Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LATEKS

MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN


KOMODITI PERKEBUNAN HULU

Disusun oleh :

DINY AMBAR LESTARI / 151710101099


THP-C / Kelompok 2

Asisten :
1. Oriza Krisnata Wiwata
2. M. Dwi Nurcahyo
3. Qoimatul Fitriyah
4. Nurul Ummah Umaeroh
5. Wasilatul Imma

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet di dunia. Karet
adalah salah satu dari komoditi pertanian yang memegang peranan penting dalam
meningkatkan taraf hidup manusia serta menunjang perekonomian negara. Karet
juga merupakan batang pohon lurus yang tergolong dalam tanaman perkebunan
tahunan. Perkebunan karet yang ada di Indonesia baik dari perkebunan rakyat
maupun perkebunan besar yang turut serta menyumbangkan devisa bagi negara.
Di Indonesia untuk luas lahan karet yang dimiliki kini mencapai 2,7-3 juta
hektar.Karet yang dihasilkan dari perkebunan rakyat umummnya memiliki mutu
yang rendah dikarenakan pengolahan yang diterapkan masih sederhana dan alat
yang digunakan belum memadai. Sifat yang dimiliki karet yaitu elastis yang
berhubungan dengan plastisitas atau viskositas karet. Karet kini menjadi
kebutuhan yang cukup vital untuk penunjang kehidupan manusia dikarenakan
olahan karet dapat menjadi barang-barang yang dapat digunakan dan seiring
meningkatnya standar hidup manusia kini semakin meningkat pula kebutuhannya.
Menurut Djumart (2011) lateks merupakan suatu istilah yang digunakan
untuk menyatakan bagian dari pohon karet yang keluar saat penyadapan yaitu
getah yang berupa cairan koloid berwarna putih kekuningan. Lateks segar atau
getah kental akan membeku akibat terkena udara bebas. Pengolahan karet secara
umum meliputi penerimaan lateks, pengenceran lateks, pembekuan lateks,
penggilingan, pengeringan, serta sortasi dan pembungkusan. Pengambilan lateks
pada pohon karet dapat dilakukan dengan cara melukai kulit pohon sehingga
pohon akan memberikan respon yang menghasilkan lateks atau dapat disebut
dengan penyadapan. Penyadapan merupakan salah satu tindakan membuka
pembuluh lateks agar lateks yang terdapat di dalam tanaman dapat keluar.
Proses pengolahan lateks harus ditentukan kadar karet kering dalam lateks.
Konsentrasi lateks biasanya dinyatakan dengan kadar kering atau total padatan
yang terdapat pada lateks. Proses penentuan KKK (Kadar Karet Kering)
dilakukan sebelum proses lebih lanjut yang kemudian sebagai dasar proses
pengenceran lateks. Beberapa komponen– komponen yang terdapat dalam lateks
dapat mempengaruhi sifat lateks diantaranya protein, karbohidrat, dan ion-ion
logam. Karet alam banyak digunakan dalam industri dan umumnya alat-alat yang
dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam
usaha industri maka dari itu penting dilakukannya praktikum mengenai teknologi
pengolahan lateks ini untuk dapat mengetahui perhitungan KKK, pengenceran
dalam pembuatan karet sheet maupun pengaruh adanya zat pendadih serta lama
pemisahan pada sifat dari lateks pekat.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum sebagai berikut:
1. Untuk mengetahu cara perhitungan kadar karet kering (KKK) lateks segar
2. Untuk mengetahui pengenceran lateks pada pembuatan karet sheet
3. Untuk mengetahui penggaruh penambahan bahan pendadih dan lama
pemisahan terhadap sifat-sifat lateks pekat
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Karet (Hevea brasiliensis L.)


Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) merupakan tanaman perkebunan yang
bernilai ekonomis tinggi. Tanaman tahunan ini dapat disadap getah karetnya
pertama kali pada umur tahun ke-5. Dari getah tanaman karet (lateks) tersebut bisa
diolah menjadi lembaran karet (sheet), bongkahan (kotak), atau karet remah
(crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet. Kayu tanaman karet,
bila kebun karetnya hendak diremajakan, juga dapat digunakan untuk bahan
bangunan, misalnya untuk membuat rumah, furniture dan lain-lain. Karet yang
merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Latin, khususnya Brasil. Sebelum
dipopulerkan sebagai tanaman budidaya yang dikebunkan secara besar-besaran,
penduduk asli Amerika Selatan, Afrika, dan Asia sebenarnya telah memanfaatkan
beberapa jenis tanaman penghasil getah. Karet masuk ke Indonesia pada tahun
1864, mula-mula karet ditanam di kebun Raya Bogor sebagai tanaman koleksi.
Dari tanaman koleksi karet selanjutnya dikembangkan ke beberapa daerah sebagai
tanaman perkebunan komersial (Andoko dan Setiawan, 1997).
Tanaman karet termasuk dalam famili Euphorbiacea, disebut dengan nama
lain rambung, getah, gota, kejai ataupun havea. Klasifikasi tanaman karet adalah
sebagai berikut:
Devisio : Spermatophyta
Subdevisio : Angiospermae
Klas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Havea
Spesies : Havea brasiliensis
Sumber: Habibie, 2009
Lateks karet alam terdiri dari sistem koloid cis -1,4 poliisoprena yang
tersebar secara stabil dengan jumlah molekul yang tinggi dalam serum. Cis-1,4
poliisoprena ini banyak terdapat di Indonesia yaitu berasal dari pohon hevea
brasiliensis. Untuk jenis gutta percha yaitu tras -1,4 poli isoprena banyak tumbuh
di Malaysia dengan perbedaan konfigurasi dari hevea brasiliensis. Perbedaan
dimana untuk trans 1,4 poliisoprena yaitu molekul CH2 tidak sejajar dengan

molekul CH2 yang lain, tetapi sejajar dengan molekul CH3. Karet gutta percha ini

umumnya lebih kuat dan kurang elastis, digunakan untuk pembungkus kabel
listrik dan sebagai bahan baku untuk bola golf. Karet merupakan politerpena yang
disintesis secara alami melalui polimerisasi enzimatik isopentilpirofosfat.
Sesungguhnya isoprena merupakan produk degradasi utama karet, yang
diidentifikasi sebagaimana pada awal 1860-an. Rumus empiris karet adalah
C10H16 dan ini adalah polimer yang tinggi.
Produktivitas karet di Indonesia hanya 1,0 ton/ha, lebih rendah daripada
Malaysia (1,3 ton/ha) dan Thailand (1,9 ton/ha). Produksi karet di Indonesia,
Thailand, dan Malaysia berkontribusi 85% dari total produksi dunia. Pada tahun
2012 luas area perkebunan karet di Indonesia mencapai 3,462 juta hektar dengan
komposisi perkebunan rakyat sebanyak 2,937 juta hektar, perkebunan besar milik
Negara sebanyak 0,242 juta hektar, dan perkebunan besar swasta sebanyak 0,283
juta hektar (Ditjenbun 2012).
A. Akar
Akar pohon karet termasuk ke dalam akar tunggang yang dapat menghujam
tanah hingga kedalaman sekitar 1 – 2 meter. Akar lateralnya dapat menyebar
sejauh 10 m (Andoko dan Setiawan, 1997). Tangkai daun utamanya yaitu 3 –
20 cm. Daunnya berbentuk elips memanjang dengan ujung runcing atau
lancip, tepinya rata. Pada setiap tangkainya tumbuh sebanyak 3 helai daun
(Anwar,2001). Sistem perakaran tanaman karet yaitu sebagai berikut :
(1) Tanaman karet memiliki akar tunggang, akar lateral dan akar baru yang
lateral menyebar ke segala arah dimana perakaran hara vertikal sebagian
besar berada pada kedalaman 0-75 cm dari tanah.
(2) pada mulanya pertumbuhan akar hanya terbatas pada lingkungan yang
sempit disekitar pohon, pada tanaman dewasa akar cabang primer mulai
membentuk cabang pada jarak 50-150 cm dari pangkal.
(3) penyebaran perakaran hara pada tanaman berumur lebih dari 5 tahun
meningkat mulai jarak ± 60 cm dari pohon kearah ujung mencapai 300 cm
setelah itu mulai berkurang.
(4) pembentukan akar hara terjadi selama-lamanya membentuk tajuk baru dan
secara berangsur pembentukan akan menurun.
(5) pada umumnya akar tunggang tanaman karet mampu mencapai kedalaman
2 meter atau lebih, sedang perakaran lateralnya mampu menyebar sampai 20
meter atau lebih. Makin tiggi intensitas sifat-sifat tanah dalam membatasi
pertumbuhan dan perkembangan akar menyebabkan penyebaran akar makin
terbatas. Akibatnya ruang gerak dan jangkauan perakaran tanaman dalam
memperoleh unsur-unsur hara, air, dan udara menjadi terbatas dan pada
gilirannya pertumbuhan bagian atas tanaman terhambat dan produksinya
turun.
B. Kulit
Susunan anatomi kulit karet berperanan penting dengan produksi lateks dan
produktivitas pohon tidak terlepas dari sifat anatomi dari sifat-sifat yang
diturunkan oleh pohon karet itu sendiri. Keret mempunyai struktur anatomi
seperti tanaman dikotil lainnya, secara umum jaringan kulit karet tersusun
dan sel-sel parenchymatis yang diantaranya terdapat jaringan pengangkut
xilem dalam pohon, keduanya dipisahkan oleh kambium. Sesuai dengan umur
tanam, kulit dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:
(1) Kulit perawan (yang belum pernah disadap) yang terdiri dari kulit keras
dan kulit lunak. Kulit terdiri dari garis yang terletak pada bagian yang paling
luar dan bentuknya kasar dan bersisik.
(2) Kulit pilihan (yang sudah disadap) setelah disadap pembentukan
phelloderm relatif dibentuk lebih tebal dan secara langsung. Kadangkala
regenerasi kulit pilihan memakan waktu panjang.
C. Daun
Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang
tangkai daun utama 3-20 cm dan anak daun 3-10 cm. Biasanya ada tiga anak
daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak daun berbentuk eliptis
memanjang dan tepinya rata dengan ujung meruncing. Disamping itu juga
adanya interaksi antar hara dan perbedaan dari klon dimana titik optimum dan
titik kritis kadar hara daun yang hubungannya dengan pertumbuhan pohon
dan produksi yang maksimal harus ditetapkan
D. Biji dan Buah
Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas masing-masing ruang
berbentuk setengah bola. Jumlah ruang biasanya tiga, kadang-kadang sampai
enam ruang. Garis tengah buah 3-5 cm. Bila buah sudah masak maka akan
pecah dengan sendirinya. Pemecahan terjadi dengan kuat menurut ruang-
ruangnya. Pemecahan biji ini berhubungan dengan pengembangbiakan
tanaman karet secara alami. Biji-biji yang terlontar kadang-kadang sampai
jauh, akan tumbuh dalam lingkungan yang mendukung.
Biji karet merupakan hasil persarian dari alat persarian terdiri dari benang sari
dan putik. Biji yang dihasilkan dibedakan atas tiga jenis, yaitu biji illegitim,
legitim dan propalegitim. Biji illegitim merupakan biji yang dihasilkan dari
penyerbukan silang dimana bunga betinanya diketahui dengan pasti,
sedangkan bunga jantannya tidak diketahui. Biji legitim merupakan biji yang
diperoleh dari penyerbukan silang yang bunga betina dan jantannya diketahui
dengan pasti. Sedangkan biji propalegitim merupakan biji yang diproleh dari
penyerbukan silang dimana bunga betinanya diketahui, tetapi bunga
jantannya tidak pasti.
E. Bunga
Bunga pada tajuk dengan membentuk mahkota bunga pada setiap bagian
bunga yang tumbuh. Bunga berwarna putih, rontok bila sudah membuahi,
beserta tangkainya. Bunga terdiri dari serbuk sari dan putik (Maryadi. 2005).
Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh
dibawah lateks sintetis, tetapi sesungguhya karet alam belum dapat digantikan
oleh karet sintetis. Bagaimanapun, keunggulan yang dimiliki karet alam sulit
ditandingi oleh karet sintetis. Karet alam mempunyai kelebihan dibandingkan
dengan karet sintetis diantaranya adalah:
a. Memiliki daya elastis dan daya lenting yang sempurna
b. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah
c. Mempunyai daya aus yang tinggi
d. Tidak mudah panas (low heat built up)
e. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (goove cracking
resistance) (Tim Penulis Penebar Swadaya., 1998).
Walaupun demikian, karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap
berbagai zat kimia dan harganya cenderung bisa dipertahankan tetap
stabil.Pengiriman atau suplai karet sintetis dalam jumlah lebih jarang mengalami
kesulitan.Hal seperti ini sulit diharapkan dari karet alam.
Lateks adalah suatu sistem koloid yang terdapat partikel karet yang dilapisi
oleh protein dan fosfolipid yang terdispersi di dalam serum. Lateks terdiri dari
25-45% hidrokarbon karet selebihnya merupakan bahan-bahan bukan karet
(Zahara, 2005). Lateks merupakan cairan putih kekuningan hasil dari penyadapan
kulit tanaman karet yang digunakan sebagai bahan baku olahan karet.
Menurut Zuhra (2006), komposisi lateks Hevea Brasiliensis dapat dilihat
jika lateks disentrifugasi dengan kecepatan 18.000 rpm, yang hasilnya adalah
sebagai berikut :
1. Fraksi lateks (37%) : karet (isoprene), protein, lipida dan ion logam
2. Fraksi Frey Wissling (1-3%) : karotenoid, lipida, air, karbohidrat, protein dan
turunannya.
3. Fraksi serum (48%) : senyawaan nitrogen, asam nukleat, dan nukleotida,
senyawa organik, ion anorganik dan logam.
4. Fraksi dasar (14%) : air, protein dan senyawa nitrogen, karet dan karatenoid,
lipida dan ion logam .
Komposisi kimia lateks segar dari kebun dan lateks kering disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Komponen kimia lateks segar dan lateks kering
No. Komponen kimia Lateks segar (%) Lateks kering (%)
1 Karet hidrokarbon 36 92-94
2 Protein 1,4 2,5 – 3,5
3 Karbohidrat 1,6 -
4 Lipida 1,6 2,5 – 3,2
5 Persenyawaan organik lain 0,4 -
6 Persenyawaan anorganik 0,6 0,1 – 0,5
7 Air 58,5 0,3 – 1,0
Sumber: Surya (2006)

2.2 Fungsi Bahan


2.2.1 Asam Format
Asam formiat atau asam metanoat yang juga dikenal sebagai asam semut
adalah senyawa organik yang mengandung gugus karboksil (-CO2H) dan
merupakan bagian dari senyawa asam karboksilat. Asam formiat ini pertama kali
diperoleh oleh ahli kimia pada abad pertengahan melalui proses penyulingan
semut merah dengan rumus molekul HCOOH. Sifat dari asam formiat ini adalah
mudah terbakar, tidak berwarna, berbau tajam/menusuk dan mempunyai sifat
korosif yang cukup tinggi. Asam formiat ini mudah larut dalam air dan beberapa
pelarut organik, tetapi sedikit larut dalam benzene, karbon tetraklorida dan
toluene, serta tidak larut dalam dalam karbon alifatik. Asam formiat mempunyai
bobot molekul 46,03 g/mol dan merupakan asam paling kuat dari deretan gugus
asam karboksilat serta berfungsi sebagai reduktor. Asam formiat dalam keadaan
murninya mempunyai titik leleh 8°C, titik didih 101°C, dan rapatan sebesar 1,2
g/ml pada suhu 20°C, secara ideal struktur karbonil senyawa asam formiat
mencerminkan ikatan hydrogen yang kuat antara molekul-molekul asam
karboksilat (kira-kira 10 kkal/mol untuk 2 ikatan hydrogen), maka asam
karboksilat ini sering dijumpai dalam bentuk dimer asam karboksilat / bahkan
dalam fasa uap (Setiawan, 2007).
Kata formiat berasal dari nama sejenis semut merah “formica rufa” yang
dapat mengeluarkan asam dan terbentuk sebagai asam bebas. Asam ini banyak
dijumpai pada beberapa jenis tumbuhan, pada bulu-bulu jelatang dan hasil dari
fermentasi bakteri pada karbohidrat. Beberapa ilmuwan melakukan penelitian
yang berhubungan dengan Asam formiat dari semut tersebut. Brunfles pada
permulaan abad ke-16 menyelidiki uap dari semut gunung penyebab warna merah
dari tumbuh-tumbuhan. Et-Muller pada tahun 1684 telah mendistilasi sejumlah
semut gunung yang menghasilkan suatu “acid spirit” yang dapat merusak besi.
Fisher mendistilasi sejumlah semut dengan air dan ditemukan pada larutan
distilatnya suatu asam menyerupai “spirit of vinegar”. Pada umumnya, Asam
formiat yang dijual dipasaran mempunyai kadar 85% dan 90% sedangkan dalam
bentuk anhidrat tersedia dalam jumlah bebas. Asam formiat banyak digunakan
untuk koagulan karet, conditioner pada pencelupan tekstil, industri kulit serta
sintesa bahan-bahan farmasi dan bahan kimia lain.
a. Sifat Fisika
Asam Formiat Asam semut atau asam formiat atau asam metanoat, yang
memiliki rumus molekul HCOOH, merupakan turunan pertama Asam
karboksilat yang paling kuat dengan gugus molekul yang paling pendek
dibandingkan dengan asam karboksilat yang lain. Asam formiat termasuk
dalam katagori asam organik lemah, tapi bersifat sangat korosif, tidak
berwarna, mempunyai bau yang menyengat, dapat menyebabkan iritasi
pada mata, hidung, tenggorokan dan dapat melepuhkan kulit. Asam
formiat dapat melarut sempurna dengan air, aseton,eter, etil asetat,
metanol, etanol, dan gliserin. Asam ini dapat membentuk azeotrop dengan
air pada kandungan asam formiat 67% berat (0,1 bar), 78% berat (1 bar),
dan 84% berat (3 bar). Campuran asam formiat dan air memiliki titik
eutektik yang membeku pada suhu 48,5oC dibawah nol dengan komposisi
70% berat asam formiat.
b. Sifat Kimia
Asam Formiat Asam formiat dapat bercampur sempurna dengan air dan
sedikit larut dalam benzene, karbon tetra klorida, toluene dan tidak larut
dalam hidrokarbon alifatik seperti heptana dan oktana. Asam formiat dapat
melarutkan nilon, poliamida tetapi tidak melarutkan Poli Vinil Chlorida
(PVC). Campuran Asam formiat dan air membentuk campuran azeotrop
(yaitu campuran larutan yang mempunyai titik didih mendekati titik beku)
dengan kandungan maksimum Asam formiat 77,5 % pada tekanan
atmosfer. Asam formiat akan terdekomposisi menjadi Karbon dioksida dan
air pada temperatur 100°C atau dalam temperatur kamar bila ditambahkan
katalis Palladium. Asam formiat terhidrasi oleh Asam sulfat pekat dan
menghasilkan Karbon monoksida dan air. Reaksi – reaksi lain yang terjadi
pada Asam formiat adalah :
1. Bereaksi dengan Asetilen membentuk Vinil formiat.
2. Dekomposisi Pada temperatur 200oC, asam formiat terdekomposisi
menjadi karbon monoksida dan air dengan katalis Alumina. Reaksinya :
HCOOH Al2O3,T : 200°C CO + H2O
3. Bereaksi dengan Keton dan Amina menjadi Amina primer.
Asam formiat memiliki banyak kegunaan dan digunakan pada berbagai
macam industri dan reaksi- reaksi. Salah satu industri yang sering menggunakan
asam formiat adalah industri karet. Dalam industri karet, asam formiat digunakan
sebagai bahan koagulan untuk meng-koagulasi karet dari lateks. Kualitas karet
yang dihasilkan dengan asam formiat lebih baik dibandingkan dengan jenis
koagulan lainnya. Industri lain yang menggunakan asam formiat adalah industri
tekstil dan kulit. Pada indi=ustri tekstil, asam formiat digunakan untuk mengatur
pH pada proses pemutihan, pencelupan/ pewarnaan. Asam formiat merupakan
asam yang lebih kuat dari asam asetat sehingga menghasilkan produk yang lebih
baik. Pada industri kulit, asam formiat digunakan dalam proses penyamakan kulit
yaitu sebagai bahan pembersih zat kapur dan pengatur pH saat pencelupan. Asam
formiat digunakan untuk menetralkan kapur (deliming) agar kulit menjadi lebih
besar dan padat. Asam formiat merupakan bahan yang mudah menguap sehingga
tidak akan tertinggal pada serat kulit. Asam formiat juga sering digunakan pada
peternakan. Pada peternakan, asam formiat untuk mengawetkan membunuh
bakteri yang terdapat pada makanan ternak. Apabila disemprotkan pada jerami,
asam formiat dapat menahan proses pembusukan dan membuat makanan ternak
dapat mempertahankan nutrisinya lebih lama. Kegunaan-kegunaan lain dari asam
formiat adalah sebagai berikut:
a. Reagen pada reaksi kimia organik, sebagai sumber gugus formil dan ion
hidrogen.
b. Cleaning / disinfection, sebagai bahan produk pembersih komersial dan
disinfektan tong kayu untuk membuat anggur atau bir.
c. Membersihkan logam asam (industri electroplating)
d. Desulfurisasi flue gas, digunakan dalam proses desulfurisasi SHU (Saarberg-
Hoelter-Umwelttlechnik)
e. Sebagai bahan baku dalam industri farmasi
f. Sebagai bahan aditif pada pengeboran minyak
Asam format (nama sistematis: asam metanoat) adalah yang paling
sederhana. Asam format secara alami terdapat pada antara lain dan. Asam format
juga merupakan senyawa (senyawa antara) yang penting dalam banyak Rumus
kimia asam format dapat dituliskan sebagai OH atau CH2O2.
Di alam, asam format ditemukan pada sengatan dan gigitan
banyak dari misalnya lebah dan semut. Asam format juga merupakan hasil
pembakaran yang signifikan dari yaitu pembakaran yang tercampur air), jika
dicampurkan dengan asam format berasal dari kata yang berarti semut. Pada
awalnya, senyawa ini di melalui semut. Senyawa kimia turunan asam format,
misalnya kelompok dan format memiliki rumus kimia HCOO−. Pemakaian asam
formiat didalam negeri terutama untuk :
1. Koagulasi karet alam
Sebagai koagulan aid yang akan menghasilkan kualitas karet yang lebih
baik.
2. Conditioner Pada Proses Pencelupan Tekstil
Digunakan sebagai bahan kimia pembantu dalam proses pencelupan atau
pewarnaan anti kusut dan anti ciut.
3. Conditioner Pada Proses Penyamakan Kulit
Digunakan dalam proses pembersihan, penghilangan zat kapur dan
pewarnaan kulit.
4. Silase
Untuk pencampuran pada makanan ternak.
2.2.2 Asam Asetat
Nama asam asetat berasal dari kata Latin asetum, “vinegar”. Asam asetat,
asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang
merupakan asam karboksilat yang paling penting di perdagangan, industri, dan
laboraturium dan dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.
Asam cuka memiliki rumus kimia CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H.
Bentuk murni dari asam asetat ialah asam asetat glacial. Asam asetat glasial
mempunyai ciri-ciri tidak berwarna, mudah terbakar (titik beku 17°C dan titik
didih 118°C) dengan bau menyengat, dapat bercampur dengan air dan banyak
pelarut organik. Dalam bentuk cair atau uap, asam asetat glacial sangat korosif
terhadap kulit dan jaringan lain suatu molekul asam asetat mengandung gugus –
OH dan dengan sendirinya dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air. Karena
adanya ikatan hidrogen ini, maka asam asetat yang mengandung atom karbon satu
sampai empat dan dapat bercampur dengan air (Hewitt, 2003). Asam asetat
merupakan asam lemah yang terionisasi sebagian dalam air, walaupun demikian,
keasaman asam asetat tetap lebih tinggi dibanding dengan keasaman air (Kohar,
2004).
Asam asetat atau lebih di kenal sebagai asam cuka (CH3COOH) adalah
suatu senyawa berbentuk cairan, tak berwarna, berbau menyengat, memiliki rasa
asam yang tajam dan larut di dalam air, alkohol, gliserol, dan eter. Pada tekanan
asmosferik, titik didihnya 118,1°C. Asam asetat mempunyai aplikasi yang sangat
luas di bidang industri dan pangan. Di Indonesia, kebutuhan asam asetat masih
harus di import, sehingga perlu di usahakan kemandirian dalam penyediaan bahan
(Hardoyono, 2007).
Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang
penting untuk menghasilkan berbagai senyawa kimia. Asam asetat digunakan
dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil
asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Asam asetat digunakan sebagai
pengatur keasaman dalam industri makanan. Asam asetat encer juga sering
digunakan sebagai pelunak air di rumah tangga. Penggunaan asam asetat lainnya,
termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil (Setiawan, 2007).
Asam asetat digunakan untuk rumah tangga, industri dan kesehatan yaitu sebagai
berikut :
a. Bahan penyedap rasa pada makanan
b. Bahan pengawet untuk beberapa jenis makanan dan merupakan pengawet
makanan secara tradisional. Daya pengawet disebabkan karena kandungan asam
asetatnya sebanyak 0,1 % asam asetat dapat menghambat pertumbuhan bakteri
spora penyebab keracunan makanan.
c. Pembuatan obat-obatan (Aspirin).
d. Bahan dasar pembuatan anhidrida asam asetat yang sangat penting diperlukan
untuk asetilasi terutama di dalam pembuatan selulosa asetat.
e. Bahan dasar untuk pembuatan banyak persenyawaan lain seperti asetil klorida.
f. Di bidang industri karet (menggumpalkan karet).
g. 0,3 % asam asetat dapat mencegah pertumbuhan kapang penghasil mikotoksin
a. Sifat Kimia
Beberapa anggota awal dari deret asam karboksilat yakni asam asetat
berwujud cairan tidak berwarna dengan bau tajam. Asam asetat yang
menyusun sekitar 4-5% cuka, memberi ciri bau dan cita rasanya. Asam
karboksilat tergolong polar dan dapat membentuk ikatan hidrogen dengan
sesamanya atau dengan molekul 5 lain. Jadi asam karboksilat seperti asam
asetat memiliki titik didih tinggi untuk bobot molekulnya.Asam karboksilat
seperti asam asetat mengurai di dalam air, menghasilkan anion karboksilat
dan ion hidronium. Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH)
dalam asam karboksilat seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H+
(proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat adalah asam lemah
monoprotik basa konjugasinya adalah asetat (CH3COO−). Asam asetat
adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol. Asam
asetat bercampur dengan mudah dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya
seperti air, kloroform dan heksana. Asam asetat mudah menguap di udara
terbuka, mudah terbakar, dan dapat menyebabkan korosif pada logam.
Asam asetat jika di reaksikan dengan karbonat akan menghasilkan karbon
dioksida. Penetapan kadar asam asetat biasanya menggunakan basa natrium
hidroksida, dimana 1 ml natrium hidroksida 1 N setara dengan 60,05 mg
CH3COOH.
b. Sifat Fisika
Sifat fisika dari asam asetat adalah bentuk cairan jernih, tidak berwarna,
berbau menyengat, pH asam, memiliki rasa asam yang sangat
tajam,mempunyai titik beku 16,6°C, titik didih 118,1°C dan larut dalam air,
alkohol, dan eter. Asam asetat di buat dengan fermentasi alkohol oleh
bakteri Acetobacter. Pembuatan dengan cara ini bisa digunakan dalam
pembuatan cuka. Asam asetat mempunyai rumus molekul CH3COOH dan
bobot molekul 60,05.
2.2.3 Amoniak
Amonia merupakan salah satu pengemulsi yang paling banyak digunakan
karena desinfektan sehingga dapat membunuh bakteri, bersifat basa sehingga
dapat mempertahankan atau menaikkan pH lateks pekat, dan mengurangi
konsentrasi logam. Selain sebagai zan antikoagulan, amonia berfungsi sebagai
desinfektan. Bersifat basa sehingga dapat mempertahankan/menaikkan pH lateks
kebun. Mengurangi konsentrasi logam. Untuk lateks yang akan diolah menjadi
crepe tidak boleh diberi amonia secara berlebihan karena akan berpengaruh
terhadap warna crepe. Dosis: 5 – 10 ml larutan amonia 2,5% untuk setiap liter
lateks. Amonia adalah gas tajam yang tidak berwarna dengan ttik didih -33,5 0C.
Cairannya mempunyai panas penguapan yang bebas yaitu 1,37 kJ/g pada titik
didihnya dan dapat ditangani dengan peralatan laboratorium yang biasa. Cairan
NH3 mirip air dalam perilaku fisikanya, bergabung dengan sangat kuat melalui
ikatan hidrogen. Tetapan dielektriknya ~22 pada -34 0C kira-kira 81 untuk H2O
pada 25 0cukup tinggi untuk membuatnya sebagai pelarut pengion yang baik
(Cotton dan Wilkinson, 1997)
Amonia dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Ion
amonium adalah bentuk transisi dari amonia. Amonia banyak digunakan dalam
proses produksi urea, industri bahan kimia, serta industri bubur kertas dan kertas
(pulp dan paper). Tinja dari biota akuatik yang merupakan limbah aktivitas
metabolisme juga banyak mengeluarkan amonia. Sumber amonia yang lain adalah
reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah
industri, dan domestik. Diperairan alami, pada suhu dan tekanan normal amonia
berada dalam bentuk gas dan membentuk kesetimbangan dengan ion amonium.
Selain terdapat dalam bentuk gas, amonia membentuk kompleks dengan beberapa
ion logam. Amonia juga dapat terserap kedalam bahan-bahan tersuspensi dan
koloid sehingga mengendap di dasar perairan. Amonia di perairan dapat
menghilang melalui proses volatilisasi karena tekanan parsial amonia dalam
larutan meningkat dengan semakin meningkatnya pH.
Amonia yang terukur di perairan berupa amonia total (NH3 dan NH4+).
Amonia bebas tidak dapat terionisasi (amoniak), sedangkan amonium (NH4+)
dapat terionisasi. Persentase amoniak meningkat dengan meningkatnya nilai pH
dan suhu perairan. Pada pH 7 atau kurang , sebagian besar amonia akan
mengalami ionisasi. Sebaliknya, pada pH lebih besar dari 7, amonia tak terionisasi
yang bersifat toksik terdapat dalam jumlah yang lebih banyak. Amonia bebas
yang tak terionisasi bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Toksisitas
amoniak terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan kadar
oksigen terlarut, pH dan suhu (Effendi, 2003)
2.2.4 CMC
Carboxy Methyl Cellulose adalah turunan dari selulosa dan sering dipakai
dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi CMC yang
terpenting adalah sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel, sebagai
pengemulsi dan dalam beberapa hal dapat meratakan penyebaran antibiotik
(Winarno, 1997).
Emulsifier memiliki kemampuan untuk menyatukan dua jenis bahan yang
tidak saling melarut karena molekulnya terdiri dari gugus hidrofilik dan lipofilik
sekaligus. Gugus hidrofilik mampu berikatan dengan air atau bahan lain yang
bersifat polar, sedangkan gugus lipofilik mampu berikatan dengan minyak atau
bahan lain yang bersifat non polar (Suryani et al., 2002). Karboksi metil selulosa
memiliki sifat higroskopis, mudah larut dalam air, dan membentuk larutan koloid.
Sebagai pengemulsi, CMC sangat baik digunakan untuk memperbaiki
penampakkan tekstur dari produk berkadar gula tinggi. Sebagai pengental, CMC
mampu mengikat air sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam struktur
gel yang dibentuk oleh CMC.
Penambahan bahan pengental ke dalam bahan pangan dapat meningkatkan
sifat hidrofilik protein dan sifat lipofilik dari lemak sehingga air yang diserap
protein menjadi lebih banyak. Pengikatan air oleh protein menyebabkan tekstur
bahan pangan menjadi lebih lembut dan sifat lipofilik dari lemak menyebabkan
lemak terdispersi secara merata ke dalam bahan pangan sehingga tekstur menjadi
lebih seragam (Winarno, 2004).
Na-CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir Na-CMC yang
bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air yang
sebelumnya berada di luar granula yang bebas bergerak, tidak dapat bergerak lagi
dengan bebas sehingga larutan menjadi stabil dan terjadi peningkatan viskositas.
Hal ini menyebabkan partikel-partikel terperangkap dalam sistem tersebut dan
memperlambat proses pengendapan karena adanya pengaruh gaya gravitasi
(Fennema et al, 1998). CMC akan meningkatkan kekentalan sehingga partikel-
partikel minyak sulit bergabung dengan yang lainnya. Partikel minyak yang stabil
dan sulit bergabung akan mengakibatkan stabilitas emulsi dapat terjaga dengan
baik (Kipdiyah, 2010).

Gambar 1. Struktur kimia CMC (Stephen et al, 2006)

2.3 Proses Pengolahan dan Produk Hulu Lateks


Karet alam diperoleh dengan cara penyadapan pohon Hevea Brasiliensis,
karet alam memiliki berbagai keunggulan dibanding karet sintetik, terutama dalam
hal elastisitas, daya redam getaran, sifat lekuk lentur (flex-cracking) dan umur
kelelahan (fatigue). Karet alam diproduksi dalam berbagai jenis, yakni lateks
pekat, RSS (Ribbed Smoked Sheet) dan Crepe.
2.3.1 Lateks Pekat
Lateks pekat (concentrated latex) merupakan bahan baku pembuatan
benang karet. Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak
berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual di pasaran ada
yang dibuat melalui proses pemusingan. Biasanya lateks pekat banyak digunakan
untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi
misalnyaseperti kondom, sarung tangan medis, lem karet, selang transparan, karet
busa dan barang jadi lateks lainnya. Dalam mempoduksi lateks pekat dapat
ditempuh beberapa cara, yakni secara pemusingan (sentrifugasi), pendadihan
(creaming), penguapan dan elektrodekantasi (Handoko, 2002). Pengolahan lateks
pekat dapat diperoleh dengan beberapa metode yaitu sebagai berikut:
a. Metode Sentrifugasi
Mertode sentrifugasi dilakukan dengan sentrifuge berkecepatan 6000-7000
rpm. Lateks yang dimasukkan pada alat sentrifugasi (separator) akan
mengalami pemutaran yaitu gaya sentripetal dan gaya sentrifugal. Prinsip
pemekatan lateks dengan cara sentrifugasi yaitu berdasarkan perbedaan
berat jenis antara partikel karet dan serum. Gaya sentrifugal jauh lebih besar
daripada percepatan gaya berat dan gerak brown. Sehingga dapat terjadi
terpisah antara partikel karet dan serum karena adanya gaya sentrifugal yang
lebih besar dibanding percepatan gravitasi bumi. Serum yang mempunyai
berat jenis lebih besar dari partikel karet cenderung naik ke permukaan
sedangakan serum yang memiliki berat jenis lebh kecil cenderung berada
dibawahnya. Lateks pekat hasil dari kumpulan karet yang berada pada
sentrifugasi dengan mengandung karet kering sebesar 60%, sedangkan
lateks skim dihasilkan dari kumpulan serum yang keluar dari alat
sentrifugasi karena bagian serum yang memiliki rapat jenis besar akan
terlempar. Pada lateks skimnya mengandung karet kering antara 3-8%
dengan rapat jenis sekitar 1,02 g/cm3 (Handoko, 2002).
b. Metode Pendadihan
Metode pendadihan merupakan metode yang bisa dilakukan dalam
pemekatan lateks. Pada metode ini memerlukan bahan pendadih, seperti
natrium atau amonium alginat, gum tragacant, methyl cellulosa, carboxy
methylcellulosa, dan tepung iles-iles. Mutu lateks yang dihasilkan
ditentukan berdasarkan esifikasi menurut ASTM dan SNI. Bahan lateks
kebun yang telah dibubuhi dengan bahan pendadih seperti natrium atau
amonium alginat, gum tragacant, methyl cellulosa, carboxy methylcellulosa,
dan tepung iles-iles. Kemudian, bahan pendadih tersebut dimasukkan ke
dalam tangki pendadihan. Adanya bahan pendadih tersebut menyebabkan
partikel-partikel karet akan membentuk rantai-rantai menjadi butiran yang
garis tengahnya lebih besar. Perbedaan rapat jenis antara butir karet dan
serum menyebabkan partikel karet yang mempunyai rapat jenis lebih kecil
dari serum akan bergerak ke atas untuk membentuk lapisan, sedangkan
dengan yang di bawah yaitu serum.
c. Metode Evaporasi
Dalam proses pemekatan lateks pekat dapat dilakukan dengan cara metode
dekantasi listrik. Pemekatan lateks dilakukan dengan cara memasukkan
logam elektroda yaitu positif dan negatif ke dalam lateks kebun yang
ditempatkan dalam suatu tabung, karena butir-butir karet bermuatan negatif
maka butir-butir karet akan mengalir ke kutub positif dan mengumpul
disekelilingnya. Dengan caratersebut maka terpisahlah lateks kebun menjadi
2 bagian yaitu kutub positif terdapat lateks pekat sedangkan kutub negatif
adalah serumnya. Untuk memudahkan pengambilannya atau pemisahannya
maka pada tabung dipasang alat untuk mengalirkan lateks pekat atau
serumnya biasanya berupa klep pada salah satu sisi yang berguna sebagai
alat untuk memisahkan lateks dengan serumnya supaya tidak tercampur.
d. Metode Elektrodekantasi
Maksud dari penguapan ini adalah untuk mengurangi kadar air dari lateks
kebun dengan cara pemanasan. Lateks pekat yang diperoleh ini kadar karet
keringnya antara 70-75% dan masih mengandung bahan bukan karet.
Prinsipnya yaitu mengurangi kadar air pada bahan. Menurut Praptiningsih
(1999), evaporasi adalah proses pengentalan larutan dengan cara
mendidihkan atau menguapkan pelarut. Di dalam pengolahan hasil pertanian
proses evaporasi bertujuan untuk, meningkatkan larutan sebelum proses
lebih lanjut, memperkecil volume larutan, menurunkan aktivitas air Aw.
Proses pengurangan kadar air dalam bahan dapat meliputi evaporasi dan
pengeringan. Evaporasi ditujukan untuk mendapatkan massa yang lebih
pekat dengan jalan menguapkan sebagian air yang yang ada pada massa air.
Maka secara umum, evaporasi dapat didefinisikan sebagai proses
pengentalan larutan dengan cara mendidihkan atau menguapkan pelarut. Di
dalam pengolahan hasil pertanian proses evaporasi bertujuan untuk :
1. Meningkatkan konsentrasi atau viskositas larutan sebelum diproses lebih
lanjut. Sebagai contoh pada pengolahan gula diperlukan proses pengentalan
nira tebu sebelum proses kristalisasi, spray drying, drum drying dan lainnya
2. Memperkecil volume larutan sehingga dapat menghemat biaya pengepakan,
penyimpanan dan transportasi.
3. Menurunkan aktivitas air dengan cara meningkatkan konsentrasi solid
terlarut sehingga bahan menjadi awet misalnya pada pembuatan susukental
manis (Handoko, 2002).
2.3.2 RSS (Ribbed Smoked Sheet)
Ribbed Smoke Sheet (RSS) merupakan salah satu jenis produk karet olahan
dari getah tanaman karet Hevea brasiliensis yang diperoleh secara perkebunan
maupun perorangan (Khimah et al., 2013). Produk olahan tanaman karet ini
memiliki banyak kegunaan dalam pasar industri sebagai bahan baku pembuatan
industri otomotif dan ban. Di tingkat dunia, Thailand, Indonesia, dan Malaysia
merupakan pengekspor karet terbesar di dunia. Indonesia memiliki kecenderungan
pengeksporan karet ke negara Amerika Serikat. Ribbed Smoked Sheet (RSS)
adalah adalah produk yang berasal dari lateks tanaman karet Hevea brasiliensis
yang diolah secara mekanis dan kimiawi dengan pengeringan menggunakan
rumah asap serta mutunya memenuhi standard The Green Book dan konsisten.
Prinsip pengolahan jenis karet ini adalah mengubah lateks segar menjadi
lembaran-lembaran melalui proses penyaringan, pengenceran, pembekuan,
penggilingan, pengasapan dan sortasi.
Pengolahan karet secara umum meliputi penerimaan lateks, pengenceran
lateks, pembekuan lateks, penggilingan, pengeringan, serta sortasi dan
pembungkusan. Lateks merupakan cairan yang berwarna putih atau putih
kekuning-kuningan yang terdiri atas partikel karet dan non karet yang terdispersi
di dalam air. tahap pengolahan karet Ribbed Smoked Sheet (RSS) menurut
Sucahyo (2010), adalah sebagai berikut:
1. Penerimaan lateks
Lateks hasil penyadapan yang berasal dari berbagai bagian kebun diangkut
dengan tangki yang ditarik truk ke pabrik. Dipabrik lateks diterima dan di
campur dalam bak penerimaan. lateks yang dimasukan ke dalam bak
penerimaan harus disaring terlebih dahulu untuk mencegah aliran lateks
yang terlalu deras dan terbawanya lump atau kotoran lainnya.
2. Pengenceran lateks
Pengenceran lateks atau memperlemah kadar karet adalah menurunkan
kadar karet yang terkandung dalam lateks sampai diperoleh kadar karet
yang terkandung dalam lateks sampai diperoleh kadar karet baku sesuai
dengan yang diperlukan dalam pembuatan sheet, yaitu sebesar 13%, 15%,
16%, atau 20% sesuai dengan kondisi dan peralatan setempat.
3. Pembekuan lateks
Pembekuan atau koagulasi bertujuan untuk mempersatukan butir butir karet
yang terdapat dalam cairan lateks, supaya menjadi satu gumpalan atau
koagulum. Untuk membuat koagulum ini lateks pelu dibubuhi obat
pembeku (koagulan) seperti asam semut atau asam cuka. Menurut
penelitian, terjadinya poses koagulasi adalah karena terjadinya penurunan
pH. Lateks segar yang diperoleh dari hasil sadapan mempunyai pH 6,5.
supaya tidak terjadi pengumpalan, pH yangmendekati netral tersebut harus
diturunkan sampai 4,7. Pada kemasaman ini tercapai titik isoelektris atau
keseimbangan muatan listrik pada permukaan pertikel pertikel karet,
sehingga partikel partikel karet tersebut dapat menggumpal menjadi satu.
Penurunan pH ini terjadi dengan membubuhi asam semut 1% atau asam
cuka 2% ke dalam lateks yang telah diencerkan.
4. Penggilingan
Koagulum yang didapatkan dari lateks tersebut di ambil dan digiling dengan
mesin penggiling manual atau otomatis. Mesin penggiling tersebut terdiri
dari mesin penggiling halus dan mesin penggiling cetakan. Tujuan dari
gilingan ini adalah mengubah koagulum menjadi lembaran lembaran yang
mempunyai lebar,panjang dan tebal tertentu serta untuk mengeluarkan
serum yang terdapat di dalam koagulum
5. Pengeringan
Lembaran-lembaran yang dihasilkan dari mesin penggiling selanjutnya akan
dikeringkan dengan cara dijemur pada selayan di pabrik. Pengeringan dapat
dilakukan dengan menggunakan kayu bakar dan panas. Pengeringan
bertujuan untuk mengawetkan sheet yang dapat mencegah tumbuhnya
mikroorganisme karena asap mengandung fenol dan memberikan warna
coklat muda dengan asap sehingga meningkatkan mutunya. Pengaturan
sirkulasi udara dan jumlah asap perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil
pengeringan yang optimal.
6. Sortasi dan Pembungkusan
Setelah diasap dan dikeringkan selanjutnya sheet dapat dipilih berdasarkan
beberapa macam kriteria mutu tertentu. Kegiatan sortasi ini biasanya
