Anda di halaman 1dari 9

Laporan Praktikum

Teknologi Pengolahan Karet

Nama : DWI SAIFUL RIZAL


NIM : 3201906114
Kelas : 4A TPHP
Kelompok :2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
2021
ACARA 2

Penentuan Kualitas Lateks Kebun(Kadar Karet Kering)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Praktikum


Agar mahasiswa mengetahui cara menentukan lateks kebun dengan metode kadar
karet kering sehingga mengetahui lateks kebun yang berkualitas baik.
1.2. Dasar Teori
Karet alam (Hevea brasiliensis) merupakan komoditas yang banyak
dikembangkan di dunia terutama oleh negara-negara produsen karet alam terbesar
diantaranya Thailand, Indonesia, dan Malaysia. Tujuan utama dari pengembangan
karet alam adalah memroduksi lateks dan bekuannya. Lateks dan bekuannya
merupakan bahan baku utama bagi industri berbasis pertanian untuk memroduksi
produk berbahan dasar karet seperti ban, sepatu karet, sarung tangan karet, balon,
dan produk-produk karet lainnya (Nazaruddin dan Paimin, 1992).
Sekarang ini, karet alam telah menjadi komoditas perdagangan internasional,
karena tidak semua negara di dunia mampu menghasilkan lateks dan bekuannya akan
tetapi semua negara membutuhkan produk berbahan dasar karet. Dijadikannya karet
sebagai komoditas internasional dapat mendatangkan keuntungan bagi negara
pengekspor seperti Indonesia, dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat
desa penghasil karet alam. Namun, perdagangan internasional karet juga
memunculkan persaingan antarnegara pengekspor. Persaingan tersebut dapat terlihat
dari ekspor negara-negara produsen karet alam
Kadar karet kering adalah kandungan padatan karet per satuan berat (%).
Kadar karet kering merupakan salah satu data yang diperlukan untuk menghitung
asam formiat dalam proses penggumpalan. Kadar karet kering menjadi salah satu
penentu kualitas mutu produk karet.
Komponen terbesar dari dalam lateks adalah partikel karet dan air. Tingginya
nilai kadar karet kering menyatakan kandungan air dalam lateks semakin rendah.
Klasifikasi mutu lateks kebun didasarkan kadar kering yaitu mutu 1 dengan kadar
karet kering minimal 28% dan mutu 2 dengan kadar karet kering minimal 20% atau
dibawah 28%. Dalam pengolahan karet sheet nilai kadar karet kering digunakan
untuk sebagai dasar menentukan jumlah kebutuhan air pada proses pengenceran
lateks sampai diperoleh kadar karet standar. Proses pengenceran yang terlalu encer
akan mengakibatkan koagulum (bekuan) yang terlalu lunak, sehingga mudah robek
pada saat penggilingan. Seb aliknya jika koagulum terlalu keras, akan
mengakibatkan pemakaian tenaga gilingan yang lebih besar dan memerlukan waktu
pengeringan terlalu lama.kondisi ini mempengaruhi mutu karet sheet ( Sari, J.R.I,
2015).
BAB 2. METODELOGI PRAKTIKUM

2.1. Alat dan Bahan


2.1.1. Alat yang dipergunakan
- Gelas beker 250 ml(secara lahan)
- Gelas beker 100 ml(secara laboratorium)
- Pipet volume
- Batang pengaduk
- Timbangan analitik
- Timbangan digital
2.1.2. Bahan yang dipergunakan
- Cairan amoniak 5%
- Asam forniat 5%
- Lateks segar
2.2. Prosedur Kerja
Langkah secara lahan:
1. Menyiapkan gelas beker 250 ml.
2. Masukan 50 ml lateks segar ke dalam gelas beker 250 ml.
3. Kemudian tambahkan asam forniat 5% sebanyak 3 ml atau 60 tetes sebagai
bahan penggumpal lateks menggunakan pipet volume.
4. Lalu aduk hingga rata lateks segar yang sudah dicampur dengan asam forniat
5% tadi menggunakan batang pengaduk kemudian ditunggu sampai
menggumpal.
5. Setelah menggumpal, kemudian lateks akan digiling mengunakan alat
penggiling(minimal 7 kali penggilingan sesuai yang diinginkan).
6. lateks yang sudah digiling akan dikering anginkan dan ditimbang menggunakan
timbangan.
7. Lalu mencatat berat keringnya.

Langkah secara laboratorium:

1. Menyiapkan gelas beker 100 ml.


2. Untuk mengetahui kadar karet kering kita harus menimbang dan mencatat berat
awal gelas beker 100 ml sebelum dimasukkan lateks segar.
3. Masukan 25 ml lateks segar ke dalam gelas beker 100 ml.
4. Menimbang dan mencatat berat gelas beker 100 ml dengan berisikan lateks segar
25 ml
5. Tambahkan asam forniat 5% sebanyak 1,5 ml atau 30 tetes sebagai bahan
penggumpal lateks menggunakan pipet volume.
6. Lalu aduk hingga rata lateks segar yang sudah dicampur dengan asam forniat
5% tadi menggunakan batang pengaduk kemudian ditunggu sampai
menggumpal.
7. Setelah menggumpal, kemudian lateks akan digiling mengunakan alat
penggiling(minimal 7 kali penggilingan sesuai yang diinginkan).
8. lateks yang sudah digiling akan dikering anginkan dan dioven dengan suhu 110ᵒ
C selama 1 jam agar mengetahui kadar karet keringnya.
9. Timbang lateks yang sudah dioven tersebut.
10. Lalu mencatat berat keringnya.
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Pengamatan

%KKK
Lateks skala Lateks skala
lahan laboratorium
24,48% 33%
Perhitungan Kadar Kering Karet Skala lahan:

Hasil kering angin x Faktor Koreksi

34 gr x 0,72% (standar dari PTPN) = 24,48%

Perhitungan Kadar Kering Karet skala Laboratorium:

Berat Kering : Berat Basah x 100%

11 gr : 33 gr x 100% = 33%

3.2. Pembahasan

Dari praktikum yang telah dilakukan dengan 2 skala yaitu skala lahan dan skala
laboratorium dengan tahap-tahap yang sesuai didapatkan hasil yaitu pada lateks dengan
skala lahan berat kering atau kadar kering karet nya sebesar 24,48% dan pada kadar kering
karet pada skala laboratorium sebesar 33,33%. salah satu paramater lateks segar adalah
kadar karet keringnya yaitu antara 28-30% sesuai dengan sesuai dengan SNI 06-0001-1987.
Hal ini menunjukkan pada skala kebun K3 nya tidak mencapai standar.

Hasil kadar karet kering memiliki perbedaan yang jauh. Perbedaaan ini mungkin
dipengaruhi oleh proses pengeringan karet yang dimana pada skala lahan hanya diberi
perlakuan dengan dikering anginkan sedangkan skala laboratorium menggunakan Oven
dengan 110° selama 1 jam. Pada proses pengeringan ini bergantung pada suhu dan
kelembaban.

Skala lahan yang menggunakan perlakuan dikering anginkan pastinya memiliki


suhu dan kelembaban yang tidak teratur sehingga memungkinkan kadar air atau larutan
yang terdapat pada Lateks masih tersimpan dalam jumlah besar sedangkan pada skala
laboratorium digunakan Oven, tentu saja suhu dan kelembaban yang dihasilkan stabil dan
terjaga serta tertutup sehingga pengeringan lateks dapat menyeluruh ke seluruh sampel dan
kadar air didalam latek dapat dikeluarkan secara penuh.
Hasil praktikum tersebut dapat diketahui jika pengeringan dengan menggunakan
Oven pada skala laboratorium lebih efektif daripada skala lahan.
BAB 4. KESIMPULAN

Susut bobot slab dan lump merupakan faktor penting dalam penjualan bahan olah
karet (bokar). Penentuan susut bobot yang tidak tepat akan merugikan salah satu pihak
dalam penjualan bokar. Informasi susut bobot juga dapat dijadikan sebagai sarana
pengawasan internal terhadap kemungkinan kehilangan saat pengiriman bokar menuju
pabrik. Susut bobot juga berkaitan dengan biaya transportasi dari kebun menuju pabrik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari kadar karet kering (KKK) lateks
terhadap susut bobot slab dan lump, pola penyusutannya serta kaitannya dengan biaya
transportasi. Semakin tinggi KKK lateks maka slab yang dihasilkan mempunyai susut
bobot yang semakin rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Susana dan Rusiardy, Iwan. 2008. PENYADAPAN KARET. Pontianak

Nazaruddin, Paimin FB. 1992. Karet: budi daya dan pengolahan, strategi pemasaran.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Sari,I.R.J. 2015. Prosiding Seminar Kulit, Karet, dan Plastik. Keempat. Yogyakarta: Balai
Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri.
Rachmawan, Arief dan Wijaya, Andi. 2018. PENGARUH KADAR KARET KERING
LATEKS PADA
SUSUT BOBOT SLAB DAN LUM. Sungai putih: Warta Perkareta.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai