Anda di halaman 1dari 7

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UBI NAGARA

(Ipomoea batatas) DAN KULIT UDANG WINDU (Penaeus monodon) SEBAGAI


BAHAN BAKU PEMBUATAN PLASTIK BIODEGRADABLE
Roby Kurniawan1, Dovan Tri Saputro1, Iryanti Fatyasari Nata1*
Program Studi Teknik Kimia, Universitas Lambung Mangkurat
Jl. A. Yani Km. 36, Banjarbaru, Kalimantan Selatan 70714
Email: ifnata@unlam.ac.id

Abstrak-Biodegradable plastic dikenal juga sebagai bioplastik yang dapat digunakan seperti plastik
konvensional, kelebihan bioplastik dapat terurai oleh aktivitas mikroorganisme. Kualitas bioplastik ini
dapat dimodifikasi dengan bahan baku dari biomassa. Pemanfaatan kulit udang windu (Paneaus
monodon) sebagai kitosan dan kulit ubi Nagara (Ipomea batatas l) digunakan sebagai bahan baku
bioplastik. Penelitian ini bertujuan menentukan kondisi optimum berdasarkan variasi konsentrasi kitosan
terhadap pati kulit ubi Nagara (w/v) (1:1 ; 1:2 ; 1:3 ; 2:1 ; 2:2 ; 2:3 ; 3:1 ; 3:2 ; 3:3) , penambahan
gliserol 12%, 20% dan 28% (v/v) serta pengujian terhadap sifat mekanik dari bioplastik yang dihasilkan.
Kitosan yang didapat dilarutkan dalam 1% asam asetat, selanjutnya ditambahkan pati sesuai dengan
variabel yang ditentukan. Larutan didiamkan selama 24 jam selanjutnya dicetak dan dikeringkan dalam
oven selama 26 jam pada suhu 80 oC, selanjutnya diperoleh bioplastik. Hasil percobaan memberikan
nilai yang optimum pada variasi 2:1 dengan 12% gliserol yang ditunjukkan nilai break elongation
adalah 110,98%, max force 0,53 kgf, maximum stress 7,5 Mpa dan maximum energy 15,19 N/cm. Untuk
uji bakteri terhadap E.coli memberikan uji positif bahwa bioplastik yang dihasilkan dapat menghambat
pertumbuhan bakteri.

Kata Kunci : kitosan, pati tepung, plastik biodegradable, bioplastik, ubi Nagara

Abstract-Biodegradable plastic is also known as bioplastic that can be used like conventional plastics,
bioplastics excess can be decomposed by microorganisms activity. The quality of these bioplastics can be
modified with raw materials from biomass. Utilization of black tiger shrimp shell (Paneaus monodon) as
chitosan and potato skins Nagara (Ipomea batatas l) is used as raw material for bioplastics. This study
aims to determine the optimal conditions by varying concentrations of chitosan to starch skin potato
Nagara (w / v) (1: 1, 1: 2, 1: 3; 2: 1; 2: 2; 2: 3; 3: 1; 3 : 2 ; 3: 3), the addition of glycerol 12%, 20% and
28% (v / v) and the testing of mechanical properties of bioplastics produced. Chitosan is obtained
dissolved in 1% acetic acid, then added starch in accordance with the specified variable. The solution
was allowed to stand for 24 hours subsequent printed and dried in an oven for 26 hours at a temperature
of 80 oC, then obtained bioplastics. The experimental results provide the optimum value on the variation
of 2: 1 with 12% glycerol indicated value is 110.98% break elongation, max force of 0.53 kgf, maximum
stress and maximum energy of 7.5 MPa 15.19 N / cm. To test the E. coli bacteria to give a positive test
that bioplastics produced to inhibit bacterial growth.
Keywords: chitosan, starch, biodegradable plastics, bioplastics, potato Nagara
PENDAHULUAN
Sampah plastik menjadi masalah lingkungan
berskala global sampai saat ini. Plastik banyak
dipakai dalam kehidupan sehari-hari, karena
mempunyai keunggulan-keunggulan seperti kuat,
ringan, ekonomis dan stabil. Namun plastik yang
beredar di pasaran saat ini adalah salah satu jenis
polimer sintetik yang terbuat dari minyak bumi
yang sulit untuk diuraikan oleh alam. Akibatnya,
apabila semakin banyak yang menggunakan
plastik, maka akan semakin meningkat pula

pencemaran lingkungan seperti pencemaran tanah.


