Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI KARET, GUM, DAN RESIN


Sifat-Sifat Fisik Dan Kimia Lateks
(Pengukuran DRC (Dry Rubber Content) Lump)

Oleh :

MUHAMMAD AWWALUDDIN 1610516210014

MUHAMMAD RIFAI 1610516210023

NOVY HANDAYANI 1610516120009

SUHESTI ALFIANI 1610516220021

WAHYU SUJUDI 1610516210022

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2019
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) merupakan tanaman perkebunan yang


bernilai ekonomis tinggi. Tanaman tahunan ini dapat disadap getah karetnya
pertama kali pada umur tahun ke-5. Dari getah tanaman karet (lateks) tersebut bisa
diolah menjadi lembaran karet (sheet), bongkahan (kotak), atau karet remah
(crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet. Kayu tanaman karet,
bila kebun karetnya hendak diremajakan, juga dapat digunakan untuk bahan
bangunan, misalnya untuk membuat rumah, furniture dan lain-lain (Purwanta,
2008).
Karet merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Latin, khususnya
Brasil. Sebelum dipopulerkan sebagai tanaman budidaya yang dikebunkan secara
besarbesaran, penduduk asli Amerika Selatan, Afrika, dan Asia sebenarnya telah
memanfaatkan beberapa jenis tanaman penghasil getah. Karet masuk ke Indonesia
pada tahun 1864, mula-mula karet ditanam di kebun Raya Bogor sebagai tanaman
koleksi. Dari tanaman koleksi karet selanjutnya dikembangkan ke beberapa
daerah sebagai tanaman perkebunan komersial (Setiawan dan Andoko, 2005).
Prospek industri karet masih terbuka luas sejalan dengan bergesernya
konsumsi karet dunia dari Eropa dan Amerika ke Asia. Untuk itu, industri karet
harus mampu berproduksi maksimal apalagi pasokan karet domestik semakin
besar pascapembatasan ekspor. Indonesia memiliki areal karet paling luas di
dunia, yaitu 3,4 juta ha dengan produksi karet per tahun 2,7 juta ton. Meski
begitu, produktivitasnya hanya 1,0 ton/ha, lebih rendah daripada Malaysia (1,3
ton/ha) dan Thailand (1,9 ton/ha). Produksi karet di Indonesia, Thailand, dan
Malaysia berkontribusi 85% dari total produksi dunia. Namun, Indonesia
memiliki kesempatan paling besar untuk memimpin industri karet dunia. Harga
karet dunia saat ini masih mengalami tekanan akibat turunnya permintaan. Oleh
karena itu, tiga negara utama produsen karet alam bersepakat menahan penurunan
harga dengan mengurangi ekspor sejak Agustus lalu. Artinya pasokan karet di
dalam negeri akan semakin melimpah (Kemenperin, 2012).
Karet merupakan tanaman berbuah polong yang sewaktu masih muda
buahnya terpaut erat dengan rantingnya. Buah karet dilapisi kulit tipis berwarna
hijau dan didalamnya terdapat kulit tebal yang keras dan berkotak. Tiap kotak
berisi sebuah biji yang dilapisi tempurung biji. Setelah tua warna kulit buah
berubah menjadi keabu-abuan dan kemudian mengering. Pada waktunya pecah
dan jatuh, bijinya tercampak lepas dari kotaknya. Tiap buah tersusun atas dua
sampai empat kotak biji. Pada umumnya berisi tiga kotak biji dimana setiap kotak
terdapat satu biji. Tanaman karet mulai menghasilkan buah pada umur lima tahun
dan semakin banyak setiap pertambahan umurnya. (Aritonang, 1986).
Biji karet tergolong rekalsitran. Beberapa sifat-sifat biji karet diantaranya biji
tidak pernah kering di pohon tetapi akan jatuh dari pohon setelah masak dengan
kadar air sekitar 35 %. Biji karet tidak tahan terhadap kekeringan dan tidak
mempunyai masa dormansi dan biji karet akan mati bila kadar air dibawah 12 %.
Biji karet tidak dapat disimpan pada kondisi lingkungan kering karena akan
mengalami kerusakan. Daya simpan biji umumnya singkat dan kisaran suhu
penyimpanan biji karet yang baik adalah 7-10 °C, karena pada suhu ini belum
mengalami pembekuan sel (Sembawa, 2009).
Biji karet terdiri atas 45 – 50 % kulit biji yang keras berwarna coklat dan 50 – 55
persen daging biji yang berwarna putih (Nadarajah, 1969). Biji karet segar terdiri
atas 34,1 % kulit; 41,2 % isi dan 24,4 % air, sedangkan biji karet yang telah
dijemur dua hari terdiri atas 41,6 % kulit; 8,0 % kadar air; 15,3 % minyak dan
35,1 % bahan kering (Nadarajapilat dan Whewantha, 1967).
Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui cata
menghitung total padatan, mengetahui sifat fisik kimia lateks, dapat melakukan
pengukuran KKK, dan dapat mengetahui bahan-bahan anti prakoagulasi.
METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 03 April 2019 pada
Pukul 17.00 WITA sampai selesai, bertempat di Laboratorium Analisis Kimia
Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain cawan alumunium,
neraca analitik, Mangkok plastik, pH meter/kertas lakmus ,Gelas ukur ,Beker
Glass,Stopwatch/
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain : Latek
dari Kebun dan lump Koagulan : Asam semut /Asam Formiat (1 %) ,Koagulan :
Asam Cuka/ Asam etanoat (2%) Koagulan : Asap cair (5%)

