Anda di halaman 1dari 16

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/328354179

LAPORAN PRAKTIKUM CENDAWAN DALAM PRAKTIK KEMAMPUAN


Saccharomyces cerevisiae DALAM

Technical Report · October 2018

CITATIONS READS

0 1,905

1 author:

Ahmad Arsyadi
Bogor Agricultural University (ID) Ibaraki University (JP)
45 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Ahmad Arsyadi on 18 October 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


LAPORAN PRAKTIKUM CENDAWAN DALAM PRAKTIK

KEMAMPUAN Saccharomyces cerevisiae DALAM


MENGHASILKAN ETANOL DARI BERBAGAI MACAM
LIMBAH KULIT BUAH

KELOMPOK I

AHMAD ARSYADI G351170081


EMEI WIDYASTUTI G351170151
LILIS SETIANI G351170268
SYARIF MAULANA YUSUF G351170011

PROGRAM STUDI MIKROBIOLOGI


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
2

KEMAMPUAN Saccharomyces cerevisiae DALAM MENGHASILKAN


ETANOL DARI BERBAGAI MACAM SUBSTRAT

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Limbah kulit buah terus meningkat seiring dengan tingginya tingkat


konsumsi buah-buahan oleh masyarakat dan industri. Pemanfaatan bagian buah
yang dapat dimakan (daging buah) saja oleh berbagai sektor tersebut
menyebabkan limbah buah seperti kulit buah jeruk, residu nanas, ampas tebu, dan
residu buah lainnya (terutama kulit dan biji) dihasilkan dalam jumlah besar dan
menjadi salah satu penyebab permasalahan lingkungan (Deng et al. 2012).
Menurut FI (2018), kulit dari buah nanas mengandung karbohidrat total
sebesar 12,63 g/100 g, buah semangka 7,55 g/100 g, buah mangga 28,65 g/100 g,
dan buah pir 25,66 g/100 g. Data ini menunjukkan bahwa limbah yang berasal
dari berbagai kulit buah-buahan juga tentunya masih mengandung kadar gula
yang cukup tinggi. Berdasarkan hal tersebut, salah satu cara yang bisa dilakukan
untuk mengatasi permasalahan limbah kulit buah adalah dengan
memanfaatkannya sebagai bahan baku produksi bioetanol.
Bioetanol merupakan sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil
yang menjanjikan karena bahan bakunya yang melimpah dan berkelanjutan,
ramah lingkungan, memiliki efisiensi pembakaran yang tinggi, serta menghasilkan
residu karbondioksida yang sedikit (Salim et al. 2015). Bahan bakar ini dapat
dihasilkan melalui proses fermentasi gula menggunakan agen mikrob tertentu.
Saccharomyces cerevisiae sering digunakan dalam produksi etanol karena
sifatnya yang toleran terhadap varian substrat, suhu, dan konsentrasi etanol yang
tinggi (Balakumar dan Arasaratnam 2012). Oleh karena itu, pada praktikum kali
ini akan dilakukan pengujian terhadap kemampuan S. cerevisiae dalam
menghasilkan etanol dari fermentasi berbagai macam limbah kulit buah.
3

Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan S. cerevisiae


dalam menghasilkan etanol dari fermentasi limbah kulit buah nanas, semangka,
pir, dan mangga.

BAHAN DAN METODE

Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu limbah kulit buah
mangga, semangka, nanas, dan pir, kultur Saccharomyces
cerevisiae, serta sukrosa atau gula pasir.

Alat

Alat yang digunakan adalah gelas piala, kertas saring, kain penyaring,
blender, tabung reaksi dan tabung Durham, Brix refractometer, piknometer,
timbangan digital, pipet mikro 10-100 µL, 200-1000 µL, dan peralatan
mikrobiologi lainnya.

Cara Kerja

Pembuatan Inokulum Saccharomyces cerevisiae


Sebanyak 2-3 lup biakan murni yang berumur 24 jam dimasukkan ke
dalam media yeast malt extract broth (YMB) 10 ml secara aseptis dan diinkubasi
menggunakan inkubator goyang selama 24 jam pada suhu 37oC. Selanjutnya
dilakukan pengukuran absorbansi kultur menggunakan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 600 nm.

Persiapan Substrat
Limbah kulit buah mangga, semangka, nanas, dan pir dicuci dengan air
bersih, dibersihkan bagian kulit luarnya yang keras, dipotong hingga berukuran
kecil (1 cm x 1 cm), dan ditambahkan ± 50 ml akuades. Selanjutnya masing-
4

masing kulit buah di hancurkan menggunakan blender selama ± 1-2 menit hingga
diperoleh bubur kulit buah dan disaring dengan kain saring (katun). Bubur kulit
buah kemudian disaring kembali menggunakan kertas saring Whatman hingga
diperoleh filtrat lalu diukur persentase kadar sukrosa awalnya menggunakan Brix
refractometer. Jika nilainya melebihi 10% maka dilakukan pengenceran terhadap
filtrat dari bubur kulit buah tersebut.

Fermentasi Substrat
Sebanyak 6 ml filtrat dari masing-masing jenis kulit buah dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dengan dilengkapi tabung Durham yang telah ditopang oleh
batang tusuk gigi. Penggunaan tusuk gigi bertujuan untuk menjaga posisi tabung
Durham agar tidak terlalu menempel pada dasar tabung reaksi sehingga gas yang
akan dihasilkan saat fermentasi dapat masuk ke dalam tabung Durham. Filtrat dari
masing-masing jenis kulit buah dimasukkan ke dalam 6 tabung untuk 2 ulangan.
Dua tabung digunakan dalam pengukuran sebelum fermentasi, empat tabung
untuk pengukuran setelah fermentasi dengan ditambahkan inokulum S.
Cerevisiae.
Tabung reaksi yang telah berisi filtrat kemudian disterilisasi pada suhu
121°C selama 15 menit. Setelah dingin, setiap 2 tabung reaksi digabung menjadi
1 sehingga volume akhir menjadi 12 ml per tabung per jenis filtrat. Kemudian
ditambahkan inokulum Saccharomyces cerevisiae sebanyak 100 µl dan dilakukan
fermentasi selama 6 hari pada suhu ruang dalam kondisi anaerob. Kontrol positif
yang digunakan berupa medium 0,5% YMB yang mengandung sukrosa 10%,
sedangkan kontrol negatif hanya berupa medium 0,5% YMB tanpa penambahan
sukrosa.

Pengukuran Kadar Etanol


Substrat cair hasil fermentasi kemudian diamati kekeruhannya,
pembentukan gas pada tabung Durham, diukur persentase kadar sukrosa
menggunakan Brix refractometer, diukur berat jenis larutan menggunakan
piknometer, dan dihitung kadar etanol yang terbentuk.
Pengamatan kekeruhan dilakukan hanya berdasarkan visual yaitu
membandingkan kekeruhan larutan sebelum fermentasi dengan setelah fermentasi.
5

Langkah yang sama juga dilakukan saat pengamatan keberadaan gelembung pada
tabung Durham yang terbentuk akibat proses fermentasi yaitu dengan
membandingkan kondisi tabung Durham pada larutan sebelum dan sesudah
fermentasi.
Persentase penurunan kadar sukrosa diperoleh dengan menghitung selisih
persentase sukrosa awal sebelum fermentasi dengan persentase sukrosa akhir
setelah fermentasi. Pengukuran kadar etanol dilakukan menggunakan piknometer.
Piknometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur nilai massa jenis atau
densitas dari fluida. Prinsip kerja pengukuran masa larutan menggunakan
piknometer yaitu dengan mengukur selisih massa piknometer yang berisi larutan
fermentasi dengan piknometer kosong dan kering menggunakan timbangan
analitik. Saat penimbangan piknometer, harus dipastikan piknometer dalam
keadaan bersih dan kering. Pengisian larutan pun harus mencapai meniskus
cembung sehingga cairan akan mengisi kapiler pada tutup piknometer.
Cara kerja menggunakan piknometer yaitu dengan menimbang massa
piknometer yang kosong dan kering menggunakan timbangan analitik. Hasilnya
dianggap sebagai W1. Kemudian piknometer diisi larutan filtrat substrat kulit
buah sebelum penambahan S. cerevisiae, lalu ditutup. Piknometer dan larutan
filtrat substrat ditimbang, berat yang didapat adalah W2. Berat larutan filtrat
substrat (W) dihitung dengan cara W2-W1. Berat jenis filtrat substrat adalah W
per volume piknometer (10 ml). Piknometer kering diisi dengan larutan hasil
fermentasi, permukaan luar piknometer dikeringkan dan lalu ditimbang. Hasil
yang didapat adalah W3. Berat larutan hasil fermentasi adalah W3-W1=L. Berat
jenis larutan tersebut adalah L per volume piknometer (10 ml).
Selanjutnya dilakukan perhitungan persentase etanol per berat (%ABW)
dengan cara menghitung selisih penurunan dari berat jenis larutan filtrat sebelum
fermentasi (OG) dengan berat jenis larutan etanol hasil fermentasi (FG) dikalikan
faktor pengkali 105. Persentase etanol per volume (%ABV) adalah %ABW
dikalikan 1,25.
Rumus perhitungan kadar etanol berdasarkan Avicor (2015) adalah
sebagai berikut :
Persentase etanol per berat (%ABW) = (OG – FG) x f1
6

