Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOMODITI PERKEBUNAN

HULU LATEKS
RIBBED SMOKED SHEET

Oleh : B-02
Dewi Astuti P .S 151710101071
Sayyidah Nilatul Fauziyah 151710101080
Irna Noviyanti 151710101056
Hayungtyas Suksmorini 151710101098
Herinda Putri S. 151710101059
Nico Praditya Anandra 151710101068
Fatmawati Wilujeng 151710101062
Baruna Eka Putra 151710101095
Susi Maimonawati 151710101083
Naedin Ratnasari 151710101074
Yayan Priyo Handoko 151710101086
Muja Mufida 151710101089
Nurul Noviyanti 151710101077
Danis Aprilia N 151710101092

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................i
DAFTAR ISI ...................................................................................................ii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................1
1.2 Tujuan .............................................................................................2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................3
2.1 Karet................................................................................................3
2.2 Lateks..............................................................................................5
2.3 Pemanenan Lateks di kebun............................................................7
2.4 Prakoagulan.....................................................................................8
2.5 Koagulasi.........................................................................................9
2.6 Asam Format...................................................................................9
2.7 Ribbed Smoke Sheet........................................................................10
2.8 Tahapan Proses pengolahan RSS.....................................................10
2.9 Penentuan Mutu RSS.......................................................................14
BAB 3. PEMBAHASAN.....................................................................................17
3.1 Pengolahan RSS..................................................................................17
BAB 4. PENUTUP...............................................................................................22
3.1 Kesimpulan..........................................................................................22
3.2 Saran....................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23

2
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Indonesia merupakan negara penghasil dan pengekspor karet alam nomer dua
didunia setelah Thailand dengan produksi mencapai hampir 3 juta ton pada tahun
2011. Meskipun produksi karet alam Indonesia masih dibawah Thailand, tetapi dari
sisi luas lahan Indonesia menduduki areal karet terluas di dunia yaitu 3,4 juta ha lahan
karet dengan 85% merupakan perkebunan rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
produktivitas karet alam Indonesia per satuan luas meskipun masih dibawah Thailand
dan Malaysia. Namun peluang ekspor karet alam Indonesia ke depan masih cerah
mengingat Thailand dan Malaysia sudah tidak mampu lagi untuk meningkatkan
produksinya karena keterbatasan lahan pengembangan sehingga Indonesia mampu
untuk menjadi negara pemasok karet utama di dunia.
Dibalik peluang yang sangat besar tersebut, tuntutan terhadap bahan baku
yang berkualitas merupakan suatu tantangan yang besar bagi Indonesia. Industri karet
di Indonesia menghadapi permasalahan pokok pada pemasaran, terutama harga jual
yang tidak stabil dan cenderung menurun. Selain itu biaya produksi yang terus
menerus meningkat serta persaingan pasar yang semakin ketat di tingkat
internasional.
Untuk memperkuat daya saing karet alam Indonesia di pasar internasional,
maka langkah langkah peningkatan efektivitas dan efisiensi di semua bidang industri
karet perlu digalakkan. Peningkatan yang dimaksud dilakukan pada pemanfaatan
sumber daya, peningkatan aktivitas, efektivitas pemasaran dan produktivitas mutu.
Salah satu cara untuk memperkuat daya saing karet alam Indonesia di pasaran
Indonesia adalah dengan peningkatan mutu.
Proses pengolahan karet sangat dipengaruhi oleh kualitas bahan baku karet
alam yang diolah, mesin mesin yang digunakan, proses pengolahan, sumber daya
manusia dan kondisi lingkungan pabrik, sehingga diperlukan pembuatan standar
operasional prosedur (SOP) pengolahan karet RSS sebagai standar tata kerja dan

3
proses pengolahan terbaik yang menjamin konsistensi mutu yang berlaku pada semua
industri karet RSS. Maka dari itu, makalah ini disusun untuk mengetahui proses
pengolahan RSS

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah yang disusun adalah untuk mengetahui proses
pengolahan RSS (Ribbed Smoked Sheet).

4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karet
Tanaman karet merupakan tanaman tropis yang hidup pada daerah antara 15o
LS dan 15o LU dengan curah hujan antara 2500-4000 mm/ tahun. Tanaman karet
tumbuh optimal pada dataran rendah yaitu pada ketinggian 200 m dpl sampai 600 m
dpl, dengan suhu 25-30 oC (Setyamidjaja, 1993).
Tanaman karet memiliki batang yang cukup besar dengan tinggi pohon
mencapai 15-25 meter. Batang tanaman karet biasanya tumbuh lurus dan memiliki
percabangan yang tinggi dibagian atas. Batang tanaman ini mengandung getah yang
dikenal dengan nama lateks. Daun tanaman karet terdiri dari tangkai daun utama dan
tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20 cm dan panjang tangkai anak
daun sekitar 3-10 cm serta pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak
daun yang terdapat pada sehelai karet. Anak daun ini berbentuk eliptis dan
memanjang dengan ujung runcing. Tepinya rata dan gundul, terdapat biji karet dalam
setiap ruang buah. Jadi jumlah biji biasanya ada tiga atau enam sesuai dengan jumlah
ruang. Ukuran bijinya besar dengan kulit yang keras. Warna biji coklat kehitaman
dengan bercak-bercak dengan pola yang khas. Akar tanaman karet merupakan akar
tunggang. Akar ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar
(Maryadi, 2005).
Karet (Hevea brasiliensis.) termasuk dalam famili Euphorbiacea, dengan nama
lain rambung, getah, gota, kejai ataupun hapea. Karet adalah polimer yang terbentuk
dari emulsi kesusuan yang dikenal sebagai lateks., dimana diperoleh dari getah dari
beberapa jenis tumbuhan karet tetapi dapat juga diproduksi secara sintetis.
Dalam dunia tumbuhan tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae

5
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis
(Setyamidjaja, 1993).
Karet alam digunakan sebagai bahan baku pembuatan berbagai macam barang
dalam berbagai bidang indutri seperti industri otomotif, industri alat listrik dan bidang
kedokteran. Barang barang yang terbuat dari karet alam (baik sebagai bahan tuggal
maupun campuran dengan karet sintetis) terdiri dari banyak jenis seperti karet dot
balita, penghapus, selang, balon, sol sepatu, kasur busa, membrane, karet gelang, ban
kendaraan, sabuk pengaman, alas lantai, pembungkus kabel, dudukan mesin
kendaraan maupun kaca mobil semuanya terbuat dari bahan karet.
Kegunaan karet alam sebagai bahan baku pembuatan barang dalam berbagai
industri tidak terlepas dari sifat sifat alami dari karet seperti tahan panas, tidak dapat
menghantarkan arus listrik, elastis, kedap air, menahan gesekan dan kemampuan
meredam suara, sehingga barang yang dihasilkan umumnya memiliki manfaat dasar
yang sama dengan manfaat karet itu sendiri.
Ada beberapa jenis karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan
olahan. Bahan olahan ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Menurut Budiman
(1974) ada karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi.
Jenis jenis karet alam yang dikenal luas adalah:
1. Bahan olah karet (latek kebun, sheet angin, slab tipis dan lump segar)
2. Karet konvensional (ribbed smoke sheet, white crepes, dan pale crepe, estate
brown crape, compo crepe thin brown crepe remills, thick blacket ambers, flat
bark crepe, pure smoked blanket crepe dan off crepe)
3. Lateks pekat
4. Karet bongkah atau block rubber
5. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber
6. Karet siap olah (tdyre rubber)

6
7. Karet reklim (rechlaimed rubber)

2.2 Lateks
Lateks merupakan cairan yang berwarna putih atau putih kekuningan yang
terdiri atas partikel karet dan bukan karet yang terdispersi didalam air (Triwijoso dan
Siswantoro, 1989). Menurut Goutara, et al. (1985), lateks merupakan suatu sistem
koloid, karena partikel karet yang dilapisi oleh protein dan fosfolipid terdispersi
didalam air. Protein dilapisan luar memberikan muatan negative pada partikel. Lateks
merupakan suatu dispersi butir-butir karet dalam air, dimana didalam dispersi tersebut
juga larut beberapa garam dan zat organic, seperti zat gula dan zat protein (Alfa,
2003). Menurut Suparto (2002), lateks Hevea terdiri dari karet, resin, protein, abu,
gula, dan air dengan komposisi yang terlihat seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Lateks
Jenis Komponen Komposisi ( % )
Karet 30 35
Resin 0,5 1,5
Protein 1,5 2,0
Abu 0,3 0,7
Gula 0,3 0,5
Air 55 60
Sumber : Suparto ( 2002 )
Secara fisiologi lateks merupakan sitoplasma dan sel-sel pembuluh lateks
mengandung partikel karet, lutoid, nukleous, mitokondria, partikel Frey-Wyssling,
dan ribosom. Selain partikel karet, didalam lateks terdapat bahan-bahan bukan karet
yang berperan sangat penting dalam mengendalikan sifat lateks dan karetnya,
meskipun dalam jumlah yang relative kecil. Lateks segar yang disentrifus dengan alat
sentrifuge ultra degan kecepatan 1800 rpm akan menyebabkan lateks terpisah
menjadi empat fraksi dengan urutan dari atas ke bawah dapat dilihat pada Tabel 2.

7
Tabel 2. Empat Fraksi Lateks Segar
Fraksi Karet Fraksi Frey Serum (50%) Fraksi Dasar
(35%) Wyssling (35%) (10%)
Karet Karatenoida Air, Karbohidrat Lutoid
Protein Lipid dan inositot (vakuolososom)
Lipid Ion Protein dan
Logam turunannya,
Senyawa nitrogen
Asam nukleat dan
nukleosida Ion
anorganik, Ion
logam
Sumber : Suparto ( 2002 )
Lateks yang diperoleh dari penyadapan pada bagian antara kambium dan kulit
pohon Hevea brasiliensis adalah suatu cairan yang berwarna putih atau putih
kekuningan. Lateks terdiri atas partikel karet dan bahan yang bukan berasal dari karet
(nonrubber) yang terdipersi didalam air. Lateks merupakan suatu larutan koloid
dengan partikel karet dan bukan karet yang tersuspensi dalam suatu media yang
mengandung berbagai macam zat. Dalam penelitiannya, Triwijoso (1995)
menyebutkan bahwa didalam lateks mengandung 25-40% bahan karet mentah (crude
rubber) dan 60-70% serum yang terdiri dari air dan zat yang terlarut. Bahan karet
mentah mengandung 90-95% karet murni, 2-3% protein, 1-2% asam lemak, 0,2%
gula, 0,5% jenis garam dari Na, K, Mg, Cn, Cu,Mn, dan Fe. Partikel karet tersuspensi
atau tersebar secara merata dalam serum lateks dengan ukuran 0,04-3,00 mikron
dengan bentuk partikel bulat sampai lonjong. Susunan bahan kateks dapat dibagi
menjadi dua komponen. Komponen pertama adalah bagian yang mendispersikan atau
memancarkan bahan-bahan yang terkandung secara merata yang disebut serum.
Bahan-bahan bukan karet yang terlarut dalam air, seperti protein, garam-garam
mineral, enzim, dan lainnya termasuk ke dalam serum. Komponen kedua adalah

8
bagian yang didispersikan, terdiri dari butir-butir karet yang dikelilingi oleh lapisan
tipis protein. Bahan bukan karet yang jumlahnya relatif kecil ternyata mempunyai
peran penting dalam mengendalikan kestabilan sifat lateks dan karetnya.

2.3 Pemanenan Lateks di Kebun


Penyadapan (eksploitasi) tanaman karet adalah suatu teknik memanen
tanaman karet dengan cara membuat irisan pada kulit batang pohon karet untuk
membuka sel-sel pembuluh lateks sehingga memperoleh hasil karet maksimal sesuai
dengan kapasitas produksi tanaman dalam siklus ekonomi yang direncanakan.
a. Jumlah Penyadap
Kebutuhan jumlah penyadap harus disesuaikan dengan jumlah hanca atau 0,27
penyadap x Ha yang akan dibuka sadap.
b. Peralatan Sadap
Alat sadap yang ada dipohon karet antara lain :
1. Mangkuk ukuran 500cc ( jumlah mangkuk tergantung dari potensi pohon )
2. Talang sadap
3. Tali ijuk
4. Kawat tempat mangkuk
Alat sadap yang dibawa oleh penyadap antara lain :
1. Pisau sadap 2 buah (sodeci untuk sadap bawah dan pacekung untuk sadap
atas)
2. Batu gosok untuk mengasah pisau sadap
3. Belor (head lamp)
4. Keranjang tempat scrap/lump dan mangkuk cadangan
5. Ember untuk memungut lateks ukuran 10 liter
6. Ember atau karung plastic untuk mengangkut lateks ukuran 20 liter atau
40 liter.

c. Waktu Sadap

9
Proses penyadapan dilakukan sepagi mungkin (jam 05.30 WIB).
d. Waktu Pemungutan Hasil
Pemungutan hasil dilakukan 3 jam setelah penyadapan pada pohon terakhir.
Setelah selesai pemungutan hasil, penyadap menyetorkan hasilnya ke stasiun
tempat lateks (STL). Hasil yang disetorkan ke STL tidak boleh terkontaminasi
oleh benda lain kecuali lateks. Pada proses pemungutan ini lateks sangat
mudah terjadi penggumpalan atau koagulasi sehingga perlu ditambahkan
ammoniak pada STL dengan perbandingan 1 liter amoniak cair 5% + air untuk
1000 liter lateks. Selain lateks ada hasil panen yang sudah mengalami
koagulasi pada ember atau karung plastic yang disebut scrap serta cup lump
jika terjadi koagulasi pada mangkuk dipohon karet (Maryadi, 2005).

2.4 Prakoagulan
Prakoagulan merupakan pembekuan pendahuluan yang tidak
diharapkan karena menghasilkan lump atau gumpalan-gumpalan
pada cairan getah sadapan yang terjadi ketika lateks berada di
dalam tangki selama pengangkutan menuju pabrik pengolahan. Hal
seperti ini biasa terjadi ketika lateks berada didalam tangki selama
pengangkutan menuju pabrik pengolahan). Hasil sadapan yang
mengalami prokoagulasi hanya dapat diolah menjadi karet dengan
mutu rendah seperti karet remah jenis SIR 10 dan SIR 20 (Manday,
2008). Prakoagulasi dapat terjadi karena kemantapan bagian
koloidal yang terkandung di dalam lateks berkurang akibat aktivitas
bakteri, guncangan serta suhu lingkungan yang terlalu tinggi.
Bagian-bagian koloidal yang berupa partikel karet, kemudian
menggumpal menjadi satu dan membentuk komponen yang
berukuran lebih besar dan membeku.

10
Untuk mencegah prakoagulasi maka dilakukan pengawetan
lateks jika jarak antara kebun dengan pabrik pengolahan cukup
jauh. Zat antikoagulan dapat digunakan sebagai bahan untuk
mengawetakan lateks. Zat antikoagulan harus memiliki pH yang
tinggi atau bersifat basa. Ion OH- di dalam zat antikoagulan akan
menetralkan ion H+ pada lateks, sehingga kestabilannya tetap
terjaga dan tidak terjadi pengumpalan. Zat antikoagulan yang
umumnya digunakan oleh perkebunan besar atau perkebunan
rakyat adalah amoniak, soda atau natrium karbonat, formaldehida
serta natrium sulfit ( Djurmati, 2011 ).

2.5 Koagulasi
Koagulasi merupakan peristiwa menggumpalnya suatu sistem
koloid. Sistem koloid merupakan dasar terjadinya koagulasi pada
lateks. Koagulasi bertujuan untuk mempersatukan butir-butir karet
pada cairan lateks agar menjadi suatu gumpalan atau koagulum.
Koagulasi membutuhkan bahan pembeku (koagulan) seperti asam
semut atau asam cuka. pH lateks segar sekitar 6,5. Sedangkan
untuk mengubah lateks menjadi koagulum membutuhkan pH yang
lebih rendah sekitar 4,7 (Thaher et al., 2012).
Koagulasi pada lateks terjadi karena adanya muatan partikel
di dalam lateks yang menyebabkan hilangnya daya interaksi karet
dengan pelindungnya. Partikel kare yang sudah bebas akan
bergabung dan membentuk gumpalan. Penurunan muatan dapat
terjadi karena penurunan pH lateks. Lateks kebun yang memiliki pH
6,8 dapat digumpalkan dengan penambahan asam dan dengan
menurunkan pH hingga tercapai titik isoelektrik. pH yang mencapai
titik isoelektrik artinya pH dimana muatan positif protein seimbang

11
dengan muatan negatif sehingga elektrokinetis potensial sama
dengan nol. Titik isoelektrik karet di dalam karet kebun adalah pH
4,5-4,8 (tergantung jenis klon) (Manday, 2008).

2.6 Asam Format


Asam format merupakan pereduksi kuat dan banyak digunakan sebagai
dekalsifier, digunakan juga dalam pencelupan warna kain wol, electroplating,
menggumpalkan lateks karet, regenerasi karet tua, penyamakan kulit, pembuatan
asam asetat, alil alkohol, format selulosa, resin fenolik, dan oksalat serta digunakan
dalam pencucian baju, tekstil, insektisida, pendingin, industry kertas, dan industry
obat. Asam format memiliki bentuk cairan yang tidak berwarna, mudah terbakar,
berbau tajam, berasa asam. Rumus molekul asam format yaitu HCOOH dengan berat
molekul 46,03, titik didih 101oC, titik nyala 69oC, titik lebur 8oC, berat jenis (air = 1)
1,19, mudah larut dalam aseton, larut dalam air dingin, air panas, dietil eter, benzene,
dan gliserol. Asam format berbahaya terhadap kesehatan karena dapat menimbulkan
iritasi jika kontak dengan kulit, bersifat iritan dan korosif jika terkena mata,
mengiritasi jika tetelan. Organ sasarannya yaitu sistem pernafasan, paruparu, kulit,
ginjal, hati, mata, system saraf pusat. Asam format dapat disimpan dalam wadah
tertutup rapat dan bersegel, berventilasi baik, sejuk, dan hidarkan dari sumber api
(percikan atau nyala) ( Anwar, 2011 ).

2.7 Ribbed Smoked Sheet (RSS)


Menurut Khomah et. al. (2013), Ribbed Smoke Sheet (RSS) adalah suatu
produk yang berasal dari lateks tanaman karet Hevea brasiliensis yang diperoleh
secara perorangan maupun perkebunan. Ribbed Smoked Sheet dapat diolah secara
mekanis dan kimiawi melalui beberapa tahapan proses pengolahan yaitu penerimaan
lateks dari kebun, pengenceran, pembekuan, penggilingan, pengasapan dan sortasi.
Sedangkan menurut Agusutono (2013), RRS merupakan olahan karet yang berbentuk
lembaran yang telah diasap, bersih, bebas dari bubuk jamur, tidak saling melekat,

12
warnanya jernih,tidak bergelembung udara dan bebas dari pengolahan kurang
sempurna.
Menurut Octavia et. al. (2014), produk RSS adalah berupa lembaran yang
dilakukan pengasapan dengan baik. Ribbed Smoke Sheet banyak digunakan sebagai
bahan baku untuk industri otomotif dan ban kendaraan.

2.8 Tahapan Proses Pengolahan Ribbed Smoked Sheet (RSS)


Adapun tahapan proses pengolahan Ribbed Smoked Sheet menurut Agusutono
(2013) adalah sebagai berikut:

1. Pengangkutan lateks

Proses pengangkutan dilakukan dengan menggunakan tangki berbahan


almunium diatas truk dari Tempat Pengumpulan Hasil (TPH) ataupun dari
perkebunan ke pabrik dengan menggunakan waktu yang sesingkat-singkatnya.
2. Penerimaan lateks
Lateks yang berasal dari mangkuk sadap dikumpulkan dalam suatu tempat
kemudian disaring untuk memisahkan kotoran serta bagian lateks yang telah
mengalami prakoagulasi (Sucahyo, 2010). Saringan yang digunakan biasanya adalah
ukuran 20 mesh (Agusutono, 2013).
3. Pembekuan lateks
Proses pembekuan dapat dilakukan dengan cara: pertama, lateks dari bak
penerimaan dialirkan menuju bak pembekuan melalui penyaringan menggunakan
saringan ukuran 40-60 mesh. Sebelum diisi dengan lateks, bak yang akan digunakan
dilakukan pembersihan dan diisi dengan air. air yang digunakan harus terjamin
kebersihannya, air disaring dengan menggunakan kain blaco yang selalu diganti bila
kotor. Selanjutnya pemberian pengencer berupa asam semut harus sesuai dengan
standar konsentrasi 2%, penggunaan asap cair dikalikan 300%. Tujuan dari
penambahan asam adalah untuk menurunkan pH lateks pada titik isoelektriknya
sehingga lateks akan membeku pada pH antara 4,5-4,7 (Zuhra, 2006). Selain itu juga

13
untuk menjaga agar KKK lateks sewaktu diolah dapat dipertahankan selalu tetap.
Kotoran yang ada pada lateks mengapung atau memisah sewaktu diencerkan.
Selanjutnya dilakukan pengadukan secara cepat namun tidak boleh timbul
gelombang yang dapat menimbulkan gelembung pada bekuan yang dapat mengurangi
mutu sheet yang dihasilkan. Dilakukan pemasangan tussen scott, bak harus ditutup
lembaran plastik dengan maksud agar tidak kemasukan kotoran.
Setelah pengadukan dan menghasilkan lateks yang homogen, kemudian
dilakukan pemasangan plat penyekat. Menurut Sucahyo (2010), fungsi dari
pemasangan plat adalah untuk membentuk koagulum dalam lembaran yang seragam.

4. Penggilingan
Menurut Sucahyo (2010), koagulum digiling untuk mengeluarkan kandungan
air, mengeluarkan sebagian serum, membilas, membentuk lembaran tipis dan
memberi garis batikan pada lembaran. Untuk memperoleh sheet, koagulum digiling
dengan beberapa gilingan rol licin, rol belimbing dan rol motif. Di bagian atas mesin
gilingan dilengkapi dengan saluran air bersih yang disemprotkan untuk pencucian
lembaran sit selama penggilingan. Di bawah gilingan terakhir terdapat bak air
pencuci lembaran untuk membersihkan sisa asam. Air dalam bak ini diusahakan
mengalir karena lembaran gilingan masih banyak mengandung serum dan asam yang
harus dicuci.
Selanjutnya lembaran digantung dalam lori untuk ditiriskan selama 1-2 jam.
Penirisan dilakukan pada tempat teduh dan terlindungi dari sinar matahari. Setelah
ditiriskan, leembaran sit diangkut ke dalam kamar asap (Sucahyo, 2010).
5. Pengasapan
Sebelum proses pengasapan, kamar asap dibersihkan terbih dahulu, jika ada
bambu yang tidak layak pakai perlu diganti. Bambu yang sudah tidak layak dipakai
ini nantinya akan menjadikan sheet yang dijemur akan dikenai jamur (Khomah et. al.,
2013).

14
Menurut Agustono (2013), pengasapan dapat membantu pengeringan dan
menghambat pertumbuhan spora-spora atau mikroorganisme lainnya. Selama proses
pengasapan, suhu, ventilasi dan jumlah asap diatur dan dijaga. Lantai ruangan perlu
disemen dan dibuat miring. Agar air yang masih ada dalam sheet tidak mengumpul
diruangan maka perlu dibuat saluran pengairan menuju keluar. Pada hari pertama
biasanya banyak sekali uap air sehingga perlu dikeluarkan secepatnya dari ruangan.
Pentingnya pengaturan ventilasi dan pengairan disebabkan karena tempat yang terlalu
lembab mudah menjadi sarang bakteri, cendawan atau mikroorganisme lain. Proses
pengeringan atau pengasapan dilakukan selama 5-6 hari tergantung ketebalan sheet,
sheet yang tebal membutuhkan waktu pengeringan yang lebih lama, semakin tipis
lembaran sheet nya semakin cepat proses pengeringannya. Pada setiap harinya
pengaturan suhu kamar pengasapan harus dengan ketentuan sebagai berikut :
Tabel 3. Suhu Ruang Pengasapan dan Ketentuannya
Hari Suhu Ruangan Lama Waktu Pengaturan Ventilasi
o o
1 40 -45 C 10-12 jam Atas buka 100%; bawah tutup 100%
2 45o-50oC 24 jam Atas buka 75%; bawah tutup 75%
o o
3 50 -55 C 24 jam Atas buka 50%; bawah tutup 50%
4 55o-60oC 24 jam Atas buka 25%; bawah tutup 25%
5 60oC 24 jam Atas buka 25%; bawah tutup 25%
Sumber : Agusutono (2013)
6. Sortasi
Menurut Sucahyo (2010), proses sortasi dilakukan secara visual berdasarkan
warna, kotoran, gelembung udara, jamur dan kehalusan gilingan yang mengacu pada
standar yang terdapat padi SNI 06-0001-1987 The Green Book.
Menurut Agusutono (2013), sheet harus diseleksi atau disortir. Hal ini penting
karena menyangkut mutu yang dihasilkan dan harga jualnya. Sheet yang berlainan
mutunya tidak boleh digabungkan karena bisa merusak kepercayaan serta hubungan
baik dengan pembeli. Mutu karet RSS terdiri dari berbagai mutu mulai dari yang
paling baik yaitu RSS 1, RSS 2, RSS 3, dan cutting (Oktavia, 2014).

15
Proses sortasi dilakukan dimeja kaca berwarna putih susu dengan dinding di
sebelah bawah yang berwarna putih membentuk sudut 45 o yang digunakan untuk
pemeriksaan. Cahaya yang digunakan pada proses sortasi harus cukup dan mengenai
dinding putih. Bila ruangan gelap bisa digunakan cahaya dari lampu listrik. Kotoran
dan gelembung-gelembung udara diutamakan untuk dikontrol. Selain itu juga perlu
diperiksa ketebalan, panjang, lebar dan warna sheet yang dihasilkan. Warna yang
diinginkan pasar adalah cokelat jernih. Kadang-kadang toleransi dengan warna cukup
besar karena warna bukanlah hal vital dalam smoked sheet. Warna yang terlalu tua
karena banyak diasap tidak diinginkan. Warna agak tua asalkan tidak berlebihan
pengasapannya masih diterima. Sedangkan warna yang muda tidak disukai karena
rawan jamur (Agusutono, 2013). Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kualitas
karet RSS adalah faktor man, methode, material, machine, dan environment (Khomah
et. al., 2013).
7. Pengemasan dan Pengepresan
Menurut Agusutono (2013), pengemasan dan pengepresan dilakukan untuk
membentuk big bale/ small bale. Bale/bandela adalah satuan RSS yang sudah
dikemas. Pengemasan untuk RSS dibuat 2 macam yaitu:
a. Big bale, dengan panjang 60 cm, lebar 48 cm, dan berat 113 kg/bale. Dibungkus
dengan lembar sheet dengan mutu yang sama dilabor/pengecatan dan di
leter/penyablonan. Bahan pembuatan lem untuk pembungkus adalah campuran
dari karet potongan dan minyak tanah/premium. Bahan sablon adalah flexo in
black ditambah dengan reducer dengan perbandingan 1: 2.
b. Small bale (khusus RSS 1), dengan panjang 71 cm, lebar 36 cm, tinggi 15 cm,
berat 33,333 kg/bale.
8. Penyimpanan
Menurut Agusutono (2013), penyimpanan bertujuan untuk menghindari
terjadinya kerusakan mutu RSS sebelum pengiriman, dengan cara disimpan diatas
landasan kayu kering, timbunan bale maksimal tiga sap untuk big bale, dan enam sap

16
untuk small bale. Apabila lama tidak ada pengiriman, timbunan bale harus dibalik
menurut sisinya secara bergantian.
9. Pengiriman
Sebelum proses pengiriman dilakukan, harus checking alat angkut dan
checking ketepatan berat dengan menimbang kembali bale yang akan dikirim ke
dudang penyimpanan (Agusutono, 2013).

2.9 Penentuan mutu RSS


Untuk kelas mutu karet, secara konvensional ditetapkan dalam SNI 06-0001-
1987. Berdasarkan SNI tersebut, karet diklasifiasikan menjadi 6 kelas mutu yaitu
cutting (potongan dari lembaran yang masih mentah atau masih ada gelembung
udaranya tapi hanya sebagian kecil jadi masih bisa dicutting) dan RRS 1-5.
Sedangkan mutu RSS 1-5 adalah sebagai berikut:
1. RRS 1
Persyaratan SNI mengenai mutu 1 ini, yaitu RSS yang dihasilkan: harus
benar-benar kering, bersih, kuat, tidak cacat, tidak berkarat, tidak melepuh dan tidak
ada benda-benda pengotor. Selain itu juga tidak boleh ada garis-garis pengaruh
oksidasi, sit lembek, suhu pengeringan yang tinggi, belum benar-benar kering,
pengasapan berlebih, warna tua serta terbakar. Masih diperkenankan jika ada
gelembung berukuran kecil sekecil jarum namun jika letaknya tersebar merata.
Dilakukan pembungusan yang baik agar terhindar dari jamur, namun apabila dibuka
dan masih terdapat jamur disekitar bungkusnya masih diperkenankan asal tidak
masuk pada bagian karetnya.

2. RRS 2
Persyaratan SNI mengenai mutu 2 ini tidak banyak permintaaan, diantaranya
yaitu RSS yang dihasilkan: harus benar-benar kering, bersih, kuat, bagus, tidak
melepuh dan tidak ada kotoran. Sit juga tidak boleh ada noda atau garis-garis
pengaruh oksidasi, sit lembek, belum benar-benar kering, pengasapan berlebih, warna

17
tua serta terbakar. Masih diperkenankan jika ada gelembung berukuran 2 kali ukuran
jarum namun jika letaknya tersebar merata. Dilakukan pembungusan yang baik agar
terhindar dari zat-zat dammar dan jamur, namun terdapat pada kulit luar bandela serta
menempel pada sit apabila lebih dari 5% sudah tidak dapat ditolerir.

3. RRS 3
Persyaratan SNI mengenai mutu 3 ini, diantaranya yaitu RSS yang dihasilkan:
harus kering, bersih, kuat, bagus, tidak melepuh dan tidak ada kotoran. Sit juga masih
boleh ada nodadari tanaman karet namun tidak dapat diterima apabila ada garis-garis
pengaruh oksidasi, sit lembek, belum benar-benar kering, pengasapan berlebih, warna
tua serta terbakar. Masih diperkenankan jika ada gelembung berukuran 3kali ukuran
jarum namun jika letaknya tersebar merata. Dilakukan pembungusan yang baik agar
terhindar dari zat-zat dammar dan jamur, namun terdapat pada kulit luar bandela serta
menempel pada sit apabila lebih dari 10% sudah tidak dapat ditolerir.

4. RRS 4
Persyaratan SNI mengenai mutu 4 ini, diantaranya yaitu RSS yang dihasilkan:
harus kering, kuat, tidak cacat, tidak melepuh dan tidak ada kotoran luar atau pasir.
Sit juga masih boleh ada noda dari tanaman karet namun tidak dapat diterima apabila
ada garis-garis pengaruh oksidasi, sit lembek, belum benar-benar kering, pengasapan
berlebih, warna tua serta terbakar. Masih diperkenankan jika ada gelembung
berukuran 4 kali ukuran jarum dan karet agak rekat, kotoran dari kulit pohon asal
tidak banyak dan diperkenankan ada noda asal jernih. Dilakukan pembungusan yang
baik agar terhindar dari zat-zat dammar dan jamur, namun terdapat pada kulit luar
bandela serta menempel pada sit apabila lebih dari 20% sudah tidak dapat ditolerir.

5. RRS 5
Persyaratan SNI mengenai mutu 5 ini, diantaranya yaitu RSS yang dihasilkan:
harus kokoh, tidak ada kotoran atau benda asing kecuali diperkenankan. RRS 5

18
adalah yang terendah standartnya. Bintik-bintik, Bintik-bintik, gelembung kecil,
noda kulit pohon yang besar, karet agak rekat, kelebihan asap dan sedikit belum
kering masih termasuk dalam batas toleransi. Bahan damar atau jamur kering pada
pembungkus kulit bagian luar bandela serta pada sit, asalkan tidak melebihi 30% dari
keseluruhan masih mungkin untuk kelas RSS 5. Pengeringan pada suhu tinggi dan
bekas terbakar tidak diperkenankan untuk jenis kelas ini.

BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Proses pengolahan RSS


Prinsip pengolahan sheet adalah mengubah lateks segar menjadi lembaran
karet kering bergaris, (beralur) dan asap. Proses koagulasi, pengasapan dan
penyaringan merupakan suatu bagian yang sangat penting dari pengolahan sheet dan
proses tersebut sangat berpengaruh terhadap mutu sheet yang dihasilkan. Diagram alir
proses pengolahan RSS sebagai berikut :

19
Lateks segar dari kebun

Saringan

Bak pencampur

Bak pengencer ( di encerkan dengan air )

Saringan

Bak koagulasi (penambahan bahan koagulan, pembekuan selama 3-4 jam )

Gilingan sheet

Penggantungan

Rumah pengasapan (diasap sekitar 5 hari suhu 50-60oC)

Sortasi

Lateks dari kebun akan menggumpal atau membeku secara alami dalam waktu
beberapa jam setelah dikumpulkan. Penggumpalan dapat disebabkan oleh timbulnya
asam-asam akibat terurainya bahan bukan karet yang terdapat pada lateks akibat
aktivitas mikroorganisme. Hal itu pula yang menyebabkan mengapa lump hasil
penggumpalan alami berbau busuk. Selain itu, penggumpalan juga disebabkan oleh
timbulnya anion dari asam lemak hasil hidrolisis lipid yang ada didalam lateks. Anion
asam lemak ini sebagian besar akan bereaksi dengan ion magnesium dan kalsium
dalam lateks membentuk sabun yang tidak larut, keduanya menyebabkan
ketidakmantapan lateks yang pada akhirnya terjadi pembekuan. Prakoagulasi
merupakan pembekuan pendahuluan yang tidak diinginkan yang menghasilkan lump
atau gumpalan-gumpalan pada cairan getah sadapan. Pencegahan prakoagulasi dan
pengawetan lateks kebun perlu dilakukan, terlebih jika jarak antara kebun dengan

20
pabrik pengolahan cukup jauh. Zat yang digunakan sebagai bahan pengawet disebut
dengan zat antikoagulan. Syarat zat antikoagulan adalah harus memiliki pH yang
tinggi atau bersifat basa. Ion OH- didalam zat antikoagulan akan menetralkan ion H +
pada lateks, sehingga kestabilannya dapat tetap terjaga dan tidak terjadi
penggumpalan. Terdapat beberapa jenis zat anti koagulan yang umumnya digunakan
oleh perkebunan besar atau perkebunan rakyat diantaranya adalah amoniak, soda atau
natrium karbonat, formaldehidel, serta natrium sulfit.
Dalam hal proses pengolahan lateks ditempat pengolahan atau pabrik biasanya
memiliki urutan kerja tertentu untuk menghasilkan hasil olahan lateks berupa
lembaran ( sheet ). Pengolahan sheet oleh perkebunan dilakukan dipabrik pengolahan
dengan menggunakan peralatan baik dan dengan kapasitas yang lebih besar, oleh
karena itu sheet yang dihasilkan berkualitas tinggi. Standar kualitas yang tinggi
tersebut dapat dicapai karena proses pembuatannya dilakukan sesuai dengan
persyaratan pekerjaan yang memenuhi standar. Pekerjaan tersebut meliputi:
1. Penerimaan lateks
Lateks hasil penyadapan yang berasal dari berbagai bagian kebun diangkut
dengan tangki dan yang ditarik truk ke pabrik. Dipabrik, lateks diterima dan dicampur
didalam bak penampungan. Lateks yang dimasukkan kedalam bak penampungan
harus disaring terlebih dahulu untuk mencegah aliran lateks yang terlalu deras dan
terbawanya lump atau kotoran lainnya. Saringan tersebut terdiri dari saringan kasar
dan sedang yang terbuat dari aluminium. Dari lateks yang telah terkumpul dalam bak
penerimaan, diambil contoh atau sampel untuk mengetahui kadar karet keringnya.
Hal ini penting untuk memperhitungkan kebutuhan air dalam proses pengenceran
lateks.

2. Pengenceran Lateks
Pengeceran lateks atau mengurangi kadar karet adalah menurunkan kadar karet
yang terkandung dalam lateks sampai diperoleh kadar karet baku sesuai dengan yang

21
diperlukan dalam pembuatan sheet, yaitu sebesar 13 %, 15%, 16%, atau 20%. Sesuai
dengan kondisi dan peralatan. Adapun tujuan dari pengenceran lateks adalah :
1. Untuk melunakkan bekuan, sehingga tenaga gilingan tidak terlalu berat.
2. Memudahkan penghilangan gelembung udara atau gas yang terdapat pada lateks
3. Memudahkan meratanya koagulun (Asam pembeku) yang dibutuhkan unutk
proses koagulasi

3. Pembekuan Lateks
Pembekuaan atau koagulasi bertujuan untuk mempersatukan butir-butir karet
yang terdapat dalam cairan lateks, supaya menjadi satu gumpalan atau koagulum.
Untuk membuat koagulum ini lateks perlu dibubuhi obat pembeku atau koagulan,
seperti asam semut atau asam cuka. Menurut penelitian, terjadinya koagulasi adalah
karena terjadinya penurunan pH. Lateks segar yang diperoleh dari hasil sadapan
mempunyai pH 6,5 supaya tidak terjadi pengumpalan. pH yang mendekati netral
tersebut harus diturunkan sampai 4,7. Pada kemasaman ini tercapai titik isoelektrik
atau keseimbangan muatan listrik pada permukaan partikel-partikel karet, sehingga
partikel-partikel tersebut dapat menggumpal menjadi satu. Penurunan pH ini terjadi
dengan membubuhi asam semut 1% atau asam cuka 2% kedalam lateks yang telah
diencerkan.

4. Penggilingan
Koagulun yang didapatkan dari lateks tersebut diambil dan digiling dengan
mesin penggiling manual atau otomatis. Mesin penggiling tersebut terdiri dari mesin
penggiling halus dan mesin penggiling cetakan. Tujuan dari gilingan ini adalah :
a. Mengubah koagulum menjadi lembaran-lembaran yang mempunyai lebar,
panjang dan tebal tertentu.
b. Untuk mengeluarkan serum yang terdapat didalam koagulum.

22
5. Pengasapan
Sebelum proses pengasapan, kamar asap dibersihkan terbih dahulu, jika ada
bambu yang tidak layak pakai perlu diganti. Bambu yang sudah tidak layak dipakai
ini nantinya akan menjadikan sheet yang dijemur akan dikenai jamur (Khomah et. al.,
2013).
Menurut Agustono (2013), pengasapan dapat membantu pengeringan dan
menghambat pertumbuhan spora-spora atau mikroorganisme lainnya. Selama proses
pengasapan, suhu, ventilasi dan jumlah asap diatur dan dijaga. Lantai ruangan perlu
disemen dan dibuat miring. Agar air yang masih ada dalam sheet tidak mengumpul
diruangan maka perlu dibuat saluran pengairan menuju keluar. Pada hari pertama
biasanya banyak sekali uap air sehingga perlu dikeluarkan secepatnya dari ruangan.
Pentingnya pengaturan ventilasi dan pengairan disebabkan karena tempat yang terlalu
lembab mudah menjadi sarang bakteri, cendawan atau mikroorganisme lainnya.
Proses pengeringan atau pengasapan dilakukan selama 5-6 hari tergantung ketebalan
sheet, sheet yang tebal membutuhkan waktu pengeringan yang lebih lama, semakin
tipis lembaran sheet nya semakin cepat proses pengeringannya

6. Sortasi
Menurut Sucahyo (2010), proses sortasi dilakukan secara visual berdasarkan
warna, kotoran, gelembung udara, jamur dan kehalusan gilingan yang mengacu pada
standar yang terdapat padi SNI 06-0001-1987 The Green Book.
Menurut Agusutono (2013), sheet harus diseleksi atau disortir. Hal ini penting karena
menyangkut mutu yang dihasilkan dan harga jualnya. Sheet yang berlainan mutunya
tidak boleh digabungkan karena bisa merusak kepercayaan serta hubungan baik
dengan pembeli. Mutu karet RSS terdiri dari berbagai mutu mulai dari yang paling
baik yaitu RSS 1, RSS 2, RSS 3, dan cutting (Oktavia, 2014).
Proses sortasi dilakukan dimeja kaca berwarna putih susu dengan dinding di
sebelah bawah yang berwarna putih membentuk sudut 45 o yang digunakan untuk

23
pemeriksaan. Cahaya yang digunakan pada proses sortasi harus cukup dan mengenai
dinding putih. Bila ruangan gelap bisa digunakan cahaya dari lampu listrik. Kotoran
dan gelembung-gelembung udara diutamakan untuk dikontrol. Selain itu juga perlu
diperiksa ketebalan, panjang, lebar dan warna sheet yang dihasilkan. Warna yang
diinginkan pasar adalah cokelat jernih. Kadang-kadang toleransi dengan warna cukup
besar karena warna bukanlah hal vital dalam smoked sheet. Warna yang terlalu tua
karena banyak diasap tidak diinginkan. Warna agak tua asalkan tidak berlebihan
pengasapannya masih diterima. Sedangkan warna yang muda tidak disukai karena
rawan jamur (Agusutono, 2013).

BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah yang telah dibuat yaitu tahapan pengolahan
RSS meliputi penyaringan, pengenceran, penambahan bahan koagulasi, penggilingan,
pengasapan dan sortasi.

4.2 Saran

24
Berdasarkan pembahasan makalah yang telah dibuat diharapkan pengolahan
lateks dapat dilakukan semaksimal mungkin agar hasil dari pengolahan RSS juga
berkualitas baik.

DAFTAR PUSTAKA

Agusutono, S. 2013. Pengolahan Karet PT. Katekoka Prima Bakti P3RI cabang
PTPN XII (PERSERO). Jakarta : Penebar Swadaya.

Alfa, A.A. 2003. Pengaruh Perlakuan Lateks Alam dengan H2O2NaOCl Terhadap
Karakter Lateks dan Kelarutan Karet Siklo Dari Lateks. Jakarta : Simposium
Nasional Polimer IV

25
Anwar, C. 2011. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Medan: Pusat Penelitian
Karet.

Budiman, 1974. Pengaruh Klonal pada Viskositas Karet Mentah. Jurnal Pertanian.
Vol 42 (5), hal. 263-266

Djumarti. 2011. Diklat Kuliah Teknologi Pengolahan Tembakau, Gula, dan Lateks.
Jember : FTP UJ

Goutara, B. D., dan Tjiptadi, W. 1985. Dasar Pengolahan Karet, Angroindustri.


Bogor: Institut Pertanian Bogor Press.

Khomah, I., E. S. Rahayu dan M. Harisudin. 2013. Analisis Pengendalian Kualitas


Karet Pada PT. Perkebunan Nusantara IX (PERSERO) Kebun Batujamus/
Kerjoarum Karanganyar. Jurnal Agribisnis Vol 1 (1) : 90-104.

Manday, P. B. 2008. Pengaruh Penambahan Asam Formiat Sebagai Koagulan


Terhadap Mutu Karet. Medan : Universitas Sumatera Utara

Maryadi., 2005. Manajemen Agrobisnis Karet. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.

Octavia, V., E. Suroso dan T. P. Utomo. 2014. Strategi Optimalisasi Bahan Baku
Lateks Pada Industri Karet Jenis Ribbed Smoked Sheet (RSS). Jurnal
Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. Vol. 19 No. 2.

Setyamidjaja, D.,1993. Karet Budidaya dan Pengolahan. Yogyakarta: Penerbit


kasinius

Sucahyo, L. 2010. Kajian pemanfaatan asap cair tempurung kelapa sebagai bahan
koagulan lateks dalam pengolahan ribbed smoked shett (RSS) dan
pengurangan bau busuk bahan olahan karet. Skripsi. Bogor: Jurusan Teknik
Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Suparto, D. 2002. Pengetahuan Tentang Lateks Hevea. Bogor: Balai Penelitian
Teknologi Karet.
Thaher, A.F., A. Iqbal., dan A. Lestikasari. 2012. Penetapan Kadar Karet Kering
(KKK). Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Tanaman Perkebunan (PPM
1601). Bandar Lampung : Program Studi Produksi dan Manajemen Industri
Perkebunan .Politeknik Negeri Lampung.

Triwijoso, S. U., dan Siswantoro, O. 1989. Pedoman Teknis Pengawetan dan


Pemekatan Lateks Hevea .Bogor : Balai Penelitian Perkebunan

26
Triwijoso. 1995. Pengetahuan Umum Tentang Karet Hevea. Bogor: Balai Penelitian
Teknologi Karet

Zuhra, C. F. 2006. Karet. Medan: Univeritas Sumatera Utara Press.

27

Anda mungkin juga menyukai