Cara Kerja

Adapun cara kerja pada praktikum kali ini yaitu:


1. Penentuan Faktor Pengering (FP). lateks

Mengambil 100 ml lateks segar


llumpmemasukkan dalam beaker glass.

Menambahkan koagulan,aduk sampai membeku

lumps digiling menggunakan mesin penggiling

Mengerinkan dengan blangko

Menimbang karet sebagai berat basah (BB).

Mengeringkan dengan oven pada suhu 100oCb

Dan timbang sebagai Berat Kering

Hasil
2 . Penentuan DRC Lump

Mengambil sampel lump sesuai kondisi lump sebanyak 25 g

Membersihkan sampel lump dengan cara dipotong-potong

Menyiapkan cawan petrides, keringkan dan timbang bobotnya

Mengeringkan menggunakan oven pada suhu 100oC


ditampung dalam cawan selama 12 jam

Keluarkan dari oven dan dinginkan kemudian ditimbang

Masukkan ke dalam oven selama 30 menit dan dinginkan

Hasil

3. Penentuan DRC Lateks

Mengambil 100 ml latekx segar lalu memasukkan


kedalam beaker glass

Menambahkan koagulan, mengaduk Hingga


menggumpal, mendiamkan sampai membeku

menggiling lumps menggunakan mesin penggiling

dikeringkan dengan kain blanco

Menimbang karet sebagai berat basah (BB)

Hasil
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil yang didapat dari praktikum ini adalah :

1. Lump
No. Berat Cawan Berat Basah Berat sampel + DRC (%)
(gram) cawan setelah dioven
(gram)
1. 4,4027 gram 25 gram 16,81 gram 49,63%
2. 4,5242 gram 25 gram 17,51 gram 51,94%
3. 4,2932 gram 25 gram 19,57 gram 61,10%
4. 4,4112 gram 25 gram 18,80 gram 57,55%
5. 5,5660 gram 25 gram 18,58 gram 52,06%
6. 4,3890 gram 25 gram 24,18 gram 79,16%
7. 4,26 gram 25 gram 23,27 gram 76,04%
8. 5,50 gram 25 gram 23,52 gram 72,08%

Perhitungan :

(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 + 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔) − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛


𝐷𝑅𝐶 = 𝑥 100% =
25 𝑔𝑟𝑎𝑚

16,81 𝑔𝑟𝑎𝑚−4,4027 𝑔𝑟𝑎𝑚


1. 𝐷𝑅𝐶 = 25 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑥 100% = 49,63%

