Disusun Oleh :
BAB 1. PENDAHULUAN
Lateks kebun segar umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami
penggumpalan. Ketidakstabilan lateks disebabkan rusaknya lapisan pelindung
molekul karet yang terdispersi dalam serum lateks. Terjadi ketidakstabilan lateks
membuat mutu lateks yang dihasilkan tidak maksimal, sehingga perlu dicari
bahan pengemulsi, untuk menjaga kestabilan lateks. Bahan pengemulsi yang biasa
digunakan pada pabrik lateks pekat yaitu amonium laurat (AL) yang diimpor dari
mancanegara.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan yang akan dicapai dari praktikum ini adalah sebagai berikut.
4. Mendeskripsikan cara cara pengawasan mutu pada karet sheet, crepe, lateks dan
crumb rubber.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Karet merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Latin, khususnya Brasil.
Sebelum di populerkan sebagai tanaman budidaya yang dikebunkan secara
besar-besaran, penduduk asli Amerika Selatan, Afrika, dan Asia sebenarnya telah
memanfaatkan beberapa jenis tanaman penghasil getah. Karet masuk ke Indonesia
pada tahun 1864, mula-mula karet ditanam di kebun Raya Bogor sebagai tanaman
koleksi. Dari tanaman koleksi karet selanjutnya dikembangkan ke beberapa
daerah sebagai tanaman perk ebunan komersial
Tanaman karet adalah tanaman tahunan yang dapat tumbuh sampai umur 30
tahun. Habitat tanaman ini merupakan pohon dengan tinggi tanaman dapat
mencapai 15 – 20 meter. Tanaman karet memiliki sifat gugur daun sebag ai respon
tanaman terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan (kekurangan
air/kemarau). Pada saat ini sebaiknya penggunaan stimulan dihindarkan. Daun ini
akan tumbuh kembali pada awal musim hujan. Tanaman karet juga memiliki sistem
perakaran yang ekstensif/menyebar cukup luas sehingga tanaman karet dapat
tumbuh pada kondisi lahan yang kurang menguntungkan. Akar ini juga digunakan
untuk menyeleksi klon-klon yang dapat digunakan sebagai batang bawah pada
perbanyakan tanaman karet. Tanaman karet memiliki masa belum menghasilkan
selama lima tahun (masa TBM 5 tahun) dan sudah mulai dapat disadap pada awal
tahun ke enam. Secara ekonomis tanaman karet dapat disadap selama 15 sampai 20
tahun( Widiyanti, 2013).
Tanaman karet merupakan tanaman yang tumbuh pada daerah tropis. Daerah
yang cocok untuk pertumbuhan tanaman lateks adalah pada zona antara 15o LS -
15o LU. Bila ditanam di luar zona tersebut pertumbuhannya akan sangat lambat,
sehingga memproduksinya juga akan lebih lambat. Menurut cahyono (2010) dalam
dunia tumbuhan tersusun dalam klasifikasi botani sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brassiliensis Muell. Arg.
2.2 Pengertian Lateks Segar dan Lateks Pekat
2.2.1 Lateks segar
Lateks segar merupakan getah kental, seringkali mirip susu, yang dihasilkan
banyak tumbuhan dan membeku ketika terkena udara bebas. Tanaman yang
paling banyak menghasilkan lateks segar yaitu tanaman karet. Lateks segar
biasanya berwana putih atau putih kekuning-kuningan. Lateks segar ini
merupakan suatu dispersi partikel karet hidrokarbon dalam fase cair yang disebut
sebagai serum. Kandungan karet yang ada dalam lateks segar bervariasi,
tergantung dari klon, umur tanaman, pemupukan, musim, dan sistem eksploitasi
yang dilakukan. Lateks segar merupakan sistem koloid dimana partikel karet yang
dilapisi oleh protein dan fosfolipid terdispersi dalam air. Protein pada lapisan luar
memberikan muatan pada pada partikel karet. Lateks segar terbentuk dari
butir-butir karet yang terdispersi dalam air (Edison, 2012).
Lateks segar dihasilkan dari pohon yang telah dilakukan penyadapan.
Pengaliran lateks segar ini disebabkan karena adanya tekanan dalam pembuluh
dan adanya pergerakan cairan lateks akibat perbedaan konsentrasi setelah pohon
disadap. Proses penyadapan akan merusak pembuluh pada pohon tersebut.
Partikel pohon yang rusak akan mengerluarkan lateks segar.
2.2.2 Lateks pekat
Lateks pekat ini merupakan lateks segar yang telah dipekatkan. Pemekatan
lateks segar ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kadar karet
kering(KKK). Lateks pekat dengan kadar karet kering (KKK) 60% akan lebih
seragam mutunya dan lebih sesuai untuk pengolahan barang jadi karet. Di
Indonesia lateks pekat dibagi menjadi 2 yaitu creamed latekx dan centrifuged
latex. Lateks pekat berkualitas tinggi didapat dari bahan baku yang masih segar
dan baik yang diawasi mulai proses penyadapan, pengiriman dari kebun, hingga
pengolahan. Pada penyadapan lateks biasanya petani menambahkan zat
antikoagulan pada mangkuk penyadapan dan pengumpulan lateks. Penamhan zat
anti koagulan sangat penting untuk menjaga kesegaran lateks yang akan diolah
menjadi lateks pekat. Mutu yang dihasilkan dari lateks pekat ini sangat
mempengaruhi produk karet yang dihasilkan . Produk olahan dari lateks pekat
merupaka produk yang tipis namun bermutu tinggi. Contoh produk yang
dihasilkan dari lateks pekat ini adalah sarung tangan medis, kateter, lem karet,
selang transparan, karet busa dan barang jadi lateks lainnya (Fahry, 2014).
Untuk mempoduksi lateks pekat dapat ditempuh beberapa cara, yakni secara
pemusingan (sentrifugasi), pendadihan (creaming), penguapan (evaporasi), dan
elektrodekantasi. Dalam praktek saat ini, berdasarkan pertimbangan kemudahan
teknis dan konsistensi mutunya, hanya cara pemusingan dan pendadihan yang
umumnya dilakukan. Lateks pekat umumnya bersifat tidak stabil atau cepat
mengalami penggumpalan. Lateks dikatakan stabil apabila sistem koloidnya stabil
yaitu tidak terjadi flokulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Kestabilan
lateks yaitu tidak terjadinya penggumpalan pada kondisi yang diinginkan. Mutu
lateks yang dihasilkan telah ditentukan berdasarkan spesifikasi menurut ASTM
dan SNI(BSN, ). Berikut tabel syarat mutu lateks pekat.
Tabel 1. Syarat Mutu Lateks Pekat
Karet alam memiliki kadar ikatan tidak jenuh dalam struktur molekul karet
alam tinggi sehingga karet alam tidak tahan terhadap reaksi oksidasi, ozon, dan
minyak (Ramadhan et al., 2005). Karet alam memiliki daya pantul dan elastisitas
yang baik, serta sifat-sifat fisik seperti selatisitas, kuat tarik, dan kepegasan yang
tinggi pula.
b. Sifat kimia
Lateks merupakan polimer hidrokarbon yang mengandung protein, alkaloid,
pati, gula, minyak, tanin, resin, dan gom. Lateks segar terdiri dari
komponen-kompnen tertentu yang sesuai dengan fraksi-fraksi dan serumnya.
Komposisi kimia lateks segar secara garis besar adalah 25-40% karet dan 60-75%
merupakan bahan bukan karet. Kandungan bukan karet ini selain air adalah
protein (globulin dan havein), karbohidrat (sukrosa, glukosa, galaktosa dan
fruktosa), lipida (gliserida, sterol, dan fosfolipida). Komposisi ini bervariasi
tergantung pada jenis tanaman, umur tanaman, musim, sistem deres dan
penggunaan stimulan. (Maryadi, 2005). Partikel karet tersuspensi (tersebar secara
merata)dalam serum lateks dengan ukuran 0,004-3 mikron, atau 0,2 milyar
partikel karet per millimeter lateks. Serum lateks tersebut bebentuk bulat sampai
lonjong. Adapun komposisi lateks dapat dilihat pada tabel. 2
Tebel 2. Komposisi Lateks
Matri penyususn Komposisi (%)
Materi padat 3,0-3,8
Protein dan fosfo protein 1,0-2,0
Resin 2,0
Asam- asam lemak 1,0
Karbohidrat 1,0
Garam-garam anorganik 0.5
Sumber : Bhatnagar, 2004
2.3.2 Lateks Pekat
Lateks pekat umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami
penggumpalan. Lateks dikatakan stabil apabila sistem koloidnya stabil yaitu tidak
terjadi flokulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Kestabilan lateks yaitu
tidak terjadinya penggumpalan pada kondisi yang diinginkan. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks adalah : 1. Adanya
kecenderungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fase air (serum) 2.
Adanya interaksi antara partikel-partikel itu sendiri. Di samping kedua faktor di
atas, ada tiga faktor lain yang dapat menyebabkan sistem koloid partikel-partikel
karet tetap stabil, yaitu : 1. Adanya muatan listrik pada permukaan partikel karet
sehingga terjadi gaya tolak menolak antara dua atau lebih partikel karet tersebut. 2.
Adanya interaksi antara molekul air dengan partikel karet yang menghalangi
terjadi penggabungan partikel-partikel karet tersebut. 3. Energi bebas antara
permukaan yang rendah Ketidakstabilan lateks terjadi disebabkan karena rusaknya
lapisan pelindung karet yang terdispersi dalam serum lateks. Rusaknya sistem
kestabilan lateks dapat terjadi dengan sengaja atau tidak sengaja. Beberapa faktor
yang sengaja dilakukan untuk membuat lateks menjadi tidak stabil adalah dengan
menambahkan bahan penggumpal seperti asam, sari buah, tawas. Sedang faktor
ketidaksengajaan misalnya karena terjadinya penguapan air dalam lateks yang
berlebihan dan terkontaminasinya lateks oleh mikroba. Dengan rusaknya sistem
kestabilan lateks, maka mutu lateks yang dihasilkan menjadi kurang baik. Untuk
tetap menjaga kestabilan lateks, maka lateks pekat harus memenuhi persyaratan
mutu menurut ASTM D 1076 dan ISO2004(Setyamidjaja, 2011).
2.4 Bahan-bahan yang Ditambakan
2.4.1 Asam Asetat
Asam format merupakan asam karboksilat yang paling sederhana. Asam
format biasanya ditemukan pada lebah maupun semut. Asam format merupakan
senyawa intermediet (senyawa antara) yang penting pada banyak sintetis kimia.
Rumus kimia asam format yaitu HCOOH atau CH2O2. Penambahan asam format
berfungsi sebagai zat koagulan lateks yaitu dengan menurunkan PH lateks
sehingga lateks membeku atau berkoagulasi pada PH 4.5-4.7(Saputera, 2011).
2.4.2 Asam Format
Asam asetat merupakan asam karboksilat yang dikenal sebagai pemberi rasa
asam dan aroma pada makanan. Asam asetat memiliki rumus kimia CH3COOH.
Penambahan asam asetat pada lateks akan menggumpalkan lateks.Penggumpalan
tersebut terjadi karena asam akan menurunkan PH lateks menjadi 4,2-4,7 dan
mempengaruhi kestabilan protein sehingga mendekati titik isoelektrik yang
menyebabkan penggumpalan pada lateks (Djumarti. 2011).
2.4.3 Amonia
Amoniak merupakan senyawa antikoagulan serta desinfektan. Penggunaan
amoniak biasanya digunakan sebagai pengawet lateks pekat dengan metode
sentrifugasi. Dosis penggunaan amoniak pada pengawetan yaitu 0,7% NH3
atau pada tiap lateks membutuhkan 5-10 cc larutan amoniak 2-2,5%. Amoniak
juga dapat mengurangi konsentrasi logam .
3.1.1 Alat
1. Oven
2. Gelas Ukur
3. Timbangan
4. Penggilingan laboratorium
5. Saringan Diameter 2 mm dan 1 mm
6. Beaker Glass
3.1.2 Bahan
1. Lateks Segar
2. Asam Format
3. Asam Asetat
4. Amoniak
3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
@100ml Lateks
Pengepresan
Kering anginkan
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam praktikum kali ini adalah
menyiapkan alat dan bahan. Bahan yang digunakan adalah lateks segar sebanyak
100 ml. Lalu siapkan empat beaker glass. Masukkan lateks segar kedal beaker
glass masing masing 100 ml. Selanjutnya dilakukan penambahan asam format 1%
sebanyak 20 ml dua beaker glass dan penambahan asam asetat pada dua beaker
glass yang lainnya. Beri label pada masing-masing beaker glass. Label pertama
untuk lateks dengan penambahan asam format ulangan pertama, label kedua untuk
penambahan asam format ulangan kedua, label ketiga untuk penambahan asam
asetat ulangan pertama, dan label keempat untuk penambahan asam asetat ulangan
kedua. Penambahan asam format dan asam asetat ini bertujuan untuk menurunkan
pH lateks sehingga menyebabkan terjadinya penggumpalan pada lateks. Tahap
selanjutnya dilakukan pengadukan hingga lateks mengalami penggumpalan atau
koalgulasi. Lalu lateks yang sudah menggumpal dlakukan pengepresan.
Pengepresan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air yang ada pada gumpalan
lateks. Selanjutnya lateks dikering anginkan dan dilakukan penimbangan. Setelah
itu dilakukan pengovenan pada suhu 1000C selama 30 menit. Pengovenan ini
bertujuan untuk mengurangi kadar air yang tersisa setelah proses pengepresan.
Setlah pengovenan dilakukan penimbangan kembali. Langkah terakhir adalah
pehitungan FP dan KKK.
Penyaringan
@250ml Lateks
Penyaringan
50 ml 60 ml 70 ml
Pengadukan
Pendiaman 4, 5, 6 Hari
4.1.2 Acara 3
Asam Asetat Hari Warna Aroma
50 ml 4 + ++
5 ++ ++++
6 +++ +++++
60 ml 4 + ++
5 ++ ++++
6 +++ +++++
70 ml 4 ++ +++
5 +++ +++
6 ++++ ++
NB: Aroma semakin (+) semakin menyengat.
Warna semakin (+) semakin kuning.
4.2 Hasil Perhitungan
4.2.1 Acara 1
Bahan Ulangan FP (%) Rata-rata KKK (%) Rata-rata
Asam Format 1 6,10 39,8042
5,125% 41,9045%
2 4,15 44,0047
Asam Asetat 1 2,97 42,4603
3,25% 40,7508%
2 3,53 39,0414
4.2.2 Acara 2
Jenis Ulangan AT (%) Rata-rata
Sheet 1 163,3613
179,363%
2 193,3647
Crepe 1 112,3015
103,7542%
2 95,207
BAB 5. PEMBAHASAN
Pada acara 1 dilakukakan perhitungan kadar karet kering. Pada praktikum kali
ini digunakan lateks sebanyak 400 ml. Sebanyak 200 ml lateks dilakukan
penambahan asam format 1% dan 200 ml dilakukan penambahan asam asetat 1%.
dari 200 ml lateks tersebut dilakukan masing masing dua ulangan. Penambahan
asam format sebanyak dua ulangan dan juga penambahan asam asetat sebanyak
dua ulangan Dari praktikum yang telah dilakukan diperoleh data bahwasannya
lateks segar yang dilakukan penambahan asam format memiliki berat basah dan
berat kering kering lebih tinggi. Hal ini membuktikan bahwasanya penambahan
bahan koagulan dengan konsentrasi dan volume yang sama, namun jenis
kogulannya berbeda dapat mempengaruhi banyaknya penggumpalan pada lateks
segar. Hal ini sesuai dengan literartur bahwasannya penambahan bahan
penggumpal yang dilakukan pada lateks segar memiliki hasil penggumpalan yang
berbeda. Konsentrasi bahan penggumpal juga berbeda-beda agar mengahasilkan
karet yang memiliki kualitas baik(Setyamidjaja, 2011).
Dari data tersebut diperoleh hasil perhitungan yag menyatakan FP pada asam
format memiliki nilai lebih tiggi dari pada asam asetat. Pada asam format sebesar
5,125% dan asam asetat sebanyak 3,25%. Hal ini sesuai dengan literatur
bahwasannya berat basah pada satu bahan akan mempengaruhi faktor pengering
pada saat pengeringan (Rahadian, 2013). Untuk rata-rata perhitungan Kadar Karet
Kering (KKK) pada penambahan asam format dan asam asetat memiliki nilai
41,9045% dan 40,7508%. Kadar Karet Kering (KKK) merupakan parameter
terukur yang menunjukkan persentase jumlah karet dalam lateks. Lateks
dengan penambahan asam format memiliki KKK sebesar 41,9045%
yang artinya dalam 100 ml lateks mengandung 41,9045 gram partikel
karet. Begitu juga dengan penambahan asam asetat memiliki KKK
sebesar 40,7508% yang artinya dalam 100 ml lateks mengandung 40,750 gram
partikel karet. Dapat dilihat dari pernyataan tersebut lateks yang ditambahkan
asam format memiliki memiliki partikel karet yang lebih besar dai pada lateks
dengan penambahan asam asetat. Sehingga dapat disimpulkan asam format 1%
sebagi bahan penggumpal lateks lebih baik dari pada asam asetat 1%. hal ini
sesuai dengan literartur yang ada bahwasannya pada pembekuan lateks segar
dilakukan penambahan asam asetat dengan konsentrasi 2% (Djumarti, 2011).
Pada praktikum ini asam asetat yang ditambahkan hanya memiliki konsentrasi 1%,
sehingga penggumpalan kurang maksimal.
6.1 Kesimpulan
1. Proses pengolahan lateks untuk karet sheet dan karet crepe sama tahap pertama
yaitu penerimaan lateks, pengenceran lateks, penggumpalan, penggilingan atau
pengepresan, pengeringan, dan sortasi. Namun, ada beberapa perbedaan pada
proses pembuatan karet crepe pada proses pengenceran, pada proses penggilingan,
dan tidak dilakukan pengengeringan. Untuk pengolahan lateks pekat meggunakan
bahan dadih seperti asam asetat dan ditambahkan amonia untuk menstabilkan
dalam proses pengadukan.
2. Bahan dasar lateks segar sangat mempengaruhi produk karet yang dihasilkan.
Semakin baik mutu lateks segar yang dioalah, semakin baik pula produk karet
yang dihasilkan. Namun, pada saat pengolahan juga harus dengan car yang benar.
3.
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2010. Produksi Karet Lampung. Bandar lampung: BPS
Budiman Haryanto, S.P. 2012. Budi Daya Karet Unggul . Yogyakarta: Pustaka
Baru Press.
Ramadhan, A., H. Prastanto., dan A.A. Alfa. 2005. Pengaruh Waktu Reaksi
depolimerisasi Terhadap Viskositas Mooney Karet Mentah Pada Proses
Pembuatan Karet Alam Cair Sistem Redoks. Yogyakarta : Yayasan Media
Utama
Saputera, H., M. Agustina., dan Y.A. Rangkai. 2011. Uji Penggunaan Berbagai
Jenis Koagulan Terhadap Kualitas Bahan Olah Karet (Hevea Brasiliensis).
Jurnal Penelitian. Vol 12, No 2.