Oleh:
Angel Miranda / 210305012
Nur Laily Rahmah Rangkuti / 210305063
I/04
Hal
DAFTAR ISI ...................................................................................................... i
PENDAHULUAN
Latar Belakang........................................................................................... 1
Tujuan Percobaan ...................................................................................... 2
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Percobaan ................................................................... 6
Bahan ......................................................................................................... 6
Alat ............................................................................................................ 6
Prosedur Percobaan ................................................................................... 6
KESIMPULAN.................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 23
LAMPIRAN
i
DAFTAR TABEL
No. Hal
1. Data pengamatan kadar karet kering (KKK)………………………………. 9
2. Data pengamatan total solid content (TSC)…….…………………………. 9
3. Data pengamatan kadar air lateks..…..…………………………………….. 10
4. Data pengamatan kadar abu..………………….…………………………… 10
ii
DAFTAR GAMBAR
No. Hal
1. Lateks setelah pengujian KKK ………………………………………… 16
2. Lateks yang telah diuji kadar abu …...………………………………….. 18
iii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lateks adalah cairan putih susu atau getah alami yang diperoleh dari
berbagai jenis pohon karet, terutama dari pohon karet alami (Hevea brasiliensis).
Lateks mengandung polimer karet alami yang merupakan polimer elastis yang
dapat digunakan dalam berbagai produk karet. Lateks merupakan bahan dasar yang
penting dalam industri karet dan digunakan untuk berbagai produk, termasuk
sarung tangan lateks, ban kendaraan, produk medis, alat-alat perlindungan pribadi,
produk karet dibuat dengan sifat elastis yang baik. Selain itu, lateks juga memiliki
sifat tahan air dan tahan aus yang bagus. Dalam penggunaan medis, lateks sering
digunakan untuk sarung tangan bedah karena sifatnya yang tahan air dan elastis,
sehingga cocok untuk melindungi tenaga medis dan pasien dari kontaminasi. Secara
umum, lateks adalah bahan yang sangat penting dalam industri karet dan memiliki
beragam aplikasi berdasarkan sifat-sifat elastis, tahan aus, dan tahan airnya.
Penentuan karakteristik mutu lateks pekat adalah suatu aspek kritis dalam
industri karet, terutama dalam produksi barang-barang karet. Lateks pekat adalah
bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan produk-produk karet ini dan
upaya untuk memastikan kualitas dan konsistensi produk karet, pemeriksaan dan
penentuan karakteristik mutu lateks pekat menjadi suatu langkah penting dalam
1
2
cairan getah alami yang diperoleh dari pohon karet alami (Hevea brasiliensis) atau
dalam lateks sintetis yang diproduksi secara buatan. Kandungan ini sangat
memengaruhi sifat dan aplikasi lateks tersebut. Secara umum, kandungan dalam
lateks mencakup polimer karet alami, air, protein, gula, lipid, dan senyawa organik
komponen utama yang memberikan lateks sifat elastisnya yang unggul. Kandungan
air biasanya cukup tinggi dan persentasenya bervariasi tergantung pada proses
pengolahan lateks.
Tujuan percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui cara pengujian
kadar air, kadar karet kering (KKK), kadar abu, dan total solids content (TSC), serta
Karet alami dan chicle merupakan dua produk lateks yang berasal dari hutan
tropis. Karet alami yang diperoleh dari berbagai sumber tanaman tropis, sudah
diketahui oleh penduduk pribumi Mesoamerika sejak tahun 1600 SM. Pada masa
itu, mereka telah mampu membuat bola, patung, dan pita karet yang lebar. Lateks
tersebut diolah dengan getah dari tanaman anggur lpomoea alba yang termasuk
menjadi karet. Teknik ini masih digunakan di beberapa bagian hingga sampai saat
seperti karet, protein, resin, zat gula, dan air dengan tingkat kandungan yang
bervariasi tergantung pada jenis dan kualitas pohon karet yang diambil lateksnya.
Protein dalam lateks karet terutama terdapat pada permukaan partikel karet, dan
produksi lateks dan menjaga stabilitas koloid lateks (Valentina, dkk., 2020).
Lateks adalah suspensi koloid yang terdiri dari berbagai organel sel dalam
cairan serum. Berbeda dengan getah tumbuhan yang mengandung unsur seperti
hormon, air mineral, dan gula. Lateks merupakan sitoplasma yang masih hidup.
