Anda di halaman 1dari 28

PENENTUAN KARAKTERISTIK MUTU LATEKS

(Lateks Kebun Pekat)

Oleh:
Angel Miranda / 210305012
Nur Laily Rahmah Rangkuti / 210305063
I/04

LABORATORIUM ANALISA KIMIA DAN BIOKIMIA PANGAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2023
DAFTAR ISI

Hal
DAFTAR ISI ...................................................................................................... i

DAFTAR TABEL .............................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iii

PENDAHULUAN
Latar Belakang........................................................................................... 1
Tujuan Percobaan ...................................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3

METODOLOGI
Waktu dan Tempat Percobaan ................................................................... 6
Bahan ......................................................................................................... 6
Alat ............................................................................................................ 6
Prosedur Percobaan ................................................................................... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil ........................................................................................................... 9
Pembahasan ............................................................................................... 12

KESIMPULAN.................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 23

LAMPIRAN

i
DAFTAR TABEL

No. Hal
1. Data pengamatan kadar karet kering (KKK)………………………………. 9
2. Data pengamatan total solid content (TSC)…….…………………………. 9
3. Data pengamatan kadar air lateks..…..…………………………………….. 10
4. Data pengamatan kadar abu..………………….…………………………… 10

ii
DAFTAR GAMBAR

No. Hal
1. Lateks setelah pengujian KKK ………………………………………… 16
2. Lateks yang telah diuji kadar abu …...………………………………….. 18

iii
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lateks adalah cairan putih susu atau getah alami yang diperoleh dari

berbagai jenis pohon karet, terutama dari pohon karet alami (Hevea brasiliensis).

Lateks mengandung polimer karet alami yang merupakan polimer elastis yang

dapat digunakan dalam berbagai produk karet. Lateks merupakan bahan dasar yang

penting dalam industri karet dan digunakan untuk berbagai produk, termasuk

sarung tangan lateks, ban kendaraan, produk medis, alat-alat perlindungan pribadi,

mainan anak-anak, dan banyak lagi.

Ciri utama dari lateks adalah elastisitasnya yang memungkinkan produk-

produk karet dibuat dengan sifat elastis yang baik. Selain itu, lateks juga memiliki

sifat tahan air dan tahan aus yang bagus. Dalam penggunaan medis, lateks sering

digunakan untuk sarung tangan bedah karena sifatnya yang tahan air dan elastis,

sehingga cocok untuk melindungi tenaga medis dan pasien dari kontaminasi. Secara

umum, lateks adalah bahan yang sangat penting dalam industri karet dan memiliki

beragam aplikasi berdasarkan sifat-sifat elastis, tahan aus, dan tahan airnya.

Penentuan karakteristik mutu lateks pekat adalah suatu aspek kritis dalam

industri karet, terutama dalam produksi barang-barang karet. Lateks pekat adalah

bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan produk-produk karet ini dan

karakteristik mutunya berpengaruh besar terhadap kualitas akhir produk. Dalam

upaya untuk memastikan kualitas dan konsistensi produk karet, pemeriksaan dan

penentuan karakteristik mutu lateks pekat menjadi suatu langkah penting dalam

memastikan kualitas produk karet yang konsisten dan berkualitas tinggi.

1
2

Kandungan dalam lateks adalah komposisi kimia yang ditemukan dalam

cairan getah alami yang diperoleh dari pohon karet alami (Hevea brasiliensis) atau

dalam lateks sintetis yang diproduksi secara buatan. Kandungan ini sangat

memengaruhi sifat dan aplikasi lateks tersebut. Secara umum, kandungan dalam

lateks mencakup polimer karet alami, air, protein, gula, lipid, dan senyawa organik

lainnya. Kandungan polimer karet alami yang merupakan poliisoprena adalah

komponen utama yang memberikan lateks sifat elastisnya yang unggul. Kandungan

air biasanya cukup tinggi dan persentasenya bervariasi tergantung pada proses

pengolahan lateks.

Tujuan percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui cara pengujian

kadar air, kadar karet kering (KKK), kadar abu, dan total solids content (TSC), serta

jumlahnya yang terkandung di dalam sampel karet.


TINJAUAN PUSTAKA

Karet alami dan chicle merupakan dua produk lateks yang berasal dari hutan

tropis. Karet alami yang diperoleh dari berbagai sumber tanaman tropis, sudah

diketahui oleh penduduk pribumi Mesoamerika sejak tahun 1600 SM. Pada masa

itu, mereka telah mampu membuat bola, patung, dan pita karet yang lebar. Lateks

tersebut diolah dengan getah dari tanaman anggur lpomoea alba yang termasuk

dalam keluarga morning glory (Convolvulaceae) yang mengubah lateks mentah

menjadi karet. Teknik ini masih digunakan di beberapa bagian hingga sampai saat

ini (Levetin dan Mahon, 2012).

