Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENGOLAHAN LATEKS

TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOMODITI PERKEBUNAN HULU

Disusun Oleh :

Nama : Rima Nadya Wulandari


NIM : 171710101011
Kelompok/Kelas : 9/ THP-C

Asisten : 1. M. Dwi Nurcahyo


2. Alifianita Purwandari
3. Dimas Wahyu Prihantoro
4. M. Yasiqy Haidar Banna
5. Nur Rahmawati Ramadhani
6. Meida Cahyaning Putri

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komoditi perkebunan terdiri dar beberapa macam, salah satunya adalah


tanaman karet. Sejak tahun 1980an, industri karet Indonesia telah mengalami
pertumbuhan produksi yang stabil. Kebanyakan hasil produksi karet negara ini -
kira-kira 80 persen - diproduksi oleh para petani kecil. Oleh karena itu,
perkebunan Pemerintah dan swasta memiliki peran yang kecil dalam industri karet
domestik. Total luas perkebunan karet Indonesia telah meningkat secara stabil
selama satu dekade terakhir. Di tahun 2016, perkebunan karet di negara ini
mencapai luas total 3,64 juta hektar. Selama beberapa tahun ini jumlah
perkebunan karet milik petani kecil meningkat, sementara perkebunan Pemerintah
sedikit berkurang, kemungkinan karena perpindahan fokus mereka ke kebun
kelapa sawit yang luas. Luasnya kebun karet pemain swasta besar berkurang di
antara tahun 2010 dan 2012, namun naik cukup cepat mulai dari tahun 2013
(Gapkindo, 2010).
Tanaman karet yang telah disadap batangnya akan menghasilkn lateks. Lateks
umumnya berwarna putih tetapi ada yang berwarna kekuningan terantung dar
klonnya (Budiman, 2012). lateks dapat mengalami proses koagulasi. Koalgulasi
merupakan proses penggumpalan suatu sistem koloid. Tujuan dari penggumpalan
lateks sendiri yaitu merapatkan butir-butir karet pada cairan lateks menjadi suatu
koagulum atau gumpalan. Pada proses ini memerlukan zat penggumpal. pH
lateks agar dapaat menggumpal yaitu sekitar 4,7

Lateks kebun segar umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami
penggumpalan. Ketidakstabilan lateks disebabkan rusaknya lapisan pelindung
molekul karet yang terdispersi dalam serum lateks. Terjadi ketidakstabilan lateks
membuat mutu lateks yang dihasilkan tidak maksimal, sehingga perlu dicari
bahan pengemulsi, untuk menjaga kestabilan lateks. Bahan pengemulsi yang biasa
digunakan pada pabrik lateks pekat yaitu amonium laurat (AL) yang diimpor dari
mancanegara.

Hasil dari pengolahan lateks ada bermacam macam sehingga menghasilkan


produ meliputi lateks pekat, crepes, dan RSS. Pengolahan tersebut berdasarkan
pada masing- masing kegunaanya. Oleh karena itu dilakukan praktikum untuk
mengetahui pengolahan lateks pasca panen.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan yang akan dicapai dari praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Memahami proses pengolahan lateks, faktor-faktor proses, pengendalian proses


dan mutu yang dihasilkan.

2. Mendeskripsikan pengaruh kualitas bahan dasar terhadap kualitas karet yang


dihasilkan.

3. Mendeskripsikan beberapa macam proses pengolahan karet alam yaitu karet


sheet, crepe, lateks dan crumb rubber.

4. Mendeskripsikan cara cara pengawasan mutu pada karet sheet, crepe, lateks dan
crumb rubber.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Karet

Karet merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Latin, khususnya Brasil.
Sebelum di populerkan sebagai tanaman budidaya yang dikebunkan secara
besar-besaran, penduduk asli Amerika Selatan, Afrika, dan Asia sebenarnya telah
memanfaatkan beberapa jenis tanaman penghasil getah. Karet masuk ke Indonesia
pada tahun 1864, mula-mula karet ditanam di kebun Raya Bogor sebagai tanaman
koleksi. Dari tanaman koleksi karet selanjutnya dikembangkan ke beberapa
daerah sebagai tanaman perk ebunan komersial

