Anda di halaman 1dari 29

11.

TINJAUAN PUSTAKA

A. KARET ALAM HEVEA

Karet dam adalah suatu senyawa hidrokarbon berupa polimer alam yang
telah dikenal lebih dari seratus tahun. Karet alam yang diked cialam
perdagangan adalah karet basil penggumpalan getah karet atau lateks kebun,
yaitu cairan seperti susu hasil sadapan dari pohon karet Hevea brasiliensis.
Selain tanaman Hevea, masih banyak tanaman lain yang dapat menghasilkan
getah karet atau lateks misalnya Manihot glaziovii, Castilloa elastica, Ficus
elastica, Funtumia elestica, Tarawcum kokbsaghyz dan sebagainya.
Penelitian terdahulu yang membandingkan beberapa jenis tanaman karet
tersebut membuktikan bahwa Hevea brasiliensis adalah tanaman penghasil
karet yang paling baik clan ekonomis untuk dibudidayakan pada skala industri
(Le Brass, 1968).
Setiap pohon karet &pat disadap getahnya sebanyak 165 kali setiap
tahun dan memberikan 1 - 2 ons lateks per pohon setiap kali penyadapan.
Pohon karet sudah dapat disadap getahnya pada umur 5 tahun walaupun h i 1
penyadapan yang memadai dihasilkan sejak umur 7 tahun. Produktivitas
tamman ini diperkirahn selama 50 tahun dengan umur yang paling baik
untuk produksi adalah 13 - 17 tahun, setelah itu produksi tanaman karet akan
mengalami kernwlduran. Kadar karet kering (KKK) lateks segar bervariasi
antara 30% - 40%, tergantung pada kondisi musim tiap tahun, umur pohon dan
lain-lain.
Menurut N m d d i n dan Paimin (1992), tanaman karet hevea tumbuh
dengan baik pada daerah yang luas mencakup antam 15' LU sampai 100' LS,
dengan ketinggian autara 1 - 600 m di atas pemukaan law. Faktor-faktor lain
yang berpengaruh terhadap produktifitas karet adalah besarnya curah hujan
yaitu antara 2.000 - 2.500 rnm setahun, suhu harian rata-rata yang berkisar
antara 25' - 30' C,dm men- sinar matahani selama 5 - 7jam sehari.
Areal perkebunan karet Hevea di Indonesia saat ini adalah yang terluas
di dunia yaitu hampir mencapai t i p setengah juta hektar @@enbun, 1998),
namun dengan produksi lebih dari 1,7 juta ton atau sekitar 26% produksi karet
alam dunia, Indonesia adalah produsen karet alam nomor dua di dunia setelah
Thailand yang berhasil menempati urutan pertama, sedangkan Malaysia yang
pernah menempat u . pertama negara penghasil karet alam berada di
urutan ketiga (IRSG, 2001). Rendahnya produksi disebabkan sekitar 85% (2,9
juta ha) dari total areal perkebuuan merupakan areal perkebunan rakyat yang
produktivitasnya rendah, yaitu kurang dari 600 kg/ha/tahun (Ditjenbun, 1998).
Selain sebagai komoditas industri barang jadi karet dalam negeri, karet
alam Hevea tennasuk penghmil devisa utma negara dari sektor
perkebunan. Volume ekspor terbesar tercatat pada tahun 1998, yang mencapai
1.641.000 ton atau hampir 96% dari total produksi, dengan nilai sekitar US$
1.438 juta (IRSG, 2001). Sayangnya Indonesia hanya mengekspor dalam
bentuk karet perdagangan tradisional yaitu sekitar 95,4% berupa karet sit asap
(RSS) serta karet spesifikasi teknis (TSR) SIR-10 dan SIR-20, 1,5% dalam
bentuk lateks pekat, dan sisanya &lam bentuk karet spesifikasi teknis lain
yang cerah dan atau berviskositas mantap (Gapkindo, 1998). Volume ekspor
yang besar ini merupakan salah satu sebab lemahnya posisi tawar karet alam
Indonesia, dan di pasar dunia harga karet alam cenderung turun dari tahun ke
tahun.
Karet alam digolongkan ke dalam kelompok elastomer untuk
penggunaan umum karena dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai jenis
clan tipe barang jadi karet. Penggunaannya sebagai bahari baku barang jadi
karet sangat disukai dikarenakan keunggulan sifat-sifatnya, seperti daya
pantul, elastisitas, daya lengket dan serta daya cefigkeram yang baik, serta
mudah untuk digiling. Selain itu karet aiam juga memiliki beberapa sifat
mekanik yang baik antan lain memiliki tegangan putus, ketahanan sobek dm
kikis yang baik, sehingga karet alam merupakan elastomer pilihan. Namun
demikian, karet darn juga memiliki beberap kekumgan yaitu sifat-sifatnya
tidak konsisten clan warnanya bervariasi dari kuning hmgga coklat gelap, serta
tidak tahan terhadag panas, oksidasi, ozon, dan pelarut hidrokarbon, sehmgga
tidak &pat digunakan sebagai bahan baku barang jadi karet khusus yang tahan
minyak, panas dan oksidasi (Arid, 1989 dan Mubyarto, 1991). Kelemahan
tersebut terutama disebabkan karet alam merniliki sejumlah ikatan rangkap
&lam struktur molekulnya, disamping juga menganduug sejumlah bahan non
karet, terutama protein.
Ditinjau dari s u s w molekulnya, karet alam adalah polimer yang
tefbentuk secara teratur oleh unit ulang atau monomer isoprena yang terikat
secara kepala ke ekor (head to tail) dengan susunan goemeti hampir 1W/o
cis-1,4 dan mempunyai berat molekul berkisar antara 1 - 2 juta. Menurut
Tangpakdee (1998) berat molekul mempakan sifat kloml, tetapi biasanya
berada diantara 3 x lo4 sarnpai 10'.Setiap satu monomer isoprena merniliki
satu ikatan rangkap, sehmgga karet alam dapat diadisi oleh gugus aktif lain.
Konfigurasi ruangnya berupa konfigurasi cis dengan susunan ruang yang
teratur, sehingga karet alam ditulis dengan rumus molekul 1,4-cis-
poliisoprena. Gambar 1 memperlihatkan struktur molekul isopren (a), struktur
monomer isopren (b) dan struktur polimer karet alam (c).

(b) CH3 H
(a) CH2=C-CiH=CH2 \ I
C=C
CH3 I \
-CH2 CH2-

Gambar 1. Struktur molekul isopren (a), monomer (b) dan polimer karet
alam (c).

1. Lateks Kebun

Karet alam yang diked dalam perdagangan adalah karet hasil


penggumpalan getah atau lateks kebun, yaitu h i 1 sadapan dari pohon
karet Hevea brasiliensis. Getah karet atau cairan seperti susu hasil sadapan
pohon karet disebut lateks kebun, berupa sistem koloid yang sangat
kompleks yang terdiri dari hidrokarbn karet, karbohidrat, protein, lipid,
karoten, garam-garam, mineral, enzim dan berbagai bahan lain. Lateks
terdapat dalam pembuluh lateks yang terletak pada bagian kulit pohon dan
diperoleh dengan cara menyadap pohon karet. Penyadapm dilakukan
dengan cam melukai kulit pohon karet dengan kemiringan 25'-35' diantara
batang dan kambium. Setelah pohon karet disadap, lateks mengalir dengan
cepat, lalu makin lama makin lambat dm akhirnya berhenti setelah
beberapa waktu. Terhentinya aliran lateks disebabkan adanya
penyumbatan pada ujung-ujung pembuluh. Penyurnbatan ini disebabkan
terjadmya penggumpalan lateks dalam pembuluh tersebut (Gills clan
Soeharto, 1976).
Lateks kebun segar yang baru disadap berwarna putih seperti susu
atau kekuning-kuningan, bergan- pada jenis klonnya. Menurut Barney
(1973), lateks kebun yang baru disadap mengandung 36% hidrokarbon
karet sebagai fraksi padatan dan sisanya adalah fraksi cairan yang terdiri
dari bahan-bahan yang terlamt dalam air. Tanaka (1998), mengungkapkan
bahwa @el karet terdiri dari hidrokarbon karet yang diselimuti
senyawa lipid dan protein dengan diameter 0,l-1,O pm, seperti yang
terlihat pada Gambar 2, sedangkan komposisi lateks alam secara umum
disajikan pada Tabel 1.

Karet

Protein Lipid

Gambar 2. Partikel karet &lam lateks Hmea (Tanaka,1998).

2. Lateks Pekat

Lateks kebun dengan kadar karet kering (KKK) sekitar 30 persen


dianggap tidak menguntungkan &am transportasi karena biaya
transportasi teralokasikan untuk mengangkut fase cairan yang mencapai 70
persen. Oleh karena itu lateks dipekatkan hingga KKKnya mencapai 60
persen sehmgga air yang diangkut hanya 40%. Selain alasan ekonorni,
sebagian besar proses pembuatan barang jadi asal lateks memang
memerlukan lateks berkadar karet tinggi, dengan KKK minimal 60%.
Pemekatan lateks menyebabkan sebagian bahan bukan karet yang terdapat
di dalamnya akan berkurang, menghasilkan lateks pekat yang mutunya
lebih baik daripada mutu lateks kebun asalnya (Utami dan Siswantoro,
1989). Karena lebih bermutu dan kadar bahan bukan karetnya lebih
rendah, lateks pekat juga merupakan bahan baku yang cocok untuk
modifikasi karet.

Tabel 1. Komposisi lateks kebun hasil sadapan pohon umur 10 thn


Komponen Persen (%)
Hidrokarbon karet 35,62
Ekstrak aseton (lemak, lilin, resin) 1,65
Protein 2,03
Karbohidrat 0,34
Abu 0,70
Air 59,62
Sumber : Stern (1954)

Pemekatan lateks kebun &pat Qlakukan dengan empat metode, yaitu


pusingan (sentrifugasi), pendadihan (creaming), penguapan (evaporasi)
clan elektrodekantasi (Stern, 1967). Diantara keempat metode tersebut,
sentrifugasi merupakan metode yang paling lazim digunakan, sedangkan
metode evaporasi dan elektrodekantasi hampir tidak digunakan lagi
(Utami dan Siswantoro, 1989). Walaupun jarang, pemekatan lateks dengan
metode pendadihan masih dilakukan, dan produknya disebut lateks dadih
atau lateks pekat dadih.
Guna mencegah terjadinya proses penggumpalan dan agar lateks
dapat disimpan lama, lateks pekat diberi bahan pengawet, yang paling
umum adalah amoniak. Bahan pengawet lain yang dapat dig& adalah
natrium sulfit, formaldehid dan asam borat. Lateks pekat berbahan
pengawet amoniak dibedakan atas 2 jenis yaitu lateks pekat amonia tinggi
(high ammoniated latex) clan lateks pekat amonia rendah (low ammoniated
late+). Dengan demikian dalam perdagangan dikenal 3 jenis mutu lateks
pekat yang dikelompokan berdasarkan spesifikasi dm syarat uji mutu
menurut ASTM (1997), yaitu:
o Jenis I, adalah lateks pekat pusingan yang diawetkan dengan amonia
saja atau dengan pengawet formaldehida yang kemudian dilanjutkan
dengan pengawet amonia.
o Jenis 11, adalah lateks pekat dadih yang diawetkan dengan amonia saja
atau dengan pengawet formaldehida yang kemudian dilanjutkan
dengan pengawet amonia.
o Jenis III, adalah lateks pekat pusingan yang diawetkan dengan kadar
arnonia rendah dan bahan-bahan pengawet sekunder.

3. Karet Mentah

Apabila dibiarkan tanpa dilindungi bahan pengawet, lateks kebun


akan menggumpal secara alami karena mengalami dehidratasi atau
terjadinya penurunan muatan listrik, menghasilkan fase gel yang disebut
karet padat. P e n m muatan listrik dapat terjadi karena penurunan pH
lateks, penambahan elektrolit, penambahan zat giat permukaan, dm karena
aktifitas enzim protease yang menyerang lapisan pelindung protein
partikel lateks (Glathe, 1959). Penggumpalan alami juga dapat terjadi
karena terbentuknya asam lemak eteris yang akan menurunkan pH lateks,
atau karena terjadinya garam yang talc larut antara asam lemak tinggi
dengan ion-ion logam yang ada di dalam lateks.
Karet yang yang diperoleh dari gumpalan karet yang tela\
dikeringkan dan belum dicampur dengan bahan-bahan kimia, disebut karet
darn mentah atau disrngkat karet mentah. Dalam perbincangan sehari-hari
karet mentah dari tamman hevea tersebut disebut karet alam, sedangkan
bentuk cairnya disebut lateks kebun. Dalam perdagangan lateks kebun
dijual dalam bentuk lateks pekat, sedangkan karet alam dibedakan atas tiga
jenis, yaitu karet konvensional seperti sit dan krep; karet spesifikasi telcnis
seperti SIR-3L, SIR-S, SIR-10 dan SIR-20; dan karet khusus seperti karet
CV (Constant Viscosity), LV (Low Viscosity) dan karet OENR (Oil
Extended Natural Rubber).
Sit dan lcrep adalah jenis karet konvensional yang terpenting,
sedangkan jenis lain yang kurang bermutu dan harganya rendah adalah of-
sheets, compo, blanket, cutting dan brown crepe. Sit adalah bahan olah
karet yang diperoleh dari penggumpalan lateks kebun yang sebelurnnya
telah disaring clan diencerkan hmgga KKK 16 - 18 persen, sedangkan
hanya krep mutu baik yang berasal dari penggumpalan lateks kebun.
Bahan penggumpal yang digunakan adalah asam format 1% atau asarn
asetat 2%, dengan waktu penggumpalan sekitar 1 - 2 jam. Sit umumnya
dikeringkan dengan metode pengasapan dan produknya dikenal dengan
narna Ribbed Smoked Sheet (RSS), sedangkan yang dikeringkan tanpa
pengasapan disebut Air dried sheet (ADS).
Karet s p e s i f h i teknis adalah karet yang diolah secara khusus dan
secara teknis mutunya dapat ditentukan ( N m d d i n dan Famy, 1998).
Karet spesifikasi teknis tidak Qgolongkan atas penampakannya secara
visual seperti pada sit, tetapi berdasarkan sumber karet dan sifat karet yang
diuji oleh laboratorium. Di Indonesia jenis karet ini dikenal dengan SIR
(Standar Indonesian Rubber). Sebagai acuan mutu &lam perdagangdn,
pemerintah telah mengeluarkan persyaratan mutu standar SNI 06-1903-
1990, yang berisi syarat spesifikasi mutu dan sumber bahan baku berbagai
kelas mutu karet remah. SNI 06-1903-1990 telah menetapkan jenis mutu
karet remah yang boleh diproduksi yaitu SIR 3L, 3CV, dan 3WF yang
dibuat dari bahan olah lateks, SIR 5 dari koagulum lateks tipis, serta SIR
10 dan SIR 20 dari koagulum lapangan. Persyaratan mutu lengkap SIR
sesuai SNI 06- 1903-1990 dapat dilihat pada Tabel 2.
Karet alam tidak seluruhnya terdiri dari senyawa hidrokarbon karet,
tetapi juga mengandung sejumlah kecil senyawa non-karet, seperti protein,
karbohidrat, lernak, glikolipid, fosfolipid dan bahan-bahan anorgad lain
yang terperanglcap dalarn jaringan partikel karet. Bahan-bahan non-karet
tersebut ikut terperangkap ketika lateks kebun digumpalkan, dan kadarnya
dalam karet alam akan mem- sifat rnaupun penampalcan karet dan
barang jadi karetnya Komposisi bahan-bahan yang biasanya terdapat
dalam karet alam dapat dilihat pada Tabel 3 (Morton, 1987).

Tabel 2. Persyaratan mutu Standard Indonesian Rubber (SIR)


Standard Indonesian Rubber (SIR).
.

Spesifikasi 3CV 3L 3WF 5 10 20


Koaglum Koagulum
Lateks
lateks tipis lapangan
Kadar kotoran (%), maks 0,03 0,03 0,03 0,05 . 0,lO 0,20
Kadar abu (%), maks 0,50 0,50 0,50 0,50 0,75 1,00
Kadar zat menguap (%), maks C,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80

Po, min - 30 30 30 30 30
Kadar nitrogen (%), maks 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60
ASHT (satuan wallace), maks 8 - -
8 Warna Lovzbond, malts - 6 - - - -
Surnber : SNI 06-1903- 1990

Tabel 3. Komposisi bahan penyusun karet alam kering


Kompooen Persen (%)
Hidrokarbon karet
Protein
Karbohidrat
Lemak
Glikolipid dm fosfolipid

Lain-lain
Sumber : Morton, 1987

B. KARET ALAM BERPROTEIN RENDAH

G r e t alam berprotein rendah adalah karet alam yang kadar nitrogennya


telah diturunkan semaksimd mungkm. Karet alam dengan kadar nitrogen
rendah ini dikenal dengan nama karet DPNR (Deproteinized Natural Rubber)
dan dikarenakan besarnya kadar protein dalam karet alam biasanya dihitung
sebagai kadar nitrogen yang dikalikan denga. faktor 6,25, maka dikenal juga
sebagai karet alam nitrogen rendah atau LNNR (Low Nitrogen Natural
Rubber),.
Hingga saat ini belum ada kesamaan persepsi mengenai batasan kadar
nitrogen yang dapat menggolongkan karet sebagai karet DPNR. Batasan kadar
nitrogen karet DPNR yang digunakan oleh para peneliti sangat bervariasi.
Mengacu pada spesifikasi standar karet alam berprotein rendah menurut
Whelan dan Lee (1979) seperti yang &pat dilihat pada Tabel 4, DPNR adalah
jenis karet alam dengan kandungan nitrogen maksimal sebesar 0,15%, tetapi
menurut Nakade et al. (1997) DPNR adalah karet yang memiliki kadar
nitrogen antara 0,06% sampai O,l%.

Tabel 4. Spesifikasi Standar Karet Alam Berprotein Rendah (DPNR)


Komponen Standar
Kadar kotoran (% berat) maksimal 0,O 15
Kadar abu (% berat) rnaksimal 0,15
Kadar nitrogen (% berat) maksimal 0,15
Kadar zat menguap (% berat) maksimal 0,5
PRI (Plasticity Retention Index) ( % ) minimal 60
Viskositas Mooney (ML 1 + 4,100 OC) 50* 5
Sumber : Whelan dan Lee (1979)

1. Protein Dalam Karet Alam

Selain partikel karet, lateks kebun segar juga mengandung berbagai


bahan non-karet diantaranya sekitar 2% (wlw) protein, yang mana sekitar
20% dari jurnlah protein itu terserap pada partikel karet, dalam jumlah
yang sama terhpat pada M i dasar dan sisanya terdapat pada bagan
serum (Archer et al, 1963). Sebagian protein tersebut larut dalam air dan
sebagian lainnya, terutama protein yang terserap pada permukaan parhkel
karet, tidak dapat larut. Apabila digumpalkm dengan asam, protein dan
bahan non-karet lain yang terserap pada partikel karet tersebut berssma
dengan sebagian protein dan bahan non-karet lain yang terdapat pada
senun akan terperangkap dalam gumpalan karet.
Setelah proses pencucian dan pengeringan, karet kering tersebut
masih mengandung bahan non-karet terutama protein dengan kadar
nitrogen sekitar 0,3% hingga 0,5% atau setara dengan 1.875% hingga
3.125% protein, serta lipid 1 fosfolipid sekitar 1% - 3% (Morton, 1987).
Menurut Tanaka et a1 (1996) dalam jaringan partikel karet alam, lipid dan
protein tersebut berfhgsi sebagau jembatan penghubung antam rantai-
rantai polimer. Lipid dari suatu rantai molekul karet akan saling berikatan
dengan protein maupun lipid dari rantai karet lainnya, sehingga terbentuk
jalinan molekul karet yang mempunyai berat molekul tinggi. Rekaan dari
asumsi struktur rantai molekul karet alam menurut gambaran Tanaka
tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Rekaan struktur karet dam dengan ujung protein (0)dan


lipid (a).

2. Pengaruh Protein h l a m Karet Alam

Beberapa bahan non-karet yang terdapat dalam karet alam dapat


memberikan dampak positif terhadap sifat produk akhir barang karet.
Tetapi keberadaan protein kurang menguntungkan karena sifatnya yang
polar dan bersifizt hidrofilik (suka air) menyebabkan karet yang
mengandung protein yang lebih banyak, relatif lebih menyerap air.
Kandungan air dalam karet alam dapat m e m m sifat dinamik
barang karet. Penelitian yang dilakukan John dan Sin (1974)
memperlihatkan bahwa barang karet yang dibuat dari karet berkadar
protein tinggi, hasil penggumpalan dengan panas atau uap panas, memiliki
sifat-sifat dinamik yang buruk. Sebaliknya jika barang karet dibuat dari
karet berkadar protein sangat rendah, hasil penggumpalan secara biologi,
sifat dinamiknya jauh lebih baik (John, 1966).
Menurut Yapa dan Lionel (1980) serta Smith (1974) beberapa sifat
fisika dinamis atau sifat dinamis barang jadi karet ciapat ditingkatkan
apabila kandungan protein atau nitrogen yang terdapat dalam karet alam
dikurangi. Kandungan air yang tinggi dalam karet alam juga akan
menurunkan efisiensi mastikasi dm akan menghasilkan kompon dengan
viskositas Mooney yang tinggi. Protein bersifat higroskopis, sehingga
penurunan kadarnya akan rnenurdcan kemampuan karet menyerap air.
Makin rendah kadar protein atau nitrogen dalam karet alam, maka
kemampuan menyerap aimya semakin kecil dan sifat Qnarnisnya semakin
baik. Karet alam yang mempunyai kadar protein rendah juga lebih mudah
untuk diproses, mempunyai stabilitas mekanis yang lebih tinggi, serta
dapat mengurangi efek alergi terhadap karet alam (Tanaka et al., 1996 dan
Nakade et al., 1997).
Dari berbagai penelitian juga diketahui bahwa protein dalam karet
alam dapat memacu peningkatan kandungan gel, yang &an menghambat
kemampuan memodifikasi karet alam (Gelling, 1991). Jannsen (1956)
menemukan bahwa siklisasi karet krep berprotein rendah akan lebih cepat
dibandmgkan siklisasi krep normal. Sedangkan menurut Japa dan Lionel
(1980) protein dalam karet alam akan menghambat proses siklisasi karet
alam. Juga ditemukan bahwa protein dalam karet alam akan menghambat
pencangkokan senyawa akrilat pada molekul karet (Fukushima, et al.,
1998) clan mempengardu proses epolcsidasi karet darn (Eng, et al., 1997).
Dengan berbagai keunggulan tersebut diatas, maka apabila nitrogen
yang berpmgamh buruk pada kemampuan karet alam dapat ditmmkan
kadarnya, maka karet alam akan semaldn menjadi pilihan sebagau bahan
baku berbagai barang karet. Berlcmmgnya kemampuan karet dam
menyerap air karena kadar nitrogennya yang rendah, menyebabkan karet
alam tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku barang karet yang
kontak dengan cairan. Dengan sifat dinamis yang lebih bark, menyebabkan
karet alam berkadar nitrogen rendah tersebut juga sangat baik digunakan
untuk barang karet keperluan teknik. Peluang pasar karet DPNR yang
cukup terbuka adalah sebagai bahan baku barang jadi karet yang kontak
dengan air, bahan baku ban kendaraan yang memerlukan daya lenting
tinggi dan heat build up (kalor timbul) rendah seperti ban kendaraan besar,
serta bahan baku karet siklo yaitu salah satu bentuk - karet alam
termodifikasi.

3. Pembuatan Karet AIam Berprotein Rendab

Secara urnurn kandungan protein dalam karet alam dapat dihilangkan


atau dideproteinisasi dengan cara menghidrolisisnya secara kimiawi atau
enzimatik (Chin & Smith, 1974; Yapa & Yapa, 1984). Hidrolisis secara
kimiawi biasanya dilakukan dengan cara merendam karet a h dalarn
larutan alkali, sedangkan hidrolisis secara enzimatik dilakukan dengan
cam menambaldcan enzim pada fasa lateks sebelurn digumpalkan.
Pengurangan kadar protein lateks juga dapat terjadi apabila lateks
dipekatkan. Pada proses ini sebagian besar protein dalam lateks akan ikut
terbuang bersama serum, sehingga kadar protein karet skim h i 1
penggumpalan serum akan sangat tinggi.
Berbagai usaha yang intensif telah dilakukan untuk men-gi
kadar nitrogen karet alam sebanyak mungkm. Pemekatan ulang lateks
hasil pemekatan sebelumnya yang telah diencerkm kernbali, merupakan
metode pengurangan kadar protein yang cukup sederhana. Dalimunthe
( 1993) menyatakan bahwa melalui proses pemekatan lateks kebun yang
dibubuhi amonia dengan dosis yang tinggi, yaitu 0,5% - 0,7%, seperti
yang biasa dilakukan di Indonesia, akan menghasilkan karet alam d e n p
kadar nitrogen yang rendah. Konsentrasi amonia p g tinggi menyebabkan
protein lateks akan terhidrolisis selama pengangkut. atau penampuugan
di tangki penerima, dan =lama pernew senyawa nitrogen yang larut
dalam air hasil hidrolisis protein tersebut akan terbuang bersarna serum.
Aplikasi hidrolisis protein secara kimiawi skala produksi telah
diterapkan pada pengolahan karet skim yang biasanya berwarna gelap dan
berkadar nitrogen sekitar 2%, menjadi karet skim baru yang mantap
viskositasnya, berwarna cerah dan kadar nitrogennya kurang dari 0,6%
(Alfa, et-al., 1998). Menurut TaDaka (1996) serta Tangpakdee dan Tanaka
(1997), hidmlisis protein secara kimiawi akan lebih efektif jika melalui
metode saponifikasi, karena terbebasnya lipid dari rantai molekul akan
lebih memudahkan hidrolisis protein Walaupun lebih efektif, penerapan
metode saponifikasi karet dam memerlukan sarana dan tahapan proses
yang relatif lebih rumit, karena prosesnya dilakukan pada karet padat. Alfa
et al. (2000) telah menerapkan metode saponifikasi ini, yaitu dengan cara
merendam karet alam dalam larutan komposit NaOH 1 isopropanol dan
berhasil memperoleh karet DPNR dengan kadar nitrogen sekitar 0,6%.
Secara umurn teknik hidrolisis protein secara emimatis relatif lebih
sederhana karena tahapan proses tambahan yang perlu dilakukan hanyalah
penambahan a i m pada lateks, sehmgga metode ini paling banyak
dikembangkan, menggunakan berbagai enzim protease. Smith (1971) clan
Chin, et al. (1974) berhasil memperoleh karet alam dengan kadar nitrogen
yang lebih rendah, yang dihasilkan dengan cara memperlzkukan lateks
pekat beramoniak yang telah diencerkan h q g a kadar karet kering (KKK)
sebesar 5%, dengan 0,025% enzim p r o w alkalin, lalu digurnpallcan
dengan pelarut organik.
Metode hidrolisis protein secara kimia juga dapat dilakukan pada
tahap lateks, yaitu dengan cara menambhkan senyawa pengekstrak
protein. Menggunakan metode ini John (1971) berhasil mengurangi kadar
nitrogen dalam karet alam sebesar 30%, dengan cara memperlakukan
lateks kebun dengan c a m p a n di-oktil natrium sulfosuksinat dan
surf* anionik pada pH netral, sebelum digumpalkan. Surfdctan
berfungsi sebagai penstabil lateks agar tetap berada dalam bentuk cair,
sehingga dapat juga diaplikasikan pada hidrolisis protein secara emhatis.
Dalam keadaan cair, ruang diantara partdcel karet lebih terbuka sehingga
diharapkan M t a s e n z h ll~ngludrolisisprotein akan lebih efektif.

PAPAIN

Papain adalah enzim yang berasal dari getah pepaya yang telah
dikeringkan, dm biasanya disadap dari buah pepaya muda,. Enzim ini
mempunyai kemampuan proteolitik, yaitu mampu memecah molekul-molekul
protein menjadi bentuk asam amino, dan telah lama digunakan dalam bidmg
industri makanan, teksti!, fkmasi, kosmetik dan penyamakan kulit (Jagtiani et
al., 1988). Sebenarnya hampir semua bagran dari pohon pepaya kecuali akar
dan bijinya mengandung papain, tetapi jumlah terbanyak terdapat pa& m a n
buahnya. Selain papain, pada getah pepaya juga terdapat enzim lain y a h
kimopapain yang daya proteolitiknya hanya setengah daya papain, dan
lisozirn.

1. Enzim

Enzim adalah suatu katalisator biologis untuk reaksi-reaksi kimia


yang sangat dibutubkan dalam kehidupan Enzim berperan dalam
mengubah laju reaksi, sehingga kecepatan reaksi yang dihasilkannya dapat
dijadikau ukuran keaktifan enzirn. Aktivitas enzim d a p t dinyatakan dalam'
bentuk unit enzim, dimana satu unit enzim adalah jumlah enzim yang
dapat mengkatalisis perubahan 1 mikromol substrat dalam waktu 1 menit
pada suhu 25' C. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh konsentrasi enzim dm
substrat, suhu, pH dm adanya inhibitor.
Enzim protease adalah enzim yang dapat mengurai ikatan peptida
yang menghubungkan asam amino yang satu dengan asam amino yang
lain pada protein, dengan cara penambahan air atau dikenal dengan nama
peristiwa hidrolisis. Protease termasuk dalam kelas utarna enzim hidrolase
yang mengkatalisa reaksi-reaksi hidrolisis.
Mihalyi (1978), menggolongkan enzim proteolitik menjadi dua yaitu
proteinase clan peptidase. Proteiaase mengkatalisis reaksi hidrolisis
molekul-molekul besar protein, protease, dan pepton menjadi polipeptida.
Peptidase mengkatalisis reaksi hidrolisis polipeptda menjadi asam amino.
Reaksi hidrolisis dikontrol dengan derajat hidrolisis (DH) yang
hdefinisikan sebagai persentase pemecahan ikatan peptida (Pomemnz,
1991). Protein a h terhidrolisis sempurna setelah proses hidrolisis
berlangsung selama 16-24 jam pada tekanan atmosfer (Kirk dan Othmer,
1953).
Guna meningkatkan dayaguna enzim dalam kegiatan proses kataiisis
substrat, maka perlu dipahami dasar-dasar kinetika reaksi yang dikatalisis
oleh enzim, baik dalam sistim substrat homogen atau heterogen. Teori
aktifitas enzim pertama kali diperkenalkan oleh Michaelis dan Menten
pada tahun 1913, dan dikembangkan oleh Briggs dan Haldane pada tahun
1925. Berdasarkan teori tersebut dapat ditentukan laju awal reaksi
enzirnatik berdasarkan fungsi konsentrasi substrat dan parameter lain yang
berhubungan dengan aktifitas enzim. Laju kinetik pa& konsentrasi
substrat yang rendah biasanya berupa garis lurus, dan semakin tinggi
konsentrasi substrat laju kinetikanya akan menurun

Pembuatan Papain

Papain dapat diperoleh dengan cara yang sederhana, mehlui


penyadapan kulit buah pepaya, ldu getah yang diperoleh dik&
hmgga diperoleh papain kasar. Penyadapan dilakukan dengan cara
membuat sayatan membujur pada buah pepaya, dengan kedalaman
maksimal 2 mm, mengunakan pisau yang tidak terbuat dari logam. Pada
tiap buah dapat dibuat sebanyak 6 sayatan, dengan frekwensi penyadapan
antara 3 sampai 8 hari. Untuk mendapatkan hasil yang optimum
penyadapan hams dilakukan terhadap buah yang b m u r sekitar 2,5
sampai 3 bulan atau buah berdiameter 90 mm dan masih hijau
(Sastrodiwiryo, 1971). Guna mencegah reaksi fotooksidasi, maka
sebaiknya penyadapan dilakukan pada pagi hari.
Pengeringan getah pepaya dapat dilakukan dengan sinar mahhari,
oven atau pengeringan beku fieeze drying). Dengan suhu sekitar 40' C,
pengeringan dengan sinar matahari melalui penjemuran di udara terbuka
kurang efektif, karena membutthkan waktu yang lama, dan papain yang
dihasilkan berwarna hitam serta menimbulkan bau yang tidak sedap.
Walaupun biayanya mahal, pengeringan dengan oven suhu 55" C -a
membutuhkan waktu selama 6 jam, dan hasil pengeringannya merata
(Paulter dan Caygdl, 1985). Secara umwn papain kasar berwarna gelap
dan mempunyai sifat agak larut dalam air, mudah terurai dan tidak larut
dalarn beberapa pelarut organik seperti alkohol, aseton, eter, dan beiKrapa
pelarut lernak lainnya (Daryono dan Muhidin, 1974).
Papain kasar dapat dimurnikan atau ditingkatkan aktifitasnya dengan
cara frzlksinasi, menggunakan amonium sulfat atau aseton sebagai pel-
(Muhidm, 1984). Menurut Daryono dan Sabari (1980) pada prinsipnya
pemurnian papain diawali dengan proses pengendapan enzirn melalui
pengaturan pH, dengan metode salting aut atau penambahan alkohol.
Pemurnian lebih lanjut dilakukan melalui pemisahan dengan metode
kromotografi, lalu hasilnya dikristalisasi. Papain hasil pemurnian berwarna
putih hingga kekuning-kuaingan, dengan rasa yang khas, mudah larut
dalam air, gliserida, dan di &lam larutan hidro-allcoholik berkonsentrasi
rendah, tetapi tidak larut dalam pelanit organnik seperti alkohol, aseton,
eter dan pelarut minyak dan lernak. Pada Tabel 5 disajikan perbedaan
karakter dari papain kasar dan papain yang telah dirnurnikan.

3. Sifat Papain

Papain merupakan suatu senyawa kompleks yang terdiri dari rantai


polipeptida tunggal yang tersusun dari 212 asam amino. Enzim dari
tanarnan ini digolongkan ke dalam kelompok enzim hidrolase karena
mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu subtrat dengan pertolongan molekul
air. Papain termasuk golongan protease non-spesifik yang mampu
memecah protein dm peptida menjadi asam amino, terutama yang
melibatkan asam-asam amino arginin, lisis, glutamin, histidm, glisin dan
tirosin.
Enzim ini mempunyai aktifitas katalitik sebagai protease dan
berdasarkan sifat kimia dari bagian aktihya, papain tennasuk protease
sulfhidril, karena bagian aktif papain adalah gugus -SH. Gugus ini mudah
teroksidasi, sehmgga pem&uan peralatan dari logam berat seperh besi
(Fe) harus dihindari. Papain juga mengandung asam amino triptofan yang
mudah mengalami fotooksidasi oleh sinar ultra violet, sehingga
penyimpananpapain harus terhindar dari sinar matahari. Untuk mencegah
oksidasi, papain perlu dilindungi dengan antioksidan, biasanya digunakan
natrium bisulfit dengan dosis sebesar 0,7%. Papain yang ditambah
antioksidan tersebut dapat dipertahankan dari kerusakan aktifitas
proteolitik selama delapan bulan.

Tabel 5. Karakteristik Papain


Pengujian Papain kasar Papain murni
Wama
Coklat-putih Putih
Bau
Tidak disukai Dish
Bahan talc larut dalam air
Maks .30% Maks. 0,05%
Kadar air
Maks. 18% Maks. 6%
Kadar total abu
Maks. 14% Maks 5%
Kadar pasir
Maks. 5% Tidak ada
Kadar bakteri
Maks. 3x 1o3/ g Maks. 1 0 31~g
Penurunan aktifitas
Maks. 50% Maks. 5%
selama 6 bulan
70-500 p / g 70-1000 p / g
Aktifitas moteolitik
Sumber :BotanicalDerivates Catalogue (1963)

Dibandingkan enzim protease lain, papain termasuk enzim yang


kestabilannya terhadap suhu dan pH relatif lebih tinggi, dan mempunyai
daerah aktifitas (range of activity) yang lebih luas dari pada tripsin dan
pepsin. Menurut Hartono (1991), pada pemanasan pada 70' C selama 30
menit pada pH netral, keaktifh papain hanya menurun sebesar 20%.
Aktifitasnya tidak berkurang jika disimpan pada pH netral dengan suhu
50' C selama 30 menit. Kestabilan papain murni jauh lebih baik dari pada
papain kasar, dan akan tetap stabil selama be- jam pada suhu 105' C.
Pada suasana alkali diatas pH 11 dan pada suasana asam dengan pH di
bawah 3, papain akan kehilangan aktifitasnya dengan cepat. Pada suasana
pH antara 3 - 11 &fitas proteolitiknya tidak terlalu menurun, bahkan jika
disimpan pada suhu rnaksirnal 75" C. Menurut Arief (1975) aktifitas
optimum papain adalah pada suhu 50" - 60" C dan pada pH 5-7.

D. SURFAKTAN

Surfaktan atau su$ace active agents adalah bahan yang biasanya


ditarnbahkan dalam jurnlah kecil ke dalam cairan, biasanya sebesar 1% atau
kurang, dengan tujuan memodifikasi sifat permukaan cairan tersebut
Surfaktan banyak dibutuhkan dalam berbagai aplikasi teknologi lateks karet
alam maupun lateks sintetis, untuk berbagai kegunaan Surfaktan yang selama
ini beredar di pasar dapat dikelompokan dengan dua cara, yaitu berdasarkan
fungsinya dalam cairan dan berdasarkan sifat kimianya (Blackley, 1966).
Berdasarkan fungsinya surfaktan dibedakan atas pembasah (wetting
agents), pendispersi (dispersing agents), penstabil dispersi (drspersion
stabilisers), pengemulsi (emulsrJiers), pembusa @am promoters), penstabil
busa @xzm stabihers), dan lain-lain Pengelompokan seperti ini akan
membingungkzn para pengguna karena bahan yang sama, misalnya sabun
kalium oleat sebetulnya dapat berfungsi efektif sebagai apapun dalam sistim
cairan. Karera itulah para pengguna mengelompokannya sesuai dengan
penggunaannya, seperti pabrik busa mengelompokan kaliwn oleat sebagai
pembusa, sedangkan pabrik lateks sintetis mengelompokannya sebagai
penstabil koloid (colloid stabilisers).
Pengelompokan surfaktan berdasarkan sifat kimianya dibedakan atas
gugus aktif permukaannya yaitu tipe anionik, kationik, amfoterik dan non
ionik, yang menunjukan anion, kation, ion amfoter dan molekul netral sebagai
gugus aktifnya. Perbedaan gugus aktif ini menyebabkan adanya perbedaan
kepolaran dari surfaktim. Ditinjau dari penggumannya pengelompokan seperti
ini kurang praktis, tetapi secara pasti pengguna akan &pat mengetahui gugus
molekul yang berperan dalam permukaannya
Surfaktan Anionik

Tipe s u r f " anionik merupakan tipe surfaktan yang banyak


digunakan dalam berbagai aplikasi tekndogi lateks. Didalam larutannya
tipe surf- ini akan mengion membentuk turunan anionnya Senyawa
yang akan membentuk anion ini dapt berupa senyawa organik atau
anorganik. Yang termasuk senyawa or& adalah senyawa golongan
karboksilat, sulfonat dan sulfat; sedangkan yang dari senyawa ancrganik
adalah polifosfat. Surfaktan anionik utama yang merupakan golongan
karboksilat adalah sabun-sabun dari as;am lemak rantai panjang dan sabun
logam berat. Secara alamiah asam lernak ini juga terbentuk di dalam lateks
karet alarn.
Surfaktan golongan sulfonat yang utama adalah golongan alkil aril
sulfonat, dan merek dagang yang banyak digunakan dalam teknologi
lateks adalah Igepon T, Lissapol LS dan Vulcastab LS. Aquarex D dan
Teepol A adalah contoh merek dagang surfaktan anionik golongan sulfat,
sedangkan Calgon adalah contoh merek dagang surfaktan anionik
golongan polifosfat.

Surfaktan Kationik

Gugus aktif permukaan pada t i p surfaktm kationik adalah kation


Kation yang banyak berhubungan dengan bidang teknologi lateks adalah
kation yang berasal dari ion ammonium dimana satu atom hidrogennya
telah digantikan oleh senyawa organ&, biasanya halida atau asetat. Lebih
lanjut gara~~-garam
ammonium ini &pat dibag~atas garam ammonium
kwartener, dan garam ammonium non-kwartener yaitu garam-garam amin
primer, sekunder dan tertier.
Contoh surfaktan kationik dari golongan ammonium kwatener
adalah garam ammonium setil trimetil dan ammonium setil piridinium.
Beberapa merek dagang diantaranya adalah Lissolamine A, Vantoc A,
Fixano C, Aerosol M, Vulcastab TM dan Triton X-400.Dua merek yang
terakhir banyak digunakan sebagai penstabil kompon lateks untuk sarung
tangan karet. Triton X-400 juga banyak digunakan sebagai pengemulsi
atau sebagai penstabil dalam modifikasi lateks karet alam.

3. Surfaktan Amfoterik dan Non-ionik

Dalam larutannya, surfaktan tipe amfotmik akan mernbentuk ion


dipolar (zwitterion)yang teridiri dari anion dan kation. Contoh senyawa
yang mernbentuk ion dipolar dalam larutan adalah protein yang larut
dalam air. Tipe surfaktan ini kurang diminati oleh para ahli teknologi
lateks, dan hanya golongan alkil-betain rantai panjang yang digunakan
terbatas sebagai penstabil busa. Contoh merek dagang dari surf&
amfoterik adalah Aqwex NS.
Surfkktan non-ionik adalah tipe suf* yang &lam larutannya
tidak akan mernbentuk ion. Tipe surf2h.n non-ionik yang banyak
digunakan &lam bidang teknologi lateks adalah hasil kondensasi etilen
oksida dengan asam lemak, lemak alkohol atau fenol, umurnnya digunakan
sebagai penstabil lateks atau bahan pengemulsi. Contoh merek dagang
surfaktan non-ionik hasil kondensasi etilen oksida dengan fenol, lemak
alkohol dm asam lemak bertunxt-turut adalah Emulphor MW,Emulphor 0
dan Emulphor A. Dua contoh merek dagang yang pertama bersifat larut
dalam air, sedangkan contoh merek dagang yang terakhir larut dalam
minyak. Satu lagi merek dagang surf- tipe non-ionik yang banyak
digunakan adalah Vulcastab LW, yang juga merupakan hasil kondensasi
etilen oksida.

.E.KOMPON KARET

Agar &pat diolah menjadi barang jadi, terlebih dulu karet mentah harus
dicampur dengan beberapa bahan kimia karet. Campuran karet alam tersebut
dengan bahan kimia karet tersebut disebut kompon karet. Pembuatan
kompon karet merupakan pduan antara ilmu dan seni untuk menyeleksi dan
mencampw jenis karet alam dan jenis bahan kimia karet, sehingga diperoleh
kompon karet yang setelah pemasakan dapat menghasilkan barang jadi karet
dengan sifat-siht fisik yang dibutuhkan.
Suatu kompon karet umumnya mengandung beberapa jenis bahan kimia
yang mempunyai sifat spesifik dan berpengaruh terhadap karakteristik
pengolahan. Pada umurnnya kompon karet merupakan campuran karet mentah
dengan enam golongan bahan kimia pokok, yaitu bahan pemvulkanisasi,
pencepat, penggiat, antidegradan, pengisi dan bahan pelunak. Biasanya
digunakan dua jenis bahan antidegradan yaitu yang bersifat sebagai penangkal
oksidasi dan sebagai penangkal omnisssi. Selain itu adakalanya kompon
karet mnggunakan lebih dari satu jenis golongan bahan pencepat dan bahan
pengisi, agar memiliki efek sinergi.

1. Bahan Kimia Karet

Secara urnurn bahan kimia karet dapat digolongkan sebagai bahan


kimia pokok dan bahan kimia tambaba Bahan kirnia pokok adalah
bahan kimia yang perlu d i m &lam setiap penyusunan ~ompon
karet, sedangkan bahan lcimia tambahan adalah bahan yang ditambahkan
pada pengolahan barang jadi karet dengan tujuan meningkatkan efisiensi
pengolahan kompon karet, atau ditarnbahkan untuk mendapatkan barang
jadi karet yang sesuai dengan kebutuhan. Disamping kedua golongan
bahan kimia karet tersebut adakalanya digunakan bahan penunjang yaitu
bahan yang berfungsi sebagai penunjang atau pengwt yang memberikan
kekuatan pada bagian karet suatu vulkanisat barangjadi karet (Alfa, 2001).
Penggolongan bahan kirnia karet beserta wntoh clan kegunaannya dapat
dilihat pada Tabel 6.
Setiap jenis bahan kimia karet memiliki fungsi spesifik dan
mempunyai pengaruh terhadap sifat fisik barang jadi, maupun terhadap
karakteristik jmgolahan dan harga dari kompon karet. Dewasa ini terdajmt
ratusan bahan-bahankimia karet danuntuk dam menyusun
formula kompon karet dengan harga yang rendah serta mudah diolah
menjadi produk yang dibutuhkan, maka diperlukan pengetahuan serta
pengalarnan yang cukup mengenai fungsi serta efektifitas dari masing-
masing bahan kimia karet. Menurut Evans (1981), bahan-bahan dasar yang
biasanya digunakan untuk kompon karet alam dan jumlahnya &lam phr
(part per hm&ed rubber) adalah karet (100 pbr), sulfiu (2,5 - 3,s phr),
bahan penggiat (1 - 5 phr), bahan pencepat (0,5 - 1,5 phr), bahan pengisi
(sesuai dengan kebutuhan), bahan pelunak (5 - 10 phr) dan antiohidan (1
- 2 phr).

Tabel 6. Bahan kimia karet dan kegunaannya


- -- - - - --

Bahan kirnia pokok Bahan kimia tambahan Bahan ~ e n ~ j a n g


Karet mentah Baban bantu olah T e n m katun
Pemvulhanisasi Pewarna Rayon
Penggiat Peniup Nilon
Pencepat Penghambat Poliester
Pengisi Pengental Aramid
Pelunak Pewangi Serat kaca Cfiber glass)
Antidegradan Kawat baja
Sumber : Alfa (2001)

2. Mastikasi dan Penggilingan Kompon

Pencampurau karet dengan bahan kimia karet dapat dilakukan pada


gilingan terbuka (gihgan rol ganda) atau gilingan tertutup (internal
mixer). Menurut Soeseno (1989) penggilingan kompon ini bertujuan untuk
mendapatkaa campuran yang homogen antara bahan baku (karet) dengan

penggunaan karet tersebut dahm industri selanjutnya. Terdapat tiga faktor


yang perlu diperbatikau dalam membuat kornpon karet, yaitu sifat
kompon, karakteristik pengolab dan biaya yang digunakan (Abednego,
1994). Tujuan dari pencampuran bahan kimia karet tesebut dapat diuraikan
sebagai berikut :
- Memperoleh barang jadi karet yang mempunyai sifat fisika yang
dikehendaki.
- Memudahkan pengerjaan pada pengolahan barang karet.
- Mefllungkdan kompon karet divulkanisasi.
Sebelum dicampur dengan bahan kimia, terlebih dulu karet digiling
agar lunak clan hangat, s e w karet mudah bercarnpur atau bereaksi
dengan bahan kimia karet (Stern, 1967). Perlakuan awal terhadap karet
yang akan dikompon tersebut dinamakan mastikasi. Pada tahap ini terjadi
proses pemutusan rantai molekul polimer karet sehmgga terjadi penurunan
viskositas dan penhgkatan plastisitas, yang akan menghasilkan karet
mentah dengan bobot molekul yang lebih rendah. Pada proses mastikasi
karet alarn terjadi penurunan berat molekul dari orde lo6 hingga menjadi
10 kali lebih rendah (Bhuana, 1994). Kondisi ini akan memudahkan proses
selanjutnya, sehingga dapat diperoleh campuran karet yang lebih
homogen.
Secara urnum mekanisme proses mastikasi mencakup dua aspek
yaitu aspek mekanis bila proses penggilingan karet berada dalam
'
temperatur rendah dm aspek kimia bila berada dalam temperatur tinggi.
Efisiensi mastikasi yang tinggi terjadi pada suhu rendah (5 60' C) dan
pada suhu tingg (+ 140' C), sedangkan pada suhu + 100" C efisiensi
mastikasi rendah. Efisiensi mastikasi dibawah suhu 100' C menurun
dengan meningkatnya suhu dan sebaliknya untuk suhu diatas 100' C.
Pada suhu sekitar 100' C mastikasi agak sulit ddakukan, tetapi
dibawah 60' C sangat mudah, sedangkan mastikasi pa& suhu tinggi (misal
140' C) sangat cepat. Mastikasi suhu rendah dapat tenjadi secara mekanis
oleh gerakan kedua rol penggihg melalui gaya geser (shear force) antara
gilingan dengan karet, yang akan memutuskan ikatan karbon-karbon dari
rantai utama polirner karet (Bhuana, 1994). Pada suhu tinggi, molekul
karet menjadi lunak dan menyebabkan gaya geser lebih rendah, sehingga
tidak mampu memutuskan rantai molekul karet. Tetapl pada kondisi
demlluan, reaksi oksidasi yang mengdubatkan putusnya rantai molekul
karet, dapat terjadi. Namun jika tidak ada oksigen, proses oksidasi sebagai
faktor pemutus rantai molekul tidak munglun terjadi.
F. VCTLKANISASI KARET ALAM

Karet mentah belum dapat dibentuk menjadi barang yang berguna


karena masih bersifkt plastis. Agar dapat dimanfaatkan, karet harus dicampur
dengan baha.pemvulkanisasi, misalnya belerang dan dipanaskan terlebih dulu
agar karet menjadi matang. Proses pemanasan campuran karet dengan
belerang disebut sebagai proses Mllkanisasi, dan produk barang jadi karetnya
disebut vulkanisat karet. Bahan pemvulkanisasi lain yang juga sering
digunakan adalah peroksida, uretaa, oksida logam clan donor belerang.
Proses vulkanisasi menyebabkan karet kehilangan daya lekatnya dan
menjadi tidak larut dalam pelarut serta lebih tahan terhadap kerusakan akibat
panas dan proses peagwaagan (Morton, 1987). Selain itu dalam beberap
kasus proses vull<anisasi dapat merubah karet menjadi bahan yang
keras.Menurut Long ( 1985) vulkanisasi akan menurunkan plastisitas,
kelekatan dan kepekaan karet terhadap panas dan dingin, serta dapat
meningkatkan elastisitas, kekuatan dan kemantapannya. Berbagai perubahan
dan peningkatan sifat karet tersebut disebabkan vulkanisasi akan merubah
struktur kimia karet, sehingga sifat karet berubah dari semula lunak dan plastis
menjadi kuat dan elastis, yang biasanya berlangsung pa& suhu tinggi.
Mehlui vulkaaisasi kompon karet, molekul karetnya yang semula lurus
atau berupa struktur 2 dimensi, berubah menjadi struktur tiga dimensi karena
terbentuknya ikatan silang oleh bahan pemvulkanisasi. Tanpa adanya ikatan
silang ini sifat fisika kompon karet tidak akan mengalami perubahan (Nagdi,
1993). Ikatan silang tersebut dapat berupa rantai atom sulfur tunggal, poli-
sulfur, radikal organik polivalen atau ion logam polivalen, dan ikatan karbon-
karbon (Eirich, 1978).

1. Sistim Vulkanisasi

Diantara berbagai sistim Mllkanisasi karet yang diketahui,


vulkanisasi belerang merupakan sistim vulkanisasi yang paling umum dan
banyak digunakan. Vulkanisasi dengan belerang umumnya digunakan
untuk jenis karet mentah yang mempunyai ikatan rangkap yang cukup di
dalarn makromolekulnya, diantaranya karet alam. Untuk meningkatkan
laju vulkanisasi, maka diperlukan pe118mbaha.n bahan pencepat dan bahan
penggiat. Gabungan antara bahan pernvulkanisasi, bahan pencepat dan
penggiat disebut sistem vulkanisasi (Long, 1985).
Pada proses vulkanisasi dengan belerang, molekul karet diikat oleh
belerang membentuk suatu jaringan tiga dimensi, sehingga karet yang
semula bersit2t plastis dan tidak mantap terhadap suhu (termoplastis)
berubah menjad elastis, kuat dm mantap (termoset). Reaksi antara karet
dan belerang tersebut ditemukan oleh Charles Goodyear pada tahun 1839
dan berlangsung sangat lambat s e w diperlukan suatu katalis reaksi
yaitu bahan pencepat yang digunalcan bersamaan dengan bahan penggiat.
Agar bahan pencepat bekeja lebih giat, perlu ditambahlcan balm bantu
yang disebut bahan penggiat. Carnpuran antara karet mentah dengan bahan
pemvulkanisasi, pencepat dan penggiat merupakan kompon karet
sederhana yang memunglankan karet mentah melangsungkan proses
vulkanisasi &lam waktu yang cepat.
Selama proses vulkanisasi, belerang akan membentuk senyawa
kompleks belerang aktif bersama dengan bahan pencepat dan bahan
penggiat. Selanjutnya kompleks belerang aktif ini akan terikat pada
molekul karet membentuk lkatan silang dengan berbagai struktur ikatan
yang bergantung pada suhu dan waktu vulkanisasi. Struktur ikatan silang
belerang yang terbentuk dapat berupa ikatan monosulfisa, disulfida atau
polisulfida
Antioksidan dan antiozonan ditambahkan agar karet lebih t a b
terhadap pengusangan, sedangkan bahan pengisi ditambahkan untuk
memperkuat sifat fisik dan memperbesar volume sehingga menekan biaya
pengolahan Bahan-bahan lain seperti bahan bantu olah ditambahkan untuk
mempermudah pengolahan, agar pencampuran berlangsung baik, dispersi
bahan pengisi baik clan merata.
Sistem vulkanisasi yang digunakan akan menentukm jenis ikatan
silang yang terbentuk. Dalam praktek, sistim vulkanisasi karet alam dapat
di* atas tiga jenis yaitu sistim konvensional, sistim efisien (EV)dan
sistim semi efisien (semi EV). Penggolongan sistim vulkanisasi ditentukan
oleh kombinasi jumlah belerang dan jumlah bahan pencepat yang
digunakan, dm rinciannya &pat dilihat pada Tabel 7.
Pada sistem konvensional, jumlah belerang yang digunakan 2
hingga 5 kali jumlah pencepat, dart vulkanisat yang diperoleh memiliki
ikatan silang jenis polisulfida. Oleh karena itu vulkanisat sistim ini bersifat
fleksibel dengan ketahanan retak lentur (frek-cracking)dan ketahanan letih
(fatigue) yang baik, serta kekuatan tarik yang tinggi, tetapi ketahanan
usangnya pada suhu tinggi (heat aging)satsgat rendah. Hal ini dikarenakan
energi ikatan polisulfida rendah dan tidak mantap, sehingga pada suhu
tinggi akan putus dan terbentuk ikatan baru dengan jumlah atom belerang
yang lebih pendek (mono atau disulfida), serta modifikasi ikatan pada
rantai molekul utama karet berupa ikatan hgkar belerang dan timbulnya
ikatan rangkap terkonjugasi yang mudah terdegradasi.

Tabel 7. Berbagai sistern vulkanisasi belerang


Sistem vulkanisasi Belerang (bsk) Pencepat (bsk)
Konvensional 2,O - 3,5 1,0 - 0,5
EV 0,3 - 1,0 6,O - 2,O
Semi EV 1,0 - 2,O 2,5 - 1,0
Sumber : Chapman and Porter, 1988
bsk : bagian berat perseratus m a n karek

Jumlah belerang pada sistem vulkanisasi efisien (EV) lebih kecil


dari pada jumlah pencepat, sehingga jumlah atom belerang pa& setiap
ikatan silangnya akan sesedikit munglun (efisien) atau dengan kata lain
setiap atom belerang dapat membenhk 1 ikatan silang monosulfida.
Hampir 80% ikatan silangnya dari jenis monosulfida yang mempunyai
sifat tahan suhu tinggi, tetapi ketahanan letih clan retak lenturnya rendah.
Hal mi disebabkan energi ikatan monosulfida trnggi sehingga tahan panas,
tetapi tidak fleksibel dan sekali k i t a n tersebut putus tidak ada yang
menggantikan. Sistem EV akan menghasilkan vulkanisat dengan sifat
pampatan tetap yang rendah dan ketahanan reversi yang baik.
Sistem semi EV disusun untuk memperbaiki kelemahan kedua
sistim vulkanisasi tersebut diatas. Dengan kata lain sistim vulkanisasi semi
EV, merupakan kompromi dari sistim vulkanisasi konvensionil dengan
sistim vulkanisasi efisien, dengan tujuan menpnbil menggabungkan
kelebihan kedua sistem vulkanisasi tersebut. Oleh karena i t . sistem semi
EV akan menghasilkan vulkanisat dengan ketaharm letih clan retak lentur
yang balk dan ketahanan usang yang baik. Sistim ini juga akan
mernberikan ketahanan reversi pada karet alam dan mernberikan pampatan
tetap yang rendah. Sistem semi-EV banyak digmaka~~
untuk membuat
barang jadi karet berukuran besar dan te*M yang menghendaki sifat
kelenturan yang tinggi.

2. Pengaruh Vulkanisasi Pada Sifat Vnlkanisat

Karakter vulkanisasi untuk setiap jenis kompon karet berbeda satu


sama lain Oleh karena itu, untuk setiap jenis kompon karet, terlebih dulu
ham ditentukan suhu dan waktu vulkanisasi yang optimum dengan
menggunakan alat rheometer atau curometer. Penentuan suhu dan waktu
vulkanisasi yang optimum perlu dilakukan agar dihasilkan vulkanisat yang
sempurna matang (optimum cured). Maksudnya kerapatan ikatan silang
pada kondisi ini akan menghasilkan vulkanisat dengan sifat-sifat yang
optimum.
Biasanya suhu vulkanisasi berkisar antara 140' - 160' C dengan
waktu vulkanisasi yang agak lama, karena karet adalah pengantar panas
yang buruk. Bila waktu vulkanisasinya kurang daripada waktu vulkanisasi
optimum, maka barang karetnya disebut k g matang (undercured), dan
sebaliknya jika waktu vulkanisasi terlalu lama, barang karetnya akan
terlampau matang (over cured). Barang jadi karet yang h a n g matang
atau terlampau matang memiliki sifat fisika yang kurang baik, sehmgga
harm dihindari. Pada kondisi kurang matang, sifat-sifat vulkanisat belum
mencapai keadaan optimum, sedangkan pada kondisi terlampau matang
sifat-sifat vulkanisat dapat mengalami p e n u . (reversi). Pengaruh
vulkanisasi terhadap sifat vulkanisat diperlihatkan pada Gambar 4.
Menurut Eirich (1978), selain oleh rapat ikatan silang, sifat fisika
juga dipengaruhl oleh jenis ikatan silang, jenis polimer (karet), jenis dan
jumlah bahan pengisi dan lain-lain. Dalam praktek sifat-sifat vulkanisat
dikenal sebagai sifat fisika. Dari gambar tersebut dapat dilihnt bahwa
dengan bertambahnya kerapatan ikatan silang (cross-link density),
pemqkatan modulus statis lebih nyata dibanding peningkatan modulus
dinamis, hingga setelah keadaan tertentu menjadi lebih besar. Modulus
statis hanya disumbang oleh komponen statik, sedang modulus dinamis
merupakan gabungan dari sifat viskos dan elastis.
Sifat-sifat lain seperti kekuatan sobek (tear strength) umur kelelahan
(btigue life) dan keliatan (toughness) juga akan meningkat dengan
naiknya kerapatan ikatan silang hingga mencapai maksimum dan menurun
apabila pembentukan ikatan silang term berlangsung. Histerisis adalah
energi yang hilang dan berubah menjadi panas selama deformasi molekul
karet dan Demikian juga halnya dengan pampatan tetap (permanent set)
akan berkurang dengan menmgkatnya kerapatan ikatan silang.

Siat vuk Modulus dinamis

-
Kekuatan sobek,
kelelahan, dan keliatan

// Modulus statis

Histerisis, dan
I ' /
bKerapatan ikatan silang

Gambar 4. Pengaruh vulkauisasi terhadap sifat vulkanisat (Eirich, 1978)


Ketahanan sobek, kelelalan dm kelenturan berhubungan d e w
energi untuk pemutusan. Siht-sifat yang berkaitan dengan energi
pemutusan pada dasarnya menrngkat dengan bertambahnya ikatan silang
clan meningkatnya histerisis, tetapi karena histerisis tunm selama
vulkanisasi yang membentuk ikatan silang, maka sifat-sifat yang erat
hubungannya dengan energi pernutusan akan naik hingga mencapai
kerapatan ikatan silang tertentu kemudian akan turun kembali.

Anda mungkin juga menyukai