Tanaman karet adalah salah satu komoditas perkebunan yang berperan

penting dalam perekonomian Indonesia. Karet menghasilkan lateks, sebuah cairan

kental berwarna putih hingga kekuningan yang mengandung berbagai komponen

seperti karet, protein, resin, zat gula, dan air dengan tingkat kandungan yang

bervariasi tergantung pada jenis dan kualitas pohon karet yang diambil lateksnya.

Protein dalam lateks karet terutama terdapat pada permukaan partikel karet, dan

protein utama yang disebut hevein memiliki kemampuan untuk memengaruhi

produksi lateks dan menjaga stabilitas koloid lateks (Valentina, dkk., 2020).

Lateks adalah suspensi koloid yang terdiri dari berbagai organel sel dalam

cairan serum. Berbeda dengan getah tumbuhan yang mengandung unsur seperti

hormon, air mineral, dan gula. Lateks merupakan sitoplasma yang masih hidup.

Selain komponen yang telah disebutkan, lateks juga mengandung berbagai organel,

asam nukleat, protein (termasuk enzim), dan molekul organik lainnya. Karet alami

memiliki kemampuan unik untuk meregang berkali-kali tanpa mengurangi

kekuatannya, terdiri dari rantai pangan unit cis-1,4 isoprena (Matsui, 2020).

3
4

Proses panen lateks melibatkan penyayatan kulit batang dan mengumpulkan

lateks yang menetes ke dalam wadah. Proses penyadapan terhadap pohon karet

lebih baik dilakukan di pagi hari sebelum matahari terbit, karena tekanan turgor sel

berada pada tingkat tinggi sebelum matahari terbit. Penyadapan yang dilakukan di

pagi hari saat tekanan turgor sel tinggi membuat lateks akan segera mengalir dengan

kecepatan maksimum setelah disadap, kemudian secara perlahan berkurang hingga

berhenti mengalir. Pada umumnya, pengumpulan lateks utama dilakukan sebelum

tengah hari. Namun, setelah pengumpulan utama ini, beberapa pohon masih

melepaskan lateks dengan laju aliran yang lebih rendah (Junaidi, dkk., 2019).

Penyadapan merupakan tindakan pokok dalam pengelolaan tanaman karet

dengan tujuan untuk membuka saluran lateks pada permukaan kulit pohon,

sehingga lateks dapat mengalir dengan cepat. Kecepatan aliran lateks akan menurun

jika jumlah cairan lateks di kulit berkurang. Kulit karet yang memiliki ketinggian

sekitar 260 cm dari tanah merupakan posisi yang terbaik untuk melakukan proses

penyadapan. Oleh karena itu, penyadapan harus dilakukan dengan sangat hati-hati

untuk menghindari kerusakan pada kulit pohon tersebut. Kesalahan dalam proses

penyadapan dapat mengakibatkan penurunan produksi lateks (PS, 2008).

Lateks pekat atau lateks konsentrat adalah satu-satunya bentuk cairan dari

produk karet alam yang diperdagangkan. Pengolahan lateks dengan proses

sentrifugasi akan menghasilkan lateks dengan kadar karet kering mencapai sekitar

60 persen. Lateks ini digunakan dalam pembuatan produk karet tipis seperti sarung

tangan dan balon. Selain itu, lateks ini juga digunakan sebagai bahan dasar dalam

pembuatan produk karet busa atau karet spons, seperti kasur tidur, jok mobil, dan

spons pembersih. Lateks alam merupakan suspensi partikel lateks dalam air, dengan
5

komposisi maksimum komponen non-karet yang terdiri dari kotoran sebesar 0,20%,

abu 1,00%, senyawa volatile 0,80%, dan nitrogen 0,60% (Anom, 2022).

Kandungan Karet Kering dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk jenis

varietas pohon, cuaca, waktu penyadapan, suhu, dan usia pohon. Varietas pohon

memiliki dampak signifikan karena setiap varietas memiliki beragam kualitas dan

kandungan lateks yang berbeda. Cuaca juga sangat memengaruhi terutama saat

musim hujan, yang selain mengganggu proses penyadapan juga mengakibatkan

peningkatan kandungan air dalam lateks yang dapat berdampak pada pemborosan

lateks bersama air. Disisi lain, musim kemarau membuat kandungan lateks tidak

stabil karena sebagian komponennya menguap (Nefftalia, dkk., 2015).

Total solids content dalam lateks didefinisikan sebagai persentase massa

keseluruhan yang tidak menguap dalam kondisi pengeringan tertentu di udara

terbuka pada suhu yang tinggi. Total Solids Content mencakup kandungan karet

kering dan bahan padatan lain yang disebut kandungan padatan non-karet dalam

lateks. Kandungan non-karet adalah indikator kebersihan lateks. Semakin rendah

kandungan padatan non-karet, semakin bersih lateksnya. Oleh karena itu,

kandungan padatan non-karet dapat dihitung dengan mengurangkan total solids

content dan kandungan karet kering dari lateks (Hock dan Sirisomboon, 2014).
METODOLOGI

Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan yang berjudul Penentuan Karakteristik Mutu Lateks (Lateks

Kebun Pekat) dilaksanakan pada Rabu, 25 Oktober 2023 pada pukul 08.00 WIB

sampai dengan selesai di Laboratorium Analisa Kimia dan Biokimia Pangan

Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Lateks Kebun

Pekat yang diperoleh dari Toko Suka Jadi, Jl. Bandung No 5-A/76, Ps. Baru,

Kecamatan Medan Kota, Kota Medan.

Reagensia

Adapun reagensia yang digunakan pada percobaan ini adalah asam asetat

(CH3COOH) 20% dan aquadest.

Alat

Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah timbangan

analitik, botol kaca, pengaduk, beaker glass, penangas air, desikator, cawan

alumunium, cawan petri, cawan porselen, tanur, oven listrik, talenan, serbet, kain

flannel, masker, sarung tangan, dan sendok stainless steel, pipet tetes, pisau cutter.

Prosedur Percobaan

A. Penentuan Kadar Karet Kering Lateks

- Ditimbang lateks sebanyak 70 g, 80 g, 90 g, 100 g, dan 110 g, dalam

beaker glass.

6
7

- Dibekukan lateks dengan asam asetat (CH3COOH) 20%, dengan

perbandingan 1:1, dan dipanaskan di atas penangas air pada suhu 80 °C

sampai serumnya jernih.

- Digiling koagulan atau bekuan menjadi crepe dengan ketebalan 1-2 mm,

dan dicuci.

- Dikeringkan crepe di dalam oven, setelah itu didinginkan dalam

desikator dan ditimbang. Rumus perhitungan KKK ditunjukkan pada

persamaan berikut:

Berat Karet Kering


Kadar Karet Kering (%KKK)= x 100%
Berat Lateks

B. Penentuan Total Solid Content (TSC) Lateks

- Ditimbang lateks kebun sebanyak 2 g di dalam cawan aluminium

- Digoyang-goyang lateks hingga rata.

- Dikeringkan di dalam oven selama 16 jam pada suhu 70 °C.

- Didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang.

(Berat Karet Kering + Cawan) - Berat Cawan


%TSC = x 100%
Berat Sampel

C. Penentuan Kadar Air Lateks

- Ditimbang lateks kebun sebanyak 5 g di dalam cawan aluminium.

- Dimasukkan bahan yang telah ditimbang ke dalam cawan yang telah

dikeringkan.

- Dikeringkan cawan yang berisi bahan tersebut di dalam oven pada suhu

60 °C selama 2 jam. Dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit,

ditimbang berat cawan yang berisi bahan tersebut.

- Dimasukkan ke dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 °C.


8

- Dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang.

- Diulangi 4 tahap tersebut hingga diperoleh berat konstan.

- Dihitung kadar air bahan dengan menggunakan rumus:

W1 - (W2 - W0)
Kadar air (%BK) = ×100%
(W2 - W0)

W1 - (W2 - W0)
Kadar air (%BB) = ×100%
W1

- Keterangan:

W0 = Berat cawan (g)

W1 = Berat awal bahan (g)

W2 = Berat akhir bahan konstan (g)

D. Penentuan Kadar Abu Lateks

- Ditimbang 5 g lateks kebun dalam cawan porselen.

- Dipijarkan di atas hot plate.

- Diabukan di dalam tanur pada suhu 100 °C selama 1 jam, 300 °C selama

2 jam, dan 500 °C selama 2 jam.

- Didinginkan dalam desikator dan ditimbang untuk mengetahui bobot

abu dengan rumus:

(Berat Akhir + Cawan) - Berat Cawan


% Kadar Abu = ×100%
Berat Lateks
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tabel 1. Data pengamatan kadar karet kering (KKK)


%Kadar Karet Kering
Pas Berat Lateks (g) Berat Karet Kering (g)
(KKK)
1 70,0098 38,9153 55,59
2 80,0011 44,1455 55,18
3 90,0082 50,0021 55,55
4 100,0020 55,3415 55,34
5 100,0075 60,9854 55,44
Perhitungan:
Berat Karet Kering-Berat Cawan
%KKK = x 100%
Berat Lateks

100,2588-44,9173
= x 100%
100,0020

55,3415
= x 100%
100,0020

= 55,34%

Tabel 2. Data pengamatan total solid content (TSC)


Berat Lateks Berat Kadar Karet Kering
Pas %TSC
(g) Cawan (g) + Cawan (g)
1 2,0018 3,0691 4,1568 54,34
2 2,0027 3,1519 4,2418 54,42
3 2,0007 3,1014 4,1901 54,39
4 2,0021 3,1436 4,2308 54,31
5 2,0032 3,0941 4,1767 54,04
Perhitungan :
(Berat Karet Kering + Cawan)-Berat Cawan
%TSC = x 100%
Berat Sampel

4,2308 - 3,1436
= x 100%
2,0021

= 54,31%

9
10

Tabel 3. Data pengamatan kadar air lateks


Kadar Kadar
Berat Berat Kadar Karet Kering
Pas Air Air
Lateks (g) Cawan (g) + Cawan (g)
(%BK) (%BB)
1 5,0010 2,9899 5,8321 75,96 43,17
2 5,0023 2,9396 5,7792 76,16 43,23
3 5,0014 2,9695 5,8096 76,12 43,22
4 5,0043 2,9386 5,7809 76,06 43,20
5 5,0014 2,9899 5,8058 77,61 43,69
Perhitungan :
- Kadar Air (%BK)
W1-(W2 - W0)
%BK = x 100%
(W2-W0)

5,0043 - (5,7809-2,9386)
= x 100%
5,7809-2,9386

= 76,06%

- Kadar Air (%BB)


W1-(W2 - W0)
%BK = x 100%
W1

5,0043 - (5,7809-2,9386)
= x 100%
5,0043

= 43,20%

Keterangan :
W1 = Berat lateks (g)
W2 = Berat karet kering + cawan (g)
W0 = Berat cawan (g)

Tabel 4. Data pengamatan kadar abu


Berat Lateks Berat Kadar Karet Kering
Pas %Kadar Abu
(g) Cawan (g) + Cawan (g)
1 5,0080 43,5650 43,5693 0,09
2 5,0109 47,1406 47,1460 0,11
3 5,0077 47,7051 47,7174 0,24
4 5,0066 22,8332 22,8412 0,16
5 5,0187 22,5010 25,5071 0,12
11

Perhitungan:
(Berat Karet Kering + Cawan)-Berat Cawan
%TSC = x 100%
Berat Lateks

22,8412 - 22,8332
= x 100%
5,0066

= 0,16%
12

Pembahasan

Lateks adalah cairan kental yang dihasilkan oleh beberapa tumbuhan,

terutama tanaman karet (Hevea brasiliensis). Lateks memiliki sejumlah

penggunaan yang beragam, terutama dalam industri karet dan manufaktur. Salah

satu penggunaan utama lateks adalah dalam produksi karet alam, dimana lateks

diproses menjadi berbagai produk karet, seperti sarung tangan karet, ban mobil, dan

banyak produk lainnya. Selain itu, lateks juga digunakan dalam pembuatan

berbagai produk medis seperti selang infus dan balon kateter. Berdasarkan literatur

Valentina, dkk., (2020) Tanaman karet adalah salah satu tanaman perkebunan yang

berperan penting dalam mendukung perekonomian Indonesia.

Lateks yang diperoleh dari penyadapan tanaman Havea brasiliensis

memiliki komposisi yang mencakup sekitar 25 hingga 40% bahan karet mentah,

sementara sisanya sekitar 60 hingga 75% terdiri dari serum yang mengandung air

dan zat-zat larut. Menurut Luftinor (2017), komponen utama dari bahan karet

mentah adalah karet murni, yang mencapai kisaran 90 hingga 95%. Selain itu,

bahan karet mentah juga mengandung sekitar 2 hingga 3% protein, 1 hingga 2%

asam lemak, 0,2% gula, dan 0,5% garam seperti natrium (Na), kalium (K),

magnesium (Mg), fosfor (P), kalsium (Ca), tembaga (Cu), mangan (Mn), dan besi

(Fe). Semua komponen ini terdapat dalam partikel tersuspensi dalam serum lateks.

Lateks pekat adalah produk alami yang telah mengalami proses pemekatan,

baik melalui sentrifugasi atau pendadihan, dari kadar karet kering (KKK) awalnya

sekitar 28-30% menjadi sekitar 60-64%. Lateks pekat ini biasanya digunakan dalam

pembuatan produk karet yang tipis dan berkualitas tinggi, seperti yang disebutkan

oleh PS (2008). Tujuan utama dari pemekatan lateks adalah untuk mencapai kadar
13

karet kering sekitar 60%, mengurangi biaya produksi, dan mengontrol kadar air

yang ditambahkan untuk mencapai kadar lateks yang diinginkan. Lateks pekat

dibagi menjadi dua jenis, yaitu lateks pekat creamed dan lateks pekat hasil

sentrifugasi.

Lateks pekat berkualitas tinggi diperoleh dari bahan baku yang masih segar

dan berkualitas baik, dan proses ini diawasi mulai dari tahap penyadapan hingga

pengolahan akhir. Selama tahap penyadapan, sering kali ditambahkan zat

antikoagulan ke dalam mangkuk penyadapan dan wadah pengumpulan lateks.

