Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM KIMIA INDUSTRI

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT BUAH KAKAO (Teobroma cacao L.)


DAN LIMBAH KERTAS BEKAS SEBAGAI PEMBUATAN KERTAS

Diusulkan oleh:

Mukhamad Rojib Aminudin; 17030234014; 2017


Fatimatuzzahro; 17030234026; 2017
Rimbi Rodiyana Sova; 17030234047; 2017

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : PEMANFAATAN LIMBAH KULIT BUAH KAKAO


(Teobroma cacao L.) DAN LIMBAH KERTAS BEKAS
SEBAGAI PEMBUATAN KERTAS

Nama Kelompok : 1. Mukhamad Rojib Aminudin/ 17030234014/ 2017


2. Fatimatuzzahro/ 17030234026/ 2017
3. Rimbi Rodiyana Sova/ 17030234047/ 2017

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kimia
Industri Semester Gasal 2019/ 2020.

Surabaya, 5 Desember 2019


Menyetujui
Dosen Pembimbing

(Dian Novita, S.T., M.Pd.)


1. JUDUL
“PEMANFAATAN LIMBAH KULIT BUAH KAKAO (Teobroma cacao L.)
DAN LIMBAH KERTAS BEKAS SEBAGAI PEMBUATAN PULP
KERTAS”
2. TUJUAN
a. Memanfaatkan limbah kulit buah kakao dan kertas bekas sebagai bahan dasar
pulp kertas.
b. Mengetahui cara pembuatan pulp kertas dari kulit buah kakao dan kertas
bekas.
c. Mengetahui perbandingan terbaik antara kertas bekas : kulit buah kakao
dalam pembuatan pulp kertas dari kulit buah kakao dan kertas bekas.
3. LATAR BELAKANG
Serat sebagai bahan baku penting dalam pembuatan kertas, bahan utama
dalam pembuatan pulp kertas adalah selulosa dalam bentuk serat, sedangkan
serat selulosa dapat diperoleh dari tumbuhan kayu dan non kayu yang semuanya
dapat dipergunakan untuk pembuatan pulp kertas. Serat ini berasal dari bagian
tumbuhan seperti batang, tangkai buah dan kulit. Bahan baku yang mendominasi
adalah bahan kayu karena persediaannya yang sangat banyak dihutan. Namun
akhir-akhir ini karena penebangan kayu yang tidak terkendali mengakibatkan
kerusakan lingkungan yang sangat fatal (Gunawan, 2007).
Indonesia merupakan tiga negara terbesar penghasil buah kakao
(Theobroma cacao L.) didunia. Data dari Badan PBB untuk Pangan dan
Pertanian (FAO) menyebutkan, Indonesia memproduksi 574.000 ton kakao di
tahun 2010 (Nisa, 2014). Kecamatan Wonosalam, kabupaten Jombang
merupakan salah satu penghasil komoditas kakao, menurut data badan pusat
statistika kabupaten Jombang menyatakan bahwa produksi kakao pada tahun
2018 mencapai 264,9 ton dengan luas lahan total 378 hektar. Pada daerah ini
kulit buah kakao hasil samping pemanfaatan kakao sangat berlimpah dan
menjadi limbah yang kurang dimanfaatkan oleh masyarakat. Kulit Buah kakao
(Shel fod Husk) merupakan hasil samping (limbah) dari agrobisnis pemrosesan
biji coklat yang sangat potensial untuk dijadikan salah satu Pulp. Kulit buah
coklat adalah kulit bagian terluar yang menyelubungi biji coklat dengan tekstur
kasar, tebal dan agak keras. Kulit buah memiliki 10 alur dengan ketebalan 1 – 2
cm.
Pulp adalah bahan sellulosa yang dapat diolah dengan lebih lanjut menjadi
kertas, rayon, cellulosa asetat dan turunan cellulosa yang lain. Kertas dibuat dari
gabungan serat–serat sellulosa yang dihilangkan kandungan ligninnya. Kulit
kakao ini salah satunya banyak mengandung 32- 45% serat kasar yang berupa
lignin dan selulosa. Selulosa merupakan polisakarida yang jika terhidrolisis akan
menghasilkan monomer glukosa dan beberapa selobiosa. Sifat dari selulosa ini
yaitu tidak larut didalam air dan sangat mudah menyerap air (Nisa, 2014).
Kertas bekas saat ini sangat melimpah dan menumpuk, jika dibakar akan
menimbulkan polusi, emisi gas rumah kaca. Kertas bekas dapat dimanfaatkan
kembali sebagai bahan kerajinan, didaur ulang kembali menjadi kertas.
Pemanfaatkan kertas bekas menjadi kertas kembali dapat dilakukan dengan