Persentase etanol per volume (%ABV) = (%ABW) x f2


OG = berat jenis normal sebelum fermentasi
FG = berat jenis setelah fermentasi
f1 = faktor pengkali 105
f2 = faktor pengkali 1,25

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji kemampuan Sacharomyces cerevisiae dalam memfermentasikan etanol


pada praktikum kali ini didasarkan atas tiga parameter. Parameter pertama adalah
dari hasil pengamatan visual terhadap kekeruhan substrat dan pembentukan
gelembung gas CO2 di dalam tabung hasil fermentasi. Secara umum, semua
substrat kulit buah yang digunakan untuk produksi etanol berubah menjadi lebih
keruh dibandingkan kondisi awal sebelum fermentasi. Begitu juga dengan
terbentuknya gelembung gas CO2 di dalam tabung Durham (Lampiran 1).
Menurut Purawisastra et al. (1999) kekeruhan pada medium fermentasi
terjadi akibat adanya perkembangbiakan mikrob sehingga jumlah selnya semakin
meningkat. Adapun terbentuknya gas karbondioksida merupakan ciri terjadinya
fermentasi etanol yang umumnya dihasilkan setelah 6 jam masa inkubasi (Shah et
al. 2012). Kedua hasil ini mengindikasikan adanya aktivitas fermentasi etanol
oleh S. cerevisiae di dalam berbagai substrat limbah kulit buah. Reaksi fermentasi
etanol secara singkat ditunjukkan oleh Gambar 1.

Gambar 1. Persamaan umum reaksi fermentasi etanol (Gabriel 2016)


Parameter yang kedua adalah terjadinya penurunan persentase kadar gula
sukrosa di berbagai substrat yang diukur menggunakan alat Brix refractometer
7

(Gambar 2). Alat ini umumnya digunakan untuk mengukur konsentrasi gula
sukrosa terlarut di dalam sebuah larutan seperti jus, minuman berenergi, madu,
jelli, dan filtrat buah-buahan. Namun, alat ini juga dapat digunakan untuk
mengukur kadar immunoglobulin, garam, asam amino, dan zat terlarut lainnya.
Keunggulan dari Brix refractometer adalah murah, readily available, tidak mudah
pecah, sedikit sensitif terhadap suhu, musim, dan faktor lainnya (Quigley et al.
2013).

4,5
4 3,85
3,5
3
2,5
2 1,8 1,8
Penurunan nilai
1,5
1 0,95 Persentase Brix
1
0,5
-0,2
0
-0,5

Gambar 2. Penurunan nilai persentase Brix dari beberapa substrat kulit buah
Hasil di atas menunjukkan bahwa penurunan nilai persentase kadar
sukrosa tertinggi terjadi pada substrat kulit pir dan nanas yaitu sebesar 1,8%. Hal
ini mengindikasikan tingginya laju fermentasi etanol pada kedua substrat.
Menurut Amos (2018) S. cerevisiae merupakan khamir glukofilik, sehingga saat
fermentasi berlangsung glukosa yang terdapat di dalam substrat akan terlebih
dahulu digunakan dibandingkan gula lainnya. Namun, khamir ini juga dapat
menfermentasikan gula fruktosa, maltosa, sukrosa, dan maltotriosa (Walker dan
Stewart 2016). Oleh karena itu, sukrosa yang terkandung dalam setiap substrat
akan dikonversikan terlebih dahulu oleh S. cerevisiae menggunakan enzim
invertase ekstraseluler menjadi fruktosa dan glukosa. Fruktosa selanjutnya diubah
menjadi glukosa menggunakan enzim fosfoglukoisomerase untuk kemudian
digunakan dalam menghasilkan etanol (Gabriel 2016).
Nilai penurunan persentase Brix kedua substrat di atas ternyata masih
lebih rendah dibandingkan kontrol (+) yang menggunakan media YMB dengan
8

penambahan 10% sukrosa. Hal ini disebabkan oleh lebih tersedianya nutrisi
seperti nitrogen dan vitamin pada substrat kontrol (+) akibat penambahan yeast
malt extract sehingga pertumbuhan S. cerevisiae menjadi lebih cepat
dibandingkan pada substrat limbah kulit buah. Faktor lain yang dapat
mempengaruhi laju fermentasi adalah perbedaan pH, konsentrasi substrat, suhu,
media kultur, O2 terlarut, imobilisasi, inhibitor, dan mikronutrien lainnya.
(Fakkrudin et al. 2012; Lin et al. 2012).
Data pada Gambar 2 juga menunjukkan terjadinya kenaikan persentase
Brix pada kontrol (-) yang menyebabkan penurunan nilai persentase Brix menjadi
negatif. Hal ini dimungkinkan oleh adanya aktivitas S. cerevisiae dalam memecah
glikogen atau trehalosa di dalam sel menjadi glukosa yang kemudian dikeluarkan
secara ekstraseluler. Khamir ini juga dapat menghasilkan trehalosa ekstraseluler
langsung saat berada pada laju pertumbuhan minimum (Suarez-Mendez 2016).
Kedua jenis gula ini di dalam substrat kontrol (-) kemudian terdeteksi oleh Brix
refractometer.
Parameter yang ketiga adalah terbentuknya etanol di setiap substrat limbah
kulit buah (Gambar 3) yang diukur menggunakan metode Avicor et al. (2015)
dengan bantuan piknometer yaitu alat untuk mengukur nilai massa jenis atau
densitas dari fluida (Rahmana et al. 2016). Prinsip dalam metode ini yaitu
memperoleh nilai persentase etanol per berat (%ABW) dan persentase etanol per
volume (%ABV) dari penurunan berat jenis larutan setiap substrat. Massa jenis
etanol yaitu 0,78 g/cm3 sedangkan massa jenis sukrosa adalah sebesar 1,59 g/cm3.
Berdasarkan data tersebut, dengan berkurangnya berat jenis larutan substrat saat
setelah fermentasi dilakukan dapat menunjukkan adanya konversi sukrosa
menjadi etanol.
Data penurunan berat jenis dari setiap larutan kemudian digunakan untuk
menghitung kadar etanol yang terbentuk (Lampiran 2). Umumnya kadar etanol
suatu larutan dinyatakan dalam persentase etanol per berat (%ABW) atau
persentase etanol per volume (%ABV). ABW merupakan kandungan atau
persentase etanol dari total berat jenis suatu larutan, sedangkan ABV adalah
standar ukuran untuk menyatakan kadar etanol dari sampel volume suatu larutan
(dalam praktikum ini digunakan sampel substrat sebanyak 10 mL) (Walen 2014).
9

ABV lebih sering digunakan dalam menyatakan kadar alkohol pada suatu
minuman fermentasi.
12 11,353125

10 9,0825

6
3,084375 Persentase ABW
4 2,953125 2,4675
2,3625 1,771875 Persentase ABV
0,853125
2 1,4175
0,6825
0 0
0

Gambar 3. Presentase kandungan etanol sebelum dan sesudah terjadi fermentasi


dari beberapa substrat
Data pada Gambar 3 di atas menunjukkan bahwa kadar etanol tertinggi
dihasilkan pada substrat limbah kulit buah semangka yaitu sebesar 3,08% ABV.
Artinya, dalam 10 mL substrat limbah kulit semangka hasil fermentasi
mengandung 3,08% etanol. Namun, kadar etanol tersebut masih rendah jika
dibandingkan dengan kadar etanol yang terbentuk pada substrat kontrol (+). Hal
ini tentunya juga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mempengaruhi reaksi
ferementasi seperti perbedaan kandungan nutrisi, pH, konsentrasi substrat, suhu,
media kultur, O2 terlarut, imobilisasi, inhibitor, dan mikronutrien lainnya.
(Fakkrudin et al. 2012; Lin et al. 2012).
Menurut Shah et al. (2012) semakin tinggi laju konsumsi gula pada
substrat oleh S. cerevisiae maka laju produksi gas CO2 dan etanol juga akan
semakin tinggi (korelasi ketiganya dapat dilihat pada Gambar 1). Hal ini sesuai
dengan data keseluruhan yang diperoleh yaitu terlihat pada substrat limbah kulit
mangga mengalami penurunan nilai persentase kadar sukrosa terendah yaitu
0,95% dan ternyata juga menghasilkan kadar etanol terendah sebesar 0,85% ABV.
Namun, jika dilihat pada hasil fermentasi substrat kulit nanas, penurunan nilai
persentase kadar sukrosanya yang tinggi tidak diikuti dengan peningkatan
produksi etanol dibandingkan substrat limbah kulit buah pir yaitu 1,77 berbanding
10

2,95% ABV. Variasi hasil yang diperoleh tersebut dapat terjadi akibat adanya
perbedaan jenis serta kadar gula yang terdapat di setiap substrat.
Ajila et al. (2007) menyatakan bahwa kandungan gula yang terdapat
didalam kulit mangga (Mangifera indica) sebesar 7% sampai dengan 12%. dari
total sampel berat kering kulit mangga. Al-Sayed dan Ahmed (2013)
mengemukakan tentang kandungan karbohidrat yang terdapat didalam kulit buah
semangka yaitu 7% dari berat kulit keseluruhan dalam satu buah semangka. Roha
et al. (2013) melakukan penelitian mengenai kandungan gula yang diukur
menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dan ditemukan
kandungan fruktosa pada kulit buah nanas yaitu 2,04% dan kandungan glukosa
pada kulit buah nanas yaitu 2,18%. Kandungan gula yang terdapat didalam kulit
buar pir menurut El-Said et al. (2011) antara lain sukrosa (2,85%), asam
galakturonat (2,23%), stakiosa (1,81%), mannitol (1,48%), sorbitol (0,71%),
arabinosa (0,05%).
Beragamnya jenis gula yang dikandung oleh setiap substrat limbah kulit
buah di atas menyebabkan laju fermentasi etanol oleh S. cerevisiae pun berbeda-
beda. Semakin sederhana gula yang tersedia (monosakarida) maka akan semakin
mempercepat laju fermentasi karena dapat digunakan secara langsung dalam
produksi etanol (Gabriel 2016). Selain itu, berbagai perbedaan kondisi substrat,
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, juga dimungkinkan menjadi penyebab
perbedaan tersebut. Namun secara umum, dari hasil ketiga parameter yang
diperoleh mengindikasikan bahwa berbagai limbah kulit buah dapat dijadikan
sebagai substrat dalam memproduksi etanol oleh khamir S. cerevisiae.

KESIMPULAN

Hasil praktikum menunjukkan bahwa kemampuan S. cerevisiae dalam


menghasilkan etanol dari fermentasi limbah kulit buah nanas, semangka, pir, dan
mangga adalah berbeda akibat adanya perbedaan kandungan sumber karbon, pH,
konsentrasi substrat, suhu, media kultur, O2 terlarut, imobilisasi, inhibitor, serta
mikronutrien lainnya. Produksi etanol tertinggi diperoleh menggunakan substrat
limbah kulit semangka yaitu sebesar 3,08% ABV.
11

