Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM 1

TEKNOLOGI KARET, GUM, DAN RESIN


(Kadar Karet Kering (KKK) Latek)

Oleh :
KHAIDIRI ALI
2110516210005

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2023
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman karet atau lateks merupakan hasil ekstraksi getah dari pohon Hevea
braziliensis, dan utntuk mengetahui jumlah kandungan air pada lateks adalah
dengan menentukan kadar kering karet dengan cara melakukan pengeringan pada
lateks seperti dijemur atau melalui pengukuran konstanta dielektrik pada waktu
tertentu dan semakin banyak kandungan air pada lateks maka kadar kering karet
akan semakin rendah (Sulasri, 2014).
Metode pengolahan karet untuk menentukan kadar kering karet dapatdilakukan
menggunakan oven untuk skala kecil dan untuk skala besar dapat menggunakan
alat pengering (dryer) dengan fluktuasi temperatur yang besar. Penentuan kadar
karet kering dilakukan untuk mengetahui presentasi partikelkaret atau karet kering
yang ada didalam bokar seperti lateks dan koagulum (Vachlepi dan Purbaya, 2018)
Lateks adalah cairan berwarna putih menyerupai susu yang keluar daritanaman
yang dilukai yang berasal dari tanaman Hevea brasiliensis (tanamankaret). Lateks
merupakan sistem koloid, yaitu sistem yang terdiri dari zat pendispersi dari zat
terdispersi. Proses pengeringan juga bertujuan untuk memperkuat ikatan antar
serabut yang telah disemprot dengan kompon lateks. Kadar air yang berkurang
dalam kompon lateks akan membuat jarak antar partikel karet semakin kecil
sehingga dimungkinkan akan terjadi proses vulkanisasi atau pembentukan ikatan
silang antar partikel karet dengan belerang (Zhao, dkk, 2010)
Kestabilan lateks yang telah ditambah surfaktan diamati pada setiap tahapan
proses, yaitu selama tahapan proses deproteinisasi lateks dan tahapan proses
siklisasi lateks. dipekatkan dengan alat sentrifus lateks dan disimpan selama 2
minggu. deproteinisasi lateks dilakukan secara enzimatis, menggunakan enzim
papain sebagai senyawa penghidrolisis protein. Mekanisme pelepasan protein dari
selubung pelindung karet dalam lateks karena penambahan surfaktan (Sulasri,
2014).
Kandungan karet kering merupakan jumlah atau rasio berat bahan kering pada
bahan dapat ditentukan dengan dipadatkannya bahan dengan asam atau dilakukan
pemanasan secara langsung. Umumnya kandungan karet kering dari lakteks kering
adalah berkisaran 20% dan 40%, selain itu isi dari karet kering dari lateks berbeda-
beda tergantung musim, usia pohon, intensitas penyadapan, stimulasi kimia yang
berbeda (Julrat, dkk, 2012).
Pengujian KKK dapat dilakukan baik pada skala laboratorium maupun skala
pabrik pengolahan karet remah. Perbedaan tempat pengujian KKK ini diduga dapat
memberikan hasil analisa yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan adanya
penggunaan metode dan peralatan yang tidak sama terutama alat pengeringan
sampel karet. Pada skala laboratorium, pengeringan sampel karet umumnya
dilakukan dengan oven laboratorium yang mempunyai kapasitas kecil dan
temperatur yang relatif lebih stabil. Sedangkan pada skala pabrik, pengeringan
dilakukan menggunakan alat pengering (dryer) produksi yang mempunyai
kapasitas besar dengan fluktuasi temperatur yang juga besar (Vachlepi dan Purbaya,
2018).

Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk menghitung kadar karet kering latek.
METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, 07 Maret 2023 pukul 09.50 –
Selesai di Laboratorium Analisis Kimia dan Lingkungan Industri Jurusan
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Uniersitas Lambung Mangkurat,
Banjarbaru.
Alat dan Bahan

Alat – alat yang digunakan pada ini adalah tabung reaksi, rak tabung reaksi,
alat tulis, buku, oven, timbangan, dan gilingan.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah latek dan asam asetat 1%

Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum ini adalah :


Diambil sampel latek sebanyak 100ml

Dimasukkan ke dalam gelas beaker

Ditambahkan asam asetat 1% sebanyak 20 ml dan 30 ml

Setelah latek menggumpal digiling hingga diperoleh lembaran tipis

Dikeringkan lalu ditimbang untuk mendapatkan berat basah

Dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105℃ selama 12 jam

Ditimbang lagi untuk mendapatkan berat kering

Ditentukan faktor pengering menggunakan rumus lalu menentukan


KKK

Hasil
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil dari praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 1.


Berat Basah
Sampel Berat Kering (g) KKK Dokumentasi
(g)

Latek 100 ml + Asam Asetat 20 ml 49,5516 29,1435 29,1435

Kelompok 1 Latek 100 ml + Asam Asetat 30 ml 45,5010 30,6413 30,6413

Latek 100 ml + Asam Asetat 20 ml


44,1500 27,8601 27,8601
(Hasil Titrasi)

Latek 100 ml + Asam Asetat 20 ml 50,5082 30,2618 30,25

Latek 100 ml + Asam Asetat 30 ml 44,9908 28,7118 28,7


Kelompok 2

Latek 100 ml + Asam Asetat 20 ml


41,4652 26,1866 26,16
(Hasil Titrasi)
Pembahasan

Pada praktikum penentuan KKK lateks segar, lateks yang telah diukur
ditambahkan asam format atau asam asetat dengan konsentrasi 1%. Penambahn
kedua zat tersebut bertujuan untuk membekukan atau menggumpalkan lateks.
Penambahan zat koagulan akan menurunkan PH lateks sehingga mencapai titik
isoelektrik yang menyebabkan muatan positif seimbang dengan muatan negatif
yang menghasilkan elektrokinetis potensial sama dengan nol Penggunaan zat
koagulan yang memiliki sifat asam kuat seperti asam sulfat atau nitrat dapat
menyebabkan kerusakan mutu karet. Selain penggunan asam format dan asetat
dapat digunakan pula alkohol, tetapi penggunaan alkohol sebagai zat koagulan
masih jarang diterapkan (Manday, 2008)
Pada praktikum kali ini mengenai kadar karet kering diperoleh bahwa
kelompok 1 dan 2 telah berhasil dilakukan pada tiga sampel. Sampel pertama lateks
100 ml ditambahkann asam asetat 20 ml, sampel kedua lateks 100 ml ditambahkan
30 ml, sampel ketiga lateks 100 ml ditambahkan 20 ml dititrasi air 40 ml.
Perhitungan yang didapat adalah berat basah sampel, berat kering sampel, dan KKK
lateks.
Pada sampel pertama, hasil pratikum kelompok satu didapat berat kering
dari sampel lateks 100 ml ditambahkann asam asetat 20 ml sebesar 49,5516 g dan
berat kering nya sebesar 29,1435 g . Pada sampel kedua lateks 100 ml ditambahkan
30 ml didapat berat basahnya sebesar 45,5010 g dan berat keringnya sebesar
30,6413 g. Pada sampel ketiga, lateks 100 ml ditambahkan 20 ml dititrasi air 40 ml
didapat berat basahnya sebesar 44,1500 ml dan berat keringnya 27,8601 ml. Pada
sampel pertama, hasil pratikum kelompok dua didapat berat kering dari sampel
lateks 100 ml ditambahkann asam asetat 20 ml sebesar 50,5082 g dan berat kering
nya sebesar 30,2618 g . Pada sampel kedua lateks 100 ml ditambahkan 30 ml
didapat berat basahnya sebesar 44,9908 g dan berat keringnya sebesar 28,7118 g.
Pada sampel ketiga, lateks 100 ml ditambahkan 20 ml dititrasi air 40 ml didapat
berat basahnya sebesar 41,4652 ml dan berat keringnya 26,1866 ml.
KKK merupakan istilah yang sudah umum digunakan dalam industri
pengolahan karet alam (Kumar et al., 2007). KKK adalah persentase kandungan
partikel karet alam (poliisoprena) yang terdapat pada bahan olah karet dalam hal ini
crepe. Untuk mendapatkan crepe, terlebih dahulu lateks di gumpalkan
menggunakan asam format. Air yang terdapat di dalam lateks akan dihilangkan
selama proses penggilingan. Pada pratikum ini, air tersebut berwarna putih susu.
Dengan KKK yang tinggi berarti kadar air di dalam karet rendah. Kemudian,
dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105℃ selama 12 jam.
Hasil KKK lateks dapat dilihat pada tabel 1. Pada sampel pertama, hasil
pratikum kelompok satu didapat KKK lateks dari sampel lateks 100 ml
ditambahkann asam asetat 20 ml sebesar 29,1435%. Pada sampel kedua lateks 100
ml ditambahkan 30 ml sebesar 30,6413% . Pada sampel ketiga, lateks 100 ml
ditambahkan 20 ml dititrasi air 40 ml sebesar 27,8601%. Pada sampel pertama, hasil
pratikum kelompok dua didapat KKK lateks dari sampel lateks 100 ml
ditambahkann asam asetat 20 ml sebesar 30,25%. Pada sampel kedua lateks 100
ml ditambahkan 30 ml sebesar 28,7%. Pada sampel ketiga, lateks 100 ml
ditambahkan 20 ml dititrasi air 40 ml sebesar 26,16%.
Berdasarkan Maspanger (2005) klasifikasi mutu lateks kebun berdasarkan
kadar kering yaitu mutu I dengan kadar kering minimal 28% dan mutu II dengan
kadar kering minimal 20% atau di bawah 28%. Nilai K3 menjadi salah satu ukuran
kualitas lateks karena K3 menggambarkan besar kandungan air dalam lateks. Pada
pratikum ini, Yang masuk kedalam mutu I adalah sampel lateks 100 ml
ditambahkann asam asetat 20 ml, lateks 100 ml ditambahkan 30 ml, lateks 100 ml
ditambahkann asam asetat 20 ml dan lateks 100 ml ditambahkan 30 ml. Adapun
yang termasuk mutu II adalah lateks 100 ml ditambahkan 20 ml dititrasi air 40 ml
dan lateks 100 ml ditambahkan 20 ml dititrasi air 40.
Keuntungan dari KKK yang tinggi adalah proses pengeringan dapat
dilakukan lebih cepat karena jumlah air yang harus diuapkan atau dihilangkan
sudah lebih sedikit. Pengeringan merupakan proses penting untuk mengurangi
kandungan air bahan dan memastikan mutu produk yang konsisten (Xiang et al.,
2015).
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum ini adalah :


1. Hasil pratikum kelompok satu didapat KKK lateks dari sampel lateks 100
ml ditambahkann asam asetat 20 ml sebesar 29,1435%. Pada sampel kedua
lateks 100 ml ditambahkan 30 ml sebesar 30,6413% . Pada sampel ketiga,
lateks 100 ml ditambahkan 20 ml dititrasi air 40 ml sebesar 27,8601%. Pada
sampel pertama, hasil pratikum kelompok dua didapat KKK lateks dari
sampel lateks 100 ml ditambahkann asam asetat 20 ml sebesar 30,25%. Pada
sampel kedua lateks 100 ml ditambahkan 30 ml sebesar 28,7%. Pada
sampel ketiga, lateks 100 ml ditambahkan 20 ml dititrasi air 40 ml sebesar
26,16%
2. Mutu I adalah sampel lateks 100 ml ditambahkann asam asetat 20 ml, lateks
100 ml ditambahkan 30 ml, lateks 100 ml ditambahkann asam asetat 20 ml
dan lateks 100 ml ditambahkan 30 ml.
3. Mutu II adalah lateks 100 ml ditambahkan 20 ml dititrasi air 40 ml dan
lateks 100 ml ditambahkan 20 ml dititrasi air 40.

Saran

Saran untuk praktikum ini adalah menggunakan sampel lebik baik lagi,
melakukan pratikum dengan teliti dan hati hari untuk mendapatkan hasil yang baik
dan memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA

Julrat, S., Mitchai, C., Senior, M.,Thanate, K., Orasa, P., Monai, K., Ian, D. R. 2012.
Single Frequency Based Dry Rubber Content Detrmination Technique for
In-Field Measurement Application. IEEE Senssors Journal. 12(10): 3019-
3021
Kumar, R.R., S.N. Hussain, and J. Philip. Measurement of dry rubber content of
natural rubber latex with a capacitive transducer. Journal of Rubber
Research 2007, 10 (1): p. 17-25.
Maspanger, D.R. Sifat Fisik Karet. Makalah Kursus Teknologi Barang Jadi Karet
2008. Bogor : Pusat Penelitian Karet – Balai Penelitian Teknologi Karet, p.
75-76
Shi, Lei, Yan Zhao, Xiaodong Zhang, Haijia Su, Tianwei Tan. Antibacterial and
anti-mildew behavior of chitosan/nano-TiO2 composite emulsion. State
Key Laboratory of Chemical Resource Engineering, Beijing University of
Chemical Technology, China. Korean Jurnal Chemistry. 2008. 25(6):1434-
1438
Sulasri., Mariana, B. M., Boni, P. L. 2014. Penentuan Kadar Kering Karet Dan
Pengukuran Konstanta Dielektrik Lateks Menggunakana Arus Bolak
BalikBerfrekuensi Tinggi. Prisma Fisika. 11(1): 11-14.
Vachlepi, A., & Purbaya, M. 2018. Pengaruh pengenceran lateks terhadap
karakteristik dan mutu teknis karet alam. In Prosiding Seminar Nasional
Peran Sektor Industri dalam Percepatan dan Pemulihan Ekonomi Nasional
(Vol. 1, No. 1, pp. 106-117)
Zhang, Y., Liu, Q., Xiang, J., & Frost, R. L. (2015). Influence of kaolinite particle
size on cross-link density, microstructure and mechanical properties of latex
blending styrene butadiene rubber composites. Polymer Science Series A,
57, 350-358

Anda mungkin juga menyukai