Anda di halaman 1dari 10

PENGOLAHAN LATEKS PEKAT

(Laporan Praktikum Teknologi Karet, Gum, Dan Resin)

Oleh :
KHAIDIR ALI
2110516210005

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2023
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tumbuhan karet (Hevea Braziliensis) merupakan tanaman penghasil karet.


Hampir 80% produksi lateks di Indonesia berasal dari perkebunan rakyat. Pada
tahun 2001 luas areal tanaman karet sekitar 3,7 juta hektar dengan produksi
1,7 juta ton atau 22% produksi karet alam dunia. Produksi karet di Indonesia
hanya sebagai karet mentah kemudian di ekspor. Selama tahun 2003, jumlah
ekspor karet mencapai ±1,4 juta ton sehingga diperoleh devisa US$ 94,924 juta.
Penggunaan karet tidak hanya pada industri ban, tetapi juga digunakan untuk
keperluan rumah tangga, kedokteran maupun keteknikan (Purwanta, 2008).
Tanaman karet dapat tumbuh mencapai 15-25 m. tanaman karet tumbuh
lurus serta memiliki percabangan. Batang tanaman karet memiliki getah yang
disebut lateks. Lateks diambil dengan cara menyadap pohon yang telah matang
bedasarkan persyaratan. Pada bagian daun berselang-seling antara tangkai daun
panjang (3-20 cm) yang terdiri atas 3 anak daun dengan tangkai pendek (3-10
cm). Daun karet bewarna hijau tetapi ketika rontok bewarna kuning atau merah.
Bunga karet terdiri atas bunga betina dan bunga jantan yang terletak pada malai
paying yang jarang. Panjang tenda bunga mencapai 4-8 mm. ukuran bunga betina
lebih besar dibanding bunga jantan yang mengandung 3 bakal buah yang beruang
3 sedangkan buah karet memiliki pembagian antar ruang yang jelas yaitu
berbentuk setengah bola. Garis tengah buah sekitar 3-5cm dan jika masak maka
buah karet akan pecah (Marsono dan Sigit. 2005).
Penggunaan karet tidak hanya pada industri ban, tetapi juga digunakan
untuk keperluan rumah tangga, kedokteran maupun keteknikan. Tanaman karet
menghasilkan lateks. Lateks umumnya bewarna putih tetapi ada yang bewarna
kekuningan tergantung dari klonnya. Lateks dapat mengalami proses koagulasi.
Koagulasi merupakan proses penggumpalan suatu sistem koloid. Tujuan dari
pembekuan lateks yaitu untuk merapatkan butir-butir karet pada cairan lateks
sehingga menjadi suatu koagulum atau gumpalan. Pada proses koagulasi
memerlukan zat koagulan seperti asam semut atau asam cuka. PH agar lateks
dapat menggumpal yaitu sekitar 4,7 (Budiman. 2012).
Lateks pekat (concentrated latex) merupakan bahan baku pembuatan
benang karet. Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak
berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Biasanya lateks pekat banyak
digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi
misalnya seperti kondom, sarung tangan medis, lem karet, selang transparan, karet
busa dan barang jadi lateks lainnya. Lateks pekat dibuat dari olahan lateks kebun
dengan proses pemekatan hingga kadar karet kering (KKK) menjadi lebih besar
dari 60%. Proses produksi atau pembuatan lateks pekat dapat ditempuh beberapa
cara, yakni secara pemusingan (sentrifugasi), pendadihan (creaming), penguapan
(evaporasi) dan elektrodekantasi Lateks pekat adalah lateks yang diperoleh dari
karet alam, dimana lateks (Fachry et al 2012).
Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk dapat mengetahui proses


pengolahan lateks pekat dan mampu melakukan pengolaha lateks pekat.
METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 17 Maret 2023 pukul 13.30 –
Selesai dan dilanjutkan pada hari Sabtu, 18 Maret 2023 pukul 15.30 – Selesai di
Laboratorium Analisis Kimia dan Lingkungan Industri Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Pertanian, Uniersitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Alat dan Bahan

Alat – alat yang digunakan pada praktikum ini adalah beaker glass, gels
ukur, centrifuge, tabung reaksi khusus centrifuge dan botol kaca.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah lateks segar, amoniak
2,5 % dan asam asetat 1%.

Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum ini adalah :


Disiapkan lateks segar dari masing-masing klon, masukkan sebanyak 100 ml untuk
masing-masing klon ke dalam beaker glass yang berbeda dan disaring selanjutnya
timbanglah untuk mengetahui berat lateks.

Ditambahkan ammonia 25% sebanyak 5 ml ke masing –masing beaker glass,


kemudian diamkan selama 24 jam.

Dimasukkan lateks ke dalam tabung reaksi (masing – masing 10 ml) dan selanjutnya
disentrifuge degan 5000 Rpm.

Dipisahkan antara lateks, serum dan lateks pekat. Ditimbang lateks pekat yang telah
dipisahkan

Dihitunglah KKK lateks pekat (dengan menggunakan sampel), dipergunakan faktor


pengering dari data yang terdahulu. Selanjutnya bagian lain dari lateks pekat
dimasukkan ke dalam botol serta ammonia sebanyak 0.077 ml.

A
A

Ditutup botol kaca dengan plastik, lakukan pengamatan terhadap warna, bau,
kekentalan dan kekeruhan dari lateks pekat. Dilakukan penyimpanan.

Hasil
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil yang didapatkan dari praktikum adalah :


No Pengamatan
Warna Bau Kekentalan Rendemen KKK Dokumentasi
1. Putih Asam Cair tidak 72,08% 42,336%
tulang kuat kental

Perhitungan :
Berat lateks = 100 gram
Berat lateks pekat = 72,08 gram
Berat lateks basah + gelas beaker =184,95 gram
Berat lateks basah = 72 gram
Faktor pengering = 41,2%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑘𝑠 𝑝𝑒𝑘𝑎𝑡
1.) Rendemen = x 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑘𝑠
72,08
= x 100% = 72,08%
100
2.) KKK = (72 - ( 41,2% X 72)%
= 42,336%

Pembahasan

Pada prarikum kali ini dilakukan pengamatan pada lateks yaitu warna, bau,
kekentalan, rendemen dan kadar karet kering (KKK). Untuk warna lateksnya yaitu
berwarna putih tulang. Menurut Nasruddin (2009) Lateks pekat masih berupa
cairan yang banyak mengandung air dan berwarna putih kental. Persyaratan lateks
pekat yaitu dapat disaring dengan saringan 40 mesh, tidak terdapat kotoran atau
benda-benda lain seperti daun atau kayu, tidak bercampur dengan bubur lateks, air
atau serum lateks, berwarna putih dan berbau karet segar, serta mempunyai kadar
air berkisar antara 60-62%.
Pada praktikum kali ini melakukan pengolahan lateks dengan penambahan
asam amoniak, sehingga bau dari latkes pada pratikum ini berbau asam kuat.
Menurut Anwar (2001) amoniak merupakan senyawa antikoagulan serta
desinfektan. Penggunaan amoniak biasanya digunakan sebagai pengawet lateks
pekat dengan metode sentrifugasi. Dosis penggunaan amoniak pada pengawetan
yaitu 0,7% NH3 atau pada tiap lateks membutuhkan 5-10 cc larutan amoniak 2-
2,5%. Amoniak juga dapat mengurangi konsentrasi logam. Setelah penambahan
ammoniak, kemudian lateks masing- masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi
10 ml sebanyak 5 buah kemudian disentrifuge dengan 5000 Rpm selama 10 menit
diperoleh 72,08 gram dan diperoleh berat lateks basa yaitu 72 gram dan faktor
pengeringnya adalah 41,2%.
Untuk memperoleh lateks pekat yang bermutu tinggi, diperlukan lateks
segar yang baik sehingga pengawasan di kebun dari mulai penyadapan sampai di
pabrik sangat diperlukan. Lateks segar perlu diawetkan dengan cara penambahan
bahan pengawer (preservatives atau anti koagulan) pada mangkuk penyadapan
dan ember pengumpul lateks. Bahan pengawet yang sering digunakan adalah
amoniak yang berfungsi sebagai bakterisida dan menaikkan pH lateks, sehingga
mempertinggi kemantapan lateks.
Dari praktikum kali ini diperoleh rendemen yaitu 72,08%. Rendemen
tersebut adalah persentase output terhadap input produksi. Kadar air suatu bahan
menunjukan banyaknya kandungan air persatuanbobot bahan yang dapat
dinyatakan dalam persen berat basah (% bb) atau dalam persen berat kering (%
bk). Kadar air yang dinyatakan dalam basis basah banyak digunakan dalam
perdagangan, sedangkan untuk perhitungan pengeringan kadar air basis kering
yang banyak dipergunakan. Penurunan kadar air bahan erat kaitannya dengan
penurunan massa bahan, karena air yang menguap dari bahan yang dikeringkan
dapat dilihat dari turunnya massa bahan. Kadar air yang diketahui dalam
pengeringan dan penyimpanan adalah kadar air kesetimbangan. Kadar air
kesetimbangan adalah kadar air minimum yang dapat dicapai di bawah kondisi
pengeringan yang tetap atau pada suhu dan kelembaban nisbi yang tetap. Bila uap
air yang dilepaskan ke udara lingkungan sama dengan jumlah uap yang diserap
maka disebut bahan dalam keadaan setimbang. Definisi air kesetimbangan dapat
disimpulkan bahwa kadar air terendah yang dapat dicapai atau dipertahankan pada
kondisi RH dan suhu tertentu. Kadar air kesetimbangan dapat menunjukkan
kekuatan bahan dalam mengikat air, sehingga nilai kadar air kesetimbangan
menggambarkan karakteristik yang identik dari bahan itu sendiri.
Pemekatan lateks ini bertujuan untuk memperoleh kadar karet kering
(KKK) sesuai yang dikehendaki, mengurangi biaya produksi, dan mengetahui
jumlah air yang ditambahkan pada pengenceran lateks sampai kadar yang
dikehendaki. Tujuan pengenceran lateks adalah untuk memudahkan penyaringan
kotoran serta menyeragamkan KKK sehingga cara pengolahan dan mutunya dapat
dijaga tetap. Penambahan asam formiat dan asam asetat berfungsi sebagai zat
koagulan lateks.
Pada praktikum ini diperoleh KKK dari lateks yaitu sebesar 42,336%.
Menurut Julrat (2012) kandungan karet kering merupakan jumlah atau rasio berat
bahan kering pada bahan dapat ditentukan dengan dipadatkannya bahan dengan
asam atau dilakukan pemanasan secara langsung. Umumnya kandungan karet
kering dari lakteks kering adalah berkisaran 20% dan 40%, selain itu isi dari karet
kering dari lateks berbeda-beda tergantung musim, usia pohon, intensitas
penyadapan, stimulasi kimia yang berbeda. Disimpulkan bahwa tingginya kadar
karet kering pada hasil yang diperoleh dipengaruhi oleh jumlah kadar air yang ada
di dalam lateks. Semakin sedikit kadar airnya maka semakin tinggi kadar karet
keringnya begitu juga sebaliknya.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.


1. Menurut Abi (2004) amoniak merupakan senyawa antikoagulan serta
desinfektan. Penggunaan amoniak biasanya digunakan sebagai pengawet
lateks pekat dengan metode sentrifugasi. Dosis penggunaan amoniak pada
pengawetan yaitu 0,7% NH3 atau pada tiap lateks membutuhkan 5-10 cc
larutan amoniak 2-2,5%. Amoniak juga dapat mengurangi konsentrasi logam.
2. Menurut Anwar (2001) amoniak merupakan senyawa antikoagulan serta
desinfektan. Penggunaan amoniak biasanya digunakan sebagai pengawet
lateks pekat dengan metode sentrifugasi.
3. Dari praktikum kali ini diperoleh rendemen yaitu 72,08%. Rendemen tersebut
adalah persentase output terhadap input produksi.
4. Pada praktikum ini diperoleh KKK dari lateks yaitu sebesar 42,336%.
Saran

Saran untuk praktikum ini adalah sebaiknya pada saat praktikum


diperhatikan atau dilakukan dengan sungguh-sungguh agar mendapatkan hasil
yang bagus.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar C. 2001. Pusat Penelitian Karet . Mig Crop. Medan .


Budiman Haryanto, S.P. 2012, Budi Daya Karet Unggul, Yogyakarta: Pustaka
Baru Press
Fachry, R, Tuti, S, Boby, A dan Dwi AK, (2012), Pengaruh penambahan filler
kaolin terhadap elastisitas dan kekerasan produk souvenir dari karet alam,
Pekanbaru, Dalam Seminar Nasional Teknologi Oleo dan Petrokimia
Indonesia, Pekanbaru, Universitas.
Julrat, S., Mitchai, C., Senior, M.,Thanate, K., Orasa, P., Monai, K., Ian, D. R.
2012. Single Frequency Based Dry Rubber Content Detrmination
Technique for In-Field Measurement Application. IEEE Senssors Journal.
12(10): 3019-3021.
Marsono dan P. Sigit. 2005. Pupuk Akar. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 hlm.
Nasaruddin dan D. Maulana. 2009. Produksi Tanaman Karet Pada Pemberian
Stimulan Ethepon. Universitas Hassanudin. Makasar.
Purwanta, H.J. 2008. Teknologi Budidaya Karet. Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Litbang Pertanian.

Anda mungkin juga menyukai