DAFTAR PUSTAKA

Ajila, CM, Bhat SG, Prasada Rao, UJS. 2007. Valuable components of raw and
ripe peels from two Indian mango varieties. Food Chem. 102:1006–1011.
Al-Sayed HM, .Ahmed AR. 2013. Utilization of watermelon rinds and sharlyn
melon peels as a natural source of dietary fiber and antioxidants in cake.
Annals of Agricultural Sciences. 58(1):83-95.
Amos J. 2018. The fermentation of fructose in winemaking. Lallemand. 23-26.
Avicor MN, Saalia FK, Djameh C, Sinayobye E, Mensah-Brown H, Essilfie G.
2015. The fermentation characteristics of single and mixed yeast cultures
during pito wort fermentation. IFRJ. 22(1):102-109.
Balakumar S, Arasaratnam V. 2012. Osmo-, thermo-, and etanol-tolerances of
Saccharomyces cerevisiae S1. Brazil J Microbiol. 2012:157-166.
Deng GF, Shen C, Roong X, Kuag RD, Guo YJ, Shen C, Lin X, Xie JF. Xia EQ,
Li S, Wu S, Chen F, Ling WH dan Li HB. 2012. Potential of fruit wastes
as natural resources of bioactive compounds. Int J Mol Sci.13(7):8308.
El-Said NM, Nagib AI, Rahman ZA, Deraz FS. 2011. Prickly pear [Opuntia ficus-
indica (L.) Mill] peels: chemical composition, nutritional value and
protective effects on liver and kidney functions and cholesterol in rats.
Functional Plant Science and Biotechnology. 5(1):30-35.
Fakkruddin, Quayum A, Ahmed MM dan Choudhury N. 2012. Analysis of
key factors affecting etanol production by Saccharomyces
cerevisiae IFST-072011. Biotechnology. 11(4):248-252.
[FI] Fatsecret Indonesia. 2018. Informasi Gizi. https://www.fatsecret.co.id.
Diakses 21 Mei 2018.
Gabriel L. 2016. The effect of sucrose concentration on the percentage change in
CO2 during ethanol (yeast) fermentation. Extend Essay. 2-16.
Lin Y, Zhang W, Li C, Sakakibara K, Tanaka S, Kong H. 2012. Factor affecting
ethanol fermentation using Saccharomyces cerevisiae BY4742. Biomass
Bioenergy. 47(2012):395-401.
Purawisastra S, Affandi E, Pasaribu LR. 1999. Fermentasi substrat terendam
ampas kelapa untuk pembuatan mannosa. PGM. 22:29-36.
Quigley JD, Lago A, Chapman C, Erickson P, Polo J. 2013. Evaluation of Brix
refractometer to estimate immunoglobulin G concentration in bovine
colostrum. American Dairy Sci Associat. 96:1148-1155.
Rahmana SF, Nurhatika S, Muhibuddin A. 2016. Uji potensi fermentasi etanol
beberapa yeast yang diisolasi dari daerah Malang, Jawa Timur dengan
metode SDN (soil drive nutrient). Jurnal Sains dan Seni ITS, 5(2): 2337-
3520.
Roha S, Abdullah N, Samicho Z, Nadzirah KZ. 2013. Determination of sugar
content in pineapple waste variety N36. Internat Food Res J. 20(4):1941-
1943.
Salim T, Ratnawati L, Agustina W, Sriharti. 2015. Bioetanol production from
glucose by thermophilic microbes from Clater hot springs. Proced Chem.
16(2015):503-510.
Shah AK, Shah SFA, Pirzada AH, Abbasi ZA. 2012. Enhanced recovery of CO 2
from fermentation process of ethanol. EESD 2012. 22-29.
12

Suarez-Mendez CA, Hanemaaijer M, Pierick A, Wolters JC, Heijnen JJ, Wahl


SA. 2016. Interaction of storage carbohydrates and other cyclic fluxes with
central metabolism: a quantitative approach by non-stationary 13C
metabolic flux analysis. Metab Eng Commun. 3:52-63.
Walen G. 2014. Florida Breweries. Mechanicsburg (US): Stackpole Books. hlm
186
Walker GM, Stewart GG. Saccharomyces cerevisiae in the production of
fermented beverages. Beverages. 2(30):1-12.
13

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil positif terjadinya reaksi fermentasi etanol pada berbagai


substrat limbah kulit buah

Gambar 1. Sampel buah mangga

Gambar 2. Sampel buah semangka

Gambar 3. Sampel buah nanas


14

Gambar 4. Sampel buah pear

Gambar 5. Kontrol negatif

Gambar 6. Kontrol positif


15

Gambar 7. Sampel buah keseluruhan

Lampiran 2. Contoh perhitungan nilai persentase ABW dan ABV (limbah kulit
buah pir)

Berat jenis awal = (26,7-15,97)/10 = 1,07 g/mL

Berat jenis akhir = (25,3-14,8)/10 = 1,05 g/mL


Persentase etanol per berat (%ABW) = (1,07 – 1,05) x 105 = 2,3%
Persentase etanol per volume (%ABV) = (2,3) x 1,25 = 2,9%

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai