan
4 = Khas buah yang digunakkan 4 = Khas buah yang
5 = Sangat khas buah yang digunakkan digunakkan
5 = Sangat khas buah yang
digunakan
Aroma Tekstur
1 = Sangat tidak khas buah 1 = Sangat tidak lentur,
2 = Tidak khas buah tidak bisa digulung
3 = Agak khas buah yang digunakkan 2 = Tidak lentur, tidak bisa
4 = Khas buah yang digunakkan digulung
5 = Sangat khas buah yang digunakkan 3 = Agak lentur bisa
digulung
4 = Lentur bisa digulung
5 = Sangat lentur mudah
digulung
4.2 Pembahasan
Parameter tekstur yang dihasilkan dari pengujian sensori fruit leather dengan
penambahan konsentrasi karagenan mendapatkan skor yang berbeda, dimana pada
konsentrasi 0,75% menghasilkan skor 4 yaitu lentur bisa digulung sedangkan pada
konsentrasi 1% menghasilkan skor 5 yaitu sangat lentur mudah digulung.
Menurut Tondang dkk., (2018), penambahan karagenan berpengaruh sangat nyata
terhadap tekstur yang dihasilkan, semakin banyak penambahan karagenan dapat
meningkatkan kekenyalan pada tekstur fruit leather. Menurut Herlina dkk.,
(2020), karagenan merupakan hidrokoloid yang dapat membentuk gel sehingga
dapat meningkatkan kekenyalan dan kadar air yang tinggi menyebabkan tekstur
fruit leather yang dihasilkan menjadi agak lunak. Hasil praktikum ini sejalan
dengan penelitian Fitantri dkk., (2014), yaitu penambahan karagenan
menyebabkan tekstur fruit leather yang dihasilkan menjadi kenyal, namun
penambahan karagenan yang berlebihan menyebabkan tekstur menjadi keras.
Maka dari itu, penambahan karagenan konsentrasi 1% menghasilkan tekstur
sangat lentur dan mudah digulung.
Penambahan asam sitrat pada pembuatan fruit leather dibutuhkan yaitu sebagai
agen antioksidan, cita rasa asam alami serta untuk memicu terbentuknya gel.
Senyawa pektin akan berubah menjadi senyawa pektin yang larut bermuatan
negatif dan berikatan dengan air pada saat pemanasan. Penambahan asam akan
menyebabkan pektin menjadi bermuatan netral, sehingga pektin akan akan
menggumpal dan membentuk serabut halus yang kenyal. Penambahan asam sitrat
akan memperkuat gel yang dihasilkan dan kemampuan mengikat airnya semakin
tinggi. Namun penambahan dalam jumlah besar tidak disarankan karena akan
mengeraskan gel dan merusak struktur gel karena hidrolisis pektin, sedangkan
keasaman yang rendah akan menghasilkan struktur gel yang lemah dan
menyebabkan tekstur fruit leather menjadi sangat lunak. Senyawa pektin
optimum membentuk gel dalam rentang pH 3-7,sehingga penambahan asam sitrat
diharapkan dapat menurunkan pH dan membantu pembentukan gel menjadi lebih
tegar (Taswin dkk., 2022).
Fruit leather adalah sari buah atau campuran konsentrat jus buah dan bahan
tambahan yang dimasak dan dikeringkan pada permukaan yang tidak lengket dan
digulung. Fruit leather memiliki masa simpan hingga 12 bulan, bila disimpan
dalam kemasan yang baik pada suhu ruangan sekitar 25oC-30oC (Nuegroho dkk.,
2021). Menurut Rahmanto dkk., (2014), kriteria yang diharapkan dari fruit
leather adalah warnanya yang menarik, teksturnya yang sedikit liat dan kompak,
serta memiliki plastisitas yang baik sehingga dapat digulung atau tidak mudah
patah. Belum terdapat standar mutu khusus untuk olahan fruit leather, namun
fruit leather yang baik mempunyai kandungan air 10-20%, tekstur plastis,
kenampakan seperti kulit, terlihat mengkilat, dapat dikonsumsi secara langsung
serta mempunyai warna, aroma, dan citarasa khas suatu jenis buah sebagai bahan
baku. Fruit leather belum memiliki aturan Standar Nasional Indonesia ,namun
standar fruit leather dapat mengacu pada standar mutu manisan kering buah-
buahan SNI 01-1718-1996. Hasil pengamatan sensori fruit leather pada
penambahan karagenan konsentrasi 0,75% mendapatkan hasil keseluruhan kurang
memenuhi SNI 01-1718-1996, karena untuk warna dan rasa agak khas buah dan
pada SNI 01-1718-1996 untuk kenampakan dan rasa normal yang berarti khas
buah yang digunakkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa fruit leather hasil
praktikum untuk konsentrasi karagenan 0,75% belum sepenuhnya memenuhi
kriteria syarat mutu manisan kering. Parameter aroma pada karagenan konsentrasi
0,75% juga tidak memenuhi syarat mutu manisan kering karena menghasilkan
fruit leather dengan aroma tidak khas buah yang digunakkan, sedangkan pada SNI
01-1718-1996 bau atau aroma fruit leather normal yang berarti khas buah yang
digunakkan dan untuk tekstur memenuhi kriteria fruit leather pada umumnya
yaitu lentur bisa digulung.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa jenis
buah yang digunakkan dalam proses pembuatah fruit leather sangat berpengaruh
terhadap tekstur yang dihasilkan. Penggunaan buah jambu kristal dan mangga
dalam pembuatan fruit leather menghasilkan tekstur yang baik yaitu lentur hingga
sangat lentur mudah digulung pada konsentrasi karagenan 0,75% dan 1%. Hal
tersebut dikarenakan jambu kristal mengandung pektin yang tinggi sehingga dapat
digunakan sebagai bahan pembentuk gel dalam pembuatan fruit leather dan buah
mangga mengandung banyak serat yang dapat membentuk tekstur fruit leather
yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, I. W., Nurnanda, D., Hendrianie, N., dan Darmawan, R. 2019. Proses
pembuatan asam sitrat dari molasses dengan metode submerged fermentation.
Jurnal Teknik ITS. 8(2): 145-149.
Arief, D. Z., Afrianti, L.H., & Soemarni. 2018. Karakteristik fruit leather jambu
biji merah (Psidium guajava L) dengan jenis bahan pengisi. Pasundan Food
Technology Journal. 5(1): 76-82.
Fauziah, E., Widowati, E., dan Atmaka, W. 2015. Kajian karakteristik sensoris
dan fisikokimia fruit leather pisang tanduk (Musa corniculate) dengan
penambahan berbagai konsentrasi karagenan. Jurnal Aplikasi Teknologi
Pangan. 4(1): 11-16.
Fitria,V. 2013. Karakterisasi Pektin Hasil Ekstraksi dari Limbah Kulit Pisang
Gepok. Skripsi. Program Studi Farmasi. Universitas Islam Negeri Jakarta.
Herlina, H., Belgis, M., dan Wirantika, L. 2020. Karakteristik fisikokimia dan
organoleptik fruit leather kenitu (Chrysophyllum caimito L.) dengan
penambahan CMC dan karagenan. Jurnal Agroteknologi. 14(2): 103-114.
Hussain, S. Z., Naseer, B. T., Qadri, T., Fatima, T. A., dan Bhat. 2021. Fruit
Grown in Highland Regions of the Himalayas. Springer. Switzerland.
Khan, A., Zeb, A., Khan, M., dan Shah, W. 2014. Preparation and evaluation of
olive apple blended leather. International Journal Food Science Nutrition
and Dietetics. 3(7): 134 - 137.
Lestari, N., Widjajanti, R., Junaidi, L., dan Isyanti, M. 2018. Pengembangan
modifikasi pengolahan fruit leather dari puree buah-buahan tropis. Journal of
Agro-based Industy. 35(1): 12-19.
Marzelly, A. D., Yuwanti, S., dan Lindriati, T. 2017. Karakteristik fisik, kimia,
dan sensoris fruit leather pisang ambon (Musa paradisiaca S.) dengan
penambahan gula dan karagenan. Jurnal Agroteknologi. 11(2): 172-185.
Muchtadi, T. R., Wijaya, H., dan Setiawati, T. 2014. Pembuatan konsentrat flavor
alami kweni (Mangifera odorata Griff). Buletin Teknologi dan Industri
Pangan. 5(3): 1-9.
Nilasari, A., Heddy, J. B. S., dan Wardiyati, T. 2013. Identifikasi keragaman
morfologi daun mangga (Mangifera indica L.) pada tanaman hasil
persilangan antara varietas arumanis 143 dengan podang urang umur 2 tahun.
Jurnal Produksi Tanaman. 1(1): 61-69.
Nuegroho, D. A. I., Fitriani, S., dan Rahmayuni. 2021. Pemanfaatan buah nipah
dan buah naga merah dalam pembuatan fruit leather. JOM FAPERTA. 8(2):
1-15
Nuh, M. 2018. Pengaruh penambahan kelopak bunga rosela pada pembuatan fruit
leather dari buah mangga. Jurnal Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian
AGRINTECH. 1(2): 117-122.
Puspitasari, F.A., Karyantina, M., & Widanti, Y.A. 2019. Karakteristik fruit
leather dengan variasi rasio buah naga merah (Hylocereus polyrhizus)–
pepaya (Carica papaya L.) dan suhu pengeringan. Jurnal Teknologi Dan
Industri Pangan. 4(1): 7–14.
Romalasari, A. 2016. Perbaikan Kualitas Jambu Biji (Psidium guajava L.) var
Kristal dengan Pengaturan Leaf Fruit Ratio dan Pemberongsongan Buah.
Tesis. Institur Pertanian Bogor.
Rosalina, Y., Susanti, L., dan Sulasmi, T. 2013. Studi pengolahan fruit leather
mangga varietas bengkulu (Mangifera indica L.). Jurnal Agroindustri. 3(2):
124-132.
Suwarno., Ratnani, R. D., dan Hartati, I. 2015. Proses pembuatan gula invert dari
sukrosa dengan katalis asam sitrat, asam tartrat dan asam klorida.
Momentum. 11(2): 99-103.
Tarigan, M. Kaban, I. M. dan Hanum, F. 2013. Ekstraksi pektin dari kulit pisang
kepok (Musa paradisiaca). Jurnal Teknik Kimia USU. 4(6):65-70.
Taswin, N. S., Asmawati., dan Haryani, S. 2022. Kajian literatur pembuatan fruit
leather dari labu kuning dan wortel. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian.
7(3): 263-269.
Zhaki, M., Harun, N., dan Hamzah, F. 2018. Penambahan berbagai konsentrasi
karagenan terhadap karakteristik pepaya. JOM UR. 5(2): 1-14.
LAMPIRAN
Dokumentasi Praktikum Pembuatan Fruit Leather
KONTRIBUSI ANGGOTA
No. Nama Tugas Praktikum
1. Kensa Julieta Menyiapkan alat, mendokumentasi
proses pembuatan dari awal hingga
akhir, menghaluskan buah mangga
dan jambu dengan blender,
menghitung kadar gula dan asam
sitrat yang diperlukan, ikut serta
mengaduk pure dan campuran bahan
sesuai perlakuan dalam proses
blanching, menuang dan merapikan
puree ke loyang, mencuci alat yang
digunakan.
2. Ocha Maharani Melapisi loyang dengan baking
paper, menimbang (sukrosa,
karagenan, asam sitrat),
mendokumentasi, mengaduk puree,
memncuci alat, menuang puree ke
loyang.
3. Nurul Hasanah Mengupas dan memotong buah,
mencuci alat, mengaduk puree,
memipihkan puree di loyang,
pengamatan, mendokumentasi, dan
menempelkan baking paper pada
loyang.
4. M Alfan Surya Wijaya Memotong buah, menghaluskan
buah, membersihkan alat praktikum,
mencampurkan bahan tambahan.
5. Wanda Rahma Azzahra Mengupas buah, menimbang bahan,
memotong fruit leather, menggulung
fruit leather, pengamatan.
6.. Nurmalinda Nisrina Pratiwi Mendokumentasi, menyiapkan alat,
dan mencuci alat.