Tanaman karet adalah tanaman tahunan yang dapat tumbuh sampai umur 30
tahun. Habitat tanaman ini merupakan pohon dengan tinggi tanaman dapat
mencapai 15 – 20 meter. Tanaman karet memiliki sifat gugur daun sebag ai respon
tanaman terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan (kekurangan
air/kemarau). Pada saat ini sebaiknya penggunaan stimulan dihindarkan. Daun ini
akan tumbuh kembali pada awal musim hujan. Tanaman karet juga memiliki sistem
perakaran yang ekstensif/menyebar cukup luas sehingga tanaman karet dapat
tumbuh pada kondisi lahan yang kurang menguntungkan. Akar ini juga digunakan
untuk menyeleksi klon-klon yang dapat digunakan sebagai batang bawah pada
perbanyakan tanaman karet. Tanaman karet memiliki masa belum menghasilkan
selama lima tahun (masa TBM 5 tahun) dan sudah mulai dapat disadap pada awal
tahun ke enam. Secara ekonomis tanaman karet dapat disadap selama 15 sampai 20
tahun( Widiyanti, 2013).
Tanaman karet merupakan tanaman yang tumbuh pada daerah tropis. Daerah
yang cocok untuk pertumbuhan tanaman lateks adalah pada zona antara 15o LS -
15o LU. Bila ditanam di luar zona tersebut pertumbuhannya akan sangat lambat,
sehingga memproduksinya juga akan lebih lambat. Menurut cahyono (2010) dalam
dunia tumbuhan tersusun dalam klasifikasi botani sebagai berikut:

Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brassiliensis Muell. Arg.
2.2 Pengertian Lateks Segar dan Lateks Pekat
2.2.1 Lateks segar
Lateks segar merupakan getah kental, seringkali mirip susu, yang dihasilkan
banyak tumbuhan dan membeku ketika terkena udara bebas. Tanaman yang
paling banyak menghasilkan lateks segar yaitu tanaman karet. Lateks segar
biasanya berwana putih atau putih kekuning-kuningan. Lateks segar ini
merupakan suatu dispersi partikel karet hidrokarbon dalam fase cair yang disebut
sebagai serum. Kandungan karet yang ada dalam lateks segar bervariasi,
tergantung dari klon, umur tanaman, pemupukan, musim, dan sistem eksploitasi
yang dilakukan. Lateks segar merupakan sistem koloid dimana partikel karet yang
dilapisi oleh protein dan fosfolipid terdispersi dalam air. Protein pada lapisan luar
memberikan muatan pada pada partikel karet. Lateks segar terbentuk dari
butir-butir karet yang terdispersi dalam air (Edison, 2012).
Lateks segar dihasilkan dari pohon yang telah dilakukan penyadapan.
Pengaliran lateks segar ini disebabkan karena adanya tekanan dalam pembuluh
dan adanya pergerakan cairan lateks akibat perbedaan konsentrasi setelah pohon
disadap. Proses penyadapan akan merusak pembuluh pada pohon tersebut.
Partikel pohon yang rusak akan mengerluarkan lateks segar.
2.2.2 Lateks pekat
Lateks pekat ini merupakan lateks segar yang telah dipekatkan. Pemekatan
lateks segar ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kadar karet
kering(KKK). Lateks pekat dengan kadar karet kering (KKK) 60% akan lebih
seragam mutunya dan lebih sesuai untuk pengolahan barang jadi karet. Di
Indonesia lateks pekat dibagi menjadi 2 yaitu creamed latekx dan centrifuged
latex. Lateks pekat berkualitas tinggi didapat dari bahan baku yang masih segar
dan baik yang diawasi mulai proses penyadapan, pengiriman dari kebun, hingga
pengolahan. Pada penyadapan lateks biasanya petani menambahkan zat
antikoagulan pada mangkuk penyadapan dan pengumpulan lateks. Penamhan zat
anti koagulan sangat penting untuk menjaga kesegaran lateks yang akan diolah
menjadi lateks pekat. Mutu yang dihasilkan dari lateks pekat ini sangat
mempengaruhi produk karet yang dihasilkan . Produk olahan dari lateks pekat
merupaka produk yang tipis namun bermutu tinggi. Contoh produk yang
dihasilkan dari lateks pekat ini adalah sarung tangan medis, kateter, lem karet,
selang transparan, karet busa dan barang jadi lateks lainnya (Fahry, 2014).
Untuk mempoduksi lateks pekat dapat ditempuh beberapa cara, yakni secara
pemusingan (sentrifugasi), pendadihan (creaming), penguapan (evaporasi), dan
elektrodekantasi. Dalam praktek saat ini, berdasarkan pertimbangan kemudahan
teknis dan konsistensi mutunya, hanya cara pemusingan dan pendadihan yang
umumnya dilakukan. Lateks pekat umumnya bersifat tidak stabil atau cepat
mengalami penggumpalan. Lateks dikatakan stabil apabila sistem koloidnya stabil
yaitu tidak terjadi flokulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Kestabilan
lateks yaitu tidak terjadinya penggumpalan pada kondisi yang diinginkan. Mutu
lateks yang dihasilkan telah ditentukan berdasarkan spesifikasi menurut ASTM
dan SNI(BSN, ). Berikut tabel syarat mutu lateks pekat.
Tabel 1. Syarat Mutu Lateks Pekat