dilakukan di atas meja sortasi kaca berwarna putih susu. Menurut Djumarti
(2011) dasar penentuan mutu RSS secara visual dan organoleptik yaitu
jumlah kapang, keseragaman warna, noda oleh benda asing (kebersihan),
gelembung udara, kekeringan, berat antara 1-1,5 kg per lembar, tebal sheet
2,5-3,5 mm dan lebarnya 4,5 mm.
2.3.3 Crepe
Karet crepe merupakan lateks kebun yang telah melalui pengolahan menjadi
lembaran-lembaran tipis. Pengolahan karet crepe diawali dengan proses
penyaringan, pengenceran, pembekuan, penggilingan dan pengeringan pada lateks
segar yang berasal dari perkebunan. Pengolahan crepe memilikiperbedaan dengan
pengolahan sheet erletk yaitu pada tahap penggelingan dan pengeringan. Tahapan
pengolahan crepe adalah sebagai berikut :
a. Penyaringan dan pengenceran lateks
Lateks segar yang berasal dari perkebunan karet akan dikumpulkan terlebih
dahulu sebelum diproses menjadi karet crepe. Lateks segar akan disaring
pada tempat pengolahan dan dilakukan beberapa kali sehingga lateks yang
diperoleh memiliki kualitas baik dan bersih. Bahan baku dalam pembuatan
crepe membutuhkan lateks yang memiliki tingkat kebersihan tinggi dan
kualitas yang baik. Proses selanjutnya pada lateks yaitu pengenceran.
Sebelum lateks diencerkan, lateks sudah mengalami pencampuran.
Setyamidjaja (1997 ) menyatakan bahwa, pencampuran harus dilakukan
sangat teliti dengan menggunakan tiga buah saringan. Buih-buih atau busa
yang muncul pada permukaan larutan diharuskan untuk dibuang.
Pembuangan harus dilakukan hati-hati karena pembuangan buih yang tidak
baik akan meyebabkan timbulnya garis-garis pada crepe yang sudah
kering.Buih yang sudah dihilangkan dapat kembali diproses menjadi off
crepe. Setelah pencampuran akan dilakukan pengenceran air, air yang
digunakan yaitu KKK 20%.
b. Pembekuan lateks
Pembekuan lateks dilakukan setelah lateks mengalami pengenceran.Pada
pengolahan krep bila keadaan tidak memungkinkan karena jarak antara
kebun ke pabrik terlalu jauh dan kemungkinan terjadi kerusakan pada saat
pengangkutan maka pembekuan lateks dapat dilakukan di kebun.
Pembekuan lateks dilakukan menggunakan natrium bisulfit.Setelah lateks
diencerkan sampai mencapai kadar karet baku 20% ditambahakan larutan
obat pemutih Natrium-bisulfit 5% sesuai dengan kebutuhan. Obat pembeku
ditambahkan sebanyak 20cc asam semut 2,5% atau asam cuka 5% dan
diaduk secara perlahan-lahan. Menurut Safitri (2010) asam format atau
asam semut ditambahkan dalam lateks yang dibekukan, bisa juga
menggunakan asam asetat. Bila menggunakan asam format sebagai
pembeku, dosisnya adalah 0.5-0.7 ml per liter lateks. Sedangkan dosis asam
asetat 1-1.4 ml untuk setiap liter lateks. Asam pembeku ini diberikan ke
lateks segera setelah natrium bisulfit diberikan. Karet crepe yang dibekukan
dalam tangki/bak koagulasi harus ditutup agar crepe tidak tercampur
kotoran. Untuk mencegah proses oksidasi yang menyebabkan warna ungu
pada crepe, ditambahkan air bersih atau larutan natrium bisulfit 1% hingga
airnya melebihi pemukaan lateks. Pemberian bisulfit juga dapat
menghindari atau mengurangi warnakuning pada lateks.
c. Penggilingan
Koagulum yang diperoleh dari bak pembekuan dapat berbentuk bongkah-
bongkah dalam ukuran tertentu sehingga perlu dilakukan penggilingan.
Lateks beku yang memiliki ukuran besar dipotong-potong agar mudah
dilakukan penggilingan. Lateks beku akan digiling dengan menggunakan 3
sampai 4 gilingan crepe yang masing-masing memiliki 2 roda.1 seri mesin
gilingan kreb terdiri atas 3-5 buah gilingan, yang dapat dibedakan menjadi 3
macam gilingan yaitu gilingan pertama (voorwerker), gilingan tengah
(tussenwerker), dan gilingan akhir (finisher). Pada pabrik krep yang
kapasitas produksinya tinggi biasa menggunakan gilingan pertama 7 buah,
gilingan tengah 2 buah, dan gilingan akhir 1 buah (Setyamidjaja, 1997).
Alat penggiling yang digunakan memiliki kecepatan yang berbeda-beda.
Saat penggilingan berlangsung, air harus selalu tersedia. Setelah
penggilingan selesai. pada proses penggilingan karet crepe itu rata tidak
berpatron, kasar tidak licin. Saat proses pengeringan karet crepe tidak
dilakukan pengasapan karena karet crepe harus berwarna putih.
Berlangsungnya prose penggilingan adalah koagulum dimasukkan kedalam
gilingan pertama. Oleh gilingan pertama koagulum ditekan sambil digilas
menjadi lembaran yang koyak-koyak, berlubang-lubang, dan masih belum
rata ketebalannya. Lembaran-lembaran ini kemudian dilipatdua dan digiling
kembali pada gilingan pertama. Lembaran yang keluar dari gilingan pertama
akan dimasukkan kedalam gilingan tengah ke-1 atau tussenwerker 1.
Lembaran yang keluar dari gilingan tengah ke-1 sudah lebih tipis tetapi
masih berlubang-lubang. Lembaran ini terus dimasukkan dalam gilingan
tengah ke-2 atau tussenwerker 2 yang setelah rodanya lebih
sempit.Lembaran yang keluar dari gilingan tengah ke-2 digulung dengan
gulungan kayu atau bambu. Kemudian digiling pada gilingan akhir atau
finisher dengan tujuan untuk meratakan permukaan lembaran kreb tersebut.
Selama berlangsung proses penggilingan lembaran-lembaran kreb, rol
gilingan harus selalu dibasahi dengan air. Maksud pemberian air ini bukan
saja sebagai pencuci serum yang keluar dari koagulum yang digiling, tetapi
juga untuk menghindari karet lengket pada rol dan untuk mendinginkan rol
tiap-tiap gilingan yang bekerja. Kebutuhan air pencuci dan pendingin adalah
25 liter tiap kadar karet kering. Kreb yang keluar melalui gilingan akhir
akan memiliki panjang 6-7 meter, lebar 40-45 cm, dan tebal 1-2 mm.
Lembaran kreb akan memiliki permukaan yang tidak licin dan berpori-pori
halus. Lembaran krep akhir akan digulung atau dilipat-lipat dan diletakkan
dengan posisi tegak akan airnya air dapat menetes dengan waktu 1-2 jam.
Sebelum lembaran-lembaran dibawa kerumah pengeringan biasanya
ditimbang dahulu untuk mengetahui berat basah kreb tersebut. Setelah
dikeringkan, bobotnya akan susut sekitar 12-20%.
Tabel 2. Skema Penggilingan Kreb
Gilingan Perlakuan Hasil
Gilingan Koagulum digiling pertama Koyak-koyak, tebal 7-
pertama dilipat dua, digiling kedua 10mm, berlobang-lobang,
(voorwerker) kalinya. tebal 4-5mm
Gilingan tengah I. Lembaran dilipat dua, Lembaran berlobang-lobang
(tussenwerker) digiling kecil, tebal 3-4mm.
II. Lembaran digiling tanpa
dilipat
Gilingan akhir Lembaran digiling satu kali Lembaran permukaannya
(finisher) rata, tebal mencapai 1-
2mm.
d. Pengeringan
Lembaran crepe yang diletakkan secara tegak akan dikeringkan dengan
bantuan angina (Safitri, 2010). Rumah pengeringan asap memiliki bentuk
dan konstruksi yang berbeda dengan rumah asap. Lembaran crepe tidak
diasap dan memiliki lembaran-lembaran yang panjang. Ukuran rumah
pengeringan kreb panjangnya 15 meter dengn lebar 7,5 meter serta
tingginya dari lantai ke atap 10 meter. Pada bagian dalam rumah
pengeringan terdapat bilah-bilah penggantungan yang dibuat dari bahan
kayu jati. Tebal bilah adalah 4-5 cm. Bilah-bilah yang terbuat dari kayu jati
penggunaannya akan tahan lama dan memiliki kekuatan apabila diinjak oleh
pekerja yang akan menggantung-gantungkan kreb yang akan dikeringan.
Bagian atas bilah penggantungan ini dibulatkan untuk menjaga agar
permukaan kreb menjadi rata. Kerapatan bilah-bilah diruangan pengeringan
dengan panas buatan adalah 8-12 cm, sedangkan pada rumah-rumah
pengeringan alami (dengan udara biasa) lebih jarang yaitu sekitar 15-20 cm.
Pengeringan kreb bisa dilakukan dengan dua acara yaitu menggunakan
panas udara biasa (pengeringan alami) dan dengan udara yang dipanaskan
(pemanasan buatan).Setiap pengeringan memiliki kelemahan.Pada
pengeringan secara alami, waktu yang digunakan cukup lama yaitu sekitar
saru bulan tergantung cuaca atau iklim. Pada pengeringan dengan panas
buatan suhu udara dalam ruangan pengeringan yang dibutuhkan adalah
sekitar 33-34°C. Pengeringan pada lembaran crepe dilakukan untuk
memperoleh tingkat kadar air yang diinginkan pada lembaran crepe. Tanda-
tanda kreb yang tengah kering adalah tidak terdapat bintik-bintik keputih-
putihan dan bila dites kadar airnya telah mencapai rata-rata 0,6% (0,35-
1,00%) (Setyamidjaja, 1997).
e. Sortasi
Krep yang sudah dikeringan akan diangkut keruang sortasi. Lembaran krep
yang panjang digulun menggunakan bilah kayu agar mempermudah proses
sortasi. Ruangan sortasi harus kering dan bersih, penerangan atau keadaan
cahaya harus cukup, biasanya dengan cahaya baur yang dapat diperoleh
dengan melalui jendela-jendela kaca susu. Noda-noda kotoran yang terdapat
pada lembarang digunting dan bekas guntingan dirapatkan kembali.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam sortasi krep yaitu warna, noda-
noda kotoran, tanda-tanda oksidasi, dan belang-belang serta bintik-bintik
atau garis-garis. Standar sortasi krep berdasarkan The International of
Quality and Packing for Natural Rubber Grades atau Green Book kualitas
krep digolongkan sebagai berikut:
1) No. 1-X : Superior Quality Thin Pale Latex Crepe
2) No. 1 : Standart Quality Thin Pale Latex Crepe
Jenis krep No. 1-X dann No. 1 harus memenuhi persyaratan warna
kuning pucat, tidak terdapat noda-noda, minyak, dan bahan lainnya.
3) No. 2 : Fair Average Quality Tin Palish Latex Crepe
Jenis ini boleh berwarna tidak kuning pucat, tetapi tidak boleh
mengadung bintik-bintik, minyak, kotoran, dan bahan-bahan lainnya.
f. Pembungkusan
Lembaran-lembaran akan dijadikan bandela-bandela (bal-bal) berbentuk
kubus 52cm x 52 cm x 52cm dengan berat 80 kg pada saat pembungkusan.
Pembungkusan harus dilakukan secara rapat dan dibalut menggunakan
lembaran-lembaran krep pembalut yang memiliki kualitas yang sama atau
sejenis. Pada bagian luar bal diberi warna dengan menggunakan larutan
coating talc (dilabur) kemudian diberi merk dan cap kiriman.

2.4 Mekanisme Penggumpalan Lateks


Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid karena
penambahan bahan kimia sehingga partikel-partikel tersebut bersifat netral dan
membentuk endapan karena adanya gaya grafitasi. Pada umunya digunakan
larutan asam semut atau asam cuka dengan konsentrasi 1-2% ke dalam lateks
dengan dosis 4 ml/kg karet kering. Jumlah tersebut dapat diperbesar jika di dalam
lateks telah ditambahkan sebelumnya. Penggunaan asam format didasarkan pada
kemampuannya yang cukup baik dalam menurunkan lateks serta harga yang
cukup terjangkau bagian karet dibandingkan bahan koagulan asam lainnya.
Tujuan dari penambahan asam adalah untuk menurunkan pH lateks
pada sehingga lateks akan membeku atau berkoagulasi, yaitu pada pH antara 4,5-
4,7. Asam dalam hal ini H+ akan bereaksi dengan ion OH- pada dan senyawa
lainnya untuk menetralkan muatan sehingga terjadi koagulasi pada lateks.
Penambahan larutan asam diikuti dengan pengadukan agar tercampur ke dalam
lateks secara merata serta membantu mempercepat proses pembekuan.
Pengadukan dilakukan dengan 6-10 kali maju dan mundur secara perlahan untuk
mencegah terbentuknya gelembung udara yang dapat mempegaruhi mutu sit yang
dihasilkan. Kecepatan penggumpalan dapat diatur dengan mengubah
perbandingan lateks, air dan asam sehingga diperoleh hasil bekuan atau disebut
juga koagulum yang bersih dan kuat. Lateks akan membeku setelah 40 menit.
Proses selanjutnya ialah pemasangan plat penyekat yang berfungsi untuk
membentuk koagulum dalam lembaran yang seragam (Djumarti, 2011).
Lateks mempunyai pH 6,9 - 7,2 terdapat dalam bentuk cair karena
bermuatan negatif, tetapi bila ditambahkan asam organik atau anorganik misal
asam asetat dan asam format sampai pH mendekati titik isoelektrik (pH 3,8 - 5,3
atau 4,2) maka terjadi penggumpalan lateks dimana dengan adanya penambahan
asam asetat dan asam format yang berlebihan atau sekaligus diberikan maka akan
terjadi penambahan muatan positif sehingga terjadi kekuatan saling tolak-menolak
antara partikel atau lateks masih dalam keadaan cair. Kestabilan lateks
dipengaruhi muatan listrik dari lateks. Muatan listrik tergantung dari pH lateks.
Pada pH tertentu muatan listrik akan mencapai nilai 0 yaitu pada titik isoelektrik
dan pH berkisar 4,2 - 4,7. Pada pH tersebut protein tidak stabil, tetapi pada pH ini
lateks tidak segera menggumpal karena partikel masih diselubungi mantel air.
Dengan tidak stabilnya protein maka protein akan menggumpal dan lapisan ini
akan hilang sehingga antar butir terjadi kontak dan akhirnya menggumpal
(Djumarti, 2011).
Adanya ion OH- di dalam lateks setelah penambahan amoniak dapat
memperbesar kebasaan lateks sehingga pH lateks menjadi 9-10, dengan demikian
dapat menambah muatan negatif di sekeliling karet.Lutoid yang terdapat pada
lateks segar mengandung ion Mg2+ dan Ca2+ yang dapat mengganggu kemantapan
lateks. Ion-ion tersebut dapat dipisahkan dengan membentuk kompleks pada
reaksi antara ion fosfat yang secara alamiah terkandung di dalam serum dengan
amoniak yang telah ditambahkan pada lateks segar. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut :
Mg2+ + NH4+ PO43- à MgNH4PO4
Kompleks tersebut mengendap dan dapat dipisahkan melalui penyaringan.
Penambahan CMC menyebabkan sistem koloid lateks menjadi sangat labil. Oleh
karena itu, sistem segera memberikan reaksi untuk mencapai kestabilan yang
baru. Tingkat kestabilan yang lebih baik berangsur-angsur dicapai sistem dalam
periode waktu satu malam. Satu bagian atom hidrogen pada gugus hidroksi dalam
CMC diganti dengan gugus natriumkarboksimetil (-CH2COONa). Kelarutan
CMC dipengaruhi oleh derajat substitusinya (DS). Karboksimetilselulosa dengan
DS lebih kurang atau sama dengan 0,3 larut dalam alkali, sedangkan pada DS
lebih besar dari 0,4 Na-CMC bersifat larut dalam air. Secara teoritis CMC
memiliki DS maksimal tiga karena gugus anhidro glukosa memiliki tiga buah
gugus hidroksil yang dapat digantikan dengan gugus natriumkarboksimetil (Loo,
1998).

2.5 SNI Lateks


Lateks yang baik harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
1. Disaring dengan saringan berukuran 40 mesh
2. Tidak terdapat kotoran atau benda lain seperti daun atau kayu
3. Tidak bercampur dengan bubur lateks, air ataupun serum lateks
4. Warna putih dan berbau lateks segar
5. Lateks kebun bermutu 1 mempunyai kadar karet kering 28% dan lateks
kebun bermutu 2 mempunyai kadar karet kering 20%
Menurut (Zuhra, 2006), persyaratan mutu lateks kebun setibanya di pabrik untuk
dapat diolah menjadi lateks adalah :
a. Kadar karet kering (DRC) : maksimum 27,5%
b. Jumlah padatan (TSC) : maksimum 25%
c. Bilangan VFA : minimum 0,07
d. Bilangan KOH : minimum 1,70
e. Analisa amoniak : maksimum 0,35
Persyaratan mutu berdasarkan Standar Nasional Indonesia dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 3.Spesifikasi Persyaratan Mutu
Persyaratan
No Parameter Satuan Lateks
Sit Slab Lump
Kebun
1 Karet Kering
(KK) (min) % 28 - - -
Mutu I % 20 - - -
Mutu II
2 Ketebalan (T)
Mutu I Mm - 3 < 50 50
Mutu II Mm - 5 51– 100 100
Mutu III Mm - 10 100-150 150
Mutu IV Mm - - >150 >150
3 Kebersihan - Tidak Tidak Tidak Tidak
(B) terdapat terdapat terdapat terdapat
kotoran kotoran kotoran kotoran
4 Jenis - Asam Asam Asam
Koagulan semut dan semut semut dan
bahan lain dan bahan lain
- yang tidak bahan yang tidak
merusak lain merusak
mutu karet yang mutu karet
tidak serta
merusak penggumpa
mutu lan alami
karet
serta
penggu
mpalan
alami
Sumber: SNI (2002)
Syarat mutu lateks dan koagulum berdasarkan SNI 06-1903-2000 disajikan
pada tabel 3 dan tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 4. Syarat mutu lateks berdasarkan SNI 06-1903-2000
Jenis Mutu
No. Jenis Uji/Karakteristik Satuan
SIR 3 CV SIR 3 L SIR 3 WF
1 Kadar kotoran % (b/b) Maks 0,03 Maks 0,03 Maks 0,03
2 Kadar abu % (b/b) Maks 0,05 Maks 0,05 Maks 0,05
3 Kadar Zat Menguap % (b/b) Maks 0,80 Maks 0,80 Maks 0,80
4 PRI - Min 60 Min 75 Min 75
5 Po - - Min 30 Min 30
6 Nitrogen % (b/b) Maks 0,60 Maks 0,60 Maks 0,60
Kemantapan
viskositas / WASHT
7 - Maks 8 - -
(Skala Plastisitas
Wallace)
8 Viskositas Mooney *) - - -
Warna Skala
9 - - Maks 6 -
Lovibond
10 Pemasakan (cure) - **) **) **)
11 Warna Lambang - Hijau Hijau Hijau
Warna Plastik
12 - Transparan Transparan Transparan
Pembungkus Bandela
Putih Susu/
13 Warna Pita Plastik - Jingga Transparan
Transparan
Tebal Plastik
14 mm 0,03±0,01 0,03±0,01 0,03±0,01
Pembungkus Bandela
Titik leleh Plastik 0
15 C Maks 108 Maks 108 Maks 108
Pembungkus Bandela

Tabel 5. Syarat mutu koagulum lateks berdasarkan SNI 06-1903-2000


Jenis Mutu
No. Jenis Uji/Karakteristik Satuan
SIR 5 SIR 10 SIR 20
1 Kadar kotoran % (b/b) Maks 0,05 Maks 0,10 Maks 0,20
2 Kadar abu % (b/b) Maks 0,05 Maks 0,75 Maks 1,00
3 Kadar Zat Menguap % (b/b) Maks 0,80 Maks 0,80 Maks 0,80
4 PRI - Min 70 Min 60 Min 50
5 Po - Min 30 Min 30 Min 30
6 Nitrogen % (b/b) Maks 0,60 Maks 0,60 Maks 0,60
Kemantapan
viskositas / WASHT
7 - - - -
(Skala Plastisitas
Wallace)
8 Viskositas Mooney *) - - -
9 Warna Skala - - - -
Lovibond
10 Pemasakan (cure) - **) **) **)
Hijau
11 Warna Lambang - Bergaris Coklat Merah
Coklat
Warna Plastik
12 - Transparan Transparan Transparan
Pembungkus Bandela
Putih Putih
Putih Susu/
13 Warna Pita Plastik - Susu/ Susu/
Transparan
Transparan Transparan
Tebal Plastik
14 mm 0,03±0,01 0,03±0,01 0,03±0,01
Pembungkus Bandela
Titik leleh Plastik 0
15 C Maks 108 Maks 108 Maks 108
Pembungkus Bandela
Sumber: Badan Standar Nasional (2000)

Keterangan: *) Tanda Pengenal Tingkatan Batasan Viskositas Mooney:


CV – 50 45 - 55
CV – 60 55 - 65
CV – 70 65 – 75
**) Informasi mengenai cure dibenkan dalam bentuk Rheograph

sebagai Standart non-mandatory


BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Neraca Analitis
2. Gelas Ukur
3. Penggiling Laboratorium (tangan)
4. Beaker Glass
5. Saringan
6. Pengaduk Spatula
7. Penangas Listrik
8. Kempa Hidrolik

3.1.2 Bahan
1.Lateks Segar
2. Asam Format 1%
3. Asam Asetat 1%
4. Amoniak 0,5 ml
5. Larutan CMC 1%
6. Air
7. Tissu
8. Label
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Perhitungan KKK Lateks Segar

@ 100ml Lateks segar

Penimbangan dalam beaker glass (a gram)

+ asam format 1% + asam asetat 1%


(10ml) (10ml)

Pemanasan dan diaduk hingga menggumpal

Pengurangan air dari gumpalan karet

Pengeringan permukaan karet

Penimbangan sebagai b gram

Perhitungan Fp dan KKK (aroma, tekstur, dan warna)


3.2.2 Pengenceran Lateks pada Pembuatan Karet Sheet

@ 100ml Lateks segar

Penyaringan

Penentuan KK dan KE

Penambahan air sesuai perhitungan

3.2.3 Pengaruh Penambahan Bahan Pendadih dan Lama Pemisahan terhadap


Sifat-sifat Lateks Pekat

@ 100ml Lateks segar

Penyaringan

@ + amonia 0,5 ml

+ CMC 1% + CMC 1% + CMC 1%


5ml 6ml 7ml

Pengadukan dan biarkan 4,5,6 hari

Amati viskositas, tekstur, warna, dan aroma


BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Perhitungan KKK Lateks Segar
Perlakuan
No. Keterangan + Asam Format + Asam Asetat 1%
1% 10 mL 10 mL
1. Berat Lateks Segar (g) 97,72 94,85
2. Berat Lateks Kering (g) 46,20 46,56
3. Warna +++ ++
4. Aroma Aroma lateks Aroma lateks
5. Tekstur 6,93 mm/s 6,70 mm/s
Keterangan
Warna : semakin (+) semakin putih

4.1.2 Pengenceran Lateks pada Pembuatan Karet Sheet


No. Perlakuan KK (%) KE (%) N
1 Asam Format 142,72 20 100
2 Asam Asetat 138,788 20 100

4.1.3 Pengaruh Penambahan Bahan Pendadih dan Lama Pemisahan terhadap


Sifat-sifat Lateks Pekat
Pengamatan Parameter yang Diamati
Perlakuan
hari ke Warna Tekstur
Penambahan CMC 1%
++ ++++
(5ml)
Penambahan CMC 1%
4 ++++ +++
(6ml)
Penambahan CMC 1%
+++++ ++
(7ml)
Penambahan CMC 1%
+++++ +++++
(5ml)
Penambahan CMC 1%
8 ++ +++
(6ml)
Penambahan CMC 1%
+++ ++++
(7ml)
Keterangan:
Warna : semakin (+) semakin cerah
Tekstur : semakin (+) semakin keras
4.2 Hasil Perhitungan
4.2.1 Perhitungan KKK Lateks Segar
Perlakuan
No. Keterangan + Asam Format + Asam Asetat 1%
1% 10 mL 10 mL
1. FP (%) 52,72 50,912
2. KKK (%) 142,72 138,788

4.2.2 Pengenceran Lateks pada Pembuatan Karet Sheet


No. Perlakuan AT (mL)
1 Asam Format 613,6
2 Asam Asetat 593,94
BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan


5.1.1 Perhitungan KKK Lateks Segar
Pada praktikum untuk menentukan perhitungan KKK lateks segar langkah
pertama yang harus dilakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
Sebanyak 100ml lateks segar terlebih dahulu ditimbang dalam beaker glass
sebagai a gram untuk mengetahui berat basah. Pada praktikum acara ini
menggunakan dua perlakuan yang berbeda yakni lateks yang ditambahkan asam
format 1% dan perlakuan lain ditambahkan asam asetat 1% masing-masing
sebanyak 10ml. Asam format dan asam asetat digunakan sebagai zat koagulan
atau suatu senyawa yang mampu menggumpalkan lateks. Lateks yang telah
ditambahkan dengan senyawa tersebut selanjutnya dipanaskan dan diaduk hingga
menggumpal. Panas dapat mempercepat proses koagulasipada lateks
segar karena akan terjadi penguapan air pada lateks yang digumpalkan dan
membuat partikel lateks semakin rapat sehingga terjadi penggumpalan.
Sedangkan fungsi pengadukan disini adalah agar asam yang ditambahkan
dapat tercampur ke dalam lateks secara merata serta membantu mempercepat
proses penggumpalan. Pengadukan dilakukan untuk mencegah terbentuknya
gelembung udara yang dapat mempegaruhi mutu sit yang dihasilkan. Setelah
lateks menggumpal karena adanya pemanasan, lateks tersebut selanjutnya
dikeringkan permukaannya dengan diusap tisu. Hal ini bertujuan untuk
menghilangkan kadar air yang masih tersisa pada karet dan dari gumpalan
tersebut ditimbang sebagai b gram atau berat kering. Kemudian setelah
diketahuinya a dan b gram dapat digunakan untuk menentukan nilai Fp dan KKK
dari lateks yang diujikan. Selain perhitungan KKK, perbedaan perlakuan pada
praktikum ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan penggumpalan yang terjadi
pada lateks tersebut. Pengamatan dilakukan dengan parameter aroma, tekstur dan
warna.
5.1.2 Pengenceran Lateks pada Pembuatan Karet Sheet
Pada praktikum untuk acara pengenceran lateks pada pembuatan karet
sheet, terlebih dahulu lateks segar diukur volumenya sebesar 100ml menggunakan
gelas ukur. Kemudian lateks segar tersebut disaring yang bertujuan untuk
memisahkan kotoran yang terdapat pada cairan lateks segar. Setelah disaring
selanjutnya lateks. Dan menentukan KK dan KE. KK adalah KKK lateks kebun
dari hasil pratikum acara 1 dan KE adalah KKK lateks yang dikehendaki.
Selanjutnya tahap akhir dilakukan penambahan air sesuai perhitungan. Dalam
tahap akhir ini penambahan air harus sesuai dengan AT karena AT jumlah air
yang ditambahkan. Tujuan dari penambhan air supaya bahan kimia yang terdapat
pada lateks terdistribusi secara sempurna karena lateks mengandung banyak bahan
kimia.
5.1.3 Pengaruh Penambahan Bahan Pendadih dan Lama Pemisahan terhadap
Sifat-sifat Lateks Pekat
Pada praktikum ini, langkah awal yang harus dilakukan yaitu menyiapkan
alat dan bahan terlebih dahulu. Lateks segar masing-masing 100 ml sebagai bahan
utama dan di timbang sebagai a gram. Kemudian dilakukan penyaringan agar
kotoran yang terdapat pada lateks tidak ikut tercampur. Ditambahkan amoniak
masing masing 0,5 ml sebagai anti koagulan. Kemudian dilakukan 3 perlakuan
berbeda yaitu ditambahkan 5 ml CMC 1%, ditambahkan 6 ml CMC 1% dan 7 ml
CMC 1% sebagai penstabil, memisahkan lateks menjadi dua fraksi yaitu serum
dan dadih , serta melihat pengaruh volume CMC pada lateks pekat. Selanjutnya
dilakukan pemanasan dan pengadukan hingga menggumpal serta dibiarkan selama
6 hari. Setelah itu dilakukan pengepresan untuk mengurangi kadar air dan
dilakukan penimbangan sebagai b gram. Tahap terakhir diamati viskositas,
tekstur, aroma dan warna.

5.2 Analisa Data


5.2.1 Perhitungan KKK Lateks Segar
Pada praktikum perhitungan KKK lateks segar, larutan yang digunakan
sebagai zat koagulan yaitu asam format 1% dan asam asetat 1%. Tujuan dari
penambahan asam adalah untuk menurunkan pH lateks pada titik isoelektriknya
sehingga lateks akan membeku, yaitu pada pH antara 4.5-4.7 (Zuhra, 2006).
Pengamatan dilakukan untuk mengetahui berat lateks kering yang dihasilkan dari
dua perlakuan berbeda tersebut. Parameter yang diamati pula yakni warna, aroma
dan tekstur.
Pada pengamatan warna untuk dua perlakuan berbeda terhadap hasil lateks
kering yang dihasilkan yaitu melalui pengamatan visual dengan memberikan
penilaian berdasarkan nilai +. Semakin banyak nilai + maka warna yang
dihasilkan semakin putih. Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh, lateks
kering yang dihasilkan dengan perlakuan penambahan asam format 1% warnanya
lebih putih dan cukup bersih jika dibandingkan dengan perlakuan penambahan
asam asetat 1%. Pada pengamatan untuk parameter aroma, kedua perlakuan
memberikan hasil aroma yang sama yaitu beraroma lateks yang masih cukup
segar. Karet yang belum dikeringkan memiliki aroma yang sangat menyengat,
tetapi setelah dikeringkan aroma ini akan memudar. Hal ini terjadi karena selama
proses pengeringan terjadi penguapan senyawa volatil yang memberikan aroma
yang menyengat. Berdasarkan pengamatan untuk parameter tekstur dilakukan
menggunakan alat penetrometer. Dari pengukuran tekstur yang dilakukan
diperoleh hasil untuk perlakuan lateks dengan penambahan asam format 1%
sebesar 6,93 mm/s dan untuk perlakuan lateks dengan penambahan asam asetat
1% sebesar 6,70 mm/s. Berdasarkan data pengamatan yang telah dilakukan
diperoleh pula berat lateks kering atau yang telah menggumpal menggunakan
asam format 1% dan asam asetat 1% yaitu 46,20 dan 46,56 gram berturut-turut.
Dari data tersebut menyatakan bahwa lateks yang semula beratnya 97,72
gram menjadi 46,20 gram menggunakan zat koagulan asam format 1% sedangkan
untuk berat lateks segar sebelum dan sesudah ditambahakanya zat koagulan asam
asetat yakni 94,85 gram menjadi 46,56 gram. Menurunnya berat lateks
dikarenakan air yang ada pada lateks segar menguap saat dipanaskan dan adanya
kinerja dari zat koagulan yang mampu membuat lateks menjadi menggumpal.
Lateks dapat menggumpal dikarenakan adanya penambahan zat koagulan yakni
asam-asam organik atau anorganik yang mampu menyebabkan lateks segar yang
semula cair menjadi lateks kering yang menggumpal. Hal ini sesuai dengan
literatur yang menyatakan bahwa lateks mempunyai pH 6,9 - 7,2 terdapat dalam
bentuk cair karena bermuatan negatif, tetapi bila ditambahkan asam organik atau
anorganik misal asam asetat dan asam format sampai pH mendekati titik
isoelektrik (pH 3,8 - 5,3 atau 4,2) maka terjadi penggumpalan lateks dimana
dengan adanya penambahan asam asetat dan asam format yang berlebihan atau
sekaligus diberikan maka akan terjadi penambahan muatan positif sehingga terjadi
kekuatan saling tolak-menolak antara partikel atau lateks masih dalam keadaan
cair. Kestabilan lateks dipengaruhi muatan listrik dari lateks. Muatan listrik
tergantung dari pH lateks. Pada pH tertentu muatan listrik akan mencapai nilai 0
yaitu pada titik isoelektrik dan pH berkisar 4,2 - 4,7. Pada pH tersebut protein
tidak stabil, tetapi pada pH ini lateks tidak segera menggumpal karena partikel
masih diselubungi mantel air. Dengan tidak stabilnya protein maka protein akan
menggumpal dan lapisan ini akan hilang sehingga antar butir terjadi kontak dan
akhirnya menggumpal (Djumarti, 2011).
Menurut literatur lain menyatakan bahwa, kandungan protein yang
terdapat dalam lateks segar berkisar antara 1,0-1,5% (b/v) dan sekitar 20% dari
protein tersebut teradsorbsi pada partikel karet, dan sebagian larut dalam serum.
Protein yang teradsorbsi pada permukaan partikel karet berfungsi sebagai lapisan
pelindung, dimana protein akan memberikan muatan negatif yang mengelilingi
partikel karet sehingga mencegah terjadinya interaksi antara sesama partikel karet,
dengan demikian sistem koloid lateks akan tetap stabil. Namun dengan adanya
mikroorganisme maka protein tersebut akan terurai sehingga lapisan pelindung
partikel karet akan rusak dan terjadilah interaksi antara partikel karet membentuk
flokulasi atau gumpalan (Setyamidjaja, 1997).
Kadar Karet Kering (KKK) adalah kandungan padatan karet per satuan
berat (%). KKK lateks atau bekuan sangat penting untuk diketahui karena selain
dapat digunakan sebagai pedoman penentuan harga juga merupakan standar dalam
pemberian bahan kimia untuk pengolahan RSS, TPC dan lateks pekat. Kadar karet
kering pada lateks tergantung dari beberapa faktor antara lain jenis klon, umur
pohon, waktu penyadapan, musim, suhu udara serta letak tinggi dari permukaan
laut. Terdapat beberapa metode dalam penentuan KKK, salah satu di antaranya
adalah metode laboratorium. Prinsip dalam metode laboratorium adalah
pemisahan karet dari lateks yang dilakukan dengan cara pembekuan, pencucian
dan pengeringan (Mili et.al., 2011).
Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa nilai KKK pada penambahan
asam format 1% lebih besar daripada penambahan asam asetat 1%. Hal ini
disebabkan karena perbedaan pada proses pengeringannya. Pengepresan dengan
tekanan dan waktu pengepresan pada praktikum ini tidak ditentukan sehingga
kadar air yang terkandung dari karet hasil pengeringan tidak sama satu dengan
yang lain, sehingga berat basahnya berbeda. Perbedaan berat basah tersebut
menghasilkan nilai KKK yang berbeda. KKK untuk perlakuan penambahan asam
formiat sebesar 142,72%, sedangkan untuk penambahan asam asetat sebesar
138,788%. Selain itu semakin kecil FP maka KKK akan semakin besar. Hal ini
menunjukkan pula bahwa penambahan asam format sebagai bahan penggumpal
lebih baik daripada penambahan asam asetat karena KKKnya lebih besar.
5.2.2 Pengenceran Lateks pada Pembuatan Karet Sheet
Pada praktikum untuk pengenceran lateks pada pembuatan karet sheet, zat
koagulan yang digunakan yaitu asam format dan asam asetat. Pengenceran lateks
bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak air yang dibutuhkan berdasarkan
jumlah lateks yang akan diencerkan. Pengenceran ini penting karena untuk
menjaga agar kadar karet kering selalu tetap meskipun sudah diolah. Ribbed
Smoke Sheet (RSS) merupakan salah satu jenis produk karet olahan
dari getah tanaman karet Hevea brasiliensis yang diperoleh secara perkebunan
maupun perorangan produk yang berasal dari lateks tanaman karet Hevea
brasiliensis yang diolah secara mekanis dan kimiawi dengan pengeringan
menggunakan rumah asap serta mutunya memenuhi standard The Green Book dan
konsisten. Prinsip pengolahan jenis karet ini adalah mengubah lateks segar
menjadi lembaran-lembaran melalui proses penyaringan, pengenceran,
pembekuan, penggilingan, pengasapan dan sortasi (Khimah et al., 2013).
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan pada acara pengenceran
lateks ini didapatkan nilai KE sebesar 20% untuk dua perlakuan yang berbeda.
Untuk penambahan asam format 1% didapatkan nilai KK sebesar 142,72% dan
pada penambahan asam asetat 1% didapatkan nilai KK sebesar 138,788%. Nilai
AT menyatakan banyaknya air yang harus ditambahkan pada lateks segar untuk
mengencerkannya. Standar nilai untuk KE adalah 15% dan KK sebesar 20%. Dari
data menunjukkan bahwa nilai KK (KKK lateks kebun) jauh lebih besar daripada
standar. Hal ini dapat terjadi karena proses pengeringan yang tidak optimal yakni
hanya dikeringkan manual dengan tisu untuk mengurangi air pada permukaan
karet. Besarnya air yang dibutuhkan untuk mengencerkan lateks pada perlakuan
asam formiat lebih banyak dibanding dengan perlakuan asam asetat. Hal ini dapat
diakibatkan oleh adanya perbedaan nilai kadar karet kering lateks kebun pada
kedua perlakuan. Karena dengan semakin tinggi nilai kadar karet kering lateks
kebun maka membutuhkan jumlah air yang lebih banyak untuk proses
pengencerannya dengan konsentrasi yang diinginkan sama yakni 15%. Oleh
karena itu nilai KE dan KK yang dihasilkan jauh dari nilai standar. Sedangkan
untuk penambahan air pada pengenceran dilakukan berdasarkan nilai KK,
semakin besar nilai KK maka air yang ditambahkan untuk pengenceran semakin
banyak. Hal ini sesuai dengan data pengamatan untuk perlakuan dengan
penambahan asam formiat KK 142,72% dibutuhkan penambahan air sebanyak
613,6 ml, sedangkan untk perlakuan penambahan asam asetat KK 138,788%
dibutuhkan penambahan air sebanyak 593,94ml. Dalam pengenceran lateks,
jumlah air yang diperlukan harus sesuai dengan keperluan sehingga diperoleh
kadar karet baku untuk pembuatan sit. Pengenceran yang terlalu encer akan
mengakibatkan bekuan yang terlalu lunak dan dalam penggilingan mudah robek.
Hal tersebut sesuai literatur yang ada, keuntungan menggunakan asam formiat
adalah menghasilkan mutu karet yang baik dan membutuhkan waktu yang singkat
untuk menggumpalkan lateks (Vachlepi, 2016). Menurut Freida (2015), semakin
tinggi nilai kadar karet kering lateks kebun maka membutuhkan jumlah air yang
lebih banyak untuk proses pengencerannya dengan konsentrasi yang diinginkan.
5.2.3 Pengaruh Penambahan Bahan Pendadih dan Lama Pemisahan terhadap
Sifat-sifat Lateks Pekat
Pada praktikum untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan pendadih
dan lama pemisahan terhadap sifat-sifat lateks pekat, larutan yang digunakan yaitu
CMC dengan volume yang berbeda. CMC yang ditambahkan kedalam lateks
segar yaitu sebesar 5, 6 dan 7 ml. Pemekatan lateks secara pendadihan
memerlukan bahan pendadih yang berfungsi menjebak partikel karet membentuk
jaringan aglomerasi, memperbesar diameter partikel karet dan menurunkan berat
jenis partikel, menyebabkan terjadinya pemisahan fase air dan fase hidrokarbon
lateks (Maspanger, 2007). Parameter yang diamati untuk mengetahui hasil yaitu
warna dan tekstur dengan pengamatan visual. Sebelum menambahkan CMC,
lateks terlebih dahulu diberi amonia yang bersifat senyawa antikoagulan dan juga
sebagai desinfektan. Amonia (NH3) 0,7% biasa digunakan untuk pengawet lateks
sentrifugasi. Tiap liter lateks membutuhkan 5-10 ml larutan amoniak 2-2,5%
(Manday, 2008). Adanya ion OH- dalam lateks setelah adanya penambahan
amoniak dapat mempebesar kebebasan lateks sehingga pH lateks menjadi 9-10,
sehingga dapat menambah muatan negatif di sekeliling karet (Suharto, 1996).
Adanya ion OH- di dalam lateks setelah penambahan amoniak dapat
memperbesar kebasaan lateks sehingga pH lateks menjadi 9-10, dengan demikian
dapat menambah muatan negatif di sekeliling karet. Lutoid yang terdapat pada
lateks segar mengandung ion Mg2+ dan Ca2+ yang dapat mengganggu kemantapan
lateks. Ion-ion tersebut dapat dipisahkan dengan membentuk kompleks pada
reaksi antara ion fosfat yang secara alamiah terkandung di dalam serum dengan
amoniak yang telah ditambahkan pada lateks segar. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut :
Mg2+ + NH4+ PO43- à MgNH4PO4
Kompleks tersebut mengendap dan dapat dipisahkan melalui penyaringan.
Penambahan CMC menyebabkan sistem koloid lateks menjadi sangat labil. Oleh
karena itu, sistem segera memberikan reaksi untuk mencapai kestabilan yang
baru. Tingkat kestabilan yang lebih baik berangsur-angsur dicapai sistem dalam
periode waktu satu malam. Satu bagian atom hidrogen pada gugus hidroksi dalam
CMC diganti dengan gugus natriumkarboksimetil (-CH2COONa). Kelarutan
CMC dipengaruhi oleh derajat substitusinya (DS). Karboksimetilselulosa dengan
DS lebih kurang atau sama dengan 0,3 larut dalam alkali, sedangkan pada DS
lebih besar dari 0,4 Na-CMC bersifat larut dalam air. Secara teoritis CMC
memiliki DS maksimal tiga karena gugus anhidro glukosa memiliki tiga buah
gugus hidroksil yang dapat digantikan dengan gugus natriumkarboksimetil (Loo,
1998).
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada hari keempat dan
kedelapan diperoleh data yaitu pada pengamatan hari keempat, warna yang
diperoleh dengan penambahan CMC 1% 5ml, 6ml, dan 7ml secara berturut-turut
sebagai berikut 2+; 4+; dan 5+ dan untuk parameter tekstur yang diamati
diperoleh data secara berturut-turut 4+; 3+; dan 2+. Pada pengamatan hari
kedelapan dengan penambahan CMC 1% 5ml, 6ml, dan 7ml, pada parameter
warna secara berturut-turut yaitu 5+; 2+ ; dan 3+ dan pada parameter tekstur
secara berturut-turut yaitu 5+; 2+; dan 4+.
Berdasarkan data pengamatan yang telah diperoleh untuk parameter
tekstur, menunjukkan bahwa terjadi penyimpangan. Data yang diperoleh
memberikan hasil bahwa tekstur pada sheet yang ditambahkan lebih banyak CMC
tidak semakin kental atau keras. Hal tersebut dapat terjadi dimungkinksn
karenapengukuran yang manual dari praktikan sehingga dapat memengaruhi data
menjadi tidak akurat. Menurut Safitri (2010) menyatakan bahwa CMC merupakan
salah satu bahan pendadih yang mampu menggumpalkan lateks dan memisahkan
dengan serumnya. jika CMC yang ditambahkan semakin banyak maka proses
penggumpalan akan semakin cepat. Jadi jika proses penggumpalannya cepat
ditambah dengan waktu pendadihan yang lama harusnya semakin banyak CMC
yang ditambahkan maka lateks yang terbentuk akan semkin padat dan keras.
Pernyataan yang sama dari literatur menurut Winarno (2004) menyatakan bahwa
Carboxymethyl cellulose (CMC) merupakan garam natrium turunan dari selulosa
dan sering dipakai dalam industri pangan untuk menghasilkan produk dengan
tekstur yang baik. Fungsi CMC di antaranya yaitu sebagai pengental, stabilitator,
pembentuk gel, dan sebagai pengemulsi. Penambahan CMC atau bahan pengental
ke dalam bahan pangan dapat meningkatkan sifat hidrofilik protein dan sifat
lipofilik dari lemak sehingga air yang diserap protein menjadi lebih banyak.
Pengikatan air oleh protein menyebabkan tekstur bahan pangan menjadi lebih
lembut dan sifat lipofilik dari lemak menyebabkan lemak terdispersi secara merata
ke dalam bahan pangansehingga tekstur menjadi lebih seragam.
Berdasarkan pengamatan untuk warna juga mengalami penyimpangan
yang seharusnya semakin lama penyimpanan maka warna yang terbentuk akan
menjadi gelap. Perubahan warna dapat terjadi karena saat penyimpanan
dimungkinkan terjadi kontak dengan udara pada senyawa yang terdapat pada
lateks sehingga terjadi proses oksidasi dan menyebabkan warna lateks menjadi
coklat atau warnanya menjadi lebih gelap. Banyaknya komponen pada karet yang
rusak karena terhentinya proses enzimatis pada karet juga dapat menyebabkan
perubahan warna pada karet. Selain itu dapat juga diakibatkan karena adanya
reaksi maillard pada lateks sehingga warna lateks yang tadinya putih menjadi
agak gelap. Walaupun kandungan komponen gula hanya sebesar 0,2 % dan
protein 2-3 % padalateks namun komponen tersebut dapat menyebabkan
timbulnya reaksi maillard. Waktu penyimpanan yang semakin lama dapat
membuat warna lateks semakin gelap karena semakin banyak partikel karet yang
tidak stabil lagi sehingga terjadi penurunan kualitas komponen-komponen
penyusun lateks termasuk juga komponen penyusun warna lateks (Nobel, 1998).
Semakin tinggi konsentrasi CMC maka warna akan semakin berbeda karena sifat
CMC yang mudah menyerap dan mengikat air. Karena semakin banyak air yang
diikat CMC maka reaksi pencoklatan akan semakin cepat terjadi dibandingkan
produk tanpa penambahan CMC. Dari pemaran tersebut dapat dikatakan bahwa
lama waktu penyimpanan dapat mempengaruhi warna lateks, semakin lama
penyimpanan maka warna lateks akan semakin gelap pula. Perubahan warna
tersebut dapat disebabkan oleh proses osidasi dan peoses enzimatis yang terhenti
sehingga warnanya menjadi lebih gelap (Ladamay dan Yuwono, 2014).
BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Nilai KKK pada penambahan asam format 1% lebih besar daripada
penambahan asam asetat 1% dan semakin kecil FP maka KKK akan
semakin besar. Warna lateks yang menggumpal lebih putih bersih pada
penambahan asam format 1%, untuk parameter aroma, lateks yang
menggumpal pada kedua perlakuan beraroma lateks yang masih segar dan
tekstur dengan penambahan asam format 1% sebesar 6,93 mm/s serta
perlakuan lateks dengan penambahan asam asetat 1% sebesar 6,70 mm/s.
2. Nilai KE dan KK yang dihasilkan jauh dari nilai standar dan semakin
besar nilai KK maka air yang ditambahkan untuk pengenceran semakin
banyak. KKK 142,7% menjadi 20% membutuhkan air sebanyak 613.6 mL
dan KKK 138,788% menjadi 20% membutuhkan air sebanyak 593.94
mL.
3. Semakin banyak penambahan bahan pendadih yakni CMC 1% maka
proses pendadihan akan semakin cepat, semakin lama proses pendadihan
maka teksturnya akan semakin padat dan lama waktu penyimpanan maka
warna yang dihasilkan semakin gelap.
6.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum selanjutnya agar lateks yang digunakan
benar-benar segar sehingga saat digunakan untuk pengujian tidak berbau busuk
menyengat. Untuk pengamatan parameter warna, aroma, tekstur sebaiknya
menggunakan alat agar hasil yang diperoleh objektif.
DAFTAR PUSTAKA

Andoko, A dan Setawan. 1997. Petujuk Lengkap Budidaya Karet. Jakarta:


Penebar Swadaya.

Anwar, C., 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Medan: Pusat
Penelitian Karet.

Badan Standar Nasional Indonesia. 2000. SNI 06-1903-2000: Standart Indonesian


Rubber (SIR). Jakarta: Badan Standar Nasional Indonesia.
Badan Standar Nasional Indonesia. 2002. SNI 06-2047.-2002 Bahan Olahan
Karet. Jakarta: Badan Standar Nasional Indonesia.

Cotton dan Wilkinson. 1997. Kimia Anorganik Dasar Cetakan Pertama. Jakarta:
UI-Press.
Ditjenbun, (2012), Peresmian Peremajaan Pertama Kebun Plasma Kelapa
SawitDi Sei Tapung, Propinsi Riau, Tanggal 3 Pebruari 2012, Drektorat.

Djumarti. 2011. Diktat Kuliah Teknologi Pengolahan Tembakau, Gula, dan


Lateks. Jember: FTP Universitas Jember.

Fennema, O. R., M. Karen, dan D. B. Lund. 1998. Principle of Food Science.


Connecticut: The AVI Publishing.
Freida, S. 2015. Teknologi Pengolahan Karet. Jember: Universitas Jember
Habibie. 2009. Tanaman Karet. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Handoko, T. H. 2002. Manajemen Edisi Kedua Cetakan ke-13. Yogyakarta :
BPFE.
Hardoyo, d. (2007). Kondisi Optimum Fermentasi Asam Asetat Menggunakan
Acetobacter aceti B166. Lampung: FMIPA Universitas Lampung.
Effendy, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius.
Hewitt, P.G. 2003. Conseptual Integrated Science Chemistry. San Fransisco:
Pearson Education, Inc.
Khimah, I., Rahayu, E.S., dan Harisudin, M. 2013. Analisis Pengendalian Kualitas
Karet pada PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun
Batujamus/Kerjoarum Karangayar. Agribusiness Review. Vol.1, No.1 : 90-
104.
Kipdiyah, S. 2010. “Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Emulsifier Terhadap
Kestabilan dan Sifat Reologi Emulsi Oil In Water Minyak Sawit Merah”.
Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Kohar, H.J. dan Agustanti. 2004. Daun Kangkung (Ipomoea Reptans) Yang
Direbus Dengan Penambahan Nacl Dan Asam Asetat. Jakarta: Makara
sains.
Ladamay, N.A., dan S.S. Yuwono. 2014. Pemanfaatan Bahan Lokal Dalam
Pembuatan Foodbars (Kajian Rasio Tapioka : Tepung Kacang Hijau Dan
Proporsi CMC). Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.1 hal:67-78.
Loo, T.G. 1998. Penuntun Praktis untuk Pembuatan Karet. Jakarta : PT. Kinta
Press.
Manday, P. B. 2008. Pengaruh Penambahan Asam Formiat Sebagai Koagulan
Terhadap Mutu Karet. Skripsi. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Maryadi. 2005. Manajemen Agrobisnis Karet. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Maspanger, D. R. 2007. Pembuatan Lateks Dadih dengan Proses Sentrifugasi


Putaran Rendah dan Kualitas Barang Jadi Karetnya. Journal of Agritech.
Vol 27, No. 3 September 2007.

Mili, P., Tuti, I., Chessa, A. S., Mutia, T. 2011. Pengaruh Beberapa Jenis Bahan
Penggumpal Lateks dan Hubungannya dengan Susut Bobot, Kadar Karet
Kering dan Plastisitas. Prosiding Seminar Nasional AvoER ke-3.
Palembang: Universitas Sriwijaya.

Nobel, R.J. 1998. Latex in Industry 2nd ed. New York : Rubber Age.
Praptiningsih, Yulia. 1999. Buku Ajar Teknologi Pengolahan. Jember: Universitas
Jember.

Safitri, K. 2010. “Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L)


Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet “.[Skripsi]. Medan:
Sumatera Utara.

Setiawan, L. dan Irvani, A. 2007. Pembuatan Asam Asetat dengan Cara Murni.
Jakarta.

Setyamidjaja, D. 1997. Karet, Budidaya, dan Pengolahan. Yogyakarta: Kanisius

Stephen, A. M., G. O. Phillips, dan P. A. Williams. 2006. Food Polysaccharides


and Their Apllications. Boca Raton: CRC-Press.
Sucahyo, L. 2010. “Kajian Pemanfaatan Asap Cair Tempurung Kelapa sebagai
Bahan Koagulan Lateks dalam pengolahan Ribbed Smoked Sheet (RSS)
dan Pengurangan Bau Busuk Bahan Olahan Karet.” Skripsi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Suharto, H. 1996. Modifikasi Karet Alam, Processing Seminar Aplikasi dan
Pengembangan Polimer Alam di Indonesia. Bandung: AMISCA.
Surya, Indra. 2006. Buku Ajar Teknologi Karet. Medan: Universitas Sumatera
Utara
Suryani A., SailahI., Hambalie. 2002. Teknologi Emulsi. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.

Tim Penulis Penebar Swadaya. 1988. Karet Strategi Pemasaran Tahun 2000,
Budidaya dan Pengelolahan. Bogor: PT Penebar Swadya.

Vachlepi, Afrizal. 2016. Teknologi Pengolahan Bokar Bersih: Bimbingan Teknis


Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan Berbasis GMP. Sumbawa: Pusat
Penelitian Karet Balai Penelitian Sumbawa.
Winarno FG. 1997. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Zuhra, Cut Fatimah. 2006. Karet. Sumatera: Universitas Sumatera Utara.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

A. Perhitungan KKK Lateks Segar


 Asam Format
Berat lateks = 142,99 – 45,27 = 97,72 gram

Fp =

KKK = ( )

 Asam Asetat
Berat Lateks = = 94,85 gram

Fp= = 50,912%

KKK = ( ) = 138,788%

B. Pengenceran Lateks pada Pembuatan Karet Sheet


 Asam Format
AT =

 Asam Asetat
AT =

=
LAMPIRAN DOKUMENTASI

A. Perhitungan KKK Lateks Segar


No. Gambar Keterangan
1.

Penimbangan Beaker Glass

2.

Penimbangan Lateks Segar

3.

Lateks Segar

4.

Penimbangan Lateks yang Sudah


digumpalkan
5.

Pengukuran Tekstur Lateks

B. Pengaruh Penambahan Bahan Pendadih dan Lama Pemisahan terhadap


Sifat-Sifat Lateks Pekat

Dokumentasi Keterangan

Pengukuran lateks 100 mL

Lateks 100 mL

Penyaringan lateks
Penambahan amoniak 0,5 mL

Penambahan CMC 1% @5 mL, @6


mL dan @7 mL

Pengadukan

Anda mungkin juga menyukai