Penambahan zat antikoagulan ini merupakan langkah penting untuk menjaga

kelestarian keadaan lateks yang akan diolah menjadi lateks pekat. Berdasarkan

literatur Anom (2022) lateks pekat atau lateks konsentrat digunakan dalam

pembuatan produk karet tipis seperti sarung tangan dan balon. Selain itu, lateks juga

digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan produk karet busa atau karet

spons, seperti kasur tidur, jok mobil, dan spons pembersih.

Komposisi utama lateks karet alam terdiri dari partikel karet alam

(poliisoprena), air, dan komponen lain yang bukan karet. Menurut Vachlepi dan

Purbaya (2018) kandungan partikel karet alam (poliisoprena) dalam lateks dikenal

sebagai kadar karet kering (KKK) yang biasanya bervariasi antara 25-45%. Angka

ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor alami, seperti usia tanaman, jenis tanaman, dan

faktor-faktor lainnya. Kadar karet kering (KKK) dalam lateks dapat dipengaruhi

oleh sejumlah faktor yang berperan, seperti proses produksinya.

Salah satu faktor utama yang mempengaruhi kualitas lateks yang dihasilkan

adalah jenis tanaman karet itu sendiri. Berbagai varietas karet memiliki kemampuan

produksi lateks dengan KKK yang berbeda-beda. Selain itu, umur pohon karet juga
14

menjadi faktor kunci, dengan tanaman yang lebih muda cenderung menghasilkan

lateks dengan KKK yang lebih tinggi dibandingkan dengan pohon yang lebih tua.

Faktor lingkungan seperti musim dan cuaca juga berdampak signifikan. Curah

hujan yang tinggi dan perubahan suhu ekstrem dapat mengganggu produksi lateks

dan menyebabkan penurunan KKK. Cuaca yang buruk dapat membuat lateks

menjadi lebih encer.

Kadar air yang terlalu tinggi dalam lateks dapat mengurangi kualitas dan

daya tahan produk karet yang dihasilkan. Menurut Daud, dkk., (2019) semakin

tinggi kadar air suatu bahan pangan, akan semakin besar kemungkinan

kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun

masuknya mikroba perusak. Pengurangan kadar air bahan pangan akan berakibat

berkurangnya ketersediaan air untuk menunjang kehidupan mikroorganisme dan

juga untuk berlangsungnya reaksi-reaksi fisikokimiawi. Oleh karena itu, penting

untuk mengontrol kadar air dalam produksi lateks untuk memastikan kualitas yang

baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air dalam lateks termasuk cuaca,

musim, dan teknik penyadapan.

Total solids content merupakan indikator penting dalam industri karet

karena dapat mempengaruhi berbagai sifat fisik dan kimia lateks, seperti viskositas,

kekentalan, dan kemampuan pemekatan menjadi lateks pekat. Tingginya total

solids content biasanya diinginkan dalam banyak aplikasi, terutama dalam

pembuatan produk karet seperti sarung tangan dan ban mobil, karena meningkatkan

efisiensi dan kualitas proses manufaktur. Menurut Hock dan Sirisomboon (2014)

total solids content mencakup kandungan karet kering dan bahan padatan lain yang

disebut kandungan padatan non-karet dalam lateks. Kandungan non-karet adalah


15

indikator kebersihan lateks. Semakin rendah kandungan padatan non-karet,

semakin bersih lateksnya.

Kadar abu dalam lateks adalah parameter yang mengukur jumlah abu atau

partikel padatan anorganik yang terkandung dalam lateks. Partikel abu ini dapat

berasal dari berbagai sumber, termasuk debu, tanah, atau kontaminan lainnya yang

masuk ke dalam lateks selama proses penyadapan atau pengolahan. Kadar abu

dalam lateks adalah salah satu indikator penting untuk menilai kemurnian lateks.

Menurut Falaah, dkk., (2018) mutu karet mentah dinilai berdasarkan beberapa

karakteristik teknis seperti nilai plastisitas awal, indeks ketahanan plastis,

kandungan abu, tingkat kontaminasi, dan kadar zat yang menguap.

Pengujian karakteristik teknis karet ini menjadi langkah krusial yang harus

dilakukan sebelum tahap produksi dimulai, karena faktor-faktor ini memiliki

dampak signifikan terhadap kualitas akhir produk karet yang dikenal sebagai

vulkanisat. Peningkatan kadar abu dalam lateks dapat mengurangi kualitas lateks

dan dapat mengganggu proses pembuatan produk karet. Kontrol dan pemantauan

kadar abu dalam lateks menjadi sangat penting dalam industri karet.

Kualitas lateks yang baik seringkali diukur dengan kadar abu yang rendah.

Oleh karena itu, pengelolaan penyadapan, transportasi, dan penyimpanan lateks

harus memperhatikan pengendalian terhadap partikel abu untuk memastikan

kualitas produk karet yang optimal. Para produsen dan pabrik pengolahan karet

sering melakukan pengujian rutin untuk mengukur kadar abu dalam lateks guna

memastikan bahwa standar kualitas yang diharapkan terpenuhi. Persentasi kadar

abu yang semakin tinggi menandakan banyaknya benda asing atau pengotor yang

terkandung di dalam cairan lateks.


16

Pengujian kadar karet kering pada percobaan ini dilakukan dengan

membekukan lateks menggunakan asam asetat dengan perbandingan 1:1 dan

kemudian dipanaskan dalam penangas air dengan suhu 80 °C sampai serumnya

jernih. Kemudian koagulan dari lateks di giling menjadi crepe dengan ketebalan

berkisar antara 1-2 mm, lalu dikeringkan crepe di dalam oven sampai mencapai

berat konstan. Penambahan asam asetat kedalam lateks menyebabkan terjadinya

penggumpalan terhadap lateks yang semula berwujud cair. Hal ini sesuai dengan

literatur Neftallia, dkk., (2015) yang menyatakan bahwa bahan kimia yang sering

digunakan untuk menggumpalkan lateks adalah asam formiat dan asam asetat.

Adapun penampakan lateks setelah dikeringkan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Lateks setelah pengujian KKK


(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Pengujian kadar karet kering (KKK) bertujuan untuk mengetahui jumlah

banyaknya senyawa karet yang terkandung di dalam lateks. Nilai KKK yang

semakin tinggi menunjukkan kualitas lateks yang semakin bagus. Hal ini didukung

oleh literatur Cahyadi, dkk., (2018) yang menyatakan bahwa lateks yang memiliki

nilai KKK tinggi menandakan kandungan air dalam lateks semakin rendah.

Kandungan air yang rendah pada lateks akan menghasilkan gumpalan karet yang

elastis dan tidak mudah robek pada saat penggilingan untuk diolah menjadi suatu

benda atau produk.


17

Berdasarkan literatur Valentina, dkk., (2020) menyatakan bahwa

penambahan asam sulfat ke dalam cairan lateks akan menyebabkan ketidakstabilan

partikel koloid pada lateks. Hal ini disebabkan karena, ion H+ akan terikat dengan

ion H- dan mengakibatkan terganggunya struktur protein pada lateks hingga

terpecahnya struktur protein tersebut. Terpecahnya protein akan menyebabkan

terjadinya penggumpalan pada lateks dan air yang semula terkandung dalam lateks

akan terpisah sehingga lateks akan mengalami penyusutan bobot dan hanya

menyisakan senyawa karet yang terkandung yang dinyatakan sebagai kadar karet

kering lateks.

Nilai total solid content (TSC) pada lateks akan mempengaruhi kualitas

produk yang diolah menggunakan bahan baku karet. Total solid content (TSC) yang

tinggi menghasilkan produk atau barang yang memiliki elastisitas yang lebih kuat,

tidak mudah robek, dan lebih tahan lama. Oleh karena itu, total solid content yang

terkandung dalam lateks harus tinggi. TSC dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti,

waktu penyadapan, proses dan lama penyimpanan karet, dan faktor lainnya.

Kadar air menjadi salah satu penentu kualitas dari lateks, kandungan kadar

air yang semakin rendah pada lateks akan menghasilkan produk olahan karet yang

tidak mudah rapuh, dengan elastisitas yang tinggi, dan memiliki ketahanan yang

tinggi, sehingga memiliki nilai jual yang tinggi di pasaran. Air yang terkandung

dalam lateks akan terpisah keluar saat proses penggumpalan lateks dilakukan,

sehingga koagulan yang digunakan pada proses pengolahan sangat berpengaruh

pada lateks yang akan diolah (Valentina, dkk., 2020).

Kadar abu pada suatu bahan merupakan jumlah zat pengotor atau zat asing

yang terkandung dalam suatu bahan. Pada lateks kadar abu terbentuk akibat dari
18

adanya proses oksidasi karbonat dan fosfat dari berbagai senyawa mineral yang

terkandung dalam lateks. Penentuan kadar abu pada lateks dilakukan dengan tujuan

untuk melindungi konsumen dari adanya penambahan atau penggunaan jenis

bahan-bahan lain ke dalam lateks selama proses produksi maupun pasca produksi.

Kadar abu juga sangat berpengaruh pada elastisitas serta ketahanan pada barang

atau benda yang terbuat dari karet (Hidayoko, dkk., 2014). Adapun penampakan

lateks yang telah diuji kadar abu dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Lateks yang telah diuji kadar abu


(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Berdasarkan hasil dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh bahwa

hasil pengujian kadar air pada sampel lateks adalah sebesar 76,06% BK dan 43,30%

BB. Hal ini tidak sesuai dengan literatur Vachlepi, dkk., (2018) yang menyatakan

bahwa berdasarkan SNI 06-1903-2000 kadar zat menguap maksimal 0,80% BB.

Berdasarkan literatur Valentina, dkk., (2020) menyatakan bahwa kandungan air

pada lateks tergolong ke dalam zat volatil yang dapat menguap. Kandungan air yang

tinggi pada lateks dapat membuat lateks menjadi bau busuk dan juga ditumbuhi

oleh jamur.

Berdasarkan hasil dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh bahwa

hasil pengujian kadar abu pada sampel lateks adalah sebesar 0,16%. Hal ini sesuai

dengan literatur Hidayoko, dkk., (2014) yang menyatakan bahwa Standard


19

Indonesian Rubber (SIR) berdasarkan SNI 06-1903-2000, kadar abu pada karet

maksimal sebesar 1%. Tingginya kadar abu yang terdapat pada lateks dapat

dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti cara pengolahan lateks saat produksi

maupun pasca produksi, kondisi tanah, kondisi cuaca dan lingkungan, dan daun

yang gugur dari pohon juga dapat meningkatkan kandungan abu yang terdapat

dalam lateks (Valentina, dkk., 2020).

Berdasarkan hasil dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh bahwa

hasil total solid content (TSC) pada sampel lateks adalah sebesar 54,30%. Hal ini

tidak sesuai dengan literatur Yasinta, dkk., (2019) yang menyatakan bahwa jumlah

padatan terlarut yang harus terkandung dalam lateks berdasarkan standar mutu ISO

2004, yaitu 66%. Nilai total padatan terlarut pada lateks berhubungan dengan nilai

KKK, yang apabila nilai TSC semakin rendah maka nilai KKK juga akan lebih

rendah lagi. Jumlah nilai KKK akan selalu lebih rendah dibandingkan jumlah

padatan terlarut (TSC). Hal ini disebabkan karena KKK merupakan total padatan

karet yang terkandung, sedangkan TSC menghitung semua padatan non-karet

maupun karet yang ada pada lateks (Yasinta, dkk., 2019).

Berdasarkan hasil dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh bahwa

hasil pengujian kadar karet kering (KKK) pada sampel lateks adalah sebesar

55,34%. Hal ini sesuai hasil penelitian pada literatur Nefftalia, dkk., (2015) yang

memperoleh kadar karet kering pada beberapa lateks berkisar antara 52%-57%.

Kadar karet kering yang terkandung pada lateks dipengaruhi oleh berbagai faktor,

seperti jenis penggumpal yang digunakan, kondisi cuaca saat dilakukan

penyadapan, usia dan varietas pohon karet, proses pengolahan karet, dan suhu

pengeringan oven juga mempengaruhi kadar karet kering lateks.


KESIMPULAN

1. Lateks adalah cairan kental yang dihasilkan oleh beberapa tumbuhan, terutama

tanaman karet (Hevea brasiliensis). Lateks memiliki sejumlah penggunaan

yang beragam, terutama dalam industri karet dan manufaktur. Salah satu

penggunaan utama lateks adalah dalam produksi karet alam, dimana lateks

diproses menjadi berbagai produk karet, seperti sarung tangan karet, ban mobil,

dan banyak produk lainnya.

2. Komponen utama dari bahan karet mentah adalah karet murni, yang mencapai

kisaran 90 hingga 95%. Selain itu, bahan karet mentah juga mengandung

sekitar 2 hingga 3% protein, 1 hingga 2% asam lemak, 0,2% gula, dan 0,5%

garam seperti natrium (Na), kalium (K), magnesium (Mg), fosfor (P), kalsium

(Ca), tembaga (Cu), mangan (Mn), dan besi (Fe).

3. Lateks pekat adalah produk alami yang telah mengalami proses pemekatan,

baik melalui sentrifugasi atau pendadihan, dari Kadar Karet Kering (KKK)

awalnya sekitar 28-30% menjadi sekitar 60-64%. Lateks pekat ini biasanya

digunakan dalam pembuatan produk karet yang tipis dan berkualitas tinggi.

kandungan partikel karet alam (poliisoprena) dalam lateks dikenal sebagai

kadar karet kering (KKK) yang biasanya bervariasi antara 25-45%.

4. Kadar air dalam lateks adalah salah satu aspek penting yang memengaruhi

kualitas dan penggunaan lateks. Kadar air mengacu pada jumlah air yang

terkandung dalam lateks, dan itu dapat bervariasi tergantung pada sejumlah

faktor. Kadar air yang terlalu tinggi dalam lateks dapat mengurangi kualitas

dan daya tahan produk karet yang dihasilkan.

20
21

5. Berdasarkan hasil dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa

kadar air pada lateks sebesar 76,06 % BK, 43,20% BB. Kadar air yang tinggi

pada lateks menandakan rendahnya kualitas dari lateks tersebut. Tingginya

kadar air pada lateks dipengaruhi beberapa faktor, seperti jenis koagulan yang

dipakai, kondisi cuaca dan lingkungan, kondisi tanah, waktu penyadapan,

varietas pohon, dan proses pengolahan karet.

6. Berdasarkan hasil dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa

kadar abu pada lateks sebesar 0,16%. Kadar abu yang tinggi pada lateks

menandakan rendahnya kualitas dari lateks tersebut. Tingginya kadar abu pada

lateks dipengaruhi beberapa faktor, seperti kondisi cuaca dan lingkungan,

kondisi tanah, waktu penyadapan, varietas pohon, proses pengolahan karet, dan

kalsium yang terkandung dalam daun yang gugur dari pohon juga dapat

meningkatkan kandungan abu yang terdapat dalam lateks.

7. Berdasarkan hasil dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa

total solid content (TSC) dalam lateks sebesar 54,30%. Hal ini disebabkan

karena TSC dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti, waktu penyadapan,

proses dan lama penyimpanan karet, dan faktor lainnya. TSC yang semakin

tinggi pada lateks menandakan bagusnya kualitas dan mutu dari lateks tersebut.

8. Berdasarkan hasil dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa

kadar karet kering (KKK) yang terkandung dalam lateks adalah sebesar

55,34%. Tingginya nilai KKK pada lateks dapat dipengaruhi oleh jenis

penggumpal yang digunakan, kondisi cuaca saat dilakukan penyadapan, usia

dan varietas pohon karet, proses pengolahan karet, dan suhu pengeringan oven
22

juga mempengaruhi kadar karet kering lateks. Semakin tinggi nilai KKK

menunjukkan bahwa mutu dan kualitas dari lateks semakin bagus.


DAFTAR PUSTAKA

Anom, I Dewe Ketut. 2022. Inovasi Teknologi Konversi Serabut Kelapa Menjadi
Kasur Bahan Alam. Jejak Pustaka, Yogyakarta.
Cahyadi, D., I. A. Damanil, J. A. Fatkhurrahman, I.R.J.S, dan M. Agung. 2018.
Rancang bangun alat ukur kadar karet kering pada lateks berbasis teknologi
light scattering. Metal Indonesia. 40(2):55-62.
Daud, A. Suriati, dan Nuzulyanti. 2019. Kajian penerapan faktor yang
mempengaruhi akurasi penentuan kadar air metode thermogravimetri.
Lutjanus. 24(2): 11-16.
Falaah, A. F., A. Cifriadi, dan M. Chalid. Pengaruh jenis karet alam terhadap sifat
fisika vulkanisat karet untuk produk bantalan jembatan. Jurnal Sains Materi
Indonesia. 17(2): 69-76.
Hidayoko, G. dan O. Wulandra. 2014. Pengaruh penggunaan jenis bahan
penggumpal lateks terhadap mutu SIR 20. AGRITEPA. 1(1): 119-130.
Hock, L. C., dan P. Sirisomboon. 2014. An updated model for fast total solids
content determination in natural rubber latex using shortwave near infrared
spectroscopy. Thai Society of Agricultural Engineering Journal.
20(1): 60-63.
Junaidi, A. Wijaya, A. Rachmawan, dan M. Andriyanto. 2019. Total solid content
and compound properties from different collection time of hevea
brasiliensis latex. Acta Technologica Agriculturee. 22(4): 104-108.
Lavetin dan Karen. 2012. Plants and Society. McGraw-hill, United State Amerika.
Matsui dan Keng-See. 2020. The Rubber Tree Genome. Springer, Switzerland.
Nefftalia, Y. M., H. B. Daulay, dan F. E. D. Surawan. 2015. Identifikasi bokar
(bahan olah karet) rakyat yang masuk ke PTPN VII (persero) unit padang
pelawi kabupaten seluma. Jurnal Agroindustri. 5(2): 95–108.
Luftinor. 2017. Penggunaan lateks alam cair untuk pembuatan kain interlining.
Jurnal Dinamika Penelitian Industri. 28(2): 76-86.
PS, Tim Penulis. 2008. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya, Jakarta.
Vachlepi, A dan M. Purbaya. 2018. Pengaruh pengenceran lateks terhadap
karakteristik dan mutu teknis karet alam. Prosiding Seminar Nasional Hasil
Litbangyasa Industri. 1(1): 1-12.
Valentina, A., M. M. Herawati, dan Y. H. Agus. 2020. Pengaruh asam sulfat sebagai
bahan koagulan lateks terhadap karakteristik karet dan mutu karet. Jurnal
Penelitian Karet. 38(1): 85-94.

23
24

Yasinta., R. Edison, dan Maryanti. 2019. Teknologi pembuatan lateks dadih melalui
proses penggetaran. Jurnal Agro Industri Perkebunan. 7(1): 51-58.

Anda mungkin juga menyukai