pelunakan bahan menjadi bubur kertas. Kemudian dilakukan pemutihan dan
penambahan serat (Dahlan, 2011).
4. DASAR TEORI
A. Tanaman Buah Kakao
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2004), sistematika
tanaman kakao merupakan sebagai berikut.
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Subkelas : Dialypetalae
Ordo : Malvales
Famili : Malvaceae
Genus : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao L. (Susanto, 1994).
Kulit buah kakao banyak mengandung 32-45% serat kasar yang
berupa lignin dan selulosa (Soparjo, 2011). Kulit buah kakao merupakan
hasil samping (limbah) dari agrobisnis pemrosesan biji coklat yang sangat
potensial untuk dijadikan salah satu Pulp. Kulit buah coklat adalah kulit
bagian terluar yang menyelubungi biji coklat dengan tekstur kasar, tebal dan
agak keras. Kulit buah memiliki 10 alur dengan ketebalan 1 – 2 cm. Pada
waktu muda, biji menempel pada bagian dalam kulit buah, tetapi saat masak
biji akan terlepas dari kulit buah. Buah yang masak akan berbunyi bila
digoncang Kulit buah kakao mengandung serat – serat yang dapat diolah.
Buah cokelat terdiri atas 74 % kulit buah, 2 % placenta dan 24 % biji.
Kulit buah kakao hanya sebatas dijadikan limbah atau makanan
ternak. Padahal sebagian besar dari kakao atau 74% bagiannya terdiri dari
kulit buah (Nasrullah dan A. Ella, 1993). Kulit buah kakao mengandung
selulosa dan hemiselulosa yang cukup tinggi sehingga memiliki potensi
yang besar untuk dijadikan sebagai salah satu bahan baku pembuatan kertas.
Kulit buah kakao mengandung 22,85% selulosa dan 11,95% hemiselulosa.
B. Morfologi Buah Kakao
Kakao termasuk tanaman kauliflori yang artinya bunga dan buah
tumbuh pada batang dan cabang tanaman. Pada setiap buah kakao terdapat
20-50 butir biji, yang tersusun dalam lima baris dan menyatu di bagian poros
buah. Biji dibungkus oleh daging buah atau pulp yang berwarna putih dan
rasanya manis. Tanaman kakao bersifat dimorfisme artinya memiliki dua
macam percabangan (tunas vegetatif) yaitu tunas ortotrop (tumbuh ke atas)
dan tunas plagiotrop (tumbuh ke samping) (Susanto, 1994).
Theobroma cacao adalah nama yang diberikan pada pohon kakao
oleh Linnaeus dalam edisi pertama dari buku terkenal berjudul Species
Plantarum yang terbit tahun 1753. Genus Theobroma seperti Herrania,
Guazuma, dan Cola, yang berada di Afrika, adalah anggota Sterculiaceae.
Theobroma dalam bahasa latin berarti “makanan dewa-dewi” (the food of
gods) (Spillane, 1995). Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis
dengan naungan pohonpohon yang tinggi dan lebat, curah hujan cukup
tinggi, suhu sepanjang tahun relatif tinggi dan konstan, serta kelembapan
cukup tinggi. Akibatnya tanaman kakao akan tumbuh tinggi tetapi bunga
dan buahnya sedikit. Apabila tanaman ini dibudidayakan di kebun, tinggi
tanaman yang berumur tiga tahun dapat mencapai 1,8-3,0 meter dan umur
12 tahun mencapai 4,5-7,0 meter. Tinggi tanaman tersebut beragam,
dipengaruhi oleh intensitas naungan serta faktor tumbuh yang tersedia
(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Warna buah kakao sangat beragam. Pada dasarnya hanya ada dua
macam warna, yaitu buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak
putih, setelah masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika
muda berwarna merah, setelah masak menjadi berwarna jingga (oranye)
(Susanto, 1994). Buah kakao akan masak setelah berumur enam bulan dan
mempunyai ukurannya beragam, dari panjang 10-30 cm tergantung pada
faktor-faktor lingkungan selama perkembangan buah (Karmawati, 2010).
C. Kandungan Kimia Buah Kakao
Senyawa aktif yang terkandung dalam kulit buah kakao adalah
teobromin, asam fenolat, tannin, flavonoid, katekin, epikatekin,
antosianidin, proantosianidin dan leukoantosianidin. Senyawa-senyawa
tersebut diketahui memiliki sifat antibakteri. Teobromin mempunyai efek
diuretik dan dapat beracun bagi hewan karena hewan memetabolisme
teobromin lebih lambat daripada manusia (Matsumoto, 2004).
Tiga komponen utama polifenol pada kakao yakni katekin (37%),
antosianin (4%), dan proantosianidin (58%). Fraksi etil asetat ekstrak aseton
kulit buah kakao yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Bacillus
subtilis maupun Streptococcus mutans merupakan senyawa golongan
fenolik dan flavonoid(Yulianti, 2013). Selain itu, ekstrak kulit buah kakao
juga memiliki sifat antioksidan yang dapat diformulasikan menjadi krim
menggunakan emulgator nonionik Tween 60–Span 60 konsentrasi 3%
(Mita, 2015). Kulit buah kakao mengandung 35,4% selulosa, 37,0%
hemiselulosa dan 14,7% lignin (Daud, 2013).
D. Pengertian Kertas
Kertas adalah barang yang berwujud lembaran-lembaran tipis. Yang
dihasilkan dengan kompresi serat yang berasal dari pulp yang telah
mengalami pengerjaan pengeringan, ditambah beberapa bahan tambahan
yang saling menempel dan saling menjalin, serat yang digunakan biasanya
berupa serat alam yang mengandung selulosa dan hemiselulosa.
Secara umum kertas dibedakan menjadi dua golongan, yaitu kertas
budaya dan kertas industri. Yang termasuk kertas budaya adalah kertas-
kertas cetak dan kertas tulis, diantaranya adalah kertas kitab, buku, Koran
dan kertas amplop. Sedangkan yang termasuk kertas industri adalah kertas
kantong kertas minyak, pembungkus buah-buahan, kertas bangunan, kertas
isolasi elektris, karton dan pembungkus sayur-sayuran.
E. Pulp
Pulp adalah bahan sellulosa yang dapat diolah dengan lebih lanjut
menjadi kertas, rayon, cellulosa asetat dan turunan cellulosa yang lain.
Sebagai bahan baku pulp dipakai bahan baku jerami dan merang dan
meningkat menjadi bahan baku bambu, ampas, tebu, pohon kapas, serat dan
jenis rumput – rumputan.
Syarat – syarat bahan baku yang digunakan dalam pulp, yakni :
 Berserat
 Kadar alpha sellulosa lebih dari 40 %
 Kadar ligninnya kurang dari 25 %
 Kadar air maksimal 10 %
 Memiliki kadar abu yang kecil (Stephenson, 1950).
F. Selulosa
Selulosa ialah blok pembangun pada dinding sel yang bersifat kaku
dan merupakan jaringan kayu dalam tanaman, sedangkan pati ialah bentuk
cadangan utama dari karbohidrat untuk nantinya digunakan sebagai
makanan atau sumber energy (Hart, dkk., 2003). Selulosa dapat diperoleh
dari ekstraksi kayu atau bahan lain menggunakan bantuan alkali kuat atau
kalsium sulfit yang dapat melarutkan lignin (suatu zat yang biasanya
menyertai selulosa). Selulosa dapat dilarutkan dalam pereaksi schweitzer
(larutan tembaga amoniakal) membentuk larutan kompleks tembaga
selulosa, dimana dengan penambahan asam akan memberikan endapan
selulosa (Gunawan D. d., 2010).
Selulosa tidak mempunyai nilai gizi. Sebagai bahan makanan untuk
tubuh, selulosa yang dimakan tidak dapat diubah menjadi glukosa. Selulosa
tidak dapat dicerna dalam saluran cerna karena tidak terdapat enzim selulase
yang mengkatalisis proses hidrolisis selulosa. Namun, selulosa masih
memiliki manfaat dalam saluran cerna, yaitu dapat merangsang pengeluaran
getah lambung, menyebabkan rasa kenyang, dan membantu memadatkan
feses (Sumardjo, 2009).
Selulosa merupakan polisakarida yang jika terhidrolisis akan
menghasilkan monomer glukosa dan beberapa selobiosa. Sifat dari selulosa
ini yaitu tidak larut didalam air dan sangat mudah menyerap air.
Selulosa adalah zat karbohidrat yang merupakan struktur dasar sel –
sel tanaman dengan kadar 40 – 50 %. Rumusan molekul sellulosa adalah
C6H11(C6H10O5)6C6H11O5 Sellulosa terdapat pada semua tanaman dari

pohon bertingkat tinggi hingga organisme primitif seperti lumut dan rumput
laut. Sellulosa tidak larut dalam air maupun zat pelarut organik dan
mempunyai daya tarik yang tinggi. Sellulosa merupakan bahan dasar dari
banyak produksi teknologi kertas, dan serat. Sifat serat sellulosa adalah :
 Memiliki kekuatan tarik yang tinggi.
 Mampu membentuk jaringan.
 Tidak mudah larut dalam air, alkali dan pelarut organik.
 Relatif tidak berwarna.
 Memiliki kemampuan mengikat yang lebih kuat.
G. Limbah Kertas Bekas
Pada umumnya sebuah akademik akan menghasilkan limbah kertas
yang cukup besar karena segala kegiatan akademik berhubungan langsung
dengan kertas. Memang limbah kertas tampak tidak berbahaya karena kertas
termasuk limbah organik kering dan kertas merupakan bahan yang dapat
terurai oleh tanah, namun apabila jumlah limbah kertas tersebut sangat
banyak maka akan memakan ruang yang banyak juga untuk
menampungnya, dan hal itu merupakan masalah yang harus ditemukan
solusinya. Dengan mengolah limbah kertas dari hasil proses akademik maka
masalah tersebut bisa diselesaikan.
Limbah kertas akademik bisa didapatkan dari kegiatan di kantor
maupun kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa, dan bisa menjadi bahan
baku pembuatan daur ulang kertas tanpa harus mengeluarkan biaya yang
banyak, namun membuatnya menjadi produk yang bernilai tambah.
5. PROSEDUR PEMBUATAN DAN ANALISIS
A. Alat yang digunakan
1) Gelas kimia 250 mL 2 buah
2) Gelas kimia 500 mL 1 buah
3) Gelas kimia 2000 mL 1 buah
4) Gelas ukur 50 mL 1 buah
5) Labu ukur 100 mL 1 buah
6) Corong kaca 1 buah
7) Corong Buchner 1 buah
8) Neraca analitik 1 buah
9) Morta dan alu 1 set
10) Blender 1 buah
11) Magnetic stirer 1 buah
12) Spatula kaca 1 buah
13) Pipet tetes 3 buah
14) Thermometer 1 buah
15) Kertas saring 5 buah
B. Bahan yang digunakan
1) Aquadest secukupnya
2) Kulit buah kakao 150 gram
3) H2O2 40% 150 mL
4) Kertas bekas secukupnya
5) Asam sitrat 150 mL
6) Larutan ethanol 40% 100 mL
C. Prosedur Pembuatan
1) Persiapan Bahan Baku
Kulit buah kakao ditimbang sebesar 25 gram kemudian dilakukan
pemotongan dan penghancuran hingga berukuran 60 mesh.
2) Persiapan kertas bekas
Kertas bekas dipotong kecil-kecil kemudian dihancurkan dengan
blender menggunakan air.
1) Proses Ekstraksi Pektin
Masukkan Bahan dan asam sitrat dengan perbandingan 1 : 12 gram.
Lakukan pengadukan dengan kecepatan 600 rpm pada suhu operasi 80
o
C dengan waktu pemasakan 75 menit.
2) Persiapan Delignifikasi
Saring, pisahkan filtrat sebagai pektin. Masukkan endapan dalam gelas
kimia untuk proses delignifikasi.
3) Proses Delignifikasi
Masukkan 100 ml Larutan ethanol 40 % dalam gelas kimias. Lakukan
pengadukan dengan kecepatan 600 rpm pada suhu operasi 50oC dengan
waktu pemasakan yang ditentukan.
4) Penyaringan dan penambahan pulp kertas bekas
Pisahkan pulp dari filtratnya dengan penyaringan, kemudian cuci
dengan aquadest secukupnya sampai pucat. Lalu ditambahkan pulp
kertas bekas yang sudah dipreparasi sebelumnya dengan perbandingan
1:3, 3:1, 3:3. Setelah itu pulp dikeringkan di oven pada suhu 105oC.
D. Prosedur Analisis
1. Menentukan Gramatur Kertas
Gramatur kertas adalah besaran berat kertas persatuan luas dalam satuan
gram per centimeter persegi. Contoh: 230 gram/cm2 berarti kertas
mempunyai berat 230 gram per 1 centimeter persegi.9
Cara menentukan gramatur kertas yaitu memotong kertas dengan ukuran
1 cm x 1 cm kemudian ditimbang menggunakan neraca analitik.
2. Uji % kadar air Kertas
Uji % kadar air dalam kertas dilakukan dengan cara menimbang
massa awal kertas kemudian kertas dioven hingga massa kertas konstan.
Dilakukan perhitungan dengan rumus:
% kadar air pada kertas
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑜𝑣𝑒𝑛−𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑜𝑣𝑒𝑛
= x 100 %
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑜𝑣𝑒𝑛
3. Uji warna dan tekstur kertas
Uji warna dan tekstur kertas dilakukan dengan cara membandingkan
hasil kertas pada masing-masing perbandingan (1:3, 3:1, 3:3).
4. Uji Tulis dan Ketahanan Hapus
Uji sifat tulis dilakukan dengan cara menulisi kertas pada masing-
masing perbandingan (1:3, 3:1, 3:3) kemudian melihat hasil
penulisannya, sedangkan uji ketahanan hapus dilakukan dengan
menghapus tulisan pada kertas. Sifat tulis dinilai baik apabila tinta yang
digunakan tidak menyebar, sedangkan ketahanan hapus dinilai baik
apabila kertas tidak hancur ketika dihapus.
6. DATA HASIL PRAKTIKUM
Tabel 1. Data Hasil Praktikum
Perlakuan Gramatur Kadar air Tekstur Warna Tulis dan
(kertas (g/cm2) (%) kertas kertas Hapus
bekas :
limbah kulit
kakao)
1:3 0,1199 4,40 Halus Coklat Tinta
(20 g : 60 (+++) muda (+) menyebar
g) (+++)
Kehancuran
kertas (+)
3:1 0,0631 4,89 Halus (++) Putih Tinta
(60 g : 20 kecoklatan menyebar
g) (+)
Kehancuran
kertas (++)
3:3 0,1620 5,39 Halus (+) Coklat Tinta
(60 g : 60 muda (++) menyebar
g) (++)
Kehancuran
kertas
(+++)

7. PEMBAHASAN HASIL PRAKTIKUM


1. Preparasi limbah kulit kakao
Kulit kakao kering yang sudah dibersihkan kemudian dihaluskan
dan diayak dengan ukuran 100 mesh dihasilkan bubuk kulit kakao berwarna
coklat kemerahan.
2. Preparasi kertas bekas
Hasil preparasi kertas bekas adalah bubur kertas yang memiliki
tekstur yang lembut.
3. Proses depektinasi
Pektin merupakan kompleks heteropolisakarida yang terkandung
dalam dinding sel primer dan lamela tengah tanaman tingkat tinggi.
Komponen utama penyusun pektin adalah asam galakturonat yang
merupakan turunan dari galaktosa. Pektin tersusun atas asam Dgalakturonat
yang dihubungkan dengan ikatan α-(1,4)-glukosida. Kulit kakao memiliki
kandungan pektin yang cukup tinggi yaitu 16,27% (Edahwati et al, 2011).
Pada proses depektinasi bertujuan untuk menghilangkan kandungan
pektin pada kulit kakao. pektin dapat menganggu struktur kertas yang
dihasilkan sehingga harus dipisahkan dari sellulosa kulit kakao. senyawa
pektin pada kulit kakao diekstrak menggunakan larutan asam sitrat 2 M.
Asam digunakan untuk memisahkan ion polivalen, kemudian memutus
ikatan antara asam pektinat dengan selulosa, menghidrolisis protopektin
menjadi molekul yang lebih kecil, dan terakhir menghidrolisis gugus metil
ester pektin (Kertesz, 1951). Digunakan asam sitrat konsentrasi tinggi
dikarenakan berguna untuk degradasi senyawa pektin menjadi asam pektat.
Hasil hidrolisis protopektin (tidak larut dalam air) menjadi senyawa pektin
yang kemudian dapat larut dalam air (filtrat). Proses ekstraksi pektin
dilakukan selama 20 menit dalam keadaan panas pada suhu 80°C yang
berfungsi untuk memaksimalkan proses hidrolisis protopektin menjadi
pektin sehingga rendemen pektin yang dihasilkan semakin besar. Pada
proses depektinasi ini dihasilkan filtrat hasil ekstraksi berwarna coklat yang
mengandung senyawa pektin, kemudian filtrat didekantasi dan kulit kakao
diambil untuk dilakukan proses selanjutnya.
4. Proses delignifikasi
Lignin adalah polimer yang kompleks dengan berat molekul tinggi
dan tersusun atas unit-unit fenil propan. Meskipun tersusun atas karbon,
hidrogen dan oksida, tetapi lignin bukanlah suatu karbohidrat. Lignin
terdapat di antara sel-sel dan didalam dinding sel. Di antara dinding sel
lignin berfungsi sebagai pengikat untuk sel-sel secara bersama-sama. Pada
proses delignifikasi bertujuan untuk menghilangkan kandungan lignin pada
kulit kakao. Lignin harus dihilangkan dari kulit kakao karena akan
menggangu terbentunya pulp dalam pembuatan kertas. Lignin bersifat
menolak air dan kaku sehingga pengaruh lignin dalam proses pulping
maupun mutu pulp dan kertas adalah menyulitkan dalam penggilingan, pulp
berkekuatan rendah, sulit diputihkan, dan kertas yang dihasilkan bersifat
kaku, warnanya kuning dan mutunya rendah.
Pada percobaan pembuatan pulp kulit kakao ini digunakan senyawa
organosolv yang ramah lingkungan yaitu etanol 40 % sebagai pemisah
lignin dari serat kulit kakao. lama waktu proses pemasakan adalah 60 menit
dengan suhu 90°C-100°C, karena delignifikasi dengan pelarut organik
umumnya berlangsung pada suhu diatas 80°C. Dari persamaan Arhenius,
menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu reaksi maka konstanta laju
delignifikasi akan semakin meningkat, sehingga pada suhu yang tinggi
maka semakin banyak lignin yang dapat disisihkan dari biomassa (Vasquez
dkk, 1994). Pada proses delignifikasi ini dihasilkan filtrat berwarna coklat
yang mengandung senyawa lignin, kemudian filtrat didekantasi dan kulit
kakao diambil untuk dilakukan proses selanjutnya.

Gambar 1. Reaksi delignifikasi dengan Alkohol


5. Proses bleaching
Pada proses bleaching bertujuan untuk
meningkatkan Brightness (kecerahan) pulp, meningkatkan kebersihan pulp,
serta mengeluarkan kotoran. Prinsip dari Bleaching ini adalah mngeluarkan
sisa lignin untuk mendapatkan kecerahan pulp yang tinggi. Bleaching
memiliki beberapa urutan proses (sequences) yang berbeda tergantung dari
kecerahan yang diinginkan. Pada percobaan ini proses bleaching digunakan
senyawa H2O2 yang merupakan oksidator kuat dan bersifat korosif sehingga
mampu melunturkan pigmen-pigmen warna yang melekat pada selulosa
kulit kakao. pemilihan H2O2 sebagai agen pemutih karena ramah lingkungan
dan pulp yang dibersihkan mempunyai ketahanan yang tinggi serta
penurunan kekuatan serat yang kecil. Dalam air, H2O2 akan terurai menjadi
ion H+ dan OOH-. Ion OOH- merupakan oksidator kuat yang berperan pada
proses bleaching serat karena zat warna alam yang merupakan senyawa
organik yang mempunyai ikatan rangkap dioksidasi menjadi senyawa yang
lebih sederhana atau menjadi senyawa yang mempunyai ikatan tunggal,
sehingga dihasilkan serat yang lebih cerah (Andra, 2010).
Zat reaktif dalam sistem pemutihan dengan hidrogen peroksida
dalam suasana basa adalah perhydroxyl anion (HOO-) Anion ini terbentuk
dari penambahan alkali terhadap hidrogen peroksida sebagaimana
persamaan (1) (Lachenal, 1996):
HOOH+ HO- ↔ HOO- + H2O (1)
Ion HOO- ini yang mempunyai peran aktif di dalam proses
pemutihan, peruraian hidrogen peroksida sebagaimana persamaan (1)
dikenal dengan deprotonation. Dengan adanya logam-logam transisi seperti
Fe, Mn, dan Cu, dekomposisi dari hydrogen peroksida dalam larutan basa
dianggap berlangsung sebagaimana reaksi ionik berikut:
H2O2 + HO2 → H2O + O2 + HO (2)
Logam-logam transisi bertindak sebagai katalis yang mengarahkan
dekomposisi H2O2 mengikuti persamaan reaksi (2). Pada kondisi basa,
dengan adanya katalisator, hasil-hasil dekomposisi hidrogen peroksida
antara lain radikal-radikal anion hidroksil dan superoksid sebagai zat
intermadiate sebagaimana persamaan (2). Pada pemutihan dengan hidrogen
peroksida diharapkan yang terjadi adalah persamaan reaksi (1), sedang
reaksi dekomposisi yang disebabkan dari pengaruh katalis ion-ion logam
transisi harus dicegah, karena tidak memberikan dampak yang efektif pada
proses pemutihan (Fuadi dan Sulistya, 2008). Setelah proses bleaching
dihasilkan warna kulit kakao yang menjadi lebih cerah yaitu dari berwarna
coklat pekat menjadi berwarna jingga kekuningan.
6. Proses perlakuan dan pecetakan kertas
Kertas dicetak dengan perbandingan 1:3, 3:1, dan 3:3. Proses
pencetakan menggunakan lem dari tepung kanji. Dipilih lem dari tepung
kanji karena harganya murah dan ramah lingkungan sehingga lebih
ekonomis dan praktis.

7. Hasil Uji Kertas


1. Gramatur
Pada uji gramatur hasil kertas dengan komposisi 3:3 memiliki nilai yang
paling besar. Hal ini dikarenakan semakin besar kandungan atau massa
pulp kulit kakao dan bubur kertas bekas yang ditambahkan membuat
komposisi kertas semakin padat dan solid. Kemudian perbandingan 1:3
memiliki nilai yang lebih besar dari 3:1 dikarenakan massa jenis kulit
kakao lebih besar dari pada massa jenis bubur kertas bekas. Hasil
gramatur kertas jauh memenuhi stnadart SNI 7274:2008 yaitu sekitar
50-100 g/m2 untuk kertas jenis A (karton), namun untuk perbandingan
3:1 memiliki nilai gramatur paling mendekati kriteria sesuai standart
SNI 7274:2008.
Tabel 2. Hasil Uji Gramatur Kertas

Perlakuan Gramatur
(kertas bekas : (g/m2)
limbah kulit
kakao)
1:3 1199
(20 g : 60 g)
3:1 631
(60 g : 20 g)
3:3 1620
(60 g : 60 g)
2. Kadar air
Kadar air pada kertas tergantung pada waktu yang dibutuhkan dalam
proses pengeringan kertas dan suhu pada saat pengeringan kertas. Kertas
hasil percobaan kami dibiarkan dalam ruangan terbuka selama 3 hari
sampai kertas benar-benar kering. Hasil kadar air pada masing-masing
perbandingan adalah :
Table 3. Hasil Uji Kadar Air

Perlakuan Kadar air


(kertas bekas : (%)
limbah kulit
kakao)
1:3 4,40
(20 g : 60 g)
3:1 4,89
(60 g : 20 g)
3:3 5,39
(60 g : 60 g)
Hasil kertas dengan kadar air yang paling besar adalah perbandingan 3:3
yaitu 5,39 % dan yang terendah adalah perbandingan 1:3, hal ini
disebabkan karena perbandingan 3:3 memiliki kandungan bubur kertas
dan pulp kulit kakao yang paling banyak yaitu 60 gram yang mana bubur
kertas merupakan campuran kertas bekas dengan air dan pulp kulit
kakao pada proses bleaching memiliki kandungan air yang tinggi,
sehingga pada perbandingan 3:3 memiliki nilai kadar air tertinggi. Dan
sebaliknya pada perbandingan 1:3 memiliki kadar air terendah karena
memiliki komposisi dengan massa bubur kertas yang paling sedikit.
Kadar air pada hasil kertas semua perbandingan telah memenuhi
persyaratan standart SNI 7274:2008 untuk kertas jenis A (karton) yaitu
sebesar 4-6 %.
3. Warna kertas

Tabel 4. Hasil Uji Warna Kertas


Perlakuan Warna kertas
(kertas bekas :
limbah kulit
kakao)
1:3 Coklat muda
(20 g : 60 g) (++)
3:1 Coklat
(60 g : 20 g) muda(+)
3:3 Coklat
(60 g : 60 g) muda(+++)
Hasil kertas dengan perbandingan 3:1 memilik warna yang lebih
putih, hal ini dikarenakan kertas lebih banyak tersusun dari bubur kertas
yang memiliki dasar warna putih. Sedangkan untuk perbandingan 1:3
memiliki warna coklat muda dan untuk perbandingan 3:3 memiliki
warna orange kekuningan.
4. Tekstur kertas
Tekstur kertas pada hasil pembuatan kertas memilik tingkat
kehalusan yang relatif sama pada masing-masing perbandingan, namun
pada perbandingan 1:3 memiliki permukaan yang paling halus, hal ini
dikarenakan lebih banyak tersusun oleh pulp kulit kakao yang mana
bubuk kakao memiliki tekstur yang lebih halus dari pada bubur kertas.
5. Uji tulis dan ketahanan hapus
Pada pengujian tulis hasil pembuatan kertas dapat digunakan untuk
menulis pada semua perbandingan. Pada perbandingan 3:1 paling baik
digunakan untuk menulis karena grafit pensil yang digunakan saat
menulis tidak tetrlihat menyebar, sedangkan untuk uji ketahan hapus
pada kertas dengan perbandingan 1:3 paling kuat dan tidak mengalami
kehancuran/pengelupasan karena pada perbandingan ini lebih banyak
mengandung pulp kulit kakao yang mana memiliki ketahanan yang lebih
kuat dengan serat-serat yang dimilikinya.
8. SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Dari percobaan dapat diketahui komposisi terbaik dari campuran bubur
kertas bekas dan pulp kulit kakao yaitu pada komposisi campuran 75% bubur
kertas bekas dan 25% kulit kakao, dimana pada komposisi tersebut memiliki
gramatur sebesar 631 gr.m-2, dan kadar air sebesar 4,89 % serta tingkat
kecerahan kertas yang paling tinggi dan tekstur yang halus, sehingga hasil
kertas dengan perbandingan kertas bekas:kulit kakao (3:1) adalah kertas
yang paling mendekati standart SNI 7274:2008.
2. Dari percobaan yang telah dilakukan kertas campuran pulp kulit kakao dan
bubur kertas bekas diklasifikasikan sebagai kertas jenis A yang dapat
digunakan sebagai wadah telur (egg tras).

Saran

1. Dilakukan uji daya tarik dan ketahanan sobek untuk menentukan kualitas
kertas dengan dibandingkan standar SNI.
2. Dilakukan pewarnaan kertas menggunakan TiO2 agar warna kertas lebih
putih dan menarik.

9. DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, M. H. (2011). Pengolahan Limbah Kertas Menjadi Pulp Sebagai Bahan
Pengemas Produk Agroindustri. Prosiding Seminar Nasional Avoer Ke-
3.
Daud, Z. K. (2013). Chemical Composition and Morphological of Cocoa Pod
Husk and Cassava Peels for Pulp and Paper production. Australian
Journal of Basic and Applied Sciences.
Gunawan, S. G. (2007). Farmakologi dan terapi. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Karmawati, E. M. (2010). Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Bogor: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.
Matsumoto, M. T. (2004). Inhibitory effects of cacao bean husk extract on
plaque formation in vitro and in vivo. Eur J Oral Sci.
Mita, N. (2015). Formulasi Krim dari Kulit buah Kakao (Theobroma cacao L.)
Berkhasiat Antioksidan. J Trop. Pharm. Chem, 12-21.
Nasrullah dan A. Ella. (1993). Limbah Pertanian dan Prospeknya Sebagai
Sumber Pakan Ternak di Sulawesi Selatan. Ujung Pandang.
Nisa, D. P. (2014). Pemanfaatan Selulosa dari Kulit Buah Kakao (Teobroma
Cacao L.) sebagai Bahan Baku Pembuatan CMC (Carboxymethyl
Cellulose). Jurnal Pangan dan Agroindustri, 2(3), 34-42.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. (2004). Panduan Lengkap
Budidaya Kakao. Depok: Agromedia Pustaka.
Soparjo. (2011). Performa Kambing yang Diberi Kulit Buah Kakao
Terfermentasi. Media Peternakan, 35-41.
Spillane, J. J. (1995). Komoditi Kakao: Peranannya dalam Perekonomian.
Yogyakarta: Kanisius.
Stephenson, N. J. (1950). Preparation and Treatment of Wood Pulp. New
York: Mc. Grow Hill Book Company.
Susanto, F. X. (1994). Tanaman Kakao: Budidaya dan Pengolahan Hasil.
Yogyakarta: Kanisius.
Yulianti, N. F. (2013). Aktivitas Antibakteri dan Bioautografi Fraksi Etil Asetat
Ekstak Aseton kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap
Streptococcus mutans dan Bacillus subtilis. Naskah Publikasi.
Edahwati, L., Susilowati, Harsini, T. 2011. Produksi Pektin dari Kulit Buah
Coklat (Theobroma cacao). Universitas Pembangunan Nasional,
Surabaya.
Vasquez, dkk., 1994. Amazonian Ethnobotanical Dictionary. Iquitos Peru:
CRC Press.
Andra, H cit Jayanudin, R. Hartono, dan N. H. Jamil. 2010. Pengaruh Waktu
Konsentrasi Pemutihan Serat Daun Nanas Menggunakan Hidrogen
Peroksida. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro. Semarang. 20: 1-6.
Kertesz, Z. I. 1951. The Pectin Substance. New York: Interscience Publishers.,
Inc.
Fuadi, A. M. dan Sulistya H. 2008. Pemutihan Pulp dengan Hidrogen
Peroksida. Reaktor. 12(2):123-128.

10. LAMPIRAN DOKUMENTASI PRAKTIKUM


Tahapan
No. Gambar Keterangan
Kegiatan
1. Preparasi Limbah Kulit kakao kering
Kulit Kakao dan hasil kulit kakao
yang sudah
dihaluskan lalu
diayak menggunakan
ayakan 150 mesh.
2. Proses Kulit kakao
Depektinasi dicampurkan dengan
larutan asam sitrat
kemudian diaduk
dan dipanaskan pada
suhu 80°C.

3. Proses Hasil kulit kakao


Delignifikasi ditambahkan larutan
alkohol 40% dan
dipanaskan dalam
suhu 80°C sampai
dilakukan
pengadukan.

4. Proses Bleaching Kulit kakao yang


telah dilakukan
proses delignifikasi
kemudian
ditambahkan H2O2
70 % pada
pemanasan suhu
40°C

5. Preparasi Kertas 500 gram kertas


Bekas bekas ditambah
dengan air
dihaluskan/
dihancurkan
menggunakan
blender hingga
menjadi bubur
kertas.
6. Proses Hasil pembuatan
Percampuran Dan kertas dari
Pencetakan percampuran kulit
Kertas kakao dan kertas
bekas.

7. Hasil Kertas dengan


perbandingan 1:3

Kertas dengan
perbandingan 3:1

Kertas dengan
perbandingan 3:3.

Anda mungkin juga menyukai