No Standar Mutu Lateks Pekat Sentrifugasi Pendadihan

1. Jumlah padatan minimum 61,5% 64%

2. Kadar karet kering minimum 60% 62%

3. Perbedaan angka butir 1 dan 2 2% 2%


maksimum

Kadar amoniak(jumlah air


4. 1,6% 1,6%
dalam lateks pekat) minimum

Viskositas maksimum pada suhu


5. 25⁰C 50 centipoise 50 centipoise

Endapan dari berat basah

6. maksimum 0,1% 0,1%

Kadar koagulum dari jumlah


padatan, maksimum
7. 0,08% 0,08%
Bilangan KOH maksimum

Kemantapan mekanis minimum


8. 0,8% 0,8%
Presentase kadar tembaga dari
9.
jumlah padatan maksimum
10. 457 detik 457 detik
Presentase kadar mangan dari
jumlah padatan maksimum

11. Warna 0,001% 0,001%

Bau setelah dinetralkan dengan


12. asam borax 0,001% 0,001%

13. Tidak biru, Tidak Tidak biru, tidak


kelabu kelabu

Tidak boleh Tidak boleh


berbau busuk berbau busuk

Sumber : Badan Pusat Statistik (2010).

2.3 Sifat fisik Kimia Lateks Segar dan Lateks Pekat


2.3.1 Lateks Segar
a. Sifat fisik
Pada banyak tumbuhan lateks segar biasanya memiliki warna putih, namun
ada juga yang berwana kuning, jingga, atau merah. Lateks segar yang telah
didiamkan mempunyai sifat kenyal (elastis), sifat kenyal tersebut berhubungan
dengan viskositas atau plastisitas karet. Lateks segar sendiri membeku pada suhu
32oF karena terjadi koagulasi. Partikel karet lam dalam lateks diselaputi oleh suatu
lapisan protein sehingga partikel karet tersebut bermuatan listrik.

Karet alam memiliki kadar ikatan tidak jenuh dalam struktur molekul karet
alam tinggi sehingga karet alam tidak tahan terhadap reaksi oksidasi, ozon, dan
minyak (Ramadhan et al., 2005). Karet alam memiliki daya pantul dan elastisitas
yang baik, serta sifat-sifat fisik seperti selatisitas, kuat tarik, dan kepegasan yang
tinggi pula.
b. Sifat kimia
Lateks merupakan polimer hidrokarbon yang mengandung protein, alkaloid,
pati, gula, minyak, tanin, resin, dan gom. Lateks segar terdiri dari
komponen-kompnen tertentu yang sesuai dengan fraksi-fraksi dan serumnya.
Komposisi kimia lateks segar secara garis besar adalah 25-40% karet dan 60-75%
merupakan bahan bukan karet. Kandungan bukan karet ini selain air adalah
protein (globulin dan havein), karbohidrat (sukrosa, glukosa, galaktosa dan
fruktosa), lipida (gliserida, sterol, dan fosfolipida). Komposisi ini bervariasi
tergantung pada jenis tanaman, umur tanaman, musim, sistem deres dan
penggunaan stimulan. (Maryadi, 2005). Partikel karet tersuspensi (tersebar secara
merata)dalam serum lateks dengan ukuran 0,004-3 mikron, atau 0,2 milyar
partikel karet per millimeter lateks. Serum lateks tersebut bebentuk bulat sampai
lonjong. Adapun komposisi lateks dapat dilihat pada tabel. 2
Tebel 2. Komposisi Lateks
Matri penyususn Komposisi (%)
Materi padat 3,0-3,8
Protein dan fosfo protein 1,0-2,0
Resin 2,0
Asam- asam lemak 1,0
Karbohidrat 1,0
Garam-garam anorganik 0.5
Sumber : Bhatnagar, 2004
2.3.2 Lateks Pekat
Lateks pekat umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami
penggumpalan. Lateks dikatakan stabil apabila sistem koloidnya stabil yaitu tidak
terjadi flokulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Kestabilan lateks yaitu
tidak terjadinya penggumpalan pada kondisi yang diinginkan. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks adalah : 1. Adanya
kecenderungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fase air (serum) 2.
Adanya interaksi antara partikel-partikel itu sendiri. Di samping kedua faktor di
atas, ada tiga faktor lain yang dapat menyebabkan sistem koloid partikel-partikel
karet tetap stabil, yaitu : 1. Adanya muatan listrik pada permukaan partikel karet
sehingga terjadi gaya tolak menolak antara dua atau lebih partikel karet tersebut. 2.
Adanya interaksi antara molekul air dengan partikel karet yang menghalangi
terjadi penggabungan partikel-partikel karet tersebut. 3. Energi bebas antara
permukaan yang rendah Ketidakstabilan lateks terjadi disebabkan karena rusaknya
lapisan pelindung karet yang terdispersi dalam serum lateks. Rusaknya sistem
kestabilan lateks dapat terjadi dengan sengaja atau tidak sengaja. Beberapa faktor
yang sengaja dilakukan untuk membuat lateks menjadi tidak stabil adalah dengan
menambahkan bahan penggumpal seperti asam, sari buah, tawas. Sedang faktor
ketidaksengajaan misalnya karena terjadinya penguapan air dalam lateks yang
berlebihan dan terkontaminasinya lateks oleh mikroba. Dengan rusaknya sistem
kestabilan lateks, maka mutu lateks yang dihasilkan menjadi kurang baik. Untuk
tetap menjaga kestabilan lateks, maka lateks pekat harus memenuhi persyaratan
mutu menurut ASTM D 1076 dan ISO2004(Setyamidjaja, 2011).
2.4 Bahan-bahan yang Ditambakan
2.4.1 Asam Asetat
Asam format merupakan asam karboksilat yang paling sederhana. Asam
format biasanya ditemukan pada lebah maupun semut. Asam format merupakan
senyawa intermediet (senyawa antara) yang penting pada banyak sintetis kimia.
Rumus kimia asam format yaitu HCOOH atau CH2O2. Penambahan asam format
berfungsi sebagai zat koagulan lateks yaitu dengan menurunkan PH lateks
sehingga lateks membeku atau berkoagulasi pada PH 4.5-4.7(Saputera, 2011).
2.4.2 Asam Format
Asam asetat merupakan asam karboksilat yang dikenal sebagai pemberi rasa
asam dan aroma pada makanan. Asam asetat memiliki rumus kimia CH3COOH.
Penambahan asam asetat pada lateks akan menggumpalkan lateks.Penggumpalan
tersebut terjadi karena asam akan menurunkan PH lateks menjadi 4,2-4,7 dan
mempengaruhi kestabilan protein sehingga mendekati titik isoelektrik yang
menyebabkan penggumpalan pada lateks (Djumarti. 2011).
2.4.3 Amonia
Amoniak merupakan senyawa antikoagulan serta desinfektan. Penggunaan
amoniak biasanya digunakan sebagai pengawet lateks pekat dengan metode
sentrifugasi. Dosis penggunaan amoniak pada pengawetan yaitu 0,7% NH3
atau pada tiap lateks membutuhkan 5-10 cc larutan amoniak 2-2,5%. Amoniak
juga dapat mengurangi konsentrasi logam .

2.5 Mekanisme Penambahan Asam Asetat, Asam format, dan Amonia


2.5.1 Penambahan Asam Asetat dan Asam Format
Lateks mempunyai pH 6,9 - 7,2 terdapat dalam bentuk cair karena bermuatan
negatif, tetapi bila ditambahkan asam organik atau anorganik misal asam asetat dan
asam format sampai pH mendekati titik isoelektrik (pH 3,8 - 5,3 atau 4,2) maka
terjadi penggumpalan lateks dimana dengan adanya penambahan asam asetat dan
asam format yang berlebihan atau sekaligus diberikan maka akan terjadi
penambahan muatan positif sehingga terjadi kekuatan saling tolak-menolak antara
partikel atau lateks masih dalam keadaan cair. Kestabilan lateks dipengaruhi
muatan listrik dari lateks. Muatan listrik tergantung dari pH lateks. Pada pH tertentu
muatan listrik akan mencapai nilai 0 yaitu pada titik isoelektrik dan pH berkisar 4,2
- 4,7. Pada pH tersebut protein tidak stabil, tetapi pada pH ini lateks tidak segera
menggumpal karena partikel masih diselubungi mantel air. Dengan tidak stabilnya
protein maka protein akan menggumpal dan lapisan ini akan hilang sehingga antar
butir terjadi kontak dan akhirnya menggumpal (Djumarti, 2011).

2.5.2 Penambahan Amonia


Adanya ion OH- di dalam lateks setelah penambahan amoniak dapat
memperbesar kebasaan lateks sehingga pH lateks menjadi 9-10, dengan demikian
dapat menambah muatan negatif di sekeliling karet(Utomo, 2012) .
Lutoid yang terdapat pada lateks segar mengandung ion Mg2+ dan Ca2+ yang
dapat mengganggu kemantapan lateks. Ion-ion tersebut dapat dipisahkan dengan
membentuk kompleks pada reaksi antara ion fosfat yang secara alamiah terkandung
di dalam serum dengan amoniak yang telah ditambahkan pada lateks segar. Reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut :
Mg2+ + NH4+ PO43-  MgNH4PO4.
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini sebagai berikut:

1. Oven
2. Gelas Ukur
3. Timbangan
4. Penggilingan laboratorium
5. Saringan Diameter 2 mm dan 1 mm
6. Beaker Glass
3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini sebagi berikut:

1. Lateks Segar
2. Asam Format
3. Asam Asetat
4. Amoniak
3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan

3.2.1 Perhitungan kadar karet kering (KKK) lateks segar

@100ml Lateks

Pemasukan dalam beaker glass

Penambahan asam Penambahan asam


format 1% @20ml asetat 1% @20ml

Pengadukan hingga menggumpal

Pengepresan

Kering anginkan
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam praktikum kali ini adalah
menyiapkan alat dan bahan. Bahan yang digunakan adalah lateks segar sebanyak
100 ml. Lalu siapkan empat beaker glass. Masukkan lateks segar kedal beaker
glass masing masing 100 ml. Selanjutnya dilakukan penambahan asam format 1%
sebanyak 20 ml dua beaker glass dan penambahan asam asetat pada dua beaker
glass yang lainnya. Beri label pada masing-masing beaker glass. Label pertama
untuk lateks dengan penambahan asam format ulangan pertama, label kedua untuk
penambahan asam format ulangan kedua, label ketiga untuk penambahan asam
asetat ulangan pertama, dan label keempat untuk penambahan asam asetat ulangan
kedua. Penambahan asam format dan asam asetat ini bertujuan untuk menurunkan
pH lateks sehingga menyebabkan terjadinya penggumpalan pada lateks. Tahap
selanjutnya dilakukan pengadukan hingga lateks mengalami penggumpalan atau
koalgulasi. Lalu lateks yang sudah menggumpal dlakukan pengepresan.
Pengepresan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air yang ada pada gumpalan
lateks. Selanjutnya lateks dikering anginkan dan dilakukan penimbangan. Setelah
itu dilakukan pengovenan pada suhu 1000C selama 30 menit. Pengovenan ini
bertujuan untuk mengurangi kadar air yang tersisa setelah proses pengepresan.
Setlah pengovenan dilakukan penimbangan kembali. Langkah terakhir adalah
pehitungan FP dan KKK.

3.2.2 Pengenceran lateks peda pembuatan karet sheet dan crepe

@100 ml Lateks Segar

Penyaringan

Penentuan KK dan KE (15% sheet


dan 20% crepe)

Penambahan air sesuai


perhitungan
Langkah pertama yang harus dilakukan pada acara ke dua yaitu 100 ml lateks
segar. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan saringan 40 mesh. Hal ini
bertujuan untuk memisahkan gumpalan yang ada pada lateks segar. Selanjutnya
dilakukan penetuan KK dan KE (15% untuk sheet dan 20% untuk crepe).
Selanjutnya dilakukan penambahan air dan dihitung sesuai dengan rumus yang
telah disediakan. Penambahan air pada lateks ini bertujuan untuk pengenceran.

3.2.3 Pengaruh Penambahan Bahan Pendidih dan Lama Pemisahan Terhadap


Mutu Lateks

@250ml Lateks

Penyaringan

Penambahan amoniak @1,25ml

Penambahan asam asetat

50 ml 60 ml 70 ml

Pengadukan

Pendiaman 4, 5, 6 Hari

Pengamatan Aroma dan Warna


Pada acara ketiga, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan
alat dan bahan. Alat yang digunakan dalam acara ini yaitu tiga beaker glass,
tabung ukur, 3 alat pengaduk, pipet ukur, dan plastik. Bahan yang digunakan
adalahh 750 ml lateks segar, asam asetat, dan amonia. Selanjutnya masukkan
lateks kedalam tiga beaker glass ,masing-masing beaker glass 250 ml. Selanjutnya
dilakukan penyaringan pada saringan 40mesh. Penyaringan ini bertujuan untuk
memisahkan gumpalan pada lateks segar. Tambahkan amonia pada ketiga beaker
glass masing-masing 1,25 ml. Lalu dilakukan penambahan amonia. Pada beaker
glass pertama sebanyak 50ml, pada beaker glass kedua sebanyak 60 ml, dan pada
beaker glass ketiga sebanyak 70 ml. Penambahan asam asetat ini beguna sebagai
bahan koalgulen pada lateks, sehingga lateks segar dapat menggumpal. Langkah
selanjutnya yaitu dilaukan pengadukkan pada masing-masing beaker glass selama
tiga menit. Selnjutnya dilakukan pendiaman selama 4,5, dan 6 hari. Pendiaman ini
bertujuan untuk mengetahui semakin bertambah atau berkurannya lateks yang
menggumpal setelah dilakukan pendiaman.
BAB 4. DATA PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Acara 1
Bahan Ulangan Berat Basah (a) Berat Kering (b)
Asam Format 1 42,39 39,80
2 47,90 45,91
Asam Asetat 1 45,10 43,76
2 41,95 40,47

4.1.2 Acara 3
Asam Asetat Hari Warna Aroma
50 ml 4 + ++
5 ++ ++++
6 +++ +++++
60 ml 4 + ++
5 ++ ++++
6 +++ +++++
70 ml 4 ++ +++
5 +++ +++
6 ++++ ++
NB: Aroma semakin (+) semakin menyengat.
Warna semakin (+) semakin kuning.
4.2 Hasil Perhitungan
4.2.1 Acara 1
Bahan Ulangan FP (%) Rata-rata KKK (%) Rata-rata
Asam Format 1 6,10 39,8042
5,125% 41,9045%
2 4,15 44,0047
Asam Asetat 1 2,97 42,4603
3,25% 40,7508%
2 3,53 39,0414

4.2.2 Acara 2
Jenis Ulangan AT (%) Rata-rata
Sheet 1 163,3613
179,363%
2 193,3647
Crepe 1 112,3015
103,7542%
2 95,207

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Perhitungan Kadar Karet Kering (KKK) Lateks Segar

Pada acara 1 dilakukakan perhitungan kadar karet kering. Pada praktikum kali
ini digunakan lateks sebanyak 400 ml. Sebanyak 200 ml lateks dilakukan
penambahan asam format 1% dan 200 ml dilakukan penambahan asam asetat 1%.
dari 200 ml lateks tersebut dilakukan masing masing dua ulangan. Penambahan
asam format sebanyak dua ulangan dan juga penambahan asam asetat sebanyak
dua ulangan Dari praktikum yang telah dilakukan diperoleh data bahwasannya
lateks segar yang dilakukan penambahan asam format memiliki berat basah dan
berat kering kering lebih tinggi. Hal ini membuktikan bahwasanya penambahan
bahan koagulan dengan konsentrasi dan volume yang sama, namun jenis
kogulannya berbeda dapat mempengaruhi banyaknya penggumpalan pada lateks
segar. Hal ini sesuai dengan literartur bahwasannya penambahan bahan
penggumpal yang dilakukan pada lateks segar memiliki hasil penggumpalan yang
berbeda. Konsentrasi bahan penggumpal juga berbeda-beda agar mengahasilkan
karet yang memiliki kualitas baik(Setyamidjaja, 2011).

Dari data tersebut diperoleh hasil perhitungan yag menyatakan FP pada asam
format memiliki nilai lebih tiggi dari pada asam asetat. Pada asam format sebesar
5,125% dan asam asetat sebanyak 3,25%. Hal ini sesuai dengan literatur
bahwasannya berat basah pada satu bahan akan mempengaruhi faktor pengering
pada saat pengeringan (Rahadian, 2013). Untuk rata-rata perhitungan Kadar Karet
Kering (KKK) pada penambahan asam format dan asam asetat memiliki nilai
41,9045% dan 40,7508%. Kadar Karet Kering (KKK) merupakan parameter
terukur yang menunjukkan persentase jumlah karet dalam lateks. Lateks
dengan penambahan asam format memiliki KKK sebesar 41,9045%
yang artinya dalam 100 ml lateks mengandung 41,9045 gram partikel
karet. Begitu juga dengan penambahan asam asetat memiliki KKK
sebesar 40,7508% yang artinya dalam 100 ml lateks mengandung 40,750 gram
partikel karet. Dapat dilihat dari pernyataan tersebut lateks yang ditambahkan
asam format memiliki memiliki partikel karet yang lebih besar dai pada lateks
dengan penambahan asam asetat. Sehingga dapat disimpulkan asam format 1%
sebagi bahan penggumpal lateks lebih baik dari pada asam asetat 1%. hal ini
sesuai dengan literartur yang ada bahwasannya pada pembekuan lateks segar
dilakukan penambahan asam asetat dengan konsentrasi 2% (Djumarti, 2011).
Pada praktikum ini asam asetat yang ditambahkan hanya memiliki konsentrasi 1%,
sehingga penggumpalan kurang maksimal.

5.2 Pengenceran Lateks pada Pembuatan Karet Sheet dan Crepe


Berdasarkan hasil perhitungan pada acara pengenceran lateks pada pembuatan
karet sheet dan crepe dapat diketahui bahwa pada karet sheet air yang harus
ditambahkan (AT) sebesar 179,363% dan pada crepe air yang harus ditambahkan
(AT) sebesar 103,7542%. Pada karet sheet penambahan air lebih besar dari pada
crepe. Hal ini disebabkan karena kadar karet kering (KKK) pada karet sheet lebih
besar dari pada KKK pada crepe. Hal ini sesuai dengan literatur bahwasannya
nilai KKK sangat mempengaruhi penambahan air yang dilakukan saat proses
pengenceran. Semakin besar nilai KKK semakin banyak air yang harus
ditambahkan untuk pengenceran (Ersan,2012).

5.3 Pengaruh Penambahan Bahan Dadik dan Lama Pemisahan terhadap


Sifat-Sifat Lateks Pekat yang Dihasilkan

Dari praktikum “pengaruh penmambahan bahan dadih dan lama pemisahan


terhadap sifat-sifat lateks pekat yang dihasilkan” diperolah data bahwasannya
warna dengan penambahan asam asetat 50 ml, 60 ml, dan 70 ml pada hari ke 4, 5,
dan 6 mengalami penguningan. Pada lateks dengan penambahan asam asetat 70
ml memiliki warna yang lebih pekat dari pada lateks dengan penambahan asam
asetat 50 dan 60 ml. Perubahan warna dan timbulnya bercak kuning pada lateks
disebabkan karena lateks telah teroksidasi oleh udara sekitar. Selain itu warna
kunin dan bercak kuning juga disebabkan karena komponen pada karet yang rusak
karena terhentinya proses enzimatis pada karet.

Pada paramater aroma didapatkan perubahan pada larutan yang ditambahkan


asam asetat sebanyak 50 ml, 60 ml, dan 70 ml. Pada penambahan asam asetat 50 ml
terjadi perubahan bau yang semakin menyengat di hari ke 4,5,dan 6. Pada
penambahan asam asetat 60 ml juga terjadi perubahan bau yang semakin
menyengat di hari ke 4,5,dan 6. Hal ini sesuai dengan literatur bahwasannya
semakin lama waktu penyimpanan maka aroma lateks yang dihasilkan semakin
menyengat. Dikarenakan serum C yang mengandung zat yang terlarut yaitu asam
amino, karbohidrat, inositol dan asam organik misalnya asam nukleat pirofosfat
dan askorbat terpisah dan saling bereaksi sehingga menimbulkan aroma (bau) yang
menyengat. Namun pada penambahan asam asetat 70 ml aroma semakin tidak
menyengat pada hari ke 6. Pada hari keempat aroma yang dihasilkan +3, hari
kelima aromanya tetap dan tidak ada perubahan, pada hari keenam terjadi
penurunan aroma menjadi +2. Hal ini terlalu banyak penambahan bahan koagulan
yang dihasilkan. Mutu karet ang dihasilkan juga akan mengalami penurunan.
BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari praktikum ini sebagai berikut

1. Proses pengolahan lateks untuk karet sheet dan karet crepe sama tahap pertama
yaitu penerimaan lateks, pengenceran lateks, penggumpalan, penggilingan atau
pengepresan, pengeringan, dan sortasi. Namun, ada beberapa perbedaan pada
proses pembuatan karet crepe pada proses pengenceran, pada proses penggilingan,
dan tidak dilakukan pengengeringan. Untuk pengolahan lateks pekat meggunakan
bahan dadih seperti asam asetat dan ditambahkan amonia untuk menstabilkan
dalam proses pengadukan.

2. Bahan dasar lateks segar sangat mempengaruhi produk karet yang dihasilkan.
Semakin baik mutu lateks segar yang dioalah, semakin baik pula produk karet
yang dihasilkan. Namun, pada saat pengolahan juga harus dengan car yang benar.

3.

6.2 Saran

Saran pada praktikum ini sebagai berikut:

1. Sebaiknya praktikkan terlebih dahulu memahami skema kerja yang telah


disiapkan sengingga tidak banyak menanya pada asisten.

2. Pada saat praktikum berlangsung, praktikkan sebaiknya tidak banyak bicara


karena bahan bahan yang digunakan berbau sangat menyengat dan tedapat banyak
bahan kimia.
3. Sebaiknya asiste benar-benar memahami skema yang telah dibuat. Hal ini
bertujuan untuk meminimalisir kesalahan yang akan terjadi yang menyebabkan
pengulangan praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2010. Produksi Karet Lampung. Bandar lampung: BPS

Bhatnagar, M. S. 2004. A Text Book of Polymers. New Delhi: S.Chand and


Company.

Budiman Haryanto, S.P. 2012. Budi Daya Karet Unggul . Yogyakarta: Pustaka
Baru Press.

Cahyono, B. 2010. Cara Sukses Berkebun Karet. Jakarta: Pustaka Mina.

Djumarti. 2011. Diktat Kuliah Teknologi Pengolahan Tembakau, Gula, dan


Lateks. Jember : FTP UJ.
Edison, Rahmat, Ersan. 2012. BPP Pengolahan Hasil Tanaman Perkebunan.
Bandar Lampung: Politeknik Negeri Lampung.

Ersan. 2012. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Agromedia Pustaka, Jakarta.


Fahry, Rasyidi. 2014. Pengaruh Filler Campuran Silika dan Kulit Kerang
Darah terhadap Sifat Mekanis Kompon Sol Sepatu dari Karet Alam.
Palembang : UNSRI
Gapkindo. 2010. Informasi Pasar dan Perkembangan Karet Indonesia.
Jakarta :Bulletin Karet.

Maryadi., 2005. Manajemen Agrobisnis Karet. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.
Rahadian, A. 2013. Tugas Akhir Bidang Konversi Energi: Pengaruh Kecepatan
Aliran Udara pada Active Solar Dryer dengan Suhu Pengaruh Terhadap
Pengeringan Gambir. Padang: Universitas Andalas. Padang.

Ramadhan, A., H. Prastanto., dan A.A. Alfa. 2005. Pengaruh Waktu Reaksi
depolimerisasi Terhadap Viskositas Mooney Karet Mentah Pada Proses
Pembuatan Karet Alam Cair Sistem Redoks. Yogyakarta : Yayasan Media
Utama

Saputera, H., M. Agustina., dan Y.A. Rangkai. 2011. Uji Penggunaan Berbagai
Jenis Koagulan Terhadap Kualitas Bahan Olah Karet (Hevea Brasiliensis).
Jurnal Penelitian. Vol 12, No 2.

Setyamidjaja, Djoehana. 2011. Karet Budidaya dan Pengolahan. Yogyakarta:


Kanisius.

Utomo, T.P., U. Hasanudin., dan E. Suroso. 2012. Agroindustri Karet Indonesia.


Bandung: PT. Sarana Tutorial Nurani Sejahtera.

Widiyanti, T. 2013. Pembangunan Kebun Benih Batang Bawah Karet (Hevea


brasiliensis). Surabaya: Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman
Perkebunan Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai