Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KIMIA PERMUKAAN

KARET SEBAGAI SISTEM KOLOID

OLEH
Kelompok 6
1. Zumrotus Sholihah (15030194022)
2. Mila Anjarwati (15030194040)
3. Pipit Dwi Yulianti (15030194055)
4. Azham Wa’idz S (15030194085)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI
SURABAYA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karet alam merupakan salah satu hasil pertanian yang penting karena
memegang peranan penting dalam meningkatkan taraf hidup taraf hidup manusia,
karena banyak menghasilkan devisa negara. Karet alam dihasilkan dari
perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Umumnya karet rakyat bermutu rendah
karena alat dan cara pengolahannya masih sangat sederhana.
Di Indonesia, sebagian besar perkebunan yang ada merupakan perkebunan
rakyat. Namun, petani perkebunan rakyat ini sebagian besar tidak menentukan
besarnya pengeluaran dalam pengusahaan karet, padahal karet alam memerlukan
penanganan sebaik-baiknya agar menguntungkan, apalagi jika harus dibandingkan
dengan karet sintetis dimana harganya bisa dipertahankan supaya tetap stabil.
Seiring perkembangan zaman, ditemukan suatu cara untuk pengoalahan
karet salah satunya dengan penerapan sifat koagulasi koloid. Pembekuan atau
koagulasi bertujuan untuk mempersatukan (merapatkan) butir-butir karet yang
terdapat dalam cairan lateks, supaya menjadi suatu gumpalan atau koagulum.
Untuk membuat koagulum ini, lateks perlu dibubuhi bahan pembeku (koagulan)
seperti asam semut atau asam cuka. Lateks segar yang diperoleh dari hasil
sadapan mempunyai pH 6,5. Agar dapat terjadi penggumpalan atau koagulasi, pH
yang mendekati netral tersebut harus diturunkan sampai pH 4,7. Peranan pH
sangat menentukan mutu karet. Penggumpalan pada pH yang sangat rendah
mengakibatkan warna karet semakin gelap dan nilai modulus karet semakin
rendah. Di dalam proses penggumpalan lateks, terjadi perubahan sol ke gel
dengan pertolongan zat penggumpal. Pada sol karet terdispersi di dalam serum,
tetapi pada gel karet di dalam lateks. Penggumpalan dapat terjadi dengan
penambahan asam (menurunkan pH), sehingga koloid karet mencapai titik
isoelektrik dan terjadilah penggumpalan.
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui keterkaitan karet sebagai sistem koloid.
b. Menjelaskan sifat koloid pada karet meliputi koloid pelindung, efek
Tyndall, koagulasi sifat adsorpsi, gerak Brown, eletroforesis.
BAB II

2.1 Karet sebagai sistem koloid


Keterkaitan karet dalam sistem koloid, berdasarkan sifat-sifat koloid, sebagai
berikut :
a. Sifat Koloid Karet
Karet merupakan suspensi koloidal dari air dan bahan-bahan kimia yang
terkandung di dalamnya. Bagian-bagian yang terkandung tersebut tidak
larut sempurna, melainkan terpencar secara homogen atau merata di dalam air.
Partikel karet di dalam lateks terletak tidak saling berdekatan, melainkan saling
menjauh karena masing-masing partikel memiliki muatan listrik. Gaya tolak
menolak muatan listrik ini menimbulkan gerak brown. Di dalam lateks,
isoprene diselimuti oleh lapisan protein sehingga partikel karet bermuatan listrik.
Lateks adalah suatu koloid dari partikel karet dalam air. Lateks
Heveabrasiliensis merupakan sitoplasma dari sel-sel pembuluh lateks yang
mengandung partikel karet dan non karet yang tersuspensi dalam medium cair
yang mengandung banyak bahan-bahan terlarut yang disebut serum. Serum lateks
mengandung bahan- bahan terlarut ion-ion anorganik dan ion-ion logam yang
masuk ke dalam lateks saat lateks disadap. on kalium terdapat dalam jumlah
paling besar.

Karet merupakan polimer yang bersifat elastis, sehingga dinamakan pula


sebagai elastomer. Saat ini karet tergolong atas karet sintetik dan karet alam.
Karet alam (Natural Rubber) diperoleh dengan cara menyadap lateks yakni getah
pohon karet (Hevea brasiliensis). Karet alam merupakan suatu senyawa polimer
hidrokarbon yang panjang. Partikel karet berbentuk bulat berukuran antara 5 nm
– 3 mm. Unit dasar dari karet alam adalah senyawa yang mengandung 5
atom karbon dan 8 atom hidrogen yang membentuk suatu senyawa isoprena
(C5H8). Karet alam terdiri dari 1000-5000 unit isoprena yang berikatan secara
kepala ke ekor (head to tail) dengan susunan geometri 98% cis-1,4-poliisoprena
dan 2% trans-1,4-poliisoprena (Archeret.al., 1963).
Rumus molekul karet cis-1,4 poliisoprena dengan unit pembentuknya isoprena
dapatdilihat pada Gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3 Monomer cis-poliisoprena pembentuk molekul karet alam.

Rantai poliisoprena tergulung secara acak dan dirangkaikan menjadi satu oleh
gaya antar molekul van der walls. Dengan gaya antar molekul yang sangat lemah
mengakibatkan suatu gaya pengubah bentuk dari luar tidak saja meregangkan
polimer yang tergulung tetapi juga membuat terbentuknya aliran plastis. Bila
gaya pengubah dihilangkan, rantai polimer tidak secara sempurna kembali ke
keadaan asal. Kekuatan atau keliatan karet makin besar dengan semakin
panjangnya rantai molekul poliisoprena. Rantai molekul karet ini dapat putus
menjadi rantai molekul yang lebih pendek akibat reaksi oksidasi, sehingga
kekuatannya berkurang.Karet alam tidak murni poliisoprena, tapi mengandung
sekitar 95% poliisoprena dan 5% bagian non karet seperti lemak, glikolipid,
fosfolipid, protein, senyawa-senyawa anorganik, dan lain-lain.

Sifat-sifat mekanik yang baik dari karet menyebabkan karet dapat


digunakan untuk berbagai keperluan yang umum. Karet alam pada suhu kamar
tidak berbentuk kristal padat, tetapi juga tidak dalam bentuk cairan. Semua karet
dapat menyerap minyak baik dalam jumlah besar maupun dalam jumlah kecil.
Penyerapan cairan menyebabkan volume karet meningkat. Ikatan kuat
seperti ikatan silang antara rantai-rantai karet mencegah molekul-molekul karet
mengelilingi molekul-molekul cairan dan membatasi perubahan bentuk (Stern,
1982).

Sifat fisika dan kimia karet alam : Karet alam dikenal sebagai elastomer
yang memiliki sifat lunak tetapi cukup kenyal sehingga akan kembali ke
bentuknya semula setelah diubah-ubah bentuk. Perlakuan secara kimia
terhadap karet alam menggambarkan jenis proses yang digunakan untuk
memperbaiki sifat polimer. Karet alam termasuk ke dalam kelompok elastomer
yang berpotensi besar dalam dunia perindustrian. Struktur molekulnya berupa
jaringan (network) dengan berat molekul tinggi dan dengan tingkat kristalisasi
yang relatif tinggi, sehingga mampu menyalurkan gaya-gaya bahkan
melawannya jika dikenai beban statis maupun dinamis. Hal ini
menyebabkan karet alam memiliki kuat tarik (tensile strength), daya pantul
tinggi (rebound resilience), kelenturan (flexing), daya cengkeram yang baik,
kalor timbul yang rendah (heat build up), elastisitas tinggi, daya lekat, daya
redam, dan kestabilan suhu yang relatif baik (bursting). Sifat-sifat unggul ini
menyebabkan karet alam banyak digunakan untuk barang-barang industri
terutama ban. Akan tetapi, karet alam juga memiliki kelemahan. Karet alam
merupakan hidrokarbon tidak polar dengan kandungan ikatan tidak jenuh yang
tinggi di dalam molekulnya. Struktur karet alam tersebut menyebabkan
keelektronegatifannya rendah, sehingga polaritasnya juga rendah. Kondisi
demikian mengakibatkan karet mudah teroksidasi, tidak tahan panas, ozon,
degradasi pada suhu tinggi, dan pemuaian di dalam oli atau pelarut organik.
Berbagai kelemahan tersebut telah membatasi bidang penggunaan karet alam,
terutama untuk pembuatan barang jadi karet teknik yang harus tahan lingkungan
ekstrim. Hal ini menyebabkan penggunaan karet alam banyak digantikan oleh
karet sintetik.

b. Koloid Pelindung
Koloid pelindung adalah koloid yang bersifat melindungi koloid lain agar
tidak mengalami koagulasi atau penggumpalan seperti saat ada penambahan
elektrolit., sehingga koloid menjadi lebih stabil. Koloid pelindung akan
membentuk lapisan di sekeliling partikel koloid yang lain. Lapisan ini akan
melindungi muatan koloid tersebut sehingga partikel koloid tidak mudah
mengendap atau terpisah dari medium pendispersinya. Cara kerja koloid pelidung
yaitu membentuk suatu lapisan yang membungkus partikel-partikel koloid
sehingga dapat mencegah tumbukan langsung antar partikel-partikel koloid
Contoh dari koloid pelindung. yaitu pada pembuatan es krim ditambahkan gelatin
untuk menghindari terbentuk es batu dan gumpalan gula yang besar.
Analisis pada karet :

Getah karet dihasilkan dari pohon karet atau hevea. Getah karet
merupakan sol, yaitu dispersi koloid fase padat dalam cairan. Karet alam
merupakan zat padat yang molekulnya sangat besar (polimer). Partikel karet alam
terdispersi sebagai partikel koloid dalam sol getah karet. Untuk mendapatkan
karetnya, getah karet harus dikoagulasikan agar karet
menggumpal dan terpisah dari medium pendispersinya. Untuk mengkoagulasikan
getah karet, biasanya digunakan asam formiat; HCOOH atau asam asetat;
CH3COOH. Larutan asam pekat itu akan merusak lapisan pelindung yang
mengelilingi partikel karet. Sedangkan ion-ion H+-nya akan menetralkan muatan
partikel karet sehingga karet akan menggumpal.

Selanjutnya, gumpalan karet digiling dan dicuci lalu diproses lebih lanjut
sebagai lembaran yang disebut sheet atau diolah menjadi karet remah (crumb
rubber). Untuk keperluan lain, misalnya pembuatan balon dan karet busa, getah
karet tidak digumpalkan melainkan dibiarkan dalam wujud cair yang disebut
lateks. Untuk menjaga kestabilan sol lateks, getah karet dicampur dengan larutan
amonia; NH3. Larutan amonia yang bersifat basa melindungi partikel karet di
dalam sol lateks dari zat-zat yang bersifat asam sehingga sol tidak menggumpal.
Telah disebutkan bahwa koloid distabilkan oleh muatannya. apabila
muatan koloid dilucuti maka kestabilan akan berkurang dan dapat menyebabkan
koagulasi atau penggumpalan. Koagulasi adalah proses pengumpalan partikel-
partikel koloid. Proses koagulasi ini terjadi akibat tidak stabilnya system koloid.
Sisitem koloid stabil bila koloid tersebut bermuatan positif atau negative Jika
muatan pada system koloid dilucuti dengan cara menetralkan muatannya maka
koloid tersebut menjadi tidak stabil atau terkoagulasi
Dalam beberapa kasus, koloid pelindung ada secara alami seperti pada
lateks, sehingga perlu dihilangkan terlebih dahulu untuk mendapatkan partikel-
partikel koloid yang dilindungi. Pada beberapa proses, suatu koloid harus
dipecahkan. Misalnya, koagulasi lateks. Dilain pihak, koloid perlu dijaga supaya
tidak rusak. Suatu koloid dapat distabilkan dengan menambahkan koloid lain yang
disebut koloid pelindung. Koloid pelindung akan membungkus partikel zat
terdispersi sehingga tidak dapat lagi mengelompok.
Sehingga koloid pelindung dapat ditemui dalam karet ketika koloid
tersebut dipecah. Karena koloid pelindung dapat terjadi apabila koloid tersebut
stabil, sedangkan pada koagulagi koloid harus dibuat tidak stabil dengan
penambahan senyawa lain misalnya asam formiat atau asam asetat ke dalam
lateks yang ditambahkan pada karet sehingga karet dapat menggumpal. Jika
muatan partikel koloid dihilangkan, maka kestabilan koloid akan berkurang.
Partikel-partikel koloid yang telah netral akan bersatu membentuk kumpulan-
kumpulan (agregat) yang lebih besar akhirnya mengendap. Peristiwa
pengendapatan partikel-partikel koloid dari sistem koloid disebut koagulasi atau
penggumpalan atau aglutinasi. Untuk menghindari terjadinya koagulasi partikel
koloid dalam suatu sistem koagulasi, maka ditambahkan koloid lain, yang
disebut koloid pelindung atau koloid protektif. Cara kerja koloid pelidung
yaitu membentuk suatu lapisan yang membungkus partikel-partikel koloid
sehingga dapat mencegah tumbukan langsung antar partikel-partikel koloid.

c. Efek Tyndal
Analisis masalah :
Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa
jenis tumbuhan. Sumber utama produksi karet dalam perdagangan internasional
adalah para atau Hevea brasiliensis (suku Euphorbiaceae). Beberapa tumbuhan
lain juga menghasilkan getah lateks dengan sifat yang sedikit berbeda dari karet,
seperti anggota suku ara-araan (misalnya beringin), sawo-sawoan (misalnya getah
perca dan sawo manila), Euphorbiaceae lainnya, serta dandelion. Getah karet
merupakanmerupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) dua atau lebih zat
yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup
besar (1 - 100 nm).
d. Kogulasi
Getah karet disebut sebagai koloid karena getah karet memiliki salah satu
sifat dari koloid, yaitu sifat koagulasi. Koagulasi adalah penggumpalan partikel
koloid dan membentuk endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat
terdispersi tidak lagi membentuk koloid. Koagulasi dapat terjadi secara fisik
seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti
penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.
Getah karet merupakan sol, yaitu dispersi koloid fase padat dalam cairan.
Karet alam merupakan zat padat yang molekulnya sangat besar (polimer). Partikel
karet alam terdispersi sebagai partikel koloid dalam sol getah karet.
Dari penjelasam tersebut dapat diketahui bahwa karet merupakan koloid.
Ketika seberkas sinar dilewatkan pada supspensi (dispersi pasir dalam
air), koloid (air teh), dan larutan (gula dalam air), dan dilihat tegak lurus dari arah
datangnya cahaya maka lintasan cahaya akan terlihat jejaknya pada suspensi dan
koloid, sedangkan larutan tidak akan tampak sama sekali. Terlihatnya lintasan
cahaya ini disebabkan cahaya yang dihamburkan oleh partikel-partikelnya dimana
pada saat itu melewati suspensi atau koloid, sedangkan pada larutan tidak. Jadi
ketika seberkas sinar dilewatkan pada karet maka lintasan cahaya akan terlihat
karena cahaya yang dihamburkan oleh partikel-partikelnya.
Proses Penggumpalan (Koagulasi)
Penggumpalan dapat dibagi 2 yaitu :
1. Penggumpalan spontan
2. Penggumpalan buatan
Penggumpalan spontan
Lateks kebun akan menggumpal atau membeku secara alami dalam
waktu beberapa jam setelah dikumpulkan. Penggumpalan alami atau spontan
dapat disebabkan oleh timbulnya asam-asam akibat terurainya bahan bukan karet
yang terdapat dalam lateks akibat aktivitas mikroorganisme. Hal itu pula yang
menyebabkan mengapa lump hasil penggumpalan alami berbau busuk. Selain itu,
penggumpalan juga disebabkan oleh timbulnya anion dari asam lemak hasil
hidrolisis lipid yang ada di dalam lateks. Anion asam lemak ini sebagaian besar
akan bereaksi dengan ion magnesium dan kalsium dalam lateks membentuk sabun
yang tidak larut, keduanya menyebabkan ketidakmantapan lateks yang pada
akhirnya terjadi pembekuan.
Prakoagulasi merupakan pembekuan pendahuluan tidak diinginkan yang
menghasilkan lump atau gumpalan-gumpalan pada cairan getah sadapan. Hasil
sadapan yang mengalami prakoagulasi hanya dapat diolah menjadi karet dengan
mutu rendah seperti karet remah jenis SIR 10 dan SIR 20. Prakoagulasi dapat
terjadi karena kemantapan bagian koloidal yang terkandung di dalam lateks
berkurang akibat aktivitas bakteri, guncangan serta suhu lingkungan yang terlalu
tinggi. Bagian-bagian koloidal yang berupa partikel karet ini kemudian
menggumpal menjadi satu dan membentuk komponen yang berukuran lebih besar
dan membeku. Untuk mencegah prakoagulasi, pengawetan lateks kebun mutlak
diperlukan, terlebih jika jarak antara kebun dengan pabrik pengolahan cukup jauh.
Zat yang digunakan sebagai bahan pengawet disebut dengan zat antikoagulan.
Syarat zat antikoagulan adalah harus memiliki pH yang tinggi atau
bersifat basa. Ion OH- di dalam zat antikoagulan akan menetralkan ion H+ pada
lateks, sehingga kestabilannya dapat tetap terjaga dan tidak terjadi penggumpalan.
Terdapat beberapa jenis zat antikoagulan yang umumnya digunakan oleh
perkebunan besar atau perkebunan rakyat diantaranya adalah amoniak, soda atau
natrium karbonat, formaldehida serta natrium sulfit . Penggumpalan spontan
biasanya disebabkan oleh pengaruh enzim dan bakteri, aromanya sangat berbeda
dari yang segar dan pada hari berikutnya akan tercium bau yang busus. Proses
penggumpalan spontan ini dikenal dengan prakoagulasi lateks.

Penggumpalan Buatan
Penggumpalan buatan biasanya dilakukan dengan penambahan asam,
seperti asam asetat (asam cuka) dan asam formiat (asam semut). Jumlah asam
yang dibutuhkan tergantung dari kadar karet kering lateks, yakni 0.04% per kg
karet kering (asam formiat) atau 0.02 % per kg karet kering (asam asetat). Dengan
cara ini lateks akan menggumpal 3-4 jam sesuai dengan mekanisme pengolahan
lateks di pabrik pengolahan karet remah. Dasar penetapan volume asam ini
sebenarnya kurang tepat karena prinsip dasar proses koagulasi adalah menurunkan
pH lateks segar (± pH 6.9) menjadi pH lateks penggumpalan (pH 4,0-4,7).
Dengan cara ini lateks akan menggumpal 15-30 menit. Namun demikian,
penggunaan asam dapat dipertimbangkan dengan waktu mekanisme proses
pengolahan. Penggumpalan dengan penggunaaan asam dengan pH sekitar 4,7
membutuhkan waktu singkat, sedangkan persiapan untuk proses selanjutnya
dibutuhkan waktu 3-4 jam, sehingga volume asam dapat dikurangi. Penggunaan
asam yang berlebihan selain dapat menyebabkan inefisiensi juga menyebabkan
pengerasan koagulum.
Koagulum yang lebih keras menyebabkan energi yang dibutuhkan lebih
besar karena menambah jumlah penggilingan yang sudah barang tentu menambah
waktu dan biaya. Penentuan jumlah volume asam yang dibutuhkan untuk
koagulasi yang lebih sesuai dengan waktu, maka pemakaian asam dapat lebih
efisien, dan menghasilkan koagulum yang lebih seragam sehingga proses
penggilingan lebih mudah dan hasil lebih seragam. Penggunaan asam yang
bervariasi menyebabkan waktu pengeringan karet berbeda, kekerasan koagulum
berbeda, sehingga jumlah penggilingan juga berbeda sehingga mempengaruhi
mutu karet yang dihasilkan. Proses penggumpalan (koagulasi) lateks terjadi
karena penetralan muatan partikel karet, sehingga daya interaksi karet dengan
pelindungnya menjadi hilang. Partikel karet yang sudah bebas akan bergabung
membentuk gumpalan. Penggumpalan karet didalam lateks kebun (pH ± 6,8)
dapat dilakukan dengan penambahan asam untuk menurunkan pH hingga tercapai
titik isoelektrik yaitu pH dimana muatan positif sehingga elektrokinetis potensial
sama dengan nol. Titik isoelektrik karet didalam lateks kebun segar adalah pada
pH 4,5 – 4,8 tergantung jenis klon. Asam penggumpal yang banyak digunakan
adalah asam formiat atau asetat dengan karet yang dihasilkan bermutu baik.
Penggunaan asam kuat seperti asam sulphate atau nitratpat merusak mutu karet
yang digumpalkan.
Penambahan bahan-bahan yang dapat mengikat air seperti alcohol juga
dapat menggumpal partikel karet, karena ikatan hidrogen antara alcohol dengan
air lebih kuat dari pada ikatan hidrogen antara air dengan protein yang melapisi
partikel karet, sehingga kestabilan partikel karet didalam lateks akan terganggu
dan akibatnya karet akan menggumpal. Penggumpalan alcohol sebagai
penggumpal lateks secara komersil jarang digunakan. Penambahan elektrolit yang
bermuatan positif akan dapat menetralkan muatan partikel karet (negatif),
sehingga interaksi air dengan partikel karet akan rusak, mengakibatkan karet
menjadi menggumpal. Sifat karet yang digumpalkan dengan tawas kurang baik,
karena dapat mempertinggi kadar abu dan kotoran karet.
e. Sifat adsorpsi
Lateks terdiri atas partikel karet dan bahan bukan karet (non-rubber) yang
terdispersi di dalam air. Lateks juga merupakan suatu larutan koloid dengan
partikel karet dan bukan karet yang tersuspensi di dalam suatu media yang
mengandung berbagai macam zat(Triwijiso, 1995).
Kebanyakan produk lateks karet alam diproduksi menggunakan pra-
vulkanisasi lateks. Metode ini menghasilkan limbah lateks yang cukup banyak.
Limbah lateks karet alam ini terbentuk ketika lateks pra-vulkanisasi mengalami
overcured sewaktu penyimpanan ataupun pemrosesan. Lateks karet alam
overcuredini biasanya dibuang dan menjadi limbah karena produk yang dibentuk
dengan lateks karet alam ini biasanya mempunyai sifat-sifat yang buruk (Azahari,
1993).
Lateks dan limbah lateks merupakan suatu koloid, salah satu sifat koloid
adalah adsorpsi, sehingga limbah lateks mampu digunakan sebagai absorben
minyak. Berbagai limbah karet dapat dijadikan adsorben minyak yang mampu
membersihkan tumpahan minyak di tanah.
Pembuatan Limbah Lateks Karet Alam Menjadi Adsorben Minyak
Limbah lateks karet alam yang digunakan adalah lateks yang overcured,
kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1100C selama 5 jam. Setelah itu
ukuran limbah lateks diperkecil hingga diameter 1-3 mm. Adsorben disimpan
dalam wadah tertutup (Tandy, Edward.,dkk, 2012).

f. Gerak Brown

Gerak brown adalahgerakan terus menerus dari suati partikel zat cair
ataupun gas, artinya partikel – partikel ini tidak pernah dalam keadaan stasioner
atau sepenuhnya diam. Gerak brown juga dapat diartikan dengan gerakan partikel
– partikel koloid yang terjadi secara terus menerus, patah-patah dan dengan arah
yang tidak menentu. Jika diamati koloid dibawah mikroskop ultra, maka akan
terlihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zig-zag.
Contohnya adalah pada susu, dibuktikan dengan susu yang dibiarkan untuk
beberapa waktu yang lama, tidak akan didapati endapan. Hal ini disebabkan
karena adanya gerak terus menerus secara acak yang dilakukan oleh partikel-
partikel koloid dalam susu sehingga antara susu dan pelarutnya yang dalam hal ini
adalah air. gerak Brown sering dijadikan sebagai bukti teori kinetik molekul.

Analisis pada karet :

Susunan bahan lateks dapat dibagi menjadi dua komponen. Komponen yang
mendispersikan atau memeancarkan bahan-bahan yang terkandung secara merata
yang disebut serum. Bahan-bahan bukan karet yang terlarut dalam air, seperti
protein, garam-garam mineral, enzim dan lainnya termasuk ke dalam serum.
Komponen kedua adalah bagian yang didispersikan, terdiri dari butir-butir karet
yang dikelilingi lapisan tipis protein. Bahan bukan karet yang jumlahnya relatif
kecil ternyata mempunyai peran penting dalam kestabilan sifat lateks dan
karetnya. Lateks merupakan suspensi koloidal dari air dan bahan-bahan kimia
yang terkandung di dalamnya. Bagian-bagian yang terkandung tersebut tidak larut
sempurna, melainkan terpencar secara homogen atau merata di dalam air. partikel
karet did dalam lateks terletak tidak saling berdekatan, melainkan saling menjauh
karena masing-masing partikel memiliki muatan listrik. Daya tolak menolak
muatan listrik ini menibulkan gerak Brown.

g. Elektroforesis

Elektroforesis adalah peristiwa bergeraknya partikel koloid dalam keadaan


medan listrik. Elektroforesis juga dapat diartikan dengan proses bergeraknya
molekul bermuatan pada suatu medan listrik. Kecepatan molekul yang bergerak
pada medan lisrtik tergantung pada muatan, bentuk dan ukuran. Posisi molekul
yang terseparasi pada gel dapat di deteksi dengan pewarnaan atau autoradiografi,
atau pun dilakukan kuantifikasi dengan densitometer.

Analisis pada karet :

Susunan bahan lateks dapat dibagi menjadi dua komponen. Komponen yang
mendispersikan atau memeancarkan bahan-bahan yang terkandung secara merata
yang disebut serum. Bahan-bahan bukan karet yang terlarut dalam air, seperti
protein, garam-garam mineral, enzim dan lainnya termasuk ke dalam serum.
Komponen kedua adalah bagian yang didispersikan, terdiri dari butir-butir karet
yang dikelilingi lapisan tipis protein. Bahan bukan karet yang jumlahnya relatif
kecil ternyata mempunyai peran penting dalam kestabilan sifat lateks dan
karetnya. Lateks merupakan suspensi koloidal dari air dan bahan-bahan kimia
yang terkandung di dalamnya. Bagian-bagian yang terkandung tersebut tidak larut
sempurna, melainkan terpencar secara homogen atau merata di dalam air. partikel
karet did dalam lateks terletak tidak saling berdekatan, melainkan saling menjauh
karena masing-masing partikel memiliki muatan listrik.didalam lateks, isoprene
diselimuti oleh lapisan-lapisan protein sehingga pertikel karet bermuatan listrik.
BAB III

PENUTUP

Berdasarkan pembahasan di atas maka didapat beberapa kesimpulan sebagai


berikut :

a. Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa


jenis tumbuhan.
b. Karet alam mengandung beberapa bahan antara lain: karet hidrokarbon,
protein, lipid netral, lipid polar, karbohidrat, garam anorganik, dll.
c. Dalam proses untuk mendapatkan karet tahap pertama yang dilakukan
yaitu pengumpulan dari pohon karet di kebun dan tahap yang kedua yaitu
pemakaian bahan anti koagulan .
d. Manfaat karet yaitu sebagai bahan dasar pembuatan ban, sepatu karet,
sabuk penggerak mesin besar dan mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator,
dan bahan-bahan pembungkus logam.
e. Proses penggumpalan pada karet dibagi menjadi 2 yaitu penggumpalan
spontan dan ppenggumpalan buatan
Daftar pustaka

Azahari, Baharin.,Yan P. Meng., Marzio Ahmad., Yusof Mohd. dan Arif, N.


Zainal. 1993. Addition of over cured latex to compounded
uncompounded and prevulcanised HA latex. Natural Rubber Curing
Development In Product Manufacture and Applications : A report of
proceeding of the International Rubber Technology Conference,RRIM.
Tandy, Edward.,dkk. 2012. Kemampuan Adsorben Limbah Lateks Karet Alam
Terhadap Minyak Pelumas Dalam Air. Medan:JurnalTeknik Kimia
USU, Vol. 1, No. 2
Triwijoso, Sri Utami. 1995. Pengetahuan Umum Tentang Karet Hevea. Dalam
Kumpulan Makalah: In House Training, Pengolahan Lateks Pekat dan
Karet Mentah. No: 1. Bogor: Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor.

Anda mungkin juga menyukai