Oleh karena itu, kami memerlukan solusi untuk
mengatasi masalah lingkungan ini, salah satunya
yaitu mengembangkan bahan plastik biodegadable
(bioplastik) yang berarti plastik dapat diuraikan
kembali oleh mikroorganisme secara alami
menjadi senyawa yang ramah lingkungan.
Pengembangan bahan plastik biodegadable
menggunakan bahan alam, dalam penelitian ini
menggunakan limbah dari kulit Ubi Nagara
(Ipomoea batatas), Ubi Nagara sendiri adalah ubi

raksasa khas Kalimantan Selatan yang akan


dirubah menjadi pati Ubi Nagara, dan limbah kulit
Udang Windu (Penaeus monodon)untuk dijadikan
pati kitosan.
MOTODELOGI PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah gelas beker, neraca analitik, gelas ukur,
pipet, magnetic stirrer, hot plate, oven, desikator,
kertas saring, dan blender. Bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Udang
Winduyang didapat dari Batulicin Kotabaru, Ubi
Nagara yang didapat dari pasar Kecamatan Daha
Utara Kabupaten Hulu Sungai Selatan, gliserol
(C3H8O3), natrium hidroksida (NaOH), asam
klorida (HCl), asam asetat glasial (CH3COOH) dan
akuades.
Pembuatan Kitosan dari Kulit udang Windu
Pengolahan limbah udang windu menjadi
kitosan tahapan awal kulit udang terlebih dahulu
harus sudah dilepaskan dari daging udang,
kemudian kulit udang tersebut dicuci hingga
bersih. Selanjutnya menimbang berat bersih kulit
udang. Lalu kulit udang dihaluskan dengan blender
hingga seukuran 250 mikron. Kulit udang
kemudian direndam dengan larutan HCl 0,1 M
selama 2 jam. Proses ini disebut demineralisasi
bertujuan untuk menghilangkan mineral-mineral
yang masih terkandung dalam kulit udang. Reaksi
yang terjadi pada tahap demineralisasi ini yaitu
CaCO3 + 2HCl CaCl2 + H2O + CO2. Pencucian
dengan aquadest dan dengan magnetic stirrer
hingga pH 7. Sampel kulit udang tersebut
kemudian dipanaskan pada suhu 80 oC selama 48
jam dengan oven, hasil yang didapat berupa kitin.
Kemudian direndam dengan NaOH 0,1 M selama
2 jam. Selanjutnya dicuci dengan aquadest dan
magnetic stirrer hingga pH mencapai 7. Terakhir,
dipanaskan pada suhu 80 oC selama 48 jam secara
kontiyu didalam oven, maka dari hasil pemanasan
tersebut didapatlah hasil akhir berupa kitosan.
Pembuatan Pati dari Ubi Nagara
Pembuatan tepung tapioka dari limbah ubi
Nagara diawali dengan Kulit Ubi Nagara terlebih
dahulu dipisahkan dengan daging buahnya, setelah
itu dicuci hingga bersih. Kemudian menimbang
berat bersih kulit ubi. Kulit ubi selanjutnya
dihaluskan dan dicampur dengan aquadest
sehingga didapatkan bubur kulit ubi. Kemudian
disaring, filtrat dan air bubur kulit ubi terpisah.
Proses ini diulangi sebanyak tiga kali bertujuan
memaksimalkan pati yang akan didapatkan. Air
dari bubur kulit ini disebut dengan pati ubi. Pati
tersebut didiamkan hingga cairan pati tersebut
terpisah antara endapan pati dan air, lalu ambil

endapan pati tersebut yang berada dibagian bawah.


