Anda di halaman 1dari 32

PENGOLAHAN FRUIT LEATHER DARI BUAH JAMBU KRISTAL DAN

MANGGA
(Laporan Praktikum Teknologi Hasil Hortikultura)

Oleh

Ocha Maharani
2114051013
Kelompok 4

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2023
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia kaya dengan komoditas hasil pertanian khususnya hasil hortikultura


seperti aneka ragam buah-buahan. Menurut data dari Badan Pusat Statistik,
produksi 11 jenis buah-buahan di Indonesia pada tahun 2016 sebesar 224.202 ton,
yaitu buah pisang sebanyak 7.008 ton, mangga 2464 ton, jambu kristal 206.985
ton, jeruk 1999 ton, sirsak 1.874 ton, salak 1.036 ton, durian 856 ton, pepaya 830
ton, rambutan 733 ton alpukat 306 ton dan manggis 111 ton sampai saat ini.
Jumlah produksi buah-buahan yang cukup besar tersebut memerlukan upaya
penanganan pasca panen buah-buahan yang dihasilkan dan juga perlu ditingkatkan
dalam proses awal pemanenan hingga proses pengemasan supaya dapat diperoleh
buah-buahan segar bermutu baik untuk ekspor ataupun konsumsi masyarakat dan
industri di dalam negeri. Buah-buahan merupakan salah satu komoditi yang tidak
tahan lama dan cepat mengalami penurunan mutu sehingga umur simpan buah
sangat singkat. Kondisi tersebut menyebabkan rendahnya nilai ekonomi buah-
buahan segar, bahkan tidak memiliki nilai ekonomi sama sekali pada saat panen
raya. Oleh karena itu, dalam upaya pengolahannya menjadi produk olahan perlu
dikembangkan, salah satunya dapat menjadi produk awetan yang tahan lama
sehingga menambah nilai ekonomis buah tersebut dan juga untuk menambah
macam ragam produk olahan di pasaran (Lestari dkk., 2018).

Produk olahan di pasaran yang berasal dari buah-buahan umumnya produk olahan
seperti jam, jelly, sari buah, buah-buahan dalam kaleng, manisan kering atau
basah. Industri pengolahan buah tersebut di Indonesia terbagi menjadi 3
kelompok, yaitu kelompok industri hulu (industri pengalengan buah, pengasinan
buah dan pemanisan buah), kelompok industri antara (puree buah) dan kelompok
industri hilir (sari buah, selai atau jam dan lain-lain) (Khan et al., 2014). Menurut
Rosalina dkk., (2013), buah yang dapat masuk ke dalam industri tersebut dan
menjadi produk olahannya yaitu seperti jambu kristal dan mangga. Buah jambu
kristal dan mangga dapat menjadi produk olahan seperti sari buah serta manisan
kering dan menjadi salah satu jenis pengolahan yang cukup potensial karena
potensi konsumsi produk olahan buah tersebut cukup besar. Salah satu jenis
produk buah-buahan kering dari jambu kristal dan mangga, selain manisan yang
sudah dikenal dan berkembang sejak puluhan dekade di pasaran internasional,
terutama di Amerika dan Eropa Barat adalah produk fruit leather.

Fruit leather merupakan produk olahan dari bubur buah yang dikeringkan
(Puspitasari dkk., 2019). Menurut Yahya dkk., (2022), fruit leather dapat
digolongkan sebagai snack yang ideal untuk memenuhi permintaan konsumen
akan kandungan vitamin dan serat yang tinggi, dan dapat dikonsumsi berbagai
kalangan usia. Fruit leather di luar negeri cukup booming dan dapat dijadikan
subtitusi pengganti porsi harian buah. Fruit leather merupakan salah satu
alternatif diversifikasi pengolahan hasil pertanian. Pemanfaatan aplikasinya pun
sangat luas dan masih memiliki trend yang cukup baik hingga sepuluh tahun ke
depan. Hal tersebut menjadikan produk fruit leather sebagai produk awetan buah-
buahan yang berpotensi sangat baik sebagai produk sehat dan alami/natural, oleh
sebab itu dilakukan pengembangan modifikasi pengolahan buah-buahan menjadi
produk fruit leather yang dapat menggunakan buah jambu kristal dan mangga
seperti pada praktikum kali ini dengan bahan tambahan yang biasa digunakan
yaitu pektin, asam sitrat dan sukrosa yang bertujuan untuk mengetahui tekstur
yang dihasilkan jika menggunakan buah jambu kristal dan mangga.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari pengaruh jenis buah terhadap
tekstur produk pada proses pengolahan fruit leather
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jambu Kristal (Psidium guajava)

Klasifikasi buah jambu kristal menurut Damayanti (2016) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Mirtaceae
Genus : Psidium
Spesies : guajava L.

Gambar 1. Jambu kristal (Psidium guajava L.)

Jambu kristal memiliki daya saing tinggi karena memiliki beberapa keunggulan
yaitu, unggul dalam cita rasa yang segar, manis, kres, berdaging tebal dan hampir
tanpa biji, mudah dibudidayakan, frekuensi panen yang tinggi peluang wirausaha
yang tinggi baik buah dan pembibitan (Pakpahan, 2015). Menurut Romalasarai
(2016), buah jambu biji kristal umumnya pada umur 2-3 tahun akan mulai
berbuah. Buah jambu kristal yang siap dipanen memiliki ciri-ciri seperti kulit
yang bewarna hijau keputih-putihan, aroma buah mulai tercium dan terjadi
perubahan pada tekstur buah menjadi lunak. Warna daging buah putih dengan
tekstur renyah saat hampir matang dan empuk saat matang. Kadar kemanisan
buah dapat mencapai 11–12°Brix dan memiliki kadar air cukup tinggi. Jambu
kristal memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh, selain itu, jambu biji
mengandung beberapa antioksidan yang berguna untuk menghindarkan tubuh dari
berbagai macam penyakit.

Jambu kristal (Psidium guajava L.) merupakan buah tropis yang banyak di jumpai
di Indonesia. Jambu biji mengandung berbagai zat gizi, kandungan gizi yang
terdapat dalam 100 gram jambu biji segar adalah 83.3% kadar air; 0,36% lemak;
1.06% protein; 0.66% abu; 3.8% serat dan total gula 6.8%. Kandungan total
pektin pada jambu kristal didapatkan sebesar 346mg sampai 396mg/100g untuk
buah yang tidak matang, dan 705-804 mg/100g untuk buah yang matang. Selain
itu pula terdapat pigmen dalam buah jambu kristal berupa klorofil, karoten,
xantofil, dan likopen. Jambu kristal dapat dimanfaatkan untuk pembuatan leather
karena sifat pektin yang dapat membentuk matriks bersama dengan asam dan gula
pada campuran bahan sehingga terbentuk gel yang dapat menggantikan pektin
dalam pembuatan fruit leather (Aufa dkk., 2020).
2.2 Mangga (Magnifera indica L.)

Klasifikasi buah mangga menurut Saparinto dan Susiana (2016) adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Famili : Anacardiacea
Genus : Magnifera
Spesies : Magnifera indica L.

Gambar 2. Mangga(Magnifera indica L.)

Buah mangga (Magnifera indica L.) merupakan salah satu buah yang memberikan
kontribusi terbesar terhadap produksi buah nasional. Buah mangga adalah buah
musiman yang banyak digemari oleh semua kalangan. Saat usia muda mangga
berwarna hijau muda dan apabila siap dipanen akan berubah menjadi kuning
kehijauan (Saparinto & Susiana, 2016). Menurut Nilasari dkk., (2013), buah
mangga dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu kulit, daging dan biji. Komposisi
buah mangga terdiri dari kulit buah dengan bobot berkisar antara 11- 18%, biji 14-
22% serta daging buah yang berkisar antara 60-75% dari berat buah.

Komponen utama buah mangga terdiri dari air, karbohidrat (dalam bentuk gula)
dan vitamin. Komponen lain terdiri dari berbagai macam asam, protein, mineral,
zat warna, tannin dan zat-zat volatile (ester) yang memberikan bau harum (khas).
Vitamin C pada buah mangga berkisar antara 13 mg sampai 80 mg/100 g
tergantung varietas. Mangga memiliki flavor dan aroma yang menarik serta kaya
akan nutrisi. Buah mangga mengandung protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, dan
vitamin. Namun buah mangga memiliki kandungan pektin yang rendah, yaitu
sebesar 0,35%. Pektin adalah campuran polisakarida kompleks yang terdapat
pada buah-buahan. Senyawa ini berperan sebagai agen pembentuk gel, khususnya
pada pembuatan selai buah-buahan (Muchtadi et al., 2014).

2.3 Fruit Leather

Fruit leather merupakan salah satu jenis makanan yang dapat dijadikan alternatif
pangan olahan yang terbuat dari bubur daging buah yang dikeringkan, berbentuk
lembaran tipis yang mempunyai konsistensi, dan memiliki rasa yang khas seperti
jenis buah sebagai bahan bakunya. Produk ini berbentuk lembaran tipis seperti
halnya kulit buah dengan tekstur yang plastis dan kenyal, rasanya manis. Belum
terdapat standar mutu fruit leather, tekstur plastis, kenampakan seperti kulit,
terlihat mengkilat, dapat dikonsumsi secara langsung serta mempunyai warna,
aroma dan cita rasa khas suatu jenis buah sebagai bahan baku. Menurut FAO fruit
leather adalah lembaran pulp buah kering yang memiliki tekstur lunak, kenyal dan
rasanya manis, dapat dibuat dari sebagian besar buah-buahan, meskipun mangga,
aprikot, pisang dan asam adalah yang paling popular. Fruit leather dapat dibuat
darisatu jenis buah-buahan atau campuran beberapa jenis buah-buahan
(Susilawati, 2016).

Gambar 3. Fruit leather


Pembuatan fruit leather memerlukan bahan pengisi/filler. Jenis bahan pengisi
yang dapat digunakan yaitu gum, pektin, dan dekstrin yang berasal dari golongan
karbohidrat. Umumnya dalam pembuatan fruit leather menggunakan bahan
pengisi yaitu asam sitrat, pektin, dan karagenan (Khairiah dkk., 2019). Menurut
Arief dkk., (2018), penggunaan jenis pengisi dekstrin dan suhu pengeringan 50⁰
C, menghasilkan karakteristik warna, aroma, rasa, dan tekstur fruit leather, serta
waktu pengeringan 7-9 jam menghasilkan mutu produk terbaik dalam
menghasilkan produk fruit leather. Fruit leather mempunyai keuntungan tertentu
yaitu masa simpan yang cukup lama, mudah diproduksi, dan nutrisi yang
terkandung didalamnya tidak banyak berubah.

2.4 Bahan Tambahan Pembuatan Fruit Leather

2.4.1 Karagenan

Karagenan merupakan senyawa polisakarida galaktosa hasil ekstraksi rumput laut.


Karagenan digunakan karena selain bersifat hidrofilik, karagenan lebih stabil
dalam mengimobilisasi air pada konsentrasi yang lebih rendah, lebih kuat dalam
membentuk gel, dan lebih ekonomis dari gum arab. Karagenan yang memiliki
struktur dan bentuk yang jelas sebagai polisakarida hidrofilik linier yang memiliki
berat molekul tinggi, yang tersusun dari disakarida berulang dengan unit galaktosa
dan 3,6 anhidrolgalaktosa (3,6 AG) dan terdiri dari grup sulfat dan nonsulfat,
bergabung dengan rantai glikosidik dengan α- (1,3) dan β-(1,4) yang bertukar.
Karagenan biasanya mengandung unsur berupa garam sodium dan potasium yang
berfungsi untuk menentukan sifat-sifat karagenan (Sidi dkk., 2014).

Karagenan mempunyai sifat pembentuk gel. Sifat dasar karaginan terdiri dari tiga
tipe karaginan yaitu kappa, iota dan lambda karagenan. Tipe karagenan yang
paling banyak dalam aplikasi pangan adalah kappa karaginan. Eucheuma cottoni
dapat menghasilkan kappa karagenan. Kemampuan membentuk gel adalah sifat
terpenting dari kappa karagenan. Kemampuan pembentukan gel pada kappa
karagenan terjadi pada saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena
memiliki gugus sulfat yang paling sedikit dan mudah untuk membentuk gel.
Umumnya sifat-sifat kandungan kimia karagenan ditentukan oleh kelarutan,
viskositas, kekuatan gel, dan stabilitasnya (Anggraini, 2016).

2.4.2 Asam sitrat

Asam sitrat (C6H8O7) adalah asam organik berbentuk butiran dan berwarna putih.
Peran utama asam dalam pengolahan pangan adalah memberikan rasa asam.
Selain itu, dapat berfungsi sebagai pengawet makanan dan minuman, terutama
minuman ringan. Asam sitrat merupakan asam organik yang banyak digunakan
pada industri di dunia maupun di Indonesia. Konsumsi di Indonesia menyatakan
65% untuk industri makanan dan minuman, 20% untuk industri deterjen rumah
tangga, dan 15% untuk industri tekstil, farmasi, kosmetik dan lainnya.
Pemanfaatan asam sitrat yang tinggi dalam industri maka tentu saja kebutuhan
asam sitrat di dalam maupun luar negeri masih sangat besar (Amalia dkk., 2019).

Asam sitrat merupakan bahan pengawet yang baik dan alami, selain digunakan
sebagai penambah rasa asam pada makanan dan minuman ringan. Asam sitrat
juga dapat memberikan kekuatan gel yang tinggi, dapat menghambat pencoklatan
enzimatis, menurunkan after taste yang tidak diinginkan. Asam sitrat berfungsi
menurunkan pH pada pH tertentu sehingga dihasilkan gel yang halus dan
pembentukan gel yang lebih cepat. Penambahan asam sitrat pada produk fruit
leather jumlahnya dapat beragam tergantung bahan baku yang digunakan berkisar
0,1%-0,3% (Sasmitaloka, 2017).

2.4.3 Pektin

Pektin dalam tanaman berfungsi untuk menghubungkan antar dinding sel yang
satu dengan yang lain. Bagian antara dua dinding sel yang berdekatan disebut
dengan lamela. Jenis tanaman yang berbeda, umur tanaman yang berbeda, dan
bagian dari tanaman yang berbeda akan menghasilkan jumlah, struktur, dan
komposisi kimia pektin yang berbeda. Substansi pektin tersusun atas asam
poligalakturonat yang berikatan dengan ikatan α-1,4-glikosida, dimana gugus
karboksil dari unit asam poligalaturonat dapat teresterifikasi sebagian dengan
metanol. Pektin merupakan serat yang mudah larut (soluble fiber) yang terdapat
pada sayuran dan buah. Pektin termasuk kelompok polisakarida yang heterogen
dengan berat molekul tinggi (Fitria, 2013).

Pektin merupakan senyawa polisakarida dengan bobot molekul tinggi yang


banyak terdapat pada tumbuhan. Pektin digunakan sebagai pembentuk gel dan
pengental dalam pembuatan jelly, marmalade, makanan rendah kalori dan dalam
bidang farmasi digunakan untuk obat diare. Pektin yang dimanfaatkan untuk
makanan merupakan suatu polimer yang berisi unit asam galakturonat (sedikitnya
65%). Kelompok asam tersebut bisa dalam bentuk asam bebas, metil ester, garam
sodium, kalium, kalsium atau ammonium, dan dalam beberapa kelompok pektin
amida. Pektin yang dimanfaatkan untuk makanan merupakan suatu polimer yang
berisi unit asam galakturonat (sedikitnya 65%). Kelompok asam tersebut bisa
dalam bentuk asam bebas, metil ester, garam sodium, kalium, kalsium atau
ammonium, dan dalam beberapa kelompok pektin amid (Tarigan dkk., 2013).

2.4.4 Sukrosa

Sukrosa atau gula pasir merupakan jenis gula yang paling banyak tersedia di alam
yang diperoleh dari ekstraksi batang tebu, umbi, dan nira. Gula pasir merupakan
jenis gula yang banyak digunakan oleh rumah tangga, rumah makan dan
sebagainya (Suwarno dkk., 2015). Menurut Andini dkk., (2017), sukrosa
merupakan senyawa disakarida dengan rumus molekul C12H22O11 dengan berat
molekul 342,20 yang terdiri dari gugus glukosa dan fruktosa. Sukrosa adalah
disakarida yang mempunyai peranan penting dalam pengolahan makanan dan
untuk industri-industri makanan biasa digunakan sukrosa dalam bentuk kristal
halus atau kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan dalam bentuk
cairan sukrosa (sirup). Pembuatan sirup, gula pasir (sukrosa) dilarutkan dalam air
dan dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa, yang
disebut gula invert. Inversi sukrosa terjadi dalam suasana asam. Gula invert ini
tidak dapat berbentuk kristal karena kelarutan sukrosa sangat tinggi.
Sukrosa yang dilarutkan dalam air kemudian dipanaskan, sebagiannya akan
terurai menjadi glukosa dan fruktosa yang termasuk sebagai gula pereduksi.
Sukrosa memiliki nilai kelarutan yang tinggi yang dapat mengikat air dan
menurunkan aktivitas air. Sukrosa memiliki tingkat kemanisan 100% yang
menjadikannya sebagai tolak ukur tingkat kemanisan yang digunakan untuk
pemanis lainnya. Penambahan gula pada produk bukan saja untuk menghasilkan
rasa manis meskipun sifat ini sangatlah penting. Jadi, gula bersifat untuk
menyempurnakan rasa asam, cita rasa, juga memberikan kekentalan (Faradillah
dkk., 2017).
III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 15 September 2023, pukul
07.15-10.00 WIB dan dilanjutkan dengan pengamatan pada hari Sabtu, tanggal 16
September 2023, pukul 10.00-10.20 WIB, bertempat di Laboratorium Pengolahan
Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, timbangan,


blender, loyang stainless steel, oven, wadah plastik, spatula, sendok, wajan,
kompor, baking paper. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini
adalah buah jambu kristal, buah mangga, asam sitrat (0,5%), karaginan
(0,75% & 1%), sukrosa (gula pasir), air dan gliserol (margarin)

3.3 Prosedur Kerja

Posedur kerja yang dilakukan saat praktikum ini berupa diagram alir, yaitu
sebagai berikut :
Jambu Kristal &
Mangga

Pembersihan dan pencucian


buah

Pengupasan dan pemotongan


buah

Asam sitrat
(0,5%), karagenan Penghalusan dengan blender
(0,75% & 1%, hingga terbentuk puree
Sukrosa (1:3)

Pemblansingan (T = 70oC, t =
10 menit

Pemberian baking paper pada


loyang

Pengolesan loyang dengan


gliserol atau margarin (ketebalan
0,5 cm)

Penuangan puree ke loyang

Pengeringan dengan oven (T =


50oC sampai kadar air 15%)

Pendinginan, pengeluaran dari


loyang, dan pemotongan fruit
leather

Pengujian organoleptik (warna,


tekstur, dan aroma)

Hasil

Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan fruit leather


Prosedur yang dilakukan dalam praktikum pembuatan fruit leather dari buah
jambu kristal dan mangga ini diawali dengan membersihkan dan memcuci
buah, kemudian buah dikupas dan dipotong-potong untuk memperkecil
ukuran agar mempermudah proses penghalusan. Selanjutnya potongan buah
dihaluskan dengan menggunakan blender hingga terbentuk puree, lalu
dilakukan dua perlakuan yaitu dengan perlakuan yang pertama dicampurkan
asam sitrat 0,5% ( 5 g), karagenan 0,75% (1,12 g), sukrosa 1:3 (50 g) dan
perlakuan yang kedua dicampurkan asam sitrat 0,5% (5 g), karagenan 1% (1,5
g), sukrosa 1:3 (50 g). Kemudian, kedua perlakuan tersebut diblansing secara
terpisah dengan suhu 70oC selama 10 menit, setelah 10 menit dituang ke
loyang yang telah diberi baking paper dan diolesi oleh gliserol atau margarin
dengan ketebalan 0,5 cm. Selanjutnya, dikeringkan dengan dehydrator pada
suhu 50oC sampai kadar air 15%. Setelah itu, didinginkan fruit leather
dikeluarkan dari loyang, kemudian dipotong-potong dan dilakukan uji
organoleptik dengan parameter pengamatan warna, tekstur dan aroma.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Hasil yang diperoleh dari praktikum kali ini disajikan pada Tabel 1 pengamatan
berikut :

Tabel 1. Data hasil pengamatan fruit leather


Jenis Parameter Sensori
Perlakuan Warna Rasa Aroma Tekstur Gambar
Buah

Karagenan
3 3 2 4
0,75%
Jambu
Kristal
dan
Mangga
Karagenan
5 3 3 5
1%

Keterangan Parameter :
Warna Rasa
1 = Sangat tidak khas, warna kecoklatan 1 = Sangat tidak khas buah
sangat dominan 2 = Tidak khas buah
2 = Tidak khas, warna kecoklatan dominan 3 = Agak khas buah yang
3 = Agak khas timbul sedikit kecoklatan digunakkan
4 = Khas buah yang digunakkan 4 = Khas buah yang
5 = Sangat khas buah yang digunakkan digunakkan
5 = Sangat khas buah yang
digunakan

Aroma Tekstur
1 = Sangat tidak khas buah 1 = Sangat tidak lentur,
2 = Tidak khas buah tidak bisa digulung
3 = Agak khas buah yang digunakkan 2 = Tidak lentur, tidak bisa
4 = Khas buah yang digunakkan digulung
5 = Sangat khas buah yang digunakkan 3 = Agak lentur bisa
digulung
4 = Lentur bisa digulung
5 = Sangat lentur mudah
digulung

4.2 Pembahasan

Berdasarkan data hasil pengamatan praktikum mengenai pengolahan fruit leather


dari buah jambu kristal dan mangga dengan menggunakan dua perlakuan yaitu
penambahan karagenan dengan konsentrasi 0,75% (1,12 g) dan 1% (1,5 g) yang
kemudian diamati setelah 24 jam pembuatan fruit leather mendapatkan data hasil
pengujian dengan parameter sensori yaitu warna, rasa, aroma, dan tekstur yang
disajikan pada Tabel 1. Hasil yang didapatkan dari pengujian sensori pembuatan
fruit leather dengan konsentrasi karagenan 0,75% yaitu untuk parameter warna
mendapatkan skor 3 (agak khas timbul sedikit kecoklatan), pada parameter rasa
mendapatkan skor 3 (agak khas buah yang digunakkan), pada parameter aroma
mendapatkan skor 2 (tidak khas buah) dan pada parameter tekstur mendapatkan
skor 4 (lentur bisa digulung). Hasil yang didapatkan dari pengujian sensori
pembuatan fruit leather dengan konsentrasi karagenan 1% yaitu untuk parameter
warna mendapatkan skor 5 (sangat khas buah yang digunakkan), pada parameter
rasa mendapatkan skor 3 (agak khas buah yang digunakkan), pada parameter
aroma mendapatkan skor 3 (agak khas buah yang digunakkan) dan pada parameter
tekstur mendapatkan skor 5 (sangat lentur mudah digulung). Data hasil pengujian
sensori tersebut jika dibandingkan yang menghasilkan karakteristik dari segi
warna, rasa, aroma, dan tekstur terbaik dari dua konsentrasi tersebut adalah
penambahan karagenan dengan konsentrasi 1 %. Menurut Krismawan dan Poto
(2023), penambahan karagenan dapat memperbaiki karakteristik fruit leather
dibandingkan dengan tidak diberi perlakuan penambahan karagenan. Maka dari
itu, konsentrasi karagenan dalam pembuatan fruit leather sangat berpengaruh
terhadap karakteristik fruit leather yang dihasilkan.

Perbedaan data hasil pengamatan dari keseluruhan parameter sensori dalam


pengujian organoleptik fruit leather dipengaruhi oleh konsentrasi karagenan.
Parameter warna dalam pengujian sensori fruit leather ini menghasilkan skros
yang berbeda, dimana pada konsentrasi 0,75% menghasilkan skors 3 yaitu warna
agak khas dan timbul sedikit kecoklatan sedangkan pada konsentrasi 1%
menghasilkan skors 5 yaitu warna sangat khas buah yang digunakkan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi 1% menghasilkan warna yang terbaik
terhadap hasil akhir fruit leather karena warnanya khas buah yang digunakan atau
memiliki warna yang cerah dan pekat. Data hasil pengamatan tersebut sesuai
dengan penelitian Fintantri dkk., (2014), bahwa semakin banyak karagenan yang
ditambahkan maka warna yang dihasilkan fruit leather semakin berwarna kuning
pekat. Menurut Marzelly dkk., (2017), karagenan dapat meningkatkan matriks
penyusun fruit leather sehingga semakin rapat matriks yang terbentuk dan
ditandai dengan warna yang semakin gelap atau pekat. Menurut Ardianti dkk.,
(2015), juga menyatakan bahwa warna gelap yang dihasilkan juga disebabkan
kadar air yang berkurang seiring bertambahnya karagenan yang digunakan, air
dapat memantulkan cahaya sehingga produk tampak lebih cerah.

Parameter rasa merupakan parameter yang penting dalam penerimaan suatu


produk makanan dan merupakan kesan yang timbul dari suatu makanan yang
dimakan. Hasil pengujian sensori fruit leather dalam parameter warna
menghasilkan skor yang sama yaitu skor 3 agak khas buah yang digunakkan,
namun untuk konsentrasi karagenan 0,75% sedikit lebih asam. Hal ini disebabkan
karena karagenan tidak memiliki rasa yang khas sehingga tidak berpengaruh
terhadap rasa fruit leather dan menghasilkan skor yang sama untuk kedua
konsentrasi yang digunakan. Menurut Mawarni dan Yuwono (2018), karagenan
memberikan pengaruh netral terhadap rasa sehingga penambahan karagenan tidak
memengaruhi rasa fruit leather yang dihasilkan. Hasil praktikum ini sejalan
dengan hasil penelitian yang telah dilakukan Fauziah dkk., (2015), penambahan
karagenan tidak berpengaruh terhadap rasa fruit leather jambu kristal dan mangga
yang dihasilkan. Rasa yang dihasilkan fruit leather jambu kristal dan mangga
adalah asam agak khas buah yang digunakkan. Rasa asam disebabkan oleh bahan
baku seperti jenis mangga yang digunakan, penggunaan gula dan asam sitrat yang
ditambahkan dalam pembuatan fruit leather jambu kristal dang mangga. Menurut
Lestari dkk., (2018), asam sitrat berfungsi sebagai pemberi cita rasa asam pada
pembuatan fruit leather. Menurut Hussain dkk., (2021), mangga juga
mengandung asam sitrat dan malat yang dominan selain itu juga terdapat asam
suksinat, oksalat, tartrat, dan asam organik lainnya yang memberikan sensasi asam
pada buah mangga.

Parameter aroma adalah parameter sensori yang mempengaruhi penerimaan bahan


makanan. Hasil pengujian sensori fruit leather dalam parameter aroma
menghasilkan skor yang berbeda, dimana pada konsentrasi 0,75% menghasilkan
skor 2 yaitu tidak khas buah sedangkan pada konsentrasi 1% menghasilkan skor 3
yaitu agak khas buah yang digunakkan. Menurut Nuh (2018), karagenan memiliki
aroma yang hambar sehingga tidak memengaruhi aroma fruit leather yang
dihasilkan. Pernyataan ini sesuai dengan Mawarni dan Yuwono (2018) bahwa
karagenan tidak memiliki aroma yang khas. Aroma yang dihasilkan berasal dari
bahan baku yang digunakan.

Parameter tekstur yang dihasilkan dari pengujian sensori fruit leather dengan
penambahan konsentrasi karagenan mendapatkan skor yang berbeda, dimana pada
konsentrasi 0,75% menghasilkan skor 4 yaitu lentur bisa digulung sedangkan pada
konsentrasi 1% menghasilkan skor 5 yaitu sangat lentur mudah digulung.
Menurut Tondang dkk., (2018), penambahan karagenan berpengaruh sangat nyata
terhadap tekstur yang dihasilkan, semakin banyak penambahan karagenan dapat
meningkatkan kekenyalan pada tekstur fruit leather. Menurut Herlina dkk.,
(2020), karagenan merupakan hidrokoloid yang dapat membentuk gel sehingga
dapat meningkatkan kekenyalan dan kadar air yang tinggi menyebabkan tekstur
fruit leather yang dihasilkan menjadi agak lunak. Hasil praktikum ini sejalan
dengan penelitian Fitantri dkk., (2014), yaitu penambahan karagenan
menyebabkan tekstur fruit leather yang dihasilkan menjadi kenyal, namun
penambahan karagenan yang berlebihan menyebabkan tekstur menjadi keras.
Maka dari itu, penambahan karagenan konsentrasi 1% menghasilkan tekstur
sangat lentur dan mudah digulung.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas fruit leather dalam pembuatan fruit


leather diantaranya adalah faktor kualitas bahan baku, penggunaan konsentrasi
bahan penunjang, dan proses selama pengolahan. Selain kualitas bahan baku yang
menentukan mutu dari fruit leather, penggunaan bahan penunjang sangat berperan
terhadap karakteristik fruit leather. Penambahan gula atau sukrosa berfungsi
sebagai pemanis, memperbaiki konsistensi, juga bersifat mengawetkan jika
ditambahkan dalam konsentrasi tinggi karena gula mampu mengikat air (Khairiah,
2017). Menurut Tranggono (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi mutu akhir
fruit leather adalah jenis buah yang digunakan, jenis bahan pengisi, konsentrasi
sukrosa, suhu dan lama pengeringan. Namun, suatu proses pengolahan selalu
terdapat CCP (Critical Control Point). CCP dalam pengolahan fruit leather ini
terdapat pada saat pengovenan, dimana kenampakan produk akhir fruit leather
dapat dilihat setelah proses pengovenan yang berdampak pada kualitas akhir fruit
leather. Selain pengovenan atau suhu pengovenan, yang menjadi faktor penting
saat pembuatan fruit leather yaitu konsentrasi gelatin karena selain warna, tekstur
merupakan atribut penting yang harus diperhatikan dalam fruit leather. Maka dari
itu, suhu pengovenan dan konsentrasi gelatin yang digunakan berperan besar
dalam mempengaruhi hasil warna dan tekstur yang dihasilkan.

Penambahan konsentrasi karagenan memberikan pengaruh nyata terhadap tekstur


fruit leather, namun tidak memberikan pengaruh nyata terhadap rasa dan aroma
(Sidi dkk., 2014). Menurut Zhaki dkk., (2018), karagenan merupakan senyawa
polisakarida dan galaktosa hasil ekstraksi rumput laut yang bersifat hidrofilik dan
hidrokoloid yang berfungsi membentuk tekstur seperti gel. Pembentukan gel
adalah penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga
terbentuk jaringan tiga dimensi. Jaringan ini mengikat air di dalamnya dan
membentuk struktur yang kuat. Kekerasan gel pada fruit leather tergantung
kepada konsentrasi gula, asam, dan hidrokoloid. Tekstur pada fruit leather
dipengaruhi oleh hidrokoloid salah satunya adalah kadar karagenan. Semakin
banyak penambahan karagenan maka fruit leather akan semakin liat dan kompak.
Penambahan karagenan sebagai pembentuk gel diharapkan dapat memperbaiki
tekstur dan kualitas fruit leather.

Penambahan asam sitrat pada pembuatan fruit leather dibutuhkan yaitu sebagai
agen antioksidan, cita rasa asam alami serta untuk memicu terbentuknya gel.
Senyawa pektin akan berubah menjadi senyawa pektin yang larut bermuatan
negatif dan berikatan dengan air pada saat pemanasan. Penambahan asam akan
menyebabkan pektin menjadi bermuatan netral, sehingga pektin akan akan
menggumpal dan membentuk serabut halus yang kenyal. Penambahan asam sitrat
akan memperkuat gel yang dihasilkan dan kemampuan mengikat airnya semakin
tinggi. Namun penambahan dalam jumlah besar tidak disarankan karena akan
mengeraskan gel dan merusak struktur gel karena hidrolisis pektin, sedangkan
keasaman yang rendah akan menghasilkan struktur gel yang lemah dan
menyebabkan tekstur fruit leather menjadi sangat lunak. Senyawa pektin
optimum membentuk gel dalam rentang pH 3-7,sehingga penambahan asam sitrat
diharapkan dapat menurunkan pH dan membantu pembentukan gel menjadi lebih
tegar (Taswin dkk., 2022).

Fruit leather adalah sari buah atau campuran konsentrat jus buah dan bahan
tambahan yang dimasak dan dikeringkan pada permukaan yang tidak lengket dan
digulung. Fruit leather memiliki masa simpan hingga 12 bulan, bila disimpan
dalam kemasan yang baik pada suhu ruangan sekitar 25oC-30oC (Nuegroho dkk.,
2021). Menurut Rahmanto dkk., (2014), kriteria yang diharapkan dari fruit
leather adalah warnanya yang menarik, teksturnya yang sedikit liat dan kompak,
serta memiliki plastisitas yang baik sehingga dapat digulung atau tidak mudah
patah. Belum terdapat standar mutu khusus untuk olahan fruit leather, namun
fruit leather yang baik mempunyai kandungan air 10-20%, tekstur plastis,
kenampakan seperti kulit, terlihat mengkilat, dapat dikonsumsi secara langsung
serta mempunyai warna, aroma, dan citarasa khas suatu jenis buah sebagai bahan
baku. Fruit leather belum memiliki aturan Standar Nasional Indonesia ,namun
standar fruit leather dapat mengacu pada standar mutu manisan kering buah-
buahan SNI 01-1718-1996. Hasil pengamatan sensori fruit leather pada
penambahan karagenan konsentrasi 0,75% mendapatkan hasil keseluruhan kurang
memenuhi SNI 01-1718-1996, karena untuk warna dan rasa agak khas buah dan
pada SNI 01-1718-1996 untuk kenampakan dan rasa normal yang berarti khas
buah yang digunakkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa fruit leather hasil
praktikum untuk konsentrasi karagenan 0,75% belum sepenuhnya memenuhi
kriteria syarat mutu manisan kering. Parameter aroma pada karagenan konsentrasi
0,75% juga tidak memenuhi syarat mutu manisan kering karena menghasilkan
fruit leather dengan aroma tidak khas buah yang digunakkan, sedangkan pada SNI
01-1718-1996 bau atau aroma fruit leather normal yang berarti khas buah yang
digunakkan dan untuk tekstur memenuhi kriteria fruit leather pada umumnya
yaitu lentur bisa digulung.

Hasil pengamatan sensori fruit leather dengan penambahan karagenan konsentrasi


1% pada parameter warna mendapatkan hasil khas buah yang digunakkan dan jika
dibandingkan dengan SNI 01-1718-1996 telah memenuhi syarat mutu untuk
warna atau kenampakan normal yang berarti warna fruit leather khas buah yang
digunakkan. Parameter tekstur juga telah memenuhi kriteria fruit leather pada
umumnya yaitu sangat lentur mudah digulung. Namun, pada parameter rasa dan
aroma atau bau belum memenuhi kriteria SNI 01-1718-1996 karena pada fruit
leather hasil praktikum menghasilkan fruit leather dengan rasa dan aroma agak
khas buah yang berarti belum sepenuhnya berwarna dan beraroma khas buah yang
digunakkan, sedangkan pada SNI manisan kering, warna dan aroma atau bau yang
dihasilkan harus normal yang berarti khas buah yang digunakkan sebagai bahan
baku. Secara keseluruhan untuk fruit leather dengan penambahan karagenan
konsentrasi 0,75% dan 1% belum memenuhi standar mutu manisan kering
parameter kenampakan, bau, dan rasa (SNI 01-1718-1996) karena hanya pada
konsentrasi 1% dengan parameter sensori warna normal yang memenuhi standar
SNI 01-1718-1996.
V KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa jenis
buah yang digunakkan dalam proses pembuatah fruit leather sangat berpengaruh
terhadap tekstur yang dihasilkan. Penggunaan buah jambu kristal dan mangga
dalam pembuatan fruit leather menghasilkan tekstur yang baik yaitu lentur hingga
sangat lentur mudah digulung pada konsentrasi karagenan 0,75% dan 1%. Hal
tersebut dikarenakan jambu kristal mengandung pektin yang tinggi sehingga dapat
digunakan sebagai bahan pembentuk gel dalam pembuatan fruit leather dan buah
mangga mengandung banyak serat yang dapat membentuk tekstur fruit leather
yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, I. W., Nurnanda, D., Hendrianie, N., dan Darmawan, R. 2019. Proses
pembuatan asam sitrat dari molasses dengan metode submerged fermentation.
Jurnal Teknik ITS. 8(2): 145-149.

Andini, D. F., Mardiah., dan Kawaroe, M. 2017. Formulasi hard candy


menggunakan pewarna alami fikosianin spirulina platensis. Jurnal
Agroindustri Halal. 3(2): 177 –125.

Anggraini, S. R. 2016. Pengaruh penambahan labu kuning dan karagenan


terhadap hasil jadi fruit leather nanas. E-Journal Boga. 5(1): 89-98.

Ardianti, Y., Widyastuti, S., Rosmilawati., Saptono., dan Handito, D. 2015.


Pengaruh penambahan karagenan terhadap sifat fisik dan organoleptik bakso
ikan tongkol (Euthynnus affinis). Agroteksos. 24(3): 12-21

Arief, D. Z., Afrianti, L.H., & Soemarni. 2018. Karakteristik fruit leather jambu
biji merah (Psidium guajava L) dengan jenis bahan pengisi. Pasundan Food
Technology Journal. 5(1): 76-82.

Aufa, M. R., Putranto, W. S., dan Balia, R. L. 2020. Pengaruh penambahan


konsentrasi jus jambu biji merah (Psidium guajava L.) terhadap kadar asam
laktat, vitamin C, dan akseptabilitas set yogurt. Jurnal Teknologi Hasil
Peternakan. 1(1): 8–16.

Damayanti, N. T. 2016. Potensi pengembangan tanaman jambu kristal (Psidium


guajava L.) berdasarkan aspek agroklimat di Jawa Barat. Skripsi. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Pertanian Bogor.

Faradilla. N. A., Hintono., dan Pramono, Y. B. 2017. Karaketristik permen


karamel susu rendah kalori dengan proporsi sukrosa dan gula stevia (Stevia
rebaudiana) yang berbeda. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 7(2): 17-24.

Fauziah, E., Widowati, E., dan Atmaka, W. 2015. Kajian karakteristik sensoris
dan fisikokimia fruit leather pisang tanduk (Musa corniculate) dengan
penambahan berbagai konsentrasi karagenan. Jurnal Aplikasi Teknologi
Pangan. 4(1): 11-16.
Fitria,V. 2013. Karakterisasi Pektin Hasil Ekstraksi dari Limbah Kulit Pisang
Gepok. Skripsi. Program Studi Farmasi. Universitas Islam Negeri Jakarta.

Fitantri, A. L., Parnanto, N. H. R., dan Praseptiangga, D. 2014. Kajian


karakteristik fisikokimia dan sensoris fruit leather nangka (Artocarpus
heterophyllus) dengan penambahan karagenan. Jurnal Teknosains Pangan.
3(1): 26-34

Herlina, H., Belgis, M., dan Wirantika, L. 2020. Karakteristik fisikokimia dan
organoleptik fruit leather kenitu (Chrysophyllum caimito L.) dengan
penambahan CMC dan karagenan. Jurnal Agroteknologi. 14(2): 103-114.

Hussain, S. Z., Naseer, B. T., Qadri, T., Fatima, T. A., dan Bhat. 2021. Fruit
Grown in Highland Regions of the Himalayas. Springer. Switzerland.

Khairiah, A. S., Amelianawati, M., dan Listyaningrum, R. S. 2019. Pengaruh


perbandingan bahan pengisi dan lama pengeringan pada pengolahan fruit
leather salak bongkok. Journal of Science and Entrepreneurship. 1(1): 10-15.

Khairiah. 2017. Pemanfaatan salak bongkok (Salacca edulis Reinw) sebagai


diversifikasi pengolahan pangan untuk meningkatkan nilai ekonomis buah
local. PASPALUM. 5(2): 45-50.

Khan, A., Zeb, A., Khan, M., dan Shah, W. 2014. Preparation and evaluation of
olive apple blended leather. International Journal Food Science Nutrition
and Dietetics. 3(7): 134 - 137.

Krismawan, A., dan Pato, U. 2023. Karakteristik fruit leather mangga-rosela


dengan konsentrasi karagenan berbeda. SAGU Journal : Agricultural Science
and Technology. 22(1): 24-31.

Lestari, N., Widjajanti, R., Junaidi, L., dan Isyanti, M. 2018. Pengembangan
modifikasi pengolahan fruit leather dari puree buah-buahan tropis. Journal of
Agro-based Industy. 35(1): 12-19.

Marzelly, A. D., Yuwanti, S., dan Lindriati, T. 2017. Karakteristik fisik, kimia,
dan sensoris fruit leather pisang ambon (Musa paradisiaca S.) dengan
penambahan gula dan karagenan. Jurnal Agroteknologi. 11(2): 172-185.

Mawarni, S. A., dan Yuwono, S. S. 2018. Pengaruh lama pemasakan dan


konsentrasi karagenan terhadap sifat fisik, kimia dan organoleptik selai
lembaran mix fruit (belimbing dan apel). Jurnal Pangan dan Agroindustri.
6(2): 33-41.

Muchtadi, T. R., Wijaya, H., dan Setiawati, T. 2014. Pembuatan konsentrat flavor
alami kweni (Mangifera odorata Griff). Buletin Teknologi dan Industri
Pangan. 5(3): 1-9.
Nilasari, A., Heddy, J. B. S., dan Wardiyati, T. 2013. Identifikasi keragaman
morfologi daun mangga (Mangifera indica L.) pada tanaman hasil
persilangan antara varietas arumanis 143 dengan podang urang umur 2 tahun.
Jurnal Produksi Tanaman. 1(1): 61-69.

Nuegroho, D. A. I., Fitriani, S., dan Rahmayuni. 2021. Pemanfaatan buah nipah
dan buah naga merah dalam pembuatan fruit leather. JOM FAPERTA. 8(2):
1-15

Nuh, M. 2018. Pengaruh penambahan kelopak bunga rosela pada pembuatan fruit
leather dari buah mangga. Jurnal Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian
AGRINTECH. 1(2): 117-122.

Pakpahan, T. E. 2015. Kajian teknik mencangkok perbanyakan jambu kristal


(Psidium guajava L. ). Agrica Ekstensia. 9(2): 27-30.

Puspitasari, F.A., Karyantina, M., & Widanti, Y.A. 2019. Karakteristik fruit
leather dengan variasi rasio buah naga merah (Hylocereus polyrhizus)–
pepaya (Carica papaya L.) dan suhu pengeringan. Jurnal Teknologi Dan
Industri Pangan. 4(1): 7–14.

Rahmanto, S. A., Parmanto, N. H. R., dan Nusriwi, A. 2014. Pendugaan umur


simpan fruit leather nangka (Arrtocarpus heterophyllus) dengan penambahan
gum arab menggunakan metode accelerated shelf life test (aslt) model
arrhenius. Jurnal Teknosains Pangan. 3(3): 35-43.

Romalasari, A. 2016. Perbaikan Kualitas Jambu Biji (Psidium guajava L.) var
Kristal dengan Pengaturan Leaf Fruit Ratio dan Pemberongsongan Buah.
Tesis. Institur Pertanian Bogor.

Rosalina, Y., Susanti, L., dan Sulasmi, T. 2013. Studi pengolahan fruit leather
mangga varietas bengkulu (Mangifera indica L.). Jurnal Agroindustri. 3(2):
124-132.

Saparinto, C dan Susiana, R. 2016. Grow your own fruits–panduan praktis


menanam 28 tanaman buah populer di pekarangan. Lily Publisher.
Yogyakarta.

Sasmitaloka, K. S. 2017. Produksi asam sitrat oleh aspergillus niger pada


kultivasi media cair. Jurnal integrasi proses. 6(3): 116-122.

Sidi, N. C., Widowati, E., dan Nursiwi, A. 2014. Pengaruh penambahan


karagenan pada karakteristik fisikokimia dan sensoris fruit leather nanas
(Ananas Comosus L. Merr.) dan wortel (Daucus Carota). Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan. 3(4): 122-127.
Susilawati, M. 2016. Hubungan Konsentrasi Bahan Pengisi dan Lama
Pengeringan Terhadap Karakteristik Fruit Leather Buah Campolay (Pouteria
campechiana). Skripsi. Fakultas Teknik Unpas.

Suwarno., Ratnani, R. D., dan Hartati, I. 2015. Proses pembuatan gula invert dari
sukrosa dengan katalis asam sitrat, asam tartrat dan asam klorida.
Momentum. 11(2): 99-103.

Tarigan, M. Kaban, I. M. dan Hanum, F. 2013. Ekstraksi pektin dari kulit pisang
kepok (Musa paradisiaca). Jurnal Teknik Kimia USU. 4(6):65-70.

Taswin, N. S., Asmawati., dan Haryani, S. 2022. Kajian literatur pembuatan fruit
leather dari labu kuning dan wortel. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian.
7(3): 263-269.

Tondang, H. M., Ekawati, I. G. A., dan Wiadnyani, A. A. I. S. 2018. Pengaruh


penambahan karagenan terhadap karakteristik fruit leather kulit buah naga
merah (Hylocereus polyhirzus). Jurnal ITEPA. 7(2): 33-42.

Tranggono. 2013. Bahan Tambahan Pangan. Universitas Gadjah Mada.


Yogyakarta.

Yahya, M. H., Wulandari, Y. W., dan Widanti, Y. A. 2022. Formulasi fruit


leather jambu kristal (Psidium guajava L.)–bit (beta vukgaris L.) dengan
variasi konsentrasi dekstrin. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Unisri.
7(1): 30-39.

Zhaki, M., Harun, N., dan Hamzah, F. 2018. Penambahan berbagai konsentrasi
karagenan terhadap karakteristik pepaya. JOM UR. 5(2): 1-14.
LAMPIRAN
 Dokumentasi Praktikum Pembuatan Fruit Leather

Gambar 5. Pengupasan buah. Gambar 6. Pemotongan dan


pencucian buah.

Gambar 7. Penimbangan bahan Gambar 8. Penimbangan


(sukrosa 1:3, asam bahan (sukrosa 1:3,
sitrat 0,5%, karage- asam sitrat 0,5%,
nan 0,75%). karagenan 1%).

Gambar 9. Penghalusan buah Gambar 10. Penghalusan


jambu kristal. buah mangga.
Gambar 11. Penimbangan puree Gambar 12. Pencampuran
(jambu kristal 75 g puree dengan
dan mangga 75 g). bahan tambahan
di wajan.

Gambar 13. Pemblasingan puree Gambar 13. Pemasangan


(T = 70oC, t = 10 baking paper ke
menit). loyang.

Gambar 14. Pengolesan batter Gambar 15. Penuangan puree


ke loyang. ke loyang.
Gambar 16. Perataan puree di Gambar 17. Pengovenan
loyang. puree.

Gambar 18. Dikeluarkan dari Gambar 19. Pemotongan


oven setelah 24 fruit leather.
jam pengovenan.

Gambar 20. Penggulungan Gambar 21. Pengamatan


fruit leather. sensori fruit
leather (warna,
rasa, aroma,
tekstur).
 Tabel 2. Kontribusi Anggota Saat Praktikum

KONTRIBUSI ANGGOTA
No. Nama Tugas Praktikum
1. Kensa Julieta Menyiapkan alat, mendokumentasi
proses pembuatan dari awal hingga
akhir, menghaluskan buah mangga
dan jambu dengan blender,
menghitung kadar gula dan asam
sitrat yang diperlukan, ikut serta
mengaduk pure dan campuran bahan
sesuai perlakuan dalam proses
blanching, menuang dan merapikan
puree ke loyang, mencuci alat yang
digunakan.
2. Ocha Maharani Melapisi loyang dengan baking
paper, menimbang (sukrosa,
karagenan, asam sitrat),
mendokumentasi, mengaduk puree,
memncuci alat, menuang puree ke
loyang.
3. Nurul Hasanah Mengupas dan memotong buah,
mencuci alat, mengaduk puree,
memipihkan puree di loyang,
pengamatan, mendokumentasi, dan
menempelkan baking paper pada
loyang.
4. M Alfan Surya Wijaya Memotong buah, menghaluskan
buah, membersihkan alat praktikum,
mencampurkan bahan tambahan.
5. Wanda Rahma Azzahra Mengupas buah, menimbang bahan,
memotong fruit leather, menggulung
fruit leather, pengamatan.
6.. Nurmalinda Nisrina Pratiwi Mendokumentasi, menyiapkan alat,
dan mencuci alat.

Anda mungkin juga menyukai