17,51 𝑔𝑟𝑎𝑚−4,5242 𝑔𝑟𝑎𝑚


2. 𝐷𝑅𝐶 = 25 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑥 100% = 51,94%

19,57 𝑔𝑟𝑎𝑚−4,2932 𝑔𝑟𝑎𝑚


3. 𝐷𝑅𝐶 = 𝑥 100% = 61,10%
25 𝑔𝑟𝑎𝑚

18,80 𝑔𝑟𝑎𝑚−4,4112 𝑔𝑟𝑎𝑚


4. 𝐷𝑅𝐶 = 𝑥 100% = 57,55%
25 𝑔𝑟𝑎𝑚

18,58 𝑔𝑟𝑎𝑚−5,5660 𝑔𝑟𝑎𝑚


5. 𝐷𝑅𝐶 = 𝑥 100% = 52,06%
25 𝑔𝑟𝑎𝑚

24,18 𝑔𝑟𝑎𝑚−4,3890 𝑔𝑟𝑎𝑚


6. 𝐷𝑅𝐶 = 𝑥 100% = 79,16%
25 𝑔𝑟𝑎𝑚

23,27 𝑔𝑟𝑎𝑚−4,26 𝑔𝑟𝑎𝑚


7. 𝐷𝑅𝐶 = 𝑥 100% = 76,04%
25 𝑔𝑟𝑎𝑚

23,52 𝑔𝑟𝑎𝑚−5,50 𝑔𝑟𝑎𝑚


8. 𝐷𝑅𝐶 = 𝑥 100% = 72,08%
25 𝑔𝑟𝑎𝑚
Pembahasan

Kadar karet kering (KKK) atau sering disebut Dry Rubber Content (DRC)
mencerminkan persentase jumlah kandungan partikel karet. KKK lateks atau
bekuan sangat penting untuk diketahui karena selain dapat digunakan sebagai
pedoman penentuan harga juga merupakan standar dalam pemberian bahan kimia
untuk pengolahan RSS, TPC, dan lateks pekat. Bagi tengkulak/pembeli getah dari
pekebun kadar karet kering penting untuk menghindari penipuan jika hanya
berpatokan pada berat basah. Bagi perusahaan KKK atau DRC sangat penting
untuk menghindari penyadap yang nakal dengan menambahkan air pada lateks
kebun yang dikumpulkan. Kadar karet kering pada lateks tergantung dari beberapa
faktor antara lain jenis klon, umur pohon, waktu penyadapan, musim, suhu udara
serta letak tinggi dari permukaan laut
Cup Lump atau populer juga dengan sebutan "Lump Mangkok" adalah
bekuan lateks yang menggumpal secara alami didalam mangkok pengumpul
lateks. Lateks akan membeku secara alami dalam waktu kurang lebih 3 jam. Cup
lump ini memiliki Kadar Karet Kering (KKK) sebesar 60% - 90% tergantung dari
kekeringannya. Semakin kering maka Kadar Karet Kering juga akan semakin
tinggi. Kadar Karet Kering ini menggambarkan kandungan partikel karet yang
terdapat dalam Cup Lump. Secara visual Cup Lump berwarna putih dan akan
menjadi kuning kecoklatan seiring bertambahnya umur penyimpanan.
Di lapangan Prinsip pengukuran kadar karet kering (KKK) atau DRC
seringkali hanya ditebak dengan cara meneteskan getah di telunjuk dan diusap
dengan ibu jari. Hasilnya hanya perkiraan sebatas mengetahui keenceran getah.
Semakin encer berarti DRC nya rendah, sebaliknya semakin kental berarti
DRCnya semakin tinggi. Metode tersebut hanya bersifat kualitatif dan tidak dapat
digunakan sebagai acuan. Untuk bahan olah karet berupa lum, metode ini tidak
dapat dilakukan sehingga sering kali hanya ditebak secara visual.
Metode pengukuran yang paling baik dan dianjurkan adalah dengan
pengukuran di laboratorium. Prinsip pengukuran kadar karet kering (KKK) atau
DRC adalah membandingkan berat kering suatu sampel dengan berat basah pada
sampel yang sama. Sampel yang akan diukur (lateks atau lum) pertama ditimbang
berat basahnya, selanjutnya sampel dikeringkan dan ditimbang lagi untuk
mendapatkan berat keringnya. Metode ini merupakan cara paling akurat untuk
mengukur KKK atau DRC dan dapat digunakan untuk menentukan DRC lateks
maupun lum. Namun demikian tidak semua orang dapat melakukannya karena
terbentur dengan alat dan cara pengeringan sesuai prosedur laboratorium sehingga
tidak semua orang dapat melakukannya dengan baik. Selain itu, metode ini sulit
dilakukan di lapangan (di kebun) yang hasilnya perlu segera diketahui.
Pada praktikum penentuan DRC pada lump, pertama-tama ditimbang
terlebih dahulu lump sebanyak 25 g. Kemudian lump dipotong kecil-kecil dan
dicuci dengan air sehingga kotoran-kotoran yang melekat pada lump hilang.
Setelah itu lump ditimbang.
Lump yang sudah bersih kemudian dimasukkan kedalam cawan untuk di
keringkan dengan oven pada suhu 100° C selama 12 jam. Selesai pengeringan
lump didinginkan dan ditimbang. Dilakukan pengeringan yang kedua pada suhu
100° C selama 30 menit, lalu didinginkan dan ditimbang.
Pada praktikum kali ini ada 4 jenis lump yang digunakan dengan tingkat
kekeringan yang berbeda-beda dan masing-masing lump dilakukan 2 kali
pengulangan. Untuk lump yang pertama, KKK yang didapatkan adalah sebesar
49,63% dan 51,94 ; lump yang kedua sebesar 61,10% dan 57,55 ; lump yang
ketiga sebesar 52,06% dan 79,16% ; lump yang keempat sebesar 76,04% dan
72,08%. Jadi DRC yang paling optimum adalah pada lump yang ketiga yakni
sebesar 79,16%.
KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan pada praktikum kali ini adalah :


1. Kadar karet kering (KKK) atau sering disebut Dry Rubber Content (DRC)
mencerminkan persentase jumlah kandungan partikel karet.
2. Kadar karet kering pada lateks tergantung dari beberapa faktor antara lain
jenis klon, umur pohon, waktu penyadapan, musim, suhu udara serta letak
tinggi dari permukaan laut
3. Cup Lump atau populer juga dengan sebutan "Lump Mangkok" adalah
bekuan lateks yang menggumpal secara alami didalam mangkok
pengumpul lateks.
4. Prinsip pengukuran kadar karet kering (KKK) atau DRC adalah
membandingkan berat kering suatu sampel dengan berat basah pada
sampel yang sama.
5. Secara visual Cup Lump berwarna putih dan akan menjadi kuning
kecoklatan seiring bertambahnya umur penyimpanan.
DAFTAR PUSTAKA

Purwanta, H.J. 2008. Teknologi Budidaya Karet. Balai Besar Pengkajian


dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Litbang Pertanian.
Setiawan, D. H dan A. Andoko. 2005. Petunjuk Lengkap Budi Daya
Karet.Agromedia Pustaka, Jakarta.
Kementerian Perindustrian. 2012. Nilai impor barang jadi karet
berdasarkan negara asal. Kementrian Perindustrian, Jakarta.
Didownload dari http://kemenperin.go.id tanggal 06 Februari 2016.
Aritonang. 1986. Kemungkinan pemanfaatan biji karet dalam ramuan
makanan ternak. Jurnal Litbang Pertanian 5 (3): 73.
Nadarajapillat N, Wijewantha RT. 1967. Productivity potential of rubber
seed. RRIC Bulletin 2: 8-16.
Balai Penelitian Sembawa. 2009. Pengelolaan Biji Karet Untuk Bibit.
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol. 31, No. 5.
Sumatera Selatan. Palembang.

Anda mungkin juga menyukai