Selanjutnya
endapan
pati
tersebut
dikeringkan/dipanaskan dengan oven pada suhu 60
o
C hingga benar-benar kering. Kemudian pati ubi
dihaluskan kembali dan pati ubi kering tersebut
diayak sehingga didapatkan hasil akhir berupa
tepung tapioka dengan ukuran receiver ( 250
mikron).
Pembuatan Edible Film
Proses polimerisasi campuran diawali
melarutkan kitosan dan tepung tapioka dengan
larutan asam asetat 1% (1 mL) ke dalam aquadest
99% (99 mL). Kemudian dilakukan pengadukan
selama 30 menit dengan menggunakan hot plate
dan magnetic stirrer dengan suhu 60 C dan
kecepatan 700 rpm. Campuran pati dan kitosan
tersebut kemudian ditambahkan dengan gliserol
12% (3 mL). Dilakukan pengadukan selama 60
menit setelah itu didiamkan selama 24 jam agar
gelembung-gelembung udara yang terdapat
didalamnya hilang, setelah itu larutan dicetak
dalam cetakan. Kemudian larutan bioplastik
dibiarkan kering selama 3 hari dengan udara
bebas, sebelum dimasukkan dalam oven. Untuk
melepaskan
larutan
bioplastik dari cetakan
dilakukan dengan cara memasukkan NaOH 4% ke
dalam cetakan tunggu sampai 30 menit.
Selanjutnya dipanaskan dengan suhu 50oC dalam
oven dan didinginkan pada suhu kamar. Langkah
berikutnya dari kesembilan buah sampel tersebut
diambil sampel terbaik untuk divariasikan
komposisinya terhadap gliserol 20% (5 mL), dan
28% (7 mL).
Karakterisasi
Metode analisis meliputi pengujian pengujian
kuat tarik dan retak lentur menggunakan
menggunakan alat Strograph VG 10-E Toyo Seiki
dan Scanning Electron Microscopy (SEM,JEOL
JSM 6500 LV).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengolahan Limbah Udang Windu Menjadi
Kitosan
Proses yang digunakan dalam pengolahan
limbah udang windu yakni kulit udang adalah
proses demineralisasi menggunakan HCl 0,1 N
yang bertujuan menghilangkan mineral-mineral
yang terkandung dalam kulit udang. Udang windu
seberat 6 kg mengandung kulit udang seberat 550
g. Hasil akhir berupa kitosan didapatkan dengan
warna putih dengan berat 97,46 g. Dengan kata
lain dapat dihasilkan 17,7% kitosan dari limbah
kulit udang windu. Suatu molekul dikatakan kitin
bila mempunyai derajat deasetilasi sampai 10%
dan kandungan nitrogennya lebih besar dari 7%.
Kitosan bila nitrogen yang terkandung pada

molekulnya lebih besar dari 7% berat dan derajat


deasetilasinya (Muzzarelli 1985).
Pengolahan Tepung Tapioka dari Limbah Kulit
Ubi Nagara
Perubahan yang didapat setelah proses
pengendapan ektraksi tepung tapioka adalah warna
pati menjadi putih yang sebelumnya berwarna
coklat muda, hal ini dikarenakan pembilasan pada
pati ubi Nagara yang menghilangkan zat pengotor
dari pati. Pengeringan pati tepung dilakukan dapat
memenuhi spesifikasi tepung tapioka, setelah
proses pengovenan terjadi penggumpalan pada pati
tersebut sehingga dilakukan pengayakan sampai
ukuran pati 250 mikron. Komponen penyusun
tepung tapioka adalah 86,9% pati, 0,19% protein,
0,2 % lemak, 18,29 % air, dan 0,3 % Kalori (Utami
2014).
Karakterisasi Produk Plastik Biodegradable
Plastik biodegradable yang dihasilkan
membentuk
lembaran
dengan
perbedaan
komposisi
kitosan
dan
pati
dalam
pembentukannya. Hasilnya
semakin besar
konsentrasi pati maka plastik biodegradable yang
dihasilkan warna sampel semakin kuning
sedangkan konsentrasi pati yang lebih sedikit
memberikan warna yang lebih transparan atau
bening, hal ini disebabkan kandungan pati yang
besar mempengaruhi dari produk yang dihasilkan.
Pengaruh penambahan konsentrasi kitosan sampel
semakin tebal, sebaliknya pada konsentrasi kitosan
yang lebih kecil sampel terlihat semakin tipis.
Berdasarkan hasil uji SEM pada perbesaran 1.000
kali yang bertujuan untuk mengamati struktur
morfologi dengan perbedaan konsentrasi pati yang
dapat dilihat pada Gambar 1.
a

Gambar 1 SEM images dari sampel dengan komposisi


kitosan 1% dan 0,25 g pati (a) sampel komposisi kitosan
2% dan 0,25 g pati (b) sampel komposisi kitosan 3% dan

0,25 g pati (c) dengan masing-masing perbesaran 1.000


kali.

Sampel dengan komposisi kitosan 1% dan 0,25 g


pati cenderung permukaan plastik halus dan
pencampuran bahan penyusun sudah homogen.
Sedangkan pada sampel dengan komposisi kitosan
2% dan 0,25 g pati terlihat pencampuran kitosan
pada sampel plastik tersebut sedikit kurang merata.
Adapun pada sampel dengan komposisi kitosan
3% dan 0,25 g pati nampak cukup jelas kandungan
kitosan kurang bercampur dengan sempurna,
karena terbatasnya kemampuan asam asetat glasial
untuk melarutkan kitosan.
Ketebalan Sampel
Pengukuran ketebalan plastik biodegadable
ini menggunakan alat berupa jangka sorong.
Berikut pengaruh konsentrasi kitosan, pati, dan
gliserol yang divariasikan sebelumnya menjadi
sampel 1 hingga 9 terhadap ketebalan sampel
dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Ketebalan Sampel Plastik Bioderadable

Gambar 2 menunjukkan konsentrasi kitosan,


pati, dan gliserol mempengaruhi ketebalan sampel.
Pada sampel 1 (1% kitosan, 1% pati, dan 3 mL
gliserol), lalu sampel 4 (2% kitosan, 1 % pati, dan
3 mL gliserol), dan sampel 7 (3% kitosan, 1% pati,
dan 3 mL gliserol) dengan ketebalan berturut-turut
0,2 mm ; 0,4 mm ; dan 0,45 mm, menunjukkan
bahwa semakin banyak konsentrasi kitosan yang
terdapat pada sampel maka semakin tebal sampel
bioplastik yang terbentuk. Hal ini disebabkan
kandungan kitosan yang tidak larut secara
sempurna yang dibuktikan dengan pengujian SEM.
Sedangkan semakin sedikit konsentrasi pati yang
terdapat pada sampel maka semakin tipis pula
sampel bioplastik yang didapat, sampel 1 (1%
kitosan, 1% pati, dan 3 mL gliserol), lalu sampel 2
(1% kitosan, 2% pati, dan 3 mL gliserol), dan
sampel 3 (1% kitosan, 3% pati, dan 3 mL gliserol).
Pengujian Tarik

Uji tarik dilakukan mengetahui ketahanan


atau kekuatan sampel plastik biodegadable dapat
dilihat pada Gambar 3

gliserol 3 mL sebagai sampel terbaik dengan nilai


elongation 110,98%.

Gambar 3 Hasil Uji Kuat Tarik pada Sampel Plastik


Biodegadable

Gambar 4 Kekuatan Retak Lentur pada Sampel Plastik


Biodegadable

Gambar 3 menunjukkan, kekuatan tarik


berbanding terbalik dengan ketebalan sampel Pengaruh Penambahan Gliserol terhadap
plastik biodegadable yang dihasilkan. Kekuatan Kualitas Plastik Biodegradable
tarik menurun dengan meningkatnya ketebalan
Dari variasi sembilan sampel yang dilakukan
plastik biodegadable, dapat dilihat pada sampel 1 diatas, sampel 4 dengan komposisi kitosan 2%;
dengan ketebalan 0,2 mm, lalu sampel 2 dengan 0,25 g pati dan 3 mL gliserol merupakan sampel
ketebalan 0,4 mm, dan sampel 3 dengan ketebalan terbaik. Berdasarkan hasil pengujian tersebut untuk
0,45 yang menyatakan terjadinya penurunan mengetahui pengaruh gliserol dilakukan uji
kekuatan tarik dengan nilai berturt-turut 2,80 terhadap sampel dilakukan variasi pada
MPa ; 2,10 MPa; dan 1,10 MPa. Kekuatan tarik penambahan gliserol sebanyak 5 mL dan 7 mL
menurun
dikarenakan
reduksi
interaksi sebagai kontrol pada sampel dilakukan pula
intermolekuler sehingga matriks sampel yang pembuatan
plastik
biodegradable
tanpa
terbentuk akan semakin sedikit. Reduksi interaksi penambahan pati. Tabel 1 adalah deskripsi dari
intermolekuler
terjadi
disebabkan
oleh variasi gliserol serta sampel tanpa penambahan
penambahan gliserol, molekul plastilizer akan pati.
mengganggu konstruksi pati yang telah tersusun,
lalu menurunkan interaksi intermolekul dan Tabel 1 Variasi Komposisi Penambahan Gliserol
meningkatkan mobilitas polimer (Rodrigues
Komposisi Penyusun
2006). Kesimpulan yang didapat pada pengujian Sampe
l
ini adalah sampel dengan komposisi kitosan 2%;
10
kitosan 2% + gliserol 3 mL
pati 0,25 g dan gliserol 3 mL serta ketebalan 0,4
11
kitosan 2% + 0,25 g tepung tapioka +
mm sebagai sampel plastik biodegadable dengan
gliserol 5 mL
nilai kekuatan tarik tertinggi yaitu 7,50 MPa.
12
kitosan 2% + 0,25 g tepung tapioka +
Retak Lentur
gliserol 7 mL
Pengujian retak lentur untuk mengetahui
ketahanan retak (resistance of cracking) dan untuk Adapun pengaruh penambahan variasi gliserol
mengetahui ketahanan lentur (flexing endurance) terhadap sampel serta sampel tanpa penambahan
pada sampel plastik biodegadable. Berikut adalah pati dapat dilihat pada Gambar 5. Pada Gambar 5
hasil pengujian retak lentur yang dapat dilihat pada dapat disimpulkan bahwa semakin banyak
Gambar 4. Pada Gambar 4 dapat disimpulkan kandungan gliserol maka semakin tebal pula
bahwa semakin banyak komposisi pati yang sampel bioplastik yang diperoleh. Pada sampel 10
terkandung dalam sampel maka ketahanan retak dengan komposisi kitosan 2% dan 3 mL gliserol
lenturnya cenderung semakin rendah. Sebaliknya, yang tidak mengandung pati nilai ketebalannya
semakin sedikit komposisi pati maka ketahanan 0,25 mm yang merupakan sampel yang paling
retak lenturnya semakin kuat. Kesimpulan yang tipis, sedangkan sampel 12 merupakan sampel
diperoleh dari pengujian ini adalah sampel 4 dengan ukuran paling tebal yaitu 0,5 mm.
dengan komposisi kitosan 2%, pati 0,25 g, dan

Hasil pengujian kuat tarik pada variasi


penambahan gliserol serta sampel yang tidak
mengandung pati dapat diamati pada Gambar 6

10

11

12

Gambar 7 Hubungan retak lentur terhadap sampel dari


hasil variasi

10

11

12

Gambar 5 Hubungan ketebalan terhadap sampel dari


hasil variasi

Hasil dari pengujian retak lentur berdasarkan


variasi penambahan gliserol serta sampel yang
tidak mengandung pati dapat dilihat pada Gambar
7. Hubungan antara penambahan gliserol pada
pengujian retak lentur yaitu semakin banyak
kandungan gliserol maka semakin rendah kekuatan
terak lenturnya, demikian pula sebaliknya.
Sedangkan pada sampel tanpa penambahan pati
cenderung cukup kuat terhadap persen retak
lentur.Kesimpulan dari pengujian ini adalah
didapatkan sampel terbaik dengan nilai Elongation
110,98% yaitu sampel 4 dengan komposisi kitosan
2%; 0,25 g pati dan 3 mL gliserol. Berdasarkan
hasil uji mekanik, kesimpulannya adalah sampel 4
tetap merupakan sampel terbaik dibandingkan
variasi penambahan gliserol pada sampel 10, 11,
dan 12.
Uji Biodegradasi
Untuk mengetahui kecepatan penguraian
plastik biodegadable di tanah dilakukan uji
biodegradasi. Semakin cepat plastik biodegadable
diuraikan oleh tanah maka plastik biodegadable
dapat dikatakan semakin baik. Berikut hasil
pengujian biodegradasi pada sampel 4 dengan
komposisi kitosan 2%; 0,25 g pati dan 3 mL
gliserol pada Gambar 8

10

11

12

Gambar 6 Hubungan kuat tarik terhadap sampel dari


hasil variasi

Gambar 6 menunjukkan bahwa penambahan


komposisi gliserol mempengaruhi kuat tarik
sampel.Semakin banyak komposisi gliserol yang
terkandung maka kuat tarik semakin melemah,
sebaliknya semakin sedikit komposisi gliserol
yang terkandung maka kuat tarik semakin tinggi.
Pada data tersebut dapat disimpulkan bahwa
sampel 4 dengan komposisi kitosan 2%; 0,25 g
pati dan 3 mL gliserol sebagai sampel terbaik
dengan nilai kuat tarik 7,50 MPa.

a)
.

b)
.

c)
.

d)
.

Gambar 8 Karakteristik sampel 4 pada minggu ke-0 (a)


sampel 4 pada minggu ke-1 (b) sampel 4 pada minggu
ke-2 (c) dan sampel 4 pada minggu ke-3 (d)

Hasil dari pengujian biodegradasi pada sampel 4


pada minggu 1 karakteristik sampel bioplastik
70% dari kondisi awal, minggu ke 2 karakteristik
sampel bioplastik 35% dari kondisi awal, dan
minggu ke 3 sampel bioplastik telah terdegradasi

oleh tanah. Adapun media yang digunakan adalah


tanah. Jika dibandingkan dengan penelitian
terdahulu, bioplastik dari pati kulit singkong
kitosan dapat terdegradasi dengan bantuan EM-4
selama 10 hari (Sanjaya, I Gede dan Tyas Puspita.
2013).
Uji Swelling
Uji ketahanan dalam air penting dalam
pengujian sampel bioplastik. Bioplastik yang baik
dapat diketahui dengan komposisi bioplastik yang
kondisinya tidak berubah beratnya. Berikut hasil
uji ketahanan dalam air terhadap sampel, dapat
dilihat pada tabel 2.

a)
.

b)
.

Tabel 2 Hasil Uji Swelling

c)
.

d)
.

No
.

Sampel

Berat
Awal
(g)

Berat
Akhir
(g)

%
Ketahanan
Air

Sampel 4

0,0804

0,0904

12,44

Sampel 10

0,0639

0,0907

41,94

Sampel 11

0,2016

0,2287

11,85

Sampel 12

0,1565

0,1650

5,43

Hasil dari uji Swelling dapat diketahui bahwa


sampel 12 dengan komposisi 2 g kitosan, 0,25 g
pati dan 7 mL gliserol sebagai sampel bioplastik
terbaik karena mempunyai % Ketahanan Air
sebesar 5,43%. Nilai tersebut merupakan nilai
terkecil yang berarti nilai terbaik pada pengujian
ini. Sedangkan sampel plastik yang kurang baik
pada ketahanan air di uji Swelling ini yaitu pada
sampel 10 dengan komposisi 2 g kitosan dan 3 mL
gliserol sebesar 41,94%.
Pengujian Anti-Bacterial
Pengujian anti-bacterial bertujuan mengetahui
ketahanan sampel plastik biodegradable. Adapun
bakteri yang digunakan adalah jenis bakteri E.coli.
Hasil dari pengujian anti-bacterial dapat dilihat
pada Gambar 9. Pada Gambar 4.13 dari pengujian
dengan E. coli dapat diamati bahwa sampel dengan
komposisi 2 g kitosan dan 3 mL gliserol lebih
tahan terhadap aktivitas bakteri dibandingkan
dengan sampel lainnya. Hal ini dapat dilihat pada
gambar (b), terbentuk zona lingkaran 0,3 cm yang
didalamnya hampir tidak ada bakteri yang tumbuh.
Sedangkan sampel yang kurang baik yaitu gambar
(d) zona lingkaran hampir seluruhnya dipenuhi
bakteri.

Gambar 9 Pengujian Anti-Bacterial Sampel dengan


komposisi 1 g kitosan dan 0,25 g pati (a) Sampel dengan
komposisi 2 g kitosan(b) Sampel dengan komposisi 2 g
kitosan dan 0,25 g pati (c) Sampel dengan komposisi 3 g
kitosan dan 0,25 g pati (d)

Perbandingan Hasil Pengujian Bioplastik


terhadap Standar Plastik
Sampel 4 sebagai sampel bioplastik terbaik
dari seluruh hasil pengujian akan dibandingkan
dengan standar plastik Standar Nasional Indonesia
(SNI) untuk mengetahui apakah sampel bioplastik
sudah pada standar dengan plastik yang diproduksi
di pasaran. Standar plastik yang dipergunakan
dapat dilihat pada tabel 3
Tabel 3 Sifat Mekanik Plastik sesuai SNI
No.
Karakteristik
Nilai Nilai diperoleh
1
Kuat Tarik (Mpa) 24,7- 302
7,50
2
Persen Elongasi (% 21- 220
110,98
3
Hidrofobisitas (%)
99
12,44
Sifat mekanik plastik standar dibandingkan dengan
bioplastik sampel 4 yang memiliki sifat mekanik
yaitu kuat tarik sebesar 7,50 MPa, retak lentur
(persen elongasi) 110,98%, dan ketahanan
terhadap air (hidrofobisitas) 12,44%. Hasilnya
untuk kuat tarik dan ketahanan terhadap air
(hidrofobisitas) sampel bioplastik masih dibawah
dari standar plastik SNI sedangkan retak lentur
(persen elongasi) sudah standar plastik SNI.
Kesimpulan

Berdasarkan
hasil
pengamatan
serta
pembahasan pembuatan plastik biodegradable
dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Terbentuknya sampel plastik biodegradable
dengan komposisi kitosan dan pati yaitu
1%:0,25 g ; 1%:0,5 g ; 1%:0,75 g ; 2%:0,25 g
;2%:0,5 g ; 2%:0,75 g ; 3%:0,25 g ; 3%:0,5 g
dan 3%:0,75 g.
2. Sampel terbaik dengan komposisi 2%
kitosan; 0,25 g pati dan 3 mL gliserol.
3. Hasil uji mekanik sampel 4 dengan
komposisi 2% kitosan; 0,25 g pati dan 3 mL
gliserol merupakan sampel terbaik dengan
nilai kuat tarik 7,50 MPa; retak lentur
110,98%; terdegradasi oleh tanah pada
minggu ke-3; ketahanan terhadap air 12,44%;
dan mampu mencegah pertumbuhan bakteri.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada PT.
Indofood Sukses Makmur Tbk. yang telah
mendanai penelitian ini melalui dana Hibah
Indofood Riset Nugraha tahun 2015.
DAFTAR PUSTAKA
Bhuvana, G. D., Raghunathan, subramanlam.
2006.
STUDIES
ON
FRICTIONAL
BEHAVIOUR OF CHITOSANCOATED
FABRICS. Vol. 6(4)
Fachry , A. R., Adshestya Sartika. 2012.
PEMANFAATAN
LIMBAH
KULIT
UDANG DAN LIMBAH KULIT ARI
SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKU
PEMBUATAN
PLASTIK
BIODEGRADABLE. Jurnal Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya 18:1-9.
Gyliene, O., Inga Razmute, Rima Tarozaite, and
Ona
Nivinskiene.
2003.
Chemical
composition and sorption properties of
chitosan produced from fly larve shells.
Institute of Chemistry.
Hartoto, L., A. Suryani, and E. Hambali. 2005.
Rekayasa proses produksi asam polilaktat
(pla) dari pati sagu sebagai bahan baku

plastik biodegradable. Bogor Agricultura


University Journal.
IBAW. 2005. Highlight in Bioplastiks. Publication
Journal:1-14.
Johnson, E. L. Q. P. P. 1982. Utillization of
shellfish wastes for producting of chitin and
chitosan producing. in chemistry and
biochemistry of marine food product. AVI
Publ., Westport connecticut.
Kumar, S., A. K. Panda, and R. K. Singh. 2011. A
review on tertiary recycling of high-density
polyethylene
to
fuel.
Resources,
Conservation and Recycling 55 (11):893-910.
Muzzarelli, R. A. A. 1985. "Chitin in the
Polysaccharides", vol. 3, pp. 147, Aspinall
(ed) Academic press Inc., Orlando, San
Diego.
Qomarih, R., Agus Hasianto. 2015. Ubi Nagara,
Sumber Pangan Potensial Khas Kalimantan
Selatan.
Rodrigues, M. J. O. s., K Ziani dan I Mate. 2006.
Conbined effect of plastikizer and surfactans
on the physical properties of Strach based
ediblw film, Food Research International, p
840-846.
Sanjaya, I. G., M.H dan Tyas PuspitaI 2013.
Pengaruh Penambahan Khitosan dan
Plastikizer Gliserol Pada Karakteristik Plastik
Biodegradable dari Pati Limbah Kulit
Singkong. Paper Teknik Kimia-FTI ITS.
Surabaya.
Soetomo, H. A. 1988. Teknik Budidaya Udang
Windu. Bandung : Penerbit Sinar Baru
Algesindo.
Utami, D. A. P., & Niendya Zulvira Tiara Sari.
2014. "Pabrik Sirup Fruktosa dari Tepung
Tapioka dengan Proses Hidrolisa Enzim".
Surabaya. FTI-ITS.
Wahyu, M., K. 2009. Pemanfaatan Pati Singkong
sebagai Bahan Baku Edible Film. Karya Tulis
Ilmiah. Bandung: Fakultas Teknologi Industri
Pertanian Universitas Padjajaran. .

Anda mungkin juga menyukai