Selain komponen yang telah disebutkan, lateks juga mengandung berbagai organel,
asam nukleat, protein (termasuk enzim), dan molekul organik lainnya. Karet alami
kekuatannya, terdiri dari rantai pangan unit cis-1,4 isoprena (Matsui, 2020).
3
4
lateks yang menetes ke dalam wadah. Proses penyadapan terhadap pohon karet
lebih baik dilakukan di pagi hari sebelum matahari terbit, karena tekanan turgor sel
berada pada tingkat tinggi sebelum matahari terbit. Penyadapan yang dilakukan di
pagi hari saat tekanan turgor sel tinggi membuat lateks akan segera mengalir dengan
tengah hari. Namun, setelah pengumpulan utama ini, beberapa pohon masih
melepaskan lateks dengan laju aliran yang lebih rendah (Junaidi, dkk., 2019).
dengan tujuan untuk membuka saluran lateks pada permukaan kulit pohon,
sehingga lateks dapat mengalir dengan cepat. Kecepatan aliran lateks akan menurun
jika jumlah cairan lateks di kulit berkurang. Kulit karet yang memiliki ketinggian
sekitar 260 cm dari tanah merupakan posisi yang terbaik untuk melakukan proses
penyadapan. Oleh karena itu, penyadapan harus dilakukan dengan sangat hati-hati
untuk menghindari kerusakan pada kulit pohon tersebut. Kesalahan dalam proses
Lateks pekat atau lateks konsentrat adalah satu-satunya bentuk cairan dari
sentrifugasi akan menghasilkan lateks dengan kadar karet kering mencapai sekitar
60 persen. Lateks ini digunakan dalam pembuatan produk karet tipis seperti sarung
tangan dan balon. Selain itu, lateks ini juga digunakan sebagai bahan dasar dalam
pembuatan produk karet busa atau karet spons, seperti kasur tidur, jok mobil, dan
spons pembersih. Lateks alam merupakan suspensi partikel lateks dalam air, dengan
5
komposisi maksimum komponen non-karet yang terdiri dari kotoran sebesar 0,20%,
abu 1,00%, senyawa volatile 0,80%, dan nitrogen 0,60% (Anom, 2022).
varietas pohon, cuaca, waktu penyadapan, suhu, dan usia pohon. Varietas pohon
memiliki dampak signifikan karena setiap varietas memiliki beragam kualitas dan
kandungan lateks yang berbeda. Cuaca juga sangat memengaruhi terutama saat
peningkatan kandungan air dalam lateks yang dapat berdampak pada pemborosan
lateks bersama air. Disisi lain, musim kemarau membuat kandungan lateks tidak
terbuka pada suhu yang tinggi. Total Solids Content mencakup kandungan karet
kering dan bahan padatan lain yang disebut kandungan padatan non-karet dalam
content dan kandungan karet kering dari lateks (Hock dan Sirisomboon, 2014).
METODOLOGI
Kebun Pekat) dilaksanakan pada Rabu, 25 Oktober 2023 pada pukul 08.00 WIB
Medan.
Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Lateks Kebun
Pekat yang diperoleh dari Toko Suka Jadi, Jl. Bandung No 5-A/76, Ps. Baru,
Reagensia
Adapun reagensia yang digunakan pada percobaan ini adalah asam asetat
Alat
analitik, botol kaca, pengaduk, beaker glass, penangas air, desikator, cawan
alumunium, cawan petri, cawan porselen, tanur, oven listrik, talenan, serbet, kain
flannel, masker, sarung tangan, dan sendok stainless steel, pipet tetes, pisau cutter.
Prosedur Percobaan
beaker glass.
6
7
- Digiling koagulan atau bekuan menjadi crepe dengan ketebalan 1-2 mm,
dan dicuci.
persamaan berikut:
dikeringkan.
- Dikeringkan cawan yang berisi bahan tersebut di dalam oven pada suhu
W1 - (W2 - W0)
Kadar air (%BK) = ×100%
(W2 - W0)
W1 - (W2 - W0)
Kadar air (%BB) = ×100%
W1
- Keterangan:
- Diabukan di dalam tanur pada suhu 100 °C selama 1 jam, 300 °C selama
Hasil
100,2588-44,9173
= x 100%
100,0020
55,3415
= x 100%
100,0020
= 55,34%
4,2308 - 3,1436
= x 100%
2,0021
= 54,31%
9
10
5,0043 - (5,7809-2,9386)
= x 100%
5,7809-2,9386
= 76,06%
5,0043 - (5,7809-2,9386)
= x 100%
5,0043
= 43,20%
Keterangan :
W1 = Berat lateks (g)
W2 = Berat karet kering + cawan (g)
W0 = Berat cawan (g)
Perhitungan:
(Berat Karet Kering + Cawan)-Berat Cawan
%TSC = x 100%
Berat Lateks
22,8412 - 22,8332
= x 100%
5,0066
= 0,16%
12
Pembahasan
penggunaan yang beragam, terutama dalam industri karet dan manufaktur. Salah
satu penggunaan utama lateks adalah dalam produksi karet alam, dimana lateks
diproses menjadi berbagai produk karet, seperti sarung tangan karet, ban mobil, dan
banyak produk lainnya. Selain itu, lateks juga digunakan dalam pembuatan
berbagai produk medis seperti selang infus dan balon kateter. Berdasarkan literatur
Valentina, dkk., (2020) Tanaman karet adalah salah satu tanaman perkebunan yang
memiliki komposisi yang mencakup sekitar 25 hingga 40% bahan karet mentah,
sementara sisanya sekitar 60 hingga 75% terdiri dari serum yang mengandung air
dan zat-zat larut. Menurut Luftinor (2017), komponen utama dari bahan karet
mentah adalah karet murni, yang mencapai kisaran 90 hingga 95%. Selain itu,
asam lemak, 0,2% gula, dan 0,5% garam seperti natrium (Na), kalium (K),
magnesium (Mg), fosfor (P), kalsium (Ca), tembaga (Cu), mangan (Mn), dan besi
(Fe). Semua komponen ini terdapat dalam partikel tersuspensi dalam serum lateks.
Lateks pekat adalah produk alami yang telah mengalami proses pemekatan,
baik melalui sentrifugasi atau pendadihan, dari kadar karet kering (KKK) awalnya
sekitar 28-30% menjadi sekitar 60-64%. Lateks pekat ini biasanya digunakan dalam
pembuatan produk karet yang tipis dan berkualitas tinggi, seperti yang disebutkan
oleh PS (2008). Tujuan utama dari pemekatan lateks adalah untuk mencapai kadar
13
karet kering sekitar 60%, mengurangi biaya produksi, dan mengontrol kadar air
yang ditambahkan untuk mencapai kadar lateks yang diinginkan. Lateks pekat
dibagi menjadi dua jenis, yaitu lateks pekat creamed dan lateks pekat hasil
sentrifugasi.
Lateks pekat berkualitas tinggi diperoleh dari bahan baku yang masih segar
dan berkualitas baik, dan proses ini diawasi mulai dari tahap penyadapan hingga
kelestarian keadaan lateks yang akan diolah menjadi lateks pekat. Berdasarkan
literatur Anom (2022) lateks pekat atau lateks konsentrat digunakan dalam
pembuatan produk karet tipis seperti sarung tangan dan balon. Selain itu, lateks juga
digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan produk karet busa atau karet
Komposisi utama lateks karet alam terdiri dari partikel karet alam
(poliisoprena), air, dan komponen lain yang bukan karet. Menurut Vachlepi dan
Purbaya (2018) kandungan partikel karet alam (poliisoprena) dalam lateks dikenal
sebagai kadar karet kering (KKK) yang biasanya bervariasi antara 25-45%. Angka
ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor alami, seperti usia tanaman, jenis tanaman, dan
faktor-faktor lainnya. Kadar karet kering (KKK) dalam lateks dapat dipengaruhi
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi kualitas lateks yang dihasilkan
adalah jenis tanaman karet itu sendiri. Berbagai varietas karet memiliki kemampuan
produksi lateks dengan KKK yang berbeda-beda. Selain itu, umur pohon karet juga
14
menjadi faktor kunci, dengan tanaman yang lebih muda cenderung menghasilkan
lateks dengan KKK yang lebih tinggi dibandingkan dengan pohon yang lebih tua.
Faktor lingkungan seperti musim dan cuaca juga berdampak signifikan. Curah
hujan yang tinggi dan perubahan suhu ekstrem dapat mengganggu produksi lateks
dan menyebabkan penurunan KKK. Cuaca yang buruk dapat membuat lateks
Kadar air yang terlalu tinggi dalam lateks dapat mengurangi kualitas dan
daya tahan produk karet yang dihasilkan. Menurut Daud, dkk., (2019) semakin
tinggi kadar air suatu bahan pangan, akan semakin besar kemungkinan
masuknya mikroba perusak. Pengurangan kadar air bahan pangan akan berakibat
untuk mengontrol kadar air dalam produksi lateks untuk memastikan kualitas yang
baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air dalam lateks termasuk cuaca,
karena dapat mempengaruhi berbagai sifat fisik dan kimia lateks, seperti viskositas,
pembuatan produk karet seperti sarung tangan dan ban mobil, karena meningkatkan
efisiensi dan kualitas proses manufaktur. Menurut Hock dan Sirisomboon (2014)
total solids content mencakup kandungan karet kering dan bahan padatan lain yang
Kadar abu dalam lateks adalah parameter yang mengukur jumlah abu atau
partikel padatan anorganik yang terkandung dalam lateks. Partikel abu ini dapat
berasal dari berbagai sumber, termasuk debu, tanah, atau kontaminan lainnya yang
masuk ke dalam lateks selama proses penyadapan atau pengolahan. Kadar abu
dalam lateks adalah salah satu indikator penting untuk menilai kemurnian lateks.
Menurut Falaah, dkk., (2018) mutu karet mentah dinilai berdasarkan beberapa
Pengujian karakteristik teknis karet ini menjadi langkah krusial yang harus
dampak signifikan terhadap kualitas akhir produk karet yang dikenal sebagai
vulkanisat. Peningkatan kadar abu dalam lateks dapat mengurangi kualitas lateks
dan dapat mengganggu proses pembuatan produk karet. Kontrol dan pemantauan
kadar abu dalam lateks menjadi sangat penting dalam industri karet.
Kualitas lateks yang baik seringkali diukur dengan kadar abu yang rendah.
kualitas produk karet yang optimal. Para produsen dan pabrik pengolahan karet
sering melakukan pengujian rutin untuk mengukur kadar abu dalam lateks guna
abu yang semakin tinggi menandakan banyaknya benda asing atau pengotor yang
jernih. Kemudian koagulan dari lateks di giling menjadi crepe dengan ketebalan
berkisar antara 1-2 mm, lalu dikeringkan crepe di dalam oven sampai mencapai
penggumpalan terhadap lateks yang semula berwujud cair. Hal ini sesuai dengan
literatur Neftallia, dkk., (2015) yang menyatakan bahwa bahan kimia yang sering
digunakan untuk menggumpalkan lateks adalah asam formiat dan asam asetat.
banyaknya senyawa karet yang terkandung di dalam lateks. Nilai KKK yang
semakin tinggi menunjukkan kualitas lateks yang semakin bagus. Hal ini didukung
oleh literatur Cahyadi, dkk., (2018) yang menyatakan bahwa lateks yang memiliki
nilai KKK tinggi menandakan kandungan air dalam lateks semakin rendah.
Kandungan air yang rendah pada lateks akan menghasilkan gumpalan karet yang
elastis dan tidak mudah robek pada saat penggilingan untuk diolah menjadi suatu
partikel koloid pada lateks. Hal ini disebabkan karena, ion H+ akan terikat dengan
terjadinya penggumpalan pada lateks dan air yang semula terkandung dalam lateks
akan terpisah sehingga lateks akan mengalami penyusutan bobot dan hanya
menyisakan senyawa karet yang terkandung yang dinyatakan sebagai kadar karet
kering lateks.
Nilai total solid content (TSC) pada lateks akan mempengaruhi kualitas
produk yang diolah menggunakan bahan baku karet. Total solid content (TSC) yang
tinggi menghasilkan produk atau barang yang memiliki elastisitas yang lebih kuat,
tidak mudah robek, dan lebih tahan lama. Oleh karena itu, total solid content yang
terkandung dalam lateks harus tinggi. TSC dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti,
waktu penyadapan, proses dan lama penyimpanan karet, dan faktor lainnya.
Kadar air menjadi salah satu penentu kualitas dari lateks, kandungan kadar
air yang semakin rendah pada lateks akan menghasilkan produk olahan karet yang
tidak mudah rapuh, dengan elastisitas yang tinggi, dan memiliki ketahanan yang
tinggi, sehingga memiliki nilai jual yang tinggi di pasaran. Air yang terkandung
dalam lateks akan terpisah keluar saat proses penggumpalan lateks dilakukan,
Kadar abu pada suatu bahan merupakan jumlah zat pengotor atau zat asing
yang terkandung dalam suatu bahan. Pada lateks kadar abu terbentuk akibat dari
18
adanya proses oksidasi karbonat dan fosfat dari berbagai senyawa mineral yang
terkandung dalam lateks. Penentuan kadar abu pada lateks dilakukan dengan tujuan
bahan-bahan lain ke dalam lateks selama proses produksi maupun pasca produksi.
Kadar abu juga sangat berpengaruh pada elastisitas serta ketahanan pada barang
atau benda yang terbuat dari karet (Hidayoko, dkk., 2014). Adapun penampakan
lateks yang telah diuji kadar abu dapat dilihat pada Gambar 2.
hasil pengujian kadar air pada sampel lateks adalah sebesar 76,06% BK dan 43,30%
BB. Hal ini tidak sesuai dengan literatur Vachlepi, dkk., (2018) yang menyatakan
bahwa berdasarkan SNI 06-1903-2000 kadar zat menguap maksimal 0,80% BB.
pada lateks tergolong ke dalam zat volatil yang dapat menguap. Kandungan air yang
tinggi pada lateks dapat membuat lateks menjadi bau busuk dan juga ditumbuhi
oleh jamur.
hasil pengujian kadar abu pada sampel lateks adalah sebesar 0,16%. Hal ini sesuai
Indonesian Rubber (SIR) berdasarkan SNI 06-1903-2000, kadar abu pada karet
maksimal sebesar 1%. Tingginya kadar abu yang terdapat pada lateks dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti cara pengolahan lateks saat produksi
maupun pasca produksi, kondisi tanah, kondisi cuaca dan lingkungan, dan daun
yang gugur dari pohon juga dapat meningkatkan kandungan abu yang terdapat
hasil total solid content (TSC) pada sampel lateks adalah sebesar 54,30%. Hal ini
tidak sesuai dengan literatur Yasinta, dkk., (2019) yang menyatakan bahwa jumlah
padatan terlarut yang harus terkandung dalam lateks berdasarkan standar mutu ISO
2004, yaitu 66%. Nilai total padatan terlarut pada lateks berhubungan dengan nilai
KKK, yang apabila nilai TSC semakin rendah maka nilai KKK juga akan lebih
rendah lagi. Jumlah nilai KKK akan selalu lebih rendah dibandingkan jumlah
padatan terlarut (TSC). Hal ini disebabkan karena KKK merupakan total padatan
hasil pengujian kadar karet kering (KKK) pada sampel lateks adalah sebesar
55,34%. Hal ini sesuai hasil penelitian pada literatur Nefftalia, dkk., (2015) yang
memperoleh kadar karet kering pada beberapa lateks berkisar antara 52%-57%.
Kadar karet kering yang terkandung pada lateks dipengaruhi oleh berbagai faktor,
penyadapan, usia dan varietas pohon karet, proses pengolahan karet, dan suhu
1. Lateks adalah cairan kental yang dihasilkan oleh beberapa tumbuhan, terutama
yang beragam, terutama dalam industri karet dan manufaktur. Salah satu
penggunaan utama lateks adalah dalam produksi karet alam, dimana lateks
diproses menjadi berbagai produk karet, seperti sarung tangan karet, ban mobil,
2. Komponen utama dari bahan karet mentah adalah karet murni, yang mencapai
kisaran 90 hingga 95%. Selain itu, bahan karet mentah juga mengandung
sekitar 2 hingga 3% protein, 1 hingga 2% asam lemak, 0,2% gula, dan 0,5%
garam seperti natrium (Na), kalium (K), magnesium (Mg), fosfor (P), kalsium
3. Lateks pekat adalah produk alami yang telah mengalami proses pemekatan,
baik melalui sentrifugasi atau pendadihan, dari Kadar Karet Kering (KKK)
awalnya sekitar 28-30% menjadi sekitar 60-64%. Lateks pekat ini biasanya
digunakan dalam pembuatan produk karet yang tipis dan berkualitas tinggi.
4. Kadar air dalam lateks adalah salah satu aspek penting yang memengaruhi
kualitas dan penggunaan lateks. Kadar air mengacu pada jumlah air yang
terkandung dalam lateks, dan itu dapat bervariasi tergantung pada sejumlah
faktor. Kadar air yang terlalu tinggi dalam lateks dapat mengurangi kualitas
20
21
5. Berdasarkan hasil dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa
kadar air pada lateks sebesar 76,06 % BK, 43,20% BB. Kadar air yang tinggi
kadar air pada lateks dipengaruhi beberapa faktor, seperti jenis koagulan yang
6. Berdasarkan hasil dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa
kadar abu pada lateks sebesar 0,16%. Kadar abu yang tinggi pada lateks
menandakan rendahnya kualitas dari lateks tersebut. Tingginya kadar abu pada
kondisi tanah, waktu penyadapan, varietas pohon, proses pengolahan karet, dan
kalsium yang terkandung dalam daun yang gugur dari pohon juga dapat
7. Berdasarkan hasil dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa
total solid content (TSC) dalam lateks sebesar 54,30%. Hal ini disebabkan
proses dan lama penyimpanan karet, dan faktor lainnya. TSC yang semakin
tinggi pada lateks menandakan bagusnya kualitas dan mutu dari lateks tersebut.
8. Berdasarkan hasil dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa
kadar karet kering (KKK) yang terkandung dalam lateks adalah sebesar
55,34%. Tingginya nilai KKK pada lateks dapat dipengaruhi oleh jenis
dan varietas pohon karet, proses pengolahan karet, dan suhu pengeringan oven
22
juga mempengaruhi kadar karet kering lateks. Semakin tinggi nilai KKK
Anom, I Dewe Ketut. 2022. Inovasi Teknologi Konversi Serabut Kelapa Menjadi
Kasur Bahan Alam. Jejak Pustaka, Yogyakarta.
Cahyadi, D., I. A. Damanil, J. A. Fatkhurrahman, I.R.J.S, dan M. Agung. 2018.
Rancang bangun alat ukur kadar karet kering pada lateks berbasis teknologi
light scattering. Metal Indonesia. 40(2):55-62.
Daud, A. Suriati, dan Nuzulyanti. 2019. Kajian penerapan faktor yang
mempengaruhi akurasi penentuan kadar air metode thermogravimetri.
Lutjanus. 24(2): 11-16.
Falaah, A. F., A. Cifriadi, dan M. Chalid. Pengaruh jenis karet alam terhadap sifat
fisika vulkanisat karet untuk produk bantalan jembatan. Jurnal Sains Materi
Indonesia. 17(2): 69-76.
Hidayoko, G. dan O. Wulandra. 2014. Pengaruh penggunaan jenis bahan
penggumpal lateks terhadap mutu SIR 20. AGRITEPA. 1(1): 119-130.
Hock, L. C., dan P. Sirisomboon. 2014. An updated model for fast total solids
content determination in natural rubber latex using shortwave near infrared
spectroscopy. Thai Society of Agricultural Engineering Journal.
20(1): 60-63.
Junaidi, A. Wijaya, A. Rachmawan, dan M. Andriyanto. 2019. Total solid content
and compound properties from different collection time of hevea
brasiliensis latex. Acta Technologica Agriculturee. 22(4): 104-108.
Lavetin dan Karen. 2012. Plants and Society. McGraw-hill, United State Amerika.
Matsui dan Keng-See. 2020. The Rubber Tree Genome. Springer, Switzerland.
Nefftalia, Y. M., H. B. Daulay, dan F. E. D. Surawan. 2015. Identifikasi bokar
(bahan olah karet) rakyat yang masuk ke PTPN VII (persero) unit padang
pelawi kabupaten seluma. Jurnal Agroindustri. 5(2): 95–108.
Luftinor. 2017. Penggunaan lateks alam cair untuk pembuatan kain interlining.
Jurnal Dinamika Penelitian Industri. 28(2): 76-86.
PS, Tim Penulis. 2008. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya, Jakarta.
Vachlepi, A dan M. Purbaya. 2018. Pengaruh pengenceran lateks terhadap
karakteristik dan mutu teknis karet alam. Prosiding Seminar Nasional Hasil
Litbangyasa Industri. 1(1): 1-12.
Valentina, A., M. M. Herawati, dan Y. H. Agus. 2020. Pengaruh asam sulfat sebagai
bahan koagulan lateks terhadap karakteristik karet dan mutu karet. Jurnal
Penelitian Karet. 38(1): 85-94.
23
24
Yasinta., R. Edison, dan Maryanti. 2019. Teknologi pembuatan lateks dadih melalui
proses penggetaran. Jurnal Agro Industri Perkebunan